.

.

Nameless Monster
Presented by Kie2Kei

Vocaloid aren't mine. Warning: super fast time-line, Miku-centric, and KaiMiku every where. Angst? Hurt/Comfort? *confused*

Don't like? Don't read.

Enjoy.

.

.


Seorang pria bersurai biru gelap, berjalan cepat sembari menggosokan kedua telapak tangannya konstan agar jari-jarinya tidak membeku kedinginan. Salahkan sifat cerobohnya yang berangkat terburu-buru, hingga ia lupa membawa sarung tangan di hari bersalju di mana angin dingin bertiup kejam menusuk pori-pori kulit tanpa belas kasihan.

Pria bersurai biru gelap itu; yang diketahui bernama Shion Kaito. Merapatkan mantel hitam tebalnya agar tubuhnya tidak merasakan kejamnya hawa dingin di hari ini. Ia menyusuri trotoar di jalan besar shibuya yang ramai. Walau hawa dingin menyiksa tubuh, entah kenapa trotoar jalan shibuya pasti ramai oleh pejalan kaki. Apalagi ini liburan musim dingin minggu kedua. Di mana orang-orang akan memanfaatkan hari-hari liburnya semaksimal mungkin.

Pria berumur duapuluh empat tahun ini, menyusuri jalan shibuya untuk mencari cafè di mana ia dan temannya akan membahas tentang tugas kuliah yang akan mereka kerjakan; walau dalam masa liburan. Sebenarnya, ia bisa saja tinggal di rumah dan bermalas-malasan di dalam futon. Tapi Kaito memilih berdiskusi dengan temannya di hari yang dingin ini. Pemuda ini tipikal anak rajin.

Kaito adalah mahasiswa tingkat dua yang mengejar gelar Sarjana Magister jurusan Literatur Bahasa Inggris. Ia benar-benar ingin segera lulus, lalu bekerja, dan jadi orang mapan. Ini tentu bukan sebuah impian muluk-muluk.

Setelah sampai di sebuah cafè sederhana di ujung jalan; jauh dari hiruk-pikuk jalan utama shibuya, akhirnya Kaito segera masuk ke dalam cafè sederhana tersebut. Aroma coklat panas dan bau kafein yang menguar di dalam cafè pun langsung masuk ke dalam indra penciumannya.

Pria bersurai biru gelap ini segera memandang sekeliling cafè, mencari sosok teman yang sedang menunggunya. Tapi setelah mencari selama beberapa menit, temannya tidak berada pada meja manapun. Ia menghela nafas; kecewa.

Oh mungkin dia telat. Padahal Kaito pergi buru-buru supaya tepat waktu. Dasar jam karet. Kalau tahu begini, ia tidak akan pergi buru-buru tadi.

Kaito yang masih jengah akan keterlambatan temannya, tidak sadar bahwa seorang pelayan wanita mendekatinya.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu?" sapanya ramah.

Kaito melirik ke kanan dan ke kiri untuk memastikan bahwa pelayan ini sedang bicara padanya. Pria biru itu malah membalas dengan cengiran konyolnya; walau terlihat sedikit tampan. Oh, bisa saja pelayan ini mengira Kaito adalah maniak.

"Ah, apakah masih ada meja kosong untuk dua orang? Kulihat dari tadi, kebayakan meja di sini penuh-penuh," Kaito berkelit. Ia tidak mau dicurigai maniak oleh pelayan tadi.

Pelayan itu tersenyum ramah, "Ada, mari ikut saya ke sebelah sini," Mungkin pelayan ini malah sama sekali tidak mencurigai Kaito.

Pelayan wanita tersebut membawa Kaito ke meja di sudut kanan cafè, dekat sebuah panggung mini untuk live-concert kecil-kecilan di cafè tersebut. Pelayan itu segera beranjak dari meja Kaito, setelah pria bersurai biru gelap itu memesan satu cangkir Milk-Cappuccino hangat.

.

.

Seseorang di depan meja Kaito tengah berkicau dengan temannya. Bukannya ingin menguping, tapi sayup-sayup ia bisa mendengar perbincangan mereka; karena mereka berbicara dengan volume suara di atas normal.

"Hei! Kau tahu? Dia selalu menyanyi di sini!"

"Yang benar? Masa sih *Koori Hime itu selalu manggung di sini?"

Koori Hime? Siapa dia?

Pelayan wanita itu kembali ke meja Kaito untuk memberikan secangkir Milk-Cappuccino yang ia pesan. Akibat rasa penasarannya pada pembicaraan kedua orang di depan mejanya, Kaito mengabaikan Milk-Cappuccino dan malah bertanya pada pelayan tersebut tentang sosok Koori Hime.

"Maaf nona, boleh aku bertanya? Siapa itu, Koori Hime?"

Pelayan itu mengerjap heran, "Oh, kamu belum tahu ya? Koori Hime itu penyanyi part-time di sini. Banyak dari tamu di sini yang menyukai nyanyiannya," Pelayan itu menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Yah, kebayakan dari pengunjung cafè di sini adalah penggemarnya. Jadi setiap dia tampil di sini, cafè selalu penuh."

Kaito yang memiliki kerja otak yang lebih cepat dari respon motoriknya. Membuatnya dapat menarik suatu kesimpulan. Sepertinya Koori Hime itu akan tampil di sini, hari ini; melihat keadaan cafè yang cukup penuh sekarang.

"Terima kasih," Kaito tersenyum simpul. Pelayan itu hanya membalas Kaito dengan senyuman lalu pergi.

.

.

Sudah beberapa kali Kaito melirik jam tangan kulit di pergelangan tangan kirinya gusar. Ia terus menghela nafas. Secangkir Milk-Cappuccino hangatnya telah habis, hanya menyisakan sebuah mug keramik yang mulai mendingin.

Sungguh, kurang lebih 3 jam pria bersurai biru gelap menunggu temannya di sini. Benar-benar kurang ajar. Membiarkan teman sendiri menunggu terlalu lama. Wajah Kaito mulai berkerut kesal.

Kaito padahal sudah mengiriminya e-mail, tentang apakah diskusi ini jadi dilanjutkan atau tidak. Tapi dari tadi belum ada balasan hingga ponsel itu berdering singkat kini. Ia cepat-cepat membuka e-mail-nya dan bersiap membalasnya dengan e-mail makian.

.

To: Shion Kaito
From: Kamui Gakupo
Subject: Re: Diskusi Tugas
04.35 p.m

Maaf, aku nggak bisa datang. Tadi siang, sepupu perempuanku memintaku untuk mengatarnya berbelanja dan...

Ya, ya. Kaito berpikir bahwa itu hanya alasannya saja. Kemungkinan besar alasan sebenarnya si terong ini adalah sedang kencan atau semacamnya dengan seorang wanita, dan melupakan janjinya untuk berdiskusi bersama Kaito. Ia tahu betul kebiasaan salah satu temannya ini.

Sebenarnya Kaito sudah tidak tertarik lagi untuk membaca e-mail itu. Ia pun sudah ogah membalasnya, karena akan sia-sia juga bila ia marah-marah lewat e-mail. Tapi beberapa kalimat di paragraf terakhir e-mail itu menarik perhatiannya.

...aku tahu kamu pasti jengkel karena udah nunggu lama banget. Tapi jangan dulu pulang! Karena Koori Hime akan tampil di sana tepat pukul 5 sore.
Mungkin kamu nggak tahu siapa Koori Hime, tapi biar kujelaskan sedikit. Dia itu gadis berparas cantik yang memiliki suara memukau! Percayalah! Jangan sampai kamu menyesal karena melewatkan live-concert-nya hari ini!

.

.

Kaito kembali melirik jam tangannya, hei ternyata ini sudah jam 5 sore. Ya, dia mempercayai perkataan Gakupo untuk menunggu Koori Hime tampil. Lagi pula Kaito penasaran tentang sosoknya yang begitu diidolakan. Aneh. Memang sihir apa yang ia gunakan untuk membuat semua penonton terpukau? Kaito perlu memastikan dengan kedua bola matanya sendiri.

"Selamat sore semua," Sebuah suara lembut dan tegas melenggang di dalam penjuru cafè dan membuat keadaan gaduh di dalam berubah tenang.

Jangan-jangan, ini Koori Hime itu. Kaito segera memfokuskan pandangannya ke arah panggung mini di sebelah mejanya. Ia segera mengobservasinya, dimulai dari tubuhnya yang semampai dan tingginya yang (kalau dikira-kira) sebahu milik Kaito. Surai biru-kehijauannya di kepang sedikit di kedua sisinya dan sisanya ia biarkan tergerai bebas.

Gadis berjulukan Koori Hime ini memakai topi kanvas berwarna mocha dan sun-glass tanpa frame yang lensanya berwarna senja. Tak lupa, ia memakai blouse berwarna putih polos dengan skinny jeans semata kaki. Dipadukan dengan scarf berwarna hijau pudar menggantung indah di leher jenjangnya. Ia juga memakai sepatu-sendal crocs model terbaru berwarna coklat yang cukup cerah. Oh, Kaito mengamatinya terlalu detail.

Sekilas, sepertinya Koori Hime ini mengamati seluruh penontonnya. Kebetulan, pandangan mereka saling bertemu; malah saling menatap sejenak, sampai gadis itu menoleh ke arah lain dan menyambut antusiame para penonton lainnya dengan senyuman tipis. Senyuman setipis kertas.

Kaito tahu, ini cuma sebuah kebetulan. Ya, mereka bertemu pandang itu sebuah kebetulan. Tapi kenapa ia merasa pernah bertemu dengan gadis itu?

Rasa penasarannya makin menggelembung dan siap membucah. Ia harus berterima kasih pada Gakupo karena membuatnya makin penasaran atas gadis berjulukan Koori Hime ini.

Dari arah panggung mini, suara merdunya kembali mengalun. "Hari ini aku akan membawakan lagu Sayoko, milik mikitoP,"

Gadis bersurai biru-kehijauan itu mulai mengatur posisi stand-mic agar sesuai dengan posisi duduknya. Duduk? Sepertinya ia akan membawakan lagu ini dengan versi akustiknya; melihatnya memangku gitar dan mendudukannya di atas kedua pahanya.

Ia kemudian memetik perlahan senar-senar gitar tersebut, membawa penonton kedalam melodi intro dari lagu Sayoko. Gadis itu menghirup oksigen secukupnya, dan mulai melantukan lirik-lirik setiap bait lagu itu dengan penuh penghayatan.

Semua orang menatap kagum ke arahnya. Benar, semua seperti disihir oleh penampilannya yang memukau, membuat mereka (baca: para penonton) untuk tetap diam dan terpaku menatapnya. Termasuk Kaito. Kini ia telah membuktikan sendiri dengan kedua bola matanya. Tanpa sihir, permainan gitar dan suara merdunya menyita seluruh perhatian orang; termasuk Kaito.

.

.

Tak terasa, gadis itu telah selesai bernyanyi; menghibur para pengunjung cafè ini. Semua penonton berdecak kagum dan memberikan standing-applause cuma-cuma. Banyak dari mereka yang mengeluarkan air mata haru, karena arti lirik lagunya sungguh dalam. Apalagi gadis ini menyanyikannya dengan penuh penghayatan.

Saat sesi tepuk tangan itu, pandangan mereka kembali bertemu; Kaito-dan gadis itu. Perasaan aneh pun kembali menguar di dalam benak pria lajang ini. Oh ini cuma kebetulan Kaito. Kamu jangan berharap yang bukan-bukan! Kaito menepis segala asumsi aneh dalam otaknya.

Tapi setelah gadis itu menunduk memberi salam dan mengucapkan sepatah kalimat terima kasih kepada para penonton, ia segera turun dari panggung dan suasana cafè kembali gaduh. Ia berjalan perlahan, lalu berhenti di depan meja Kaito.

Hei! Di depan meja Kaito! Apa ada yang salah pada Kaito, hingga gadis itu mendatanginya? Otomatis pria ini segera berdiri dan menatap wajahnya. Kaito yang tidak tahu mau berkata apa, malah mengucapkan sejumput pujian akan penampilannya tadi di panggung. Pandangan gadis itu dari balik lensa sun-glass-nya sungguh dingin. Pantas saja dijuluki Koori Hime.

Gadis ini hanya membalas dengan anggukan pelan. Sikap yang dingin sekali. Ia pun tiba-tiba bertanya dan membiarkan pujian Kaito menguap di langit-langit cafè, "Kamu..." Ia memperhatikan Kaito sekilas dari atas sampai bawah, "...namamu Shion Kaito kan?" Ia bertanya dengan nada ragu-ragu.

Pria biru ini malah menaikan kedua alisnya heran, "Eh? Iya memangnya kenapa?" Kaito masih tidak mengerti akan situasi yang dihadapinya.

Oh ayolah, siapa yang tidak syok ketika didatangi seorang idola cafè. Selain ada sesuatu yang salah dari dirinya. Omong-omong, kenapa gadis ini tahu namanya? Apakah Kaito begitu terkenal, hingga orang populer seperti gadis ini tahu nama lengkapnya?

Gadis itu membuka sun-glass dan juga topi kanvasnya, "Kalau begini ingat?" Ia mendekatkan wajahnya supaya Kaito lebih mudah mengenalinya.

Tidak, tidak. Jantungnya mulai berdetak tidak normal kala gadis itu mendekatkan wajahnya. Sebenarnya gadis ini cukup mempesona. Yah, setidaknya untuk Kaito.

Pemuda bersurai biru gelap ini segera mengesampingkan hal di atas, dan mencoba mengingat-ingat sesuatu tentang gadis ini. Ia mengobrak-abrik memori lamanya, karena rasanya Kaito memang pernah bertemu dengan gadis misterius ini. Tapi kapan? Kapan dan di mana ia bertemu gadis ini?

Ah... tak lama kemudian, ia akhirnya ingat! Musim dingin! Musim dingin saat hari bersalju.

Ketika Kaito menggabungkan hari bersalju, gadis bersurai biru-kehijauan, dan ingatan sepuluh tahun yang lalu. Ia mulai ingat sosok gadis di hadapannya ini.


Nameless Monster


"Ah, kamu Miku kan? Hatsune Miku?" Kaito menebak-nebak. Ia tidak yakin karena sosok gadis sepuluh tahun lalu yang ada di hadapannya telah berubah total. Semakin remaja, parasnya semakin cantik.

"Ya," Dia; Hatsune Miku, menjawab dengan nada yang lebih bersahabat. "Syukurlah Kaito-san masih mengingatku." Setidaknya perasaan senang dan lega mengisi rongga dadanya, karena pria bersurai biru dihadappannya itu menginggatnya. Walau perasaan itu tak nampak di wajahnya.

Kaito lega. Ia tidak salah menjawab.

"Dari dulu aku mencari Kaito-san untuk berterima kasih," lanjutnya sambil menatap kedua manik milik Kaito.

"Untuk apa?" Alis pria biru itu melebar heran. Untuk sekali lagi, Kaito lupa apa yang telah ia lakukan dulu. Konyol memang.

Wajah gadis itu menunjukan raut heran, "Tentu saja untuk Hatsune Miku," Ia menutup kedua kelopaknya perlahan, menikmati aroma coklat panas dan kafein yang menguar di cafè tersebut. Sudut kedua bibir gadis bernama Hatsune Miku ini pun naik dan membuat senyuman simpul. Kaito makin tidak mengerti jika gadis ini terus bicara berputar-putar seperti itu.

Beberapa detik kemudian gadis ini kembali membuka kelopak matanya dan menghirup pelan oksigen di sekitar yang bercampur dengan aroma coklat. Seakan ia dapat membaca pikiran Kaito yang meminta penjelasan, Hatsune Miku kembali melanjutkan, "Hatsune Miku, nama yang kau berikan padaku."

.

.

TBC

.

.


(*) Koori Hime (氷姫) = Putri Es.

Output dari Kei:

Memulai kembali produktivitas pembuatan fic tahun ini. Semoga berhasil.

Fic ini tercipta saat mendengar lagu Namae no Nai Kaibutsu milik Ryo (supercell) yang dilantunkan oleh Chelly; EGOIST. Worth to listen. Coba dengerin deh sambil baca fic ini. Walau ga ngaruh sama sekali. lol.

Tapi Namae no Nai Kaibutsu ga terlalu nyangkut sama arti setiap lirik lagu itu. Cuma nyangkut sama arti judulnya aja; Nameless Monster.

Ato coba deh sambil denger lagunya Sayoko buatan mikitoP. Lyric-nya seswatu sekali. /runcries

Dan... tanjoubi omedettou buat sahabatku yg ada di sana; di rumahnya o/

Ah sudahlah. Silahkan sampaikan pendapat, kritik dan saran anda di kolom review o/
I'll be appreciate it :3

Thanks for reading!

Projects Fic 2013,
By Kie2Kei