Deidara menatap sang adik dengan khawatir. Sudah beberapa hari ini, Naruto enggan untuk makan. Tubuhnya terlihat semakin lemah. Kulit tan-nya memucat, bahkan wajah yang dulu ceria itu kini terlihat datar dengan pandangan kosong. Semua memang telah berubah semenjak 7 bulan yang lalu. Sejak mereka meninggalkan Konoha dan lari ke Suna. Semua berubah ketika Naruto tidak lagi mau pergi ke sekolah. Dan kehidupan adik satu-satunya berakhir di Yayasan Penitipan Anak (YPA).

.

.

.

Tears

Disclaimer: Masashi Kishimoto

By: Ran Hime

Rate: M

Genre: Drama, Hurt/Comfort

Pair: SasuNaru, ItaDei sligh SaiNaru, SasoDei

Warning: AU, AR, OOC, Yaoi, Mpreg. Alur maju dan mundur, Typo.

.

.

Chapter 1

.

.

Tatapannya tetap kosong menatap ke depan. Shapire-nya tidak sedikitpun memancarkan kehidupan. Apa salahnya? Bahkan ia sendiri tidak tahu. Ia hanya seorang yatim piatu dan hidup bersama kakak laki-laki satu-satunya. Bukan inginnya juga mendapati kenyataan bahwa harta peninggalan orang tuanya malah dimiliki orang lain yang mengaku sebagai keluarga ibunya. Bukan maunya, ia terusir dari rumah mewah yang selama ini ditempati keluarganya ketika ia masih berumur 10 tahun.

Ia bahkan tetap bisa tegar ketika harus tinggal di jalanan selama 3 bulan. Tidak mengeluh sedikitpun ketika perutnya keroncongan akibat Deidara menolak bantuan dari Hidan. Ia tetap tersenyum menghadapi semua yang terjadi.

Lalu kenapa ia sekarang tidak dapat tersenyum sedikitpun?

Apa yang terjadi?

"Naruto!"

Mengacuhkan seruan kakaknya, Naruto mengangkat tangannya untuk Mengarahkan jari-jarinya ke depan, mengelus perutnya yang membuncit dari balik Hakama yang ia kenakan. Apa ini? Ia tetap mengelus perutnya yang kian membesar. Ia menutup mata?

Kenapa bisa?

Ia adalah bocah laki-laki yang selama hidupnya selalu tersenyum. Ia menerima semua yang ada pada tubuhnya. Lahir dengan gen dan sel yang berbeda dari pada kebanyakan lelaki pun tidak membuatnya terpuruk. Ia tetap memeriksakan diri ke dokter langganan keluarganya seperti saat orang tuanya masih ada.

Apa salahnya, hingga 'orang itu' memperkosanya dan menyemburkan bibitnya ke dalam tubuhnya? Ia masih normal dan sangat tergila-gila dengan Karin, salah satu senpai-nya meski ia hanyalah bocah berumur 14 tahun. Apa salahnya hingga 'orang itu' menggagahinya berkali-kali sampai perutnya harus 'terisi'? Jika ia bisa memutar waktu, ia akan meminta kakaknya untuk menolak uluran tangan dari sahabat ayahnya. Ia akan lebih memilih tinggal di jalanan daripada harus membuat 'orang itu' merasa tersaingi dan membuatnya terpuruk.

"Kau harus makan!"

Menghiraukan bujukan kakaknya, ia memegang perutnya sembari meringis dan membuka mata. Ternyata bayinya mulai nakal dan sering menendang perutnya. Inikah rasanya sedang mengandung? Rasanya ia ingin tertawa ketika melihat perutnya yang nampak seperti orang terkena busung lapar. Ia laki-laki, akan tetapi bisa mengandung.

Kenapa dipertahankan?

Ia bahkan tidak tahu alasannya. Padahal keadaan bayinya sangat lemah. Besar kemungkinan untuk tetap bertahan tidak lebih dari 30%. Tapi ia tetap menjaga kandungannya sampai menginjak 8 bulan.

Mengapa dipertahankan?

Jika sosok itu terlahir seperti ayahnya, bukankah hanya menambah luka akibat pelecehan seksual tersebut. Bahkan bayi di dalam perutnya telah menghancurkan segala mimpinya.

Ia masih bisa merasakan betapa senangnya ketika ia bertemu kawan lamanya di SJS (Suna Junior School), Inuzuka Kiba. Ia masih bisa tertawa dan melupakan masalah yang membuat hatinya terkoyak. Hingga tiga bulan kemudian, candaan sang teman yang membuat kenyataan terungkap. 'Kau semakin gemuk, Nar!'

Perlahan telinganya menuli saat penjelasan demi penjelasan dari dokter membuat Deidara menangis, seminggu setelah kondisinya sering menurun. Kakaknya memeluk tubuhnya sembari sesunggukan. Ia mematung, dadanya sesak dan ia mulai berhenti berharap untuk tetap bisa menginjak SJS dan berakhir di YPA. Kakaknya menerima tawaran nenek Chiyo, pemilik Yayasan, untuk tinggal di tempat wanita bermarga Akasuna tersebut. Ia tidak tega jika adiknya harus naik turun kendaraan umum dari rumah ke YPA dan sebaliknya, mengingat semakin besar perutnya semakin lemah pula fisiknya.

Apa salahnya?

Itulah kalimat yang sering diucapkan Deidara setiap malam. Setiap kali menunggui Naruto yang tidak nyenyak dalam tidurnya. Sering mengigau dalam tidurnya dan memohon kepada si brengsek itu agar berhenti menyakiti tubuhnya. Sembari mengelus kening adiknya, ia mencoba menenangkan Naruto agar teriakan dalam tidur adiknya berhenti. Sampai kapan penderitaan merenggut keceriaan adiknya.

Meski Deidara mendapatkan perlakuan yang sama seperti adiknya, namun dia tidak semalang sang adik yang memang 'istimewa'. Tujuannya pergi dari Konoha hanyalah ingin menghapus memori buruk yang telah dilukis oleh 'orang itu' . Namun kini ada yang akan membuat 'orang itu' kembali memasuki kehidupannya.

Tidak! Itu tidak boleh terjadi?

"Kau bisa menyakiti bayimu!"

Mendengar kata bayi, Naruto berhenti mengelus perutnya lalu menatap kakaknya, "Antarkan aku ke dalam, Dei-nii." pintanya dengan suara parau, "Aku ingin istirahat."

Deidara segera beranjak dari kursi taman YPA. Ia membantu Naruto untuk bangun.

Naruto memegang pinggangnya ketika ia merasa betapa sulitnya untuk berdiri. Lagi-lagi ia ingin tertawa. Bukankah dirinya adalah bocah hiperaktif yang selalu berlari kesana kemari? Tapi lihatlah! Bahkan untuk berjalan saja ia membutuhkan kakaknya untuk memapah tubuhnya.

Terkadang ia berfikir, apakah ia harus bersyukur mendapatkan kakak sebaik Deidara? Rela membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bekerja keras dalam segala hal demi dirinya dan juga kuliah kakaknya. Sedangkan ia hanya dituntut untuk belajar dan tetap mempertahankan beasiswanya selama bersekolah di Konoha Junior School(KJS), sekolah elit kepunyaan sahabat baik ayahnya. Ataukah ia harus memaki kakaknya yang masih mau mengurusi dirinya? Sedangkan ia sudah gagal memenuhi harapan kakaknya. Ia sudah begitu membuat kakaknya repot, meski Deidara tidak merasa direpotkan.

Naruto berjalan tertatih sembari memegang perutnya yang terasa berat. Dan disampingnya, Deidara memapah tubuhnya agar tidak terseok ketika melangkah.

Langkahnya terhenti ketika seseorang menghalangi jalannya. Mata Deidara membulat tidak percaya melihat sosok di depannya.

"Dei!"

Suara barithon itu membuat tubuh Naruto bergetar. Wajahnya semakin pucat. Ia melangkah mundur menatap orang tersebut. Sembari mengucapkan kalimat 'jangan lakukan 'itu' lagi', Naruto semakin histeris dalam pikirannya. Dan pandangannya pun menggelap seiring tubuhnya yang terjatuh di dalam dekapan kakaknya. Air mata terjatuh dari sudut matanya yang tertutup.

To be Continue...