Author's POV
Suara deburan ombak terdengar nyaring siang itu. Cuaca hari ini begitu terik, hingga membuat kau harus duduk dibawah payung beralas karpet yang tersedia. Kau melipat kaki dan memeluk lututmu, menatap teman-temanmu yang asyik bermain voli di depan sana.
Matamu menatapnya bosan, sekaligus sedikit sendu. Jujur, kau ingin ikut bermain bersama mereka, tertawa, bercanda, dan merilekskan diri. Kalau bukan tujuannya itu, untuk apa kau kau datang jauh-jauh kemari kalau hanya duduk bengong seperti orang bodoh?
Setidaknya, kau juga ingin ikut bersenang-senang.
"Hei Tachikawa-san! Ayo bermain!"
Suara teriakan salah satu teman kenalanmu membuatmu tersentak, kemudian disusul dengan senyuman kalem dan gelengan pelan. Tanda kalau kau menolaknya. Kau lihat temanmu itu hanya heran menatapmu—lalu mengangkat bahu dan pergi meninggalkanmu.
Lihat, dia saja melupakanmu secepat itu.
Apa di mata mereka semua, kau sama sekali tidak berharga?
Memang... kau ini sangat tidak berguna ya sampai-sampai keberadaanmu dilupakan?
Kau menatap langit musim panas tahun ini. Seperti biasa, langit tersebut membuat dirimu kembali tenang. Kemudian kau tersenyum saat melihat sekelompok burung melewati langit yang kau pandang.
Terdiam beberapa saat, kau mulai sibuk dengan pikiranmu. Kau mulai berandai-andai, jika saja kau seperti makhluk bersayap itu, apa kehidupanmu tidak akan sebosan ini? Seandainya saja kau memiliki sayap, apa kau akan terbang bebas dan terus-menerus merasakan kebahagiaan? Kalau saja kau bisa terbang, apa kau bisa merasakan kebebasan yang sesungguhnya?
Jawabannya hanya satu; tidak tahu.
Angin berdesir lembut, membuat helaian rambutmu ada yang terbang mengikuti arah angin bergerak. Kau mengeratkan topi bundar yang kau pakai, sekedar untuk menjaga agar tidak terbang. Kau menundukkan wajah—menghela nafas pelan.
Kau mulai mengambil sesuatu dari tas kecil yang sedari tadi menjadi temanmu disitu. Kau menggenggam sebuah buku bercover sesuatu yang tampak menarik. Kau tersenyum malu-malu menatap sampul buku yang bernama komik tersebut, lalu membaca isinya yang sudah kau beri tanda.
Kalimat Kuroko No Basuke vol. 31 tercetak jelas di sampul itu.
"Ah! Lihat kesalahanmu, Chiharu!"
"E-Eeh? Kenapa jadi salahku!?"
"Tentu saja salahmu! Semua yang melihat pasti bilang kalau ini salahmu!"
"Tapi aku 'kan tidak sengaja, Misaki-senpai!"
"Mau sengaja atau tidak, sama saja itu tidak akan mengembalikan keadaan!"
Kau sedikit kaget saat mendengar bentakan serta teriakan terdengar jelas di telingamu. Iris birumu yang bulat itu mengerjap, sedikit heran mengapa tiba-tiba teman-temanmu berteriak lantang seperti itu. Padahal jelas-jelas kau melihat mereka tertawa bersama sambil bermain tadi.
Diam, kau terus memandangi mereka sambil memasang wajah heran. Kau tersentak saat gadis berambut pendek itu mulai menoleh kepadamu, menatapmu sebentar dan kemudian tersenyum manis. Kau bingung, tentu saja. Gadis bernama Chiharu Hirasawa yang kau kenal sebagai adik kelasmu itu berjalan menghampirimu, berjongkok dan menatapmu.
"A-Anoo—Tachikawa-senpai, boleh aku minta tolong?"
Kau mengerjap pelan. "Minta tolong... apa?"
Chiharu tersenyum cengengesan. Lalu tangannya terlentang—menunjuk satu objek yang ada di tengah lautan. "I-Itu, bolanya terlempar di laut. Senpai tahu 'kan kalau aku tidak bisa berenang, j-jadi..." Gadis itu menggaruk pipinya. "Boleh aku minta tolong pada senpai untuk mengambilnya?"
Kau terdiam. Komik yang setia menemanimu itu kembali kau masukkan ke dalam tas. Lalu memandangi wajah kouhai-mu itu dengan matamu. Mengerjap lagi, kau menatap bola voli yang terombang-ambing akibat gerakan laut yang cukup kuat. Kau menghela nafas pelan, lalu tersenyum mengiyakan, dan Chiharu pun menjerit senang karenanya.
"Terima kasih, Tachikawa-senpai!"
Ini adalah salah satu alasan mengapa kau tidak ingin ikut bermain voli.
Kau... dimanfaatkan.
Tapi tetap saja, mau ikut atau tidak, asal kau ada disini, kau pasti disuruh-suruh hanya untuk hal sepele seperti ini.
Mereka yang bermain, tapi kenapa harus kau yang mengambil?
Kau berjalan melewati teman-temanmu itu dengan pandangan datar. Kau berfokus pada bola yang ada di sana. Kakimu kembali melangkah, namun wajahmu sedikit mengerut saat telapak kakimu merasakan dingin luar biasa yang berasal dari air yang kau pijak ini. Kau menghela nafas pelan, lalu memberanikan diri untuk terus berjalan. Lagipula jaraknya tidak terlalu jauh kok, untuk apa harus takut?
Ya, mungkin tidak bisa dibilang takut, tapi kau setidaknya harus waspada. Karena kau sadar kalau kau juga tidak bisa berenang.
Kau merentangkan tanganmu, menjaga keseimbangan agar kau tidak terjatuh. Kau berdoa semoga bola itu tidak bergerak semakin jauh, sehingga kau tidak perlu repot-repot untuk mengambilnya. Kau terus berjalan, berdoa, berjalan, berdoa, berjalan, dan berdoa. Kau terus berdoa semoga saja tidak terjadi apa-apa.
"Hati-hati, Tachikawa-senpai!"
Kau mendengar suara cempreng kouhai-mu dari kejauhan. Kau menutup kedua matamu. Lagi, kau abaikan teriakan itu dan terus berjalan menuju target yang ada disana. Saat mulai dekat, kau merentangkan tanganmu, mencoba mengambil bola tersebut dengan jarak yang sedikit jauh.
Set!
'D-Dapat!'
Kau tersenyum sumringah. Segera kau menggenggam bola itu erat-erat dengan kedua tangamu. Kau berbalik dan berjalan dengan hati-hati—kembali ke tempatmu berasal. Kau mendengar suara sorakan Chiharu dan beberapa temanmu yang mencibir—cibiran itu membuatmu menghela nafas—dan tersenyum ke arah mereka.
Langkahmu begitu pelan, rambut merahmu berkibar sesaat saat angin laut lagi-lagi hampir menghilangkan keseimbanganmu. Kau mau terjatuh, tapi kau segera menyeimbangkan tubuhmu dengan bertumpu pada kaki kananmu. Lega, kau berjalan kembali dengan senyuman terpatri di wajah.
Namun sesaat, ada sesuatu yang menggigit jempol kakimu, membuatmu menjerit dan terjatuh. Bola yang sedari tadi kau jaga terlempar ke belakang dan mengalir mengikuti arah air laut jauh dibelakangmu.
"B-Bolanya—!" Kau panik, dengan segera kau berdiri dan berlari menuju bola voli yang terus tidak mau berhenti. Tanganmu mencoba untuk menggapainya, namun tidak berhasil. Kau terus melakukan hal itu, hingga tak sadar kalau petualanganmu sudah terhenti sampai disana.
Set! Crakh!
"AH!"
Kau terkejut. Kau sudah sampai batasnya. Saking fokusnya, kau bahkan tidak sadar kalau dirimu sudah melangkah sampai di tengah lautan. Tanganmu mencoba untuk menggapai udara, namun dirimu serasa kaku. Dinginnya air membuat tubuhmu nyaris membeku. Kau dapat mendengar suara teriakan panik dari teman-temanmu di pinggir pantai, mereka semua langsung bertindak cepat saat melihat kau mau tenggelam.
"T-Tachikawa-senpai!"
"Kenapa kau tidak bilang kalau dia tidak bisa berenang, bodoh!?"
"Aku tidak tahu! Dia tidak bilang padaku tadi!"
"Seharusnya kau yang bertanya! Cepat, panggil bantuan!"
"Tolong—!" Kau mencoba untuk berenang sebisanya, meski itu percuma. Mulutmu terbuka-menutup, mencoba untuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Karena kebrutalanmu dalam bergerak, air asin segera masuk ke dalam hidungmu dan semakin membuatmu tidak bisa bernafas. "S-Siapapun, tolong aku—!"
Deburan ombak terdengar jelas, membuat dirimu panik setengah mati. Kau segera berusaha berenang ke pinggir laut, mencoba menghindari ombak sedang yang ingin mengenaimu. Tapi tetap saja, tidak bisa ya tidak bisa. Sekeras apapun kau mencoba, tetap saja ombak itu yang mengenaimu duluan.
"TACHIKAWA!"
"TACHIKAWA-SENPAI!"
Kau merasakan dirimu terapung, namun terjatuh. Matamu yang tertutup mulai sedikit terbuka—menyipit sambil memandangi cahaya matahari yang menyusup di lautan. Mulutmu terbuka, membiarkan air asin langsung memasuki mulut serta hidungmu.
Satu kesimpulan; kau tenggelam.
.
.
WORLD
Kuroko no Basuke by Fujimaki Tadatoshi
World by stillewolfie
(OC) Tachikawa Hikari by stillewolfie
Cover by stillewolfie
Rated T
[ Tachikawa Hikari & Akashi Seijuurou & Generation of Miracles ]
Romance/Drama/Friendship
OOC, AU!Teikou High, typo(s), etc.
[ Inspired from Body x Soul by UseMyImagination & My new life in anime world kurobas by Lilindhathedarkpurple ]
(Anggaplah OC disini adalah kamu, karena chapter ini memakai Author POV)
.
.
When she must know her reality...
.
.
CHAPTER I. A Dimension
.
.
Kau tidak mengerti.
Padahal kau masih sangat mengingatnya. Kau ingat jelas kalau kau sudah terombang-ambing di dasar laut. Tapi, saat kau kembali membuka matamu, kau kembali dikejutkan dengan keadaan yang seharusnya tidak kau lihat.
"I-Ini... dimana?"
Refleks, kau mengatakannya. Ya memang, saat ini kau ada dimana? Seharusnya kau ada di tengah ruangan serba biru yang disebut lautan, atau di dasar laut yang penuh dengan hewan-hewan mengerikan yang siap memakanmu. Tapi mengapa kau ada disini—di tempat serba putih yang luasnya tak terhingga itu?
Kau mengerjap, sekedar untuk menormalkan penglihatan. Tetap saja, tidak ada yang berubah.
Menghela nafas untuk menenangkan diri, kau melihat sekeliling. Tidak ada apa-apa, hanya sebuah ruangan serba putih namun tidak menyilaukan. Kau terus mencoba untuk tidak panik. Kepribadianmu yang tenang itu sanggup membuatmu tidak menjerit ketakutan—karena kau sadar kalau hal itu tidak akan berguna.
Namun saat kau berbalik sepenuhnya ke belakang, alismu mengerut sempurna saat menatap manusia sebaya denganmu yang kini memandangimu juga. Kau yakin, dia adalah perempuan. Dan kau yakin pula, dia tahu alasan mengapa kau bisa ada di tempat seperti ini.
"K-Kau... siapa?" Kau mencoba untuk bertanya sopan. "Apa kau tahu ini ada di—"
"Tentu saja aku tahu, Hikari-san."
"Eh?"
Kau meneliti gadis yang ada di depanmu. Iris berwarna hijau susu itu menatapmu dengan senyuman manis. Wajahnya begitu cantik—seperti malaikat—pikirmu. Rambut abu-abu miliknya berkibar entah kenapa, tapi kau yakin di tempat itu sama sekali tidak ada angin. Pakaiannya hanya gaun putih polos sepanjang mata kaki. Kau heran mengapa ada orang seperti itu ada disini.
Dan kau juga heran, kenapa kau ada di tempat seperti ini?
"Ini adalah tempatku—" Kau diam, mendengarkan penjelasan perempuan itu. "—dan kau adalah orang pertama yang beruntung bisa memasuki dimensi ini, Hikari-san."
"D-Di-Dimensi?"
"Anggap saja begitu," Gadis itu terkikik pelan saat melihat betapa terkejutnya dirimu. "Tapi tenang saja, disini tidak berbahaya kok. Kau ada disini karena itu takdirmu."
Nah, pernyataan terakhir membuatmu semakin tidak mengerti.
"Anoo—"
"Aku tahu kau tidak mengerti," Gadis tanpa nama itu tersenyum penuh arti. "Intinya, kau diberi kesempatan kedua."
Kau terdiam sesaat, cengo sebentar. "Ha—"
"Kalau di dunia tempatmu hidup, sebenarnya kau sudah mati lho."
Kau terdiam sesaat, tubuhmu membeku. Mulutmu menutup secara refleks, namun matamu menampakkan keterkejutan yang luar biasa. "Aku... sudah mati?"
"Ya. Karena insiden tenggelammu tadi, mayatmu ditemukan dalam keadaan tidak terselamatkan." Kau menatap nanar gadis yang masih tersenyum tanpa dosa itu. "Teman-temanmu terlambat, dan kau pasti sudah menyadarinya sejak awal."
Kau masih terdiam. Lalu menutup mata.
"Maka dari itu, aku disini karena ingin menawari sesuatu yang menarik."
Kau membuka matamu perlahan. Sakit. Kau sama sekali tidak menyangka kalau hidupmu bisa sesingkat ini. Hanya karena sebuah bola voli, kau rela kehilangan nyawamu sendiri?
Kau menyesal. Kalau tahu hal ini sejak awal, sebaiknya kau menolaknya mentah-mentah.
"Ne, Hikari-san," Kau tersentak hebat saat suara gadis itu kembali menginterupsi. "Kau ingin tahu penawaran apa itu?"
"A-Apa maksudmu?"
Gadis berambut silver itu tersenyum lebar, menatap kau yang hanya bisa kebingungan. "Tapi, ada satu pertanyaan yang harus kau jawab terlebih dulu."
Dengan ragu, kau mengangguk.
Hening sesaat.
"Tachikawa Hikari—" Suaranya masih begitu manis, tapi kau yakin, panggilan tadi membuat seluruh bulu kudukmu merinding. "—apa kau masih ingin hidup?"
Hening.
"Dengan keadaan hidupmu yang seperti ini? Selalu terkena imbas, tidak diperhatikan, disepelekan, selalu dimanfaatkan, dan hal-hal yang membuatmu ingin mengakhiri hidupmu?"
Kau terdiam.
Ya, itu pertanyaan yang bagus.
Apa kau masih ingin hidup setelah melihat keadaan hidupmu yang membosankan itu?
"A-Aku—"
"Jawab dari hatimu, bukan otakmu, Hikari-san."
Hening lagi.
Kau menatap kakimu dengan pandangan kosong. Kau tidak membenci hidupmu, ya, memang. Meski hidupmu di sekolah tidak jauh berbeda dengan di rumah, tapi masih ada sesuatu hal yang ada di dunia ini sehingga kau ingin terus hidup.
Kau menutup matamu lagi.
Ibumu. Itulah orang yang terlintas.
Sejak sang ayah sudah tidak ada di sisi kalian, ibumu lah yang terus membesarkanmu. Ia wanita yang anggun dan kuat, rela membanting tulang demi kelanjutan hidup kalian. Meski kau sering ditinggal di rumah sendirian, tapi kau selalu mengerti ada maksud terselubung dibalik itu semua. Karena sang ibu, kau masih tetap bertahan. Karena ibumu, kau masih mau bersekolah di tempat yang seperti neraka itu. Karena ibumu, kau terlahir menjadi remaja normal pada umumnya. Karena sang ibulah; kau tidak bisa membayangkan apa yang terjadi saat wanita itu tahu kalau kau sudah tidak ada disampingnya.
"Aku... masih ingin hidup." Kau berkata sambil menatap gadis yang ada di hadapanmu sekarang. Dengan pandangan tajam, kau memantapkan perkataanmu. "Aku masih ingin hidup!"
"Bagus," Gadis itu melipat kedua tangannya di belakang punggung. Lalu mengedipkan matanya. "Jika itu keputusanmu, kau harus melakukan sesuatu untukku."
Kau mengangguk mengerti. Orang itu pun semakin tersenyum manis.
"Kau tahu Kuroko no Basuke?"
"E-Eh?"
"Kau pasti tahu, setiap ada kesempatan, kau pasti membaca komiknya, 'kan? Bahkan di detik-detik sebelum kau mati, kau masih bisa membacanya." Ia tertawa pelan.
"U-Uum.." Malu-malu, kau menjawabnya dengan anggukan.
"Nah, maka disitulah semuanya berawal. Kau akan kukirimkan ke dunia mereka."
Kau membeku.
APA?
Kau panik setengah mati. Apa maksudnya tadi!? "M-Maksudnya—"
"Kau akan bersekolah di Teikou, berhubungan dengan orang-orang Kiseki no Sedai. Dan kau akan kuberikan waktu menikmati hidupmu disana—"
"A-Apa maksudmu, aku tidak mengerti—!"
"Nanti kau akan mengerti. Jadi," Gadis itu cengengesan tidak jelas. Lalu menjetikkan jarinya. "Sampai jumpa disana, Hikari-san!"
Kau membulatkan mata, panik setengah mati. "HEY, TUNGGU—!"
Set!
Kau terkejut saat merasakan kakimu sama sekali tidak menyentuh apapun, lalu kau menoleh ke bawah, kaget bukan main saat ada lubang besar berwarna hitam sudah ada di telapak kakimu.
"Selamat bersenang-senang, Tachikawa Hikari~!"
"E-Eeeh—KYAAA!"
.
.
~ world ~
.
.
Suara cicitan burung membuatmu mengerang. Kau membuka matamu, sedikit mengutuk cahaya matahari yang menyusup dari celah-celah jendelamu. Kepalamu pusing. Kau beranjak duduk sambil memegangi kepalamu yang terasa mau pecah.
Itu tadi mimpi ya?
Kau menghela nafas.
'Kurasa tidak...' begitulah pikirmu.
Kau menatap sekeliling. Yang ada hanyalah sebuah ruangan kecil beralas tatami dengan perabotan yang minim. Kau yakin tempat yang sedang kau tiduri kini adalah sebuah kamar. Hanya ada satu lemari dan satu meja rendah. Sisanya hanyalah sebuah ruangan hampa yang tidak terisi apa-apa.
Tanpa membereskan futon yang tadi kau tiduri, kau berjalan dan membuka pintu yang kau yakini adalah pintu kamar. Kau memandanginya datar.
Untuk seseorang yang tinggal sendirian, kau akui kalau rumah yang kini kau tempati ini cukup luas. Sebuah satu televisi, satu sofa, satu meja, satu dapur, satu kamar mandi. Nah, sederhana, 'kan?
Kau terpaku saat melihat seragam Teikou sudah teronggok lemas di sofa, serta ransel yang cukup besar—dan kau sangat yakin kalau isinya adalah buku-buku pelajaran—membuatmu melangkah mendekati dua benda itu. Kau menatapnya sebentar, sebelum menghela nafas.
Terkadang di benakmu, ada sesuatu hal yang membuatmu kepikiran.
Apa yang harus kau lakukan saat bertemu dengan Kiseki no Sedai nanti? Apa kau harus terbengong-bengong layaknya orang bego atau menjerit histeris? Kau tidak tahu harus berbuat apa. Jadi kau hanya bisa memijit keningmu dan beranjak pergi menuju kamar mandi.
Semoga keputusanmu untuk mengikuti permainan perempuan itu adalah keputusan yang benar.
.
.
~ world ~
.
.
Kau tidak perlu susah-susah mencari dimana letak Teikou Gakuen berada. Cukup dengan mengikuti segerombolan gadis-gadis berseragam sama di depanmu cukup membuahkan hasil. Kau sudah menatap gerbang sekolah mewah itu dengan pandangan datar sekaligus takjub.
Kau menghela nafas, kemudian menatap gedung sekolah itu dengan mantap.
'Kau bisa... demi hidupmu, kau pasti bisa!'
Kau berjalan dengan mantap. Namun kau berhenti saat mengetahui hal yang telat kau ketahui.
"A-Aku..." Kau menelan ludahmu, gugup. "Aku di kelas mana ya?"
Kau berharap disana-sini, berharap murid-murid disana ada yang mengenalmu. Tapi bukanlah sapaan yang diterima, tapi malah sebuah pandangan heran sekaligus bisik-bisik yang dilakukan oleh para siswa dan siswi.
Kau menggertakkan gigi. Betapa cerobohnya kau di saat seperti ini, Tachikawa Hikari!
Melangkah lagi, kau berjalan tanpa arah disana, berharap dapat bertemu sensei yang bisa membantumu. Sejauh ini, kau sama sekali belum bertemu dengan mereka, para Kiseki no Sedai. Entah untuk saat ini, kau sama sekali belum berharap bertemu dengan salah satu dari mereka.
Kau terus berjalan, menghiraukan tatapan aneh dari siswa-siswi yang kebetulan melewati dirimu. Ada apa memang? Apa di mata mereka kau tampak aneh? Kau rasa tidak. Kau hanya memakai seragam Teikou seperti mereka. Lalu kenapa kau harus dipandangi dengan tatapan itu?
"Tachikawa-san?"
Kau menegang. Bersyukur karena ada seseorang yang memanggil namamu. Kau segera berbalik, tersenyum kecil sambil membungkukkan badan. "O-Ohayou, sensei..."
"Ohayou," Sensei itu tersenyum membalas kesopananmu. "Apa yang kau lakukan disini? Bukannya saat ini kau harus di ruangan kepala sekolah?"
"E-Eh?" Kau tampak terkejut, kenapa kau harus ada di ruangan kepala sekolah? "Maksud Anda?"
Sensei berambut hitam kecipak itu tersenyum maklum. "Posisimu saat ini masih anak baru, anak muda. Kau melupakan hal itu, hm?"
Dan kau terkesiap di tempat.
'A-Anak baru?'
.
.
~ world ~
.
.
Setelah berbicara ini-itu dengan kepala sekolah, kau segera mencari dimana letak kelasmu berada. Kau ditetapkan di kelas 10-C. Saat kau menemukan kelasmu, kau hanya terdiam di depan pintu. Menatap pintu itu dengan pandangan sendu.
Kau masih terheran-heran. Apa benar ini bukan dunianya? Bukan dunia di tempat kau hidup? Melainkan ini adalah dunia yang seharusnya tidak nyata? Apa gadis itu yang mengirimku kesini? Kalau benar, apa tujuan perempuan itu hingga ia mengirimmu kesini? Apa yang di rencanakannya?
Dan pertanyaan terpenting—sejak kalian bertemu, kau sama sekali tidak tahu siapa dia sebenarnya.
Srek.
"Eh, kau sudah datang rupanya."
Kau tersenyum kalem. "O-Ohayou, sensei..."
Wanita paruh baya itu tersenyum lebar. "Ayo silahkan masuk! Kau sudah ditunggu sejak tadi."
Kau mengangguk patuh. Kau berjalan di depan kelas, lalu menatap teman-temanmu satu-persatu. Dan matamu membulat sempurna saat melihat satu objek yang ada di pojok kanan kelas.
Rambutnya berwarna biru muda itu tampak kontras dengan yang lain. Mata berwarna langit musim panas itu terus berfokus pada buku yang ada di genggamannya. Ia tidak memperhatikanmu, ia terlalu asyik membaca sampai tidak menyadari keberadaanmu. Entah kenapa, tanganmu mengepal. Kau masih tidak percaya dengan kenyataan yang ada di kedua matamu.
Jika ini skenario yang dibuat oleh perempuan bermata emerald itu, kau tidak segan-segan akan mengikutinya sampai peranmu bermain sudah berakhir.
'Kuroko Tetsuya...'
Kau sama sekali tidak menyangka kalau Kuroko Tetsuya—salah satu anggota Kiseki no Sedai—akan menjadi orang pertama yang kau jumpa.
"Tachikawa Hikari, yoroshiku.." Kau tersenyum canggung di depan teman-temanmu. Mereka pun ada yang berbisik namun ada juga yang membalas senyumanmu. Tapi diam-diam, kau memperhatikan orang itu dari sudut matamu, berharap kalau lelaki bernama Kuroko Tetsuya telah menyadari kehadiranmu.
Dan perkenalanmu tadi berhasil. Pria itu mengalihkan pandangannya untuk melihatmu.
Kalian berdua saling bertatapan, menatap satu sama lain dengan pandangan berbeda.
.
.
Normal POV
Tanpa Hikari sadari, ada seseorang sedang melayang sambil bersandar di sebatang pohon yang cukup besar. Manusia yang disebut perempuan itu membiarkan rambutnya bergerak karena angin yang melintas. Ia tersenyum kecil, lalu mengadahkan kepala—sekedar untuk melihat betapa indahnya langit biru di musim panas.
"Ooh..." Perempuan itu memperbaiki helaian rambutnya yang tampak berantakan. Lalu tersenyum tipis. "Kuroko Tetsuya, eh?"
Gadis bermata emerald itu menyeringai penuh arti, dan ia pun sadar—
—kalau permainan ini akan semakin menarik.
.
.
TO BE CONTINUED
.
.
Fict perdanaku di fandom Kurobas. Hehe, sori kalau masih ada kesalahan, namanya juga fict pertama, wkwk. /dhuar
Anggota kisedai akan muncul di chap depan. Kalau ada pertanyaan, silahkan di lontarkan di kotak review ya~!
.
.
Pengen tau wujud asli dari OC Tachikawa Hikari? Silahkan lihat kover fict ini~! :D
.
.
Next Chapter
"Pasti ada alasan kau membawaku kesini, 'kan?"
"Heh, aku tidak menyangka kalau kau begitu senang hanya dengan lemparan seperti itu."
"Tachikawa-san, kenapa ada disini?"
"Makanya aku akan menciptakan permainan, dan itu khusus untukmu."
"Jangan pura-pura bodoh, kau tahu apa maksudku."
.
.
Terima kasih sudah membaca! :)
Mind to Review?
