Disclamer:
Shingeki no Kyojin © Hajime Isayama
Mahou Shoujo Madoka Magica © Magica Quartet
Warning: AU, OOC, Shounen-ai
Dedicated for challenge #SacchiMainYuk
I Just Want To See You
"Baik saatnya untuk memperkenalkan diri." ujar seorang pria pada pemuda di sebelahnya.
Pemuda berambut hitam itu sedang berdiri di depan papan tulis kelas dan menatap ke sekelilingnya, sesekali ia menghela napas karena ia tidak menemukan hal yang menarik. Ia memang murid pindahan di SMA Recon ini dan masuk ke kelas 2-1. Karena ia murid baru tentu saja belum ada orang lain yang ia kenal. Sedari tadi ia mendapat tatapan dari para gadis.
"Namaku Rivaille, mohon bantuannya." ujar pemuda berambut hitam itu, Rivaille dengan nada yang monoton dan wajahnya yang datar.
Para gadis tampak heboh bisa mengetahui nama murid baru di kelas mereka, mereka bergantian mengacungkan tangan untuk bertanya kepada Rivaille. Sedangkan para pemuda di kelas hanya bisa menatap datar sikap gadis-gadis di kelas mereka. Memang kesannya para gadis ini berlebihan hanya karena melihat satu pemuda tampan.
"Rivaille-kun apa hobimu?"
"Rivaille-kun dulu sekolah dimana?"
"Apa tipe gadis yang kau sukai?"
Berbagai macam pertanyaan terus dilontarkan gadis-gadis itu, membuat Rivaille merasa risih. Rivaille menghela napas dan melirik ke arah teman sekelasnya yang lain, manik hitamnya tertuju kepada sosok seorang pemuda yang duduk di meja paling pojok dan dekat dengan jendela.
"Sudah, kalian bisa bertanya lebih lanjut padanya di saat jam istirahat siang. Sekarang waktunya untuk menentukan tempat dudukmu." gumam sang guru sambil melihat ke arah kursi yang kosong.
Beberapa gadis berharap bisa duduk di sebelah Rivaille, mereka tampak senang dan menanti nama mereka disebut oleh sang guru. Guru itu melirik ke arah seorang pemuda berambut coklat yang sedang terdiam menatap jendela.
"Baik, Rivaille kau akan duduk di sebelah Eren Jaeger. Dia duduk di dekat jendela sebelah sana." ujar sang guru.
Pemuda berambut coklat itu merasa namanya dipanggil dan langsung menoleh, ia terkejut saat melihat pemuda di depan kelas itu menatapnya. Manik hijau bertemu dengan manik hitam. Rivaille mengangguk dan mendekati Eren hingga ia berada disamping Eren. Sedangkan gadis-gadis tampak kecewa karena Rivaille tidak duduk bersama dengan salah satu diantara mereka.
"Kau Eren Jaeger?" tanya Rivaille.
"Iya," jawab Eren. "Kau akan duduk di sebelahku kan? Salam kenal, aku Eren Jaeger. Panggil saja Eren." ujar Eren sambil tersenyum manis.
"Hnn."
Rivaille langsung saja duduk di sebelah Eren tanpa banyak berkomentar, Eren sedikit terkejut melihat sikap Rivaille yang seperti itu. Tapi ia berusaha memakluminya dan menganggap Rivaille masih belum terbiasa bersosialisasi dengan lingkungan baru.
.
.
.
Jam istirahat siang telah tiba dan meja Eren tampak ramai, fokus utama disini bukan pada Eren tapi murid baru yang duduk di sebelah Eren. Para gadis tampak berkumpul dan berbicara dengan Rivaille, lebih tepatnya menghujaninya dengan pertanyaan karena sedari tadi Rivaille hanya terdiam dan terkesan tidak suka.
"Ano, apa kalian bisa berhenti bertanya terus pada Rivaille-kun?" tanya Eren.
"Eh? Kok begitu?" tanya gadis-gadis itu kecewa.
"Rivaille-kun tidak enak badan dan ia harus ke UKS, tadi dia mengatakan itu padaku. Jadi maaf ya harus meminta kalian berhenti bertanya padanya."
"Begitukah? Baiklah."
Gadis-gadis itu mulai pergi meninggalkan Rivaille dan Rivaille menghela napas, tapi Eren bisa melihat ada perubahan dari raut wajah Rivaille. Eren langsung mendekati Rivaille dan mengajaknya untuk keluar dari kelas.
"Aku dengar dari sensei kalau kau butuh ke UKS kan? Aku akan mengantarmu, lagipula aku bagian kesehatan di kelas ini." ujar Eren sambil tersenyum.
"Baiklah." gumam Rivaille.
Mereka berdua sudah keluar dari kelas dan sesekali beberapa gadis menatap ke arah Rivaille. Eren hanya tersenyum melihat teman barunya ini yang menarik perhatian banyak orang, sudah lama tidak ada orang seperti itu di kelasnya. Ia tidak menyangka akan bertemu pemuda seperti Rivaille.
"Maafkan teman-teman ya, mereka hanya bersemangat melihat murid baru." ujar Eren.
"Tidak apa." ujar Rivaille.
"Ah iya, tadi aku memanggilmu Rivaille-kun. Apa aku boleh memanggilmu dengan nama itu?"
"Panggil Rivaille saja."
"Eh? Ba-baiklah. Ri-rivaille."
Rivaille melirik sekilas ke arah Eren, ia melihat sesuatu yang berbeda. Pemuda berambut coklat itu tersenyum dengan wajah yang mulai memerah. Kenapa? Dan Rivaille bisa merasakan jantungnya berdetak cukup kencang.
"Baru pertama kali ini aku memanggil seseorang dengan nama depannya tanpa embel-embel apapun. Aku malu." gumam Eren dengan wajahnya yang memerah.
Lagi-lagi Rivaille merasakan sesuatu yang lain pada Eren, melihat senyuman Eren dan wajah yang memerah itu membuatnya berpikir kalau Eren itu manis. Ia berusaha menepis apa yang ia pikirkan. Ini pertemuan pertama mereka tapi ia sudah merasakan hal itu, aneh sekali bukan? Ia takut jika Eren tidak suka pada dirinya yang seperti itu.
"Kenapa harus malu?" tanya Rivaille datar, berusaha tetap terlihat tenang.
"Bu-bukan apa-apa," ujar Eren dengan wajah yang masih memerah. "Lalu namamu itu... menurutku keren."
"Hmm? Kenapa?"
"Iya, cocok saja untukmu dan kau juga tampak keren."
Eren merasa wajahnya semakin memerah saat mengatakan hal itu, bisa-bisanya ia mengatakan hal seperti seorang gadis itu. Ia melirik sekilas ke arah Rivaille dan terkejut melihat Rivaille yang terdiam dan tersenyum tipis.
"Terima kasih, Jaeger." ujar Rivaille.
Hari sudah sore dan waktunya pulang sekolah. Semua murid sudah pulang menuju rumah masing-masing tapi Rivaille masih memilih menyendiri di dalam kelas. Ia tidak berniat pulang ke rumah, lagipula untuk apa ia berada di rumah jika keberadaannya sendiri tidak diinginkan oleh kedua orangtuanya.
Rivaille yang berasal dari keluarga yang tidak bahagia dan selalu menjadi pelampiasan kedua orangtuanya jika mereka bertengkar. Rivaille pernah mencoba untuk bunuh diri karena tidak kuat dengan siksaan kedua orangtuanya tapi ia dihentikan oleh temannya waktu itu. Pribadi Rivaille berubah menjadi sedikit tertutup hingga saat ini.
Mengingat masalahnya seperti itu membuatnya diliputi rasa kesedihan. Apakah ada artinya ia hidup di dunia jika pada akhirnya kedua orangtuanya tidak menginginkannya? Untuk apa ia hidup dan ada di dunia ini? Meski banyak orang yang berusaha mendekatinya tapi Rivaille merasa mereka mendekati dirinya bukan karena ingin mengenal lebih jauh, hanya karena berbagai alasan tertentu lalu dirinya akan ditinggal. Seperti temannya yang waktu itu menolongnya lalu temannya itu menjauhinya.
Miris sekali bukan? Ketika ia berusaha mempercayai seseorang tapi yang ia dapat hanyalah pengkhianatan. Rivaille semakin menutup diri dari orang lain dan tidak percaya dengan mereka. Rasanya ia tidak ingin berada di dunia ini.
"Bukankah lebih baik kalau mati saja?" gumam Rivaille.
"Iya, lebih baik kau mati saja."
"Kalau aku mati aku akan terbebas dari semua masalah bukan?"
"Iya, kau akan terbebas dari semuanya."
Terdengar sebuah suara yang menjawab ucapan Rivaille, ia menoleh dan mencari asal suara itu tapi tidak ada siapa-siapa di kelas. Tiba-tiba saja suasana terasa mencekam dan dinding juga seluruh bangunan berganti dengan sebuah warna abu-abu yang kelam, layaknya berada di sebuah dimensi lain. Rivaille terkejut melihat perubahan yang terjadi, ia langsung bangun dari kursinya dan melihat sekelilingnya. Tidak ada jendela, kursi, meja dan pintu, semuanya tidak ada dari ruang kelas yang ia tempati beberapa detik yang lalu. Seolah-olah ia dilempar ke dimensi lain.
"Dimana ini?" gumam Rivaille.
Ia berusaha memperhatikan sekelilingnya lagi dan melihat sebuah pintu yang muncul lalu keluar beberapa orang atau apapun itu yang berusaha mendekati Rivaille. Mereka berjalan bersama dan hendak menyerang pemuda berambut hitam ini. Rivaille terdiam dan ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dari semua ini, ia berusaha menghindar tapi ia juga merasa takut. Siapa yang tidak takut melihat tempat yang kau singgahi tiba-tiba berubah seperti ini?
Tidak lama terdengar suara pistol yang ditembakkan dan juga suara panah yang terlepas dari busurnya. Rivaille terkejut mendengar suara itu dan ia melihat ada sosok dua orang yang memakai pakaian yang tidak biasa, salah satunya adalah pemuda berambut coklat.
Rivaille melihat sosok Eren yang memakai baju atasan berwarna putih dengan rompi berwarna merah muda dan pita merah muda yang menghiasi bajunya dengan celana panjang berwarna merah dan sepatu merahnya. Dan yang menarik perhatiannya adalah Eren yang membawa busur besar di tangannya. Lalu disebelah Eren ada sosok pemuda berambut pirang dengan baju putih yang dipadukan dengan rompi berwarna coklat dengan pita berwarna kuning dan celana panjang berwarna hitam yang membawa pistol. Sesuatu yang hendak menyerang Rivaille tadi sudah terikat oleh pita panjang berwarna kuning yang berasal dari pemuda berambut pirang itu hingga sesuatu itu tidak bisa bergerak lagi.
"Hampir saja." ujar pemuda berambut pirang itu.
"Kau sudah aman sekarang, Rivaille." ujar Eren yang menatap ke arah Rivaille.
"Ka-kalian?" Rivaille tampak terkejut melihat dua pemuda itu.
"Mereka adalah orang yang memiliki kekuatan spesial untuk melawan penyihir yang jahat." terdengar suara seorang gadis dan Rivaille melihat gadis berambut coklat dengan memakai kacamata yang memakai pakaian serba putih berdiri di belakangnya.
"Kau sudah mengetahui rahasia kami, tapi jangan bilang siapa-siapa ya?" ujar Eren yang memfokuskan diri untuk menyerang demikian juga pemuda berambut pirang itu.
Eren mendekatkan tangannya pada busur itu dan panah dengan cahaya berwarna merah muda keluar dari sana, ia langsung saja melepaskan panah itu ditambah dengan tembakan pistol yang dipegang pemuda berambut pirang itu dan menyerang satu titik dari sesuatu yang telah terikat itu sebut saja penyihir. Kekuatan itu menghilang ketika menerima serangan secara bersamaan.
Rivaille tampak takjub melihatnya dan melihat sekelilingnya yang kembali normal seperti sedia kala. Ia melihat Eren dan pemuda berambut pirang itu menatap ke arahnya dan tersenyum. Rivaille tidak habis pikir, apakah memang ada sebuah kekuatan yang dapat digunakan seperti itu? Apakah itu sihir?
"Kau pasti memiliki banyak pertanyaan bukan? Aku akan berusaha menjawabnya satu persatu untukmu." ujar pemuda berambut pirang itu.
"Sebaiknya kita keluar dari sini." gumam Eren yang berjalan ke arah pojok kelas dan mengambil sebuah benda berwarna hitam lalu menyimpannya.
"Mungkin ada baiknya kita menjelaskan semuanya." ujar gadis berambut coklat yang membenarkan letak kacamatanya itu.
"Iya. Kau mau ikut dengan kami, Rivaille?" tanya Eren.
Rivaille terkejut, sepertinya ia masih belum sepenuhnya sadar dari apa yang ia lihat. Ia menghela napas dan menatap mereka dengan wajah datarnya. Ia juga membutuhkan jawaban dari apa yang telah ia lihat ini.
"Iya." ujar Rivaille.
Eren tersenyum dan mengajak Rivaille untuk keluar kelas, kedua orang itu juga mengikutinya. Mereka terus berjalan hingga keluar dari sekolah dan berjalan menuju sebuah apartemen mini. Mereka sampai di depan pintu sebuah kamar yang bertuliskan nama "Irvin Smith" disana.
"Ini apartemen Irvin-senpai." ujar Eren.
"Maaf aku belum memperkenalkan diri dengan baik. Kita akan membicarakan semuanya di dalam." ujar Irvin dan membuka pintu.
Irvin mengajak semua tamunya untuk masuk dan duduk di ruang tamu, ia menyiapkan minuman untuk tamu-tamunya dan sekarang mereka semua berkumpul di ruang tamu. Eren meminum jus yang disediakan Irvin.
"Baik, aku akan memperkenalkan diri. Namaku Irvin Smith, murid kelas 3-2. Aku juga adalah orang yang memiliki kemampuan spesial itu, mungkin kau bisa menyebutku sebagai penyihir. Aku mendapatkan kemampuan ini dengan mengikat kontrak pada Hanji, gadis itu." ujar Irvin menjelaskan.
Gadis berambut coklat dengan kacamata itu tersenyum ke arah Rivaille. Hanji berdehem dan ia hendak mengambil alih ucapan Irvin untuk menjelaskan semuanya pada Rivaille. Ia tahu bahwa Rivaille memiliki banyak pertanyaan mengenai kejadian tadi.
"Ucapan Irvin benar. Demi mendapatkan kekuatan itu kau harus menyebutkan apa keinginanmu padaku lalu aku akan mengabulkannya sesulit apapun itu. Tapi sebagai gantinya kau akan mendapatkan kekuatan yang berasal dari keinginanmu yang kukabulkan lalu bersedia mengorbankan jiwamu untuk membasmi penyihir jahat yang akan membuat manusia terjatuh dalam kesengsaraan." ujar Hanji yang tersenyum.
"Berarti kau bukan manusia?" tanya Rivaille.
"Bukan. Aku hanyalah sebuah eksistensi yang diciptakan untuk mengabulkan keinginan manusia dan memberi mereka kekuatan serta tanggung jawab untuk menumpas penyihir jahat."
"Lalu kalian berdua telah mengikat kontrak dengannya?"
"Iya." Irvin dan Eren menjawab hampir bersamaan.
"Tapi aku baru saja mengikat kontrak seminggu yang lalu, sedangkan Irvin-senpai sudah cukup lama dan ia termasuk penyihir yang hebat." ujar Eren.
"Kemampuanmu juga sudah hebat, Eren. Jika kau bisa mengembangkannya, kau akan siap untuk menghadapi Walpurgis Night denganku." ujar Irvin.
"Apa itu Walpurgis Night?" tanya Rivaille.
"Malam dimana penyihir jahat terkuat akan muncul dan menghancurkan dunia. Hanya para penyihir seperti Irvin dan Eren yang bisa menghentikannya, sedangkan manusia biasa hanya bisa pasrah dengan kehancuran yang akan menanti mereka." ujar Hanji.
Rivaille berusaha mempercayai ucapan itu, memang terkesan tidak masuk akal tapi ia melihat buktinya dengan mata kepalanya sendiri. Jadi ia juga tidak bisa mengatakan bahwa hal itu adalah kebohongan belaka.
"Apakah kalian tidak merasa takut mengemban tanggung jawab sebesar itu?" tanya Rivaille.
"Bohong kalau aku bilang aku tidak takut. Tapi demi menyelamatkan umat manusia, kurasa ini juga termasuk salah satu resikonya." jawab Eren yang tersenyum dan Irvin mengangguk pelan.
Rivaille memperhatikan wajah Eren yang tampak tersenyum, manis sekali. Ia menghela napas dan berusaha menenangkan dirinya yang kembali memikirkan yang tidak-tidak terhadap teman barunya itu. Apalagi ia telah mengetahui rahasia dua orang ini, ia akan menjaganya dan tidak menceritakan pada siapapun.
"Aku merasa senang kalau kau mau percaya dengan ucapan kami." ujar Irvin.
"Eh? Begitulah, aku telah melihat buktinya." gumam Rivaille.
"Kalau begitu lihatlah ini."
Irvin mengeluarkan sebuah liontin yang terdapat batu kecil berwarna kuning di tengahnya, batu itu tampak bersinar dengan terang. Rivaille terdiam menatap batu itu, sedangkan Irvin tersenyum melihatnya.
"Ini adalah alat yang membuat kami bisa berubah menjadi penyihir. Alat ini juga yang akan membantu kami menyelidiki keberadaan penyihir. Tapi jika kita terus-menerus melawan penyihir jahat tentu kita bisa terkena efeknya. Kau bisa melihat ada warna hitam yang mengganggu bukan?" ujar Irvin yang menunjukkan warna hitam di sisi liontin itu.
"Iya. Lalu?" tanya Rivaille.
"Ketika kami telah mengalahkan penyihir jahat, akan muncul liontin lain berwarna hitam. Liontin hitam itu akan menyerap kemampuan jahat atau warna hitam di liontin kami. Eren, aku lihat kau mengambil liontin hitam itu kan?"
"Iya. Ini senpai," ujar Eren yang memberikan liontin hitam itu pada Irvin. "Aku sudah menggunakannya untuk membersihkan liontinku."
Rivaille melihat Eren mengeluarkan liontin berwarna merah muda yang bersinar terang, tidak ada warna hitam disana. Irvin menerima liontin hitam itu dan mendekatkannya pada liontin miliknya. Warna hitam yang ada di liontin kuning Irvin berpindah kepada liontin hitam itu hingga liontin Irvin telah bersih dan memperlihatkan warna kuning yang terang.
"Seperti inilah cara kerja liontin hitam itu."
Rivaille mengangguk mengerti dan membiarkan Irvin mengembalikan liontin itu pada Eren. Ia memang merasa mengetahui hal ini terlalu cepat tapi dengan begitu ia bisa mendapatkan jawaban dari apa yang ia lihat dan yang ingin ia ketahui.
"Kalian sudah menjelaskan semuanya padaku dan aku berterima kasih untuk itu. Aku tidak akan mengatakan hal ini pada siapapun." ujar Rivaille.
"Aku senang karena yang mengetahui hal itu kamu. Aku yakin kita bisa menjadi teman yang lebih dekat lagi." ujar Eren sambil tersenyum.
Apakah Eren tidak sadar bahwa senyuman manisnya itu telah membuat seorang Rivaille menemukan secercah harapan untuk hidup? Memang ini baru pertemuan pertama mereka tapi Rivaille merasa demi Eren ia pasti bisa melalui hidupnya. Apakah itu berlebihan? Ia tidak peduli dengan pandangan orang lain.
Sedangkan Hanji hanya memperhatikan ketiga pemuda itu dan tersenyum melihat mereka, entah apa arti dari senyuman gadis berkacamata itu.
Malam yang dimaksud telah tiba yaitu Walpurgis Night. Suasana malam itu terasa sangat mencekam dan seperti tidak ada tanda kehidupan. Sang penyihir yang dimaksud telah tiba dan mulai menyerang kota, Irvin dan Eren berusaha menghadapi serangan penyihir itu tapi mereka tampak kesulitan. Seolah-olah semua serangan mereka tidak berdampak pada sang penyihir. Buktinya saja Irvin sampai kehilangan kekuatannya dan tewas karena tidak mampu mengalahkannya. Eren sangat shock melihat Irvin tewas dan berusaha membawa Irvin ke tempat aman.
Rivaille yang hanya bisa melihat mereka bertarung terdiam menatap Eren yang membawa sosok Irvin yang tidak bernyawa itu. Eren mengepalkan kedua tangannya dengan kencang dan ia menatap ke arah langit dimana sang musuh dengan santainya melempar berbagai macam serangan. Banyak dari bangunan yang hancur karena serangan itu.
"Kalau begitu aku pergi dulu." ujar Eren yakin.
"Apa kau yakin? Irvin saja tewas seperti ini." ujar Rivaille.
"Karena itulah hanya aku yang dapat menghentikan serangan ini."
"Apa kau gila?! Kau tidak bisa mengalahkannya seorang diri, kekuatan seperti monster itu akan menghancurkanmu dan membuatmu tewas seperti Irvin."
"Meki begitu aku sudah memutuskan untuk mengemban tanggung jawab ini. Tolong jangan hentikan aku, Rivaille."
Rivaille terdiam melihat Eren yang tersenyum sendu padanya, ia tahu bahwa Eren tidak akan bisa melawan kekuatan sedahsyat itu. Kekuatan layaknya monster yang bisa menghancurkan dunia, tidak ada yang bisa mengalahkannya. Ia merasa takut, takut jika Eren tidak bisa mengalahkannya dan berakhir dengan mengenaskan seperti Irvin.
Tidak! Ia tidak menginginkan hal itu. Ia harus mencegahnya.
"Kau bisa saja melepaskan tanggung jawab itu! Pikirkanlah dirimu sendiri!" teriak Rivaille.
"Itu tidak mungkin, aku sudah berjanji akan melindungi semuanya." gumam Eren.
Eren melirik ke arah Rivaille dan senyuman sendu itu terlihat semakin jelas. Entah kenapa melihat senyuman itu membuat hati Rivaille terasa sesak. Ia tidak ingin melihat Eren, orang yang ia sayangi tewas. Ia bahkan belum mengatakan perasaannya itu. Demi Tuhan, ia hanya bisa menyembunyikan rasa itu dan berada di sisi Eren sebagai teman.
"Kau tahu, aku senang bisa menjadi temanmu, Rivaille. Mungkin pada awalnya kau terlihat menutup diri tapi denganku kau mulai terbuka. Aku senang sekali bisa menjadi orang yang spesial di hatimu." ujar Eren yang tetap menjaga senyuman itu di hadapan Rivaille.
"Eren..." gumam Rivaille.
"Karena itu, tetaplah hidup. Selamat tinggal Rivaille."
Eren langsung saja pergi meninggalkan Rivaille sendiri, Rivaille terkejut dan ia berusaha memanggil Eren tapi suaranya tidak sampai ke telinga Eren. Lebih tepatnya Eren tidak menoleh dan fokus untuk menghabisi penyihir terkuat itu. Rivaille merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.
Ia melihat Eren mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk melawan sang penyihir itu, serangan demi serangan diluncurkan tapi tidak bisa melukai sang penyihir. Rivaille terkejut saat melihat penyihir itu mengeluarkan sebuah cahaya yang besar dan melemparnya ke arah Eren. Eren tidak bisa menahan serangan itu dan tubuhnya terhempas. Rivaille sangat terkejut melihatnya.
'Apakah Eren sudah...' batin Rivaille.
Ia berusaha menyusul Eren dan mencari sosok orang yang ia cintai itu. Ia tidak peduli dengan semua hal yang terjadi, ia hanya ingin melihat Eren untuk terakhir kalinya. Ia tahu bahwa dunia sudah hancur dan tidak ada seorangpun yang bisa mengalahkan penyihir itu. Kekuatannya terlalu dahsyat hingga membuat semua orang tewas. Untungnya ia tidak terkena dampak serangan itu.
"EREN!" teriak Rivaille.
Ia melihat Eren yang tergeletak di jalan begitu saja, sepertinya Eren terlempar hingga terjatuh ke sana. Ia langsung melihat Eren yang menutup matanya, ia mengecek seluruh badan Eren dan hal yang ia takutkan terjadi. Tidak terdengar bunyi detak jantung di tubuh Eren, pemuda itu telah pergi meninggalkannya untuk selamanya. Rivaille hanya bisa meninju tanah dan ia terlihat kesal, ia menundukkan wajahnya lalu menatap wajah Eren itu.
"Kenapa kau harus mati dengan cara seperti ini? Padahal kau tahu bahwa kau tidak akan bisa mengalahkannya." ujar Rivaille.
Ia menatap wajah orang yang ia kasihi itu baik-baik, manik hijau itu tidak akan pernah terbuka lagi. Sudah tertutup untuk selamanya dan ia akan sendirian di dunia ini. Tidak ada gunanya Rivaille hidup jika Eren tidak ada disampingnya. Tidak ada artinya.
"Daripada kau membiarkanku hidup, aku berharap kau yang terus hidup."
Rivaille merasakan rasa sesak di dadanya, rasa sakit ini tidak bisa hilang. Ia merasa sedih melihat Eren yang menutup matanya untuk selamanya. Setitik air mata mengalir dari sudut pipi Rivaille, menetes hingga terjatuh ke pipi Eren. Baru pertama kali ini Rivaille menangis karena kehilangan seseorang yang berarti dalam hidupnya. Eren memang pemuda yang berhasil mengubah dunia Rivaille dalam sekejap, pertemuan mereka itu bagai terhubung dengan benang dan terikat oleh takdir.
Tiba-tiba muncullah sosok Hanji yang berdiri di sebelah Rivaille, ia melihat Rivaille yang menangisi kepergian Eren. Ia memperhatikan Rivaille yang terlihat sangat kecewa itu dan tersenyum tipis.
"Apa kau bersungguh-sungguh dengan ucapanmu itu, Rivaille?" tanya Hanji.
Rivaille menoleh dan melihat sosok Hanji sedang berdiri di sebelahnya, Hanji memang selalu muncul dan menghilang secara tiba-tiba. Ia tidak mengerti tapi sosok inilah yang membuat Irvin juga Eren memiliki sihir dan membiarkan mereka tewas saat menghadapi penyihir terkuat dalam Walpurgis Night.
"Apa kau merelakan jiwamu untuk keinginan itu dan bertarung melawan penyihir? Jika kau mau aku akan memberikan kekuatan padamu." ujar Hanji.
Rivaille terdiam, tampaknya ia tidak menangis sedih lagi. Ia menatap langsung ke arah mata Hanji, sepertinya ia terpancing dengan ucapan Hanji yang akan mengabulkan apapun keinginannya itu.
"Apa kau bisa mengabulkannya?" tanya Rivaille.
"Tentu saja, aku bisa merasakan potensi dalam dirimu. Aku pernah bilang bukan, sesulit apapun keinginan itu aku akan mengabulkannya dan memberimu kekuatan." jawab Hanji.
Rivaille terlihat memikirkan apa yang akan ia katakan pada Hanji dan Hanji menunggu dengan setia. Rivaille melirik ke arah Eren dan membelai pipi mulus itu, ia memejamkan matanya sejenak. Sepertinya ia telah yakin dengan keputusan yang akan ia ambil.
"Aku ingin mengulang pertemuanku lagi dengan Eren. Daripada membiarkan Eren melindungiku, aku ingin melindunginya." ujar Rivaille yakin.
Hanji tersenyum mendengar ucapan Rivaille dan ia memejamkan matanya. Tiba-tiba saja Rivaille merasa sakit di dadanya, ia berusaha menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Sebuah cahaya berwarna ungu mulai keluar dari tubuh Rivaille, Hanji hanya menatapnya dalam diam.
"Kau sudah mengikat kontrak denganku dan inilah kekuatanmu. Sekarang biarkan aku lihat seperti apa kekuatan yang muncul dari keinginanmu itu." ujar Hanji.
Cahaya berwarna ungu itu perlahan menghilang dan memunculkan sebuah liontin dengan batu berwarna ungu di tengahnya. Rivaille menyentuh liontin yang sudah menjadi miliknya itu dan menatapnya dalam diam, ia telah mengikat kontrak pada Hanji dan memiliki kemampuan yang sama seperti Irvin juga Eren sebagai penyihir.
Tiba-tiba saja Rivaille merasa ada sesuatu yang aneh, ia mendengar bunyi dentingan jam dan melihat sekelilingnya yang tampak berubah. Rivaille merasa aneh dan kepalanya terasa berat. Ia berusaha untuk bertahan tapi tidak bisa, ia terjatuh dan akhirnya pingsan. Hanji yang melihat hal itu tersenyum dan sosoknya menghilang meninggalkan Rivaille sendiri disana.
'Apakah keinginanku dapat dikabulkan olehnya? Setidaknya aku ingin berjumpa dengan Eren.' batin Rivaille.
To be Continued
A/N: Hai semuanya, kali ini aku menyumbang fic untuk challenge #SacchiMainYuk.
Aku tahu fic multichapterku yang lain belum selesai, tadinya aku mau membuat ini oneshoot tapi ada juga fic lain yang harus dikerjakan sehingga tidak memungkinkanku membuat ini jadi oneshoot. Dan multichapter menjadi pilihanku, hanya saja tidak akan sepanjang fic yang satunya.
Membuat fic seperti ini memang baru buatku, apalagi dua genre anime yang kugabungkan jauh berbeda. Mungkin bagi yang pernah melihat anime Mahou Shoujo Madoka Magica tidak asing dengan setting yang aku ambil, tapi aku tidak semata-mata menyalin semuanya. Bisa dibilang salah satu setting itu menginspirasiku untuk menulis fic ini.
Semoga saja ceritanya tidak aneh dan kuharap ada yang menantikan kelanjutannya...
Sampai jumpa di chapter selanjutnya...^^
