Naruto © Masashi Kishimoto

Perkemahan Hantu © Naomi Takara

Genre : Mystery

Rated : K+

Warning : OOC, typo(s) , bikin muntah-muntah, kejang-kejang, kelainan pada janin (?)

Happy Reading -

Sasuke POV

"Kok tidak ada siapa – siapa?" aku bertanya. Pandanganku beralih dari pondok ke pondok. Tak seorangpun kelihatan. Aku memandang ke danau di balik pondok – pondok. Dua burung kecil berwarna gelap sedang terbang rendah diatas permukaan danau yang berkilau. Tapi tak ada yang berenang di situ.

Aku berpaling ke hutan yang mengelilingi perkemahan. Matahari sore sudah mulai condong ke barat. Tak ada tanda – tanda bahwa ada orang di hutan.

"Barangkali kita salah tempat" ujar Sai perlahan.

"Hah? Salah tempat?'' Aku menunjuk tanda yang kami lewati tadi.

"Mana mungkin kita salah tempat? Tulisannya jelas –jelas Camp Spirit Moon. Ya kan?''

"Barangkali sedang ada acara kunjungan ke tempat lain." Sai menduga-duga.

"Kau memang tidak tahu apa-apa tentang perkemahan! Disini tidak ada tempat lain untuk dikunjungi!"

"Yasudah jangan marah – marah dong" Sai menggerutu.

"Habis omonganmu tidak masuk akal sih" sahutku dengan gusar.

"Barangkali semua orang sedang berkumpul di gedung batu yang besar itu," ujat Sai."Coba kita kesitu.

Aku tidak melihat tanda – tanda kehidupan disana. Tak ada yang bergerak. Seluruh perkemahan tampak diam bagaikan dalam foto.

"Oke kita kesana,"kataku setuju. "Tak ada salahnya kita periksa dulu."

Kami masih menyusuri jalam setapak berliku – liku yang menuruni lereng bukit ketika sebuah seruan lantang membuat kami tersentak kaget.

"Yo! Hei! Tunggu!"

Seorang pemuda berambut keperakan muncul disamping kami. Ia memakai celana jeans dan kaus berwarna hijau, dengan mata sebelah kirinya di tutupi dengan kain. Umurnya sekitar enam belas atau tujuh belas tahun.

"Hei-aku tidak melihatmu tadi!" seruku. Aku betul – betul kaget. Sesaat Sai dan aku cuma berdua saja, tapi tahu – tahu pemuda itu sudah berdiri disamping kami-sambil cengar-cengir lagi.

Ia menunjuk ke hutan. "Aku sedang mencari kayu bakar" ia menjelaskan. "Dan aku lupa waktu"

"Kau pembina disini?" tanyaku.

Ia menggunakan bagian depan kausnya untuk menyeka keringat di kening. "Ya, Namaku Hatake Kakashi. Tapi kalian boleh memanggilku Kakashi. Kalian pasti Uchiha bersaudara."

Sai dan aku mengangguk.

"Sori aku telat menjemput kalian," Kakashi minta maaf. "Tapi kalian tidak kuatir, kan?"

"Tentu saja tidak" Sahutku dengan cepat.

"Sasuke agak ngeri, tapi aku tidak" ujar Sai. Kadang-kadang ia benar-benar menyebalkan. Untuk apa ia bilang begitu?

"Mana yang lainnya? Aku bertanya kepada Kakashi. "Kami tidak melihat siapa-siapa sejak tadi"

"Semuanya pergi," Kakashi menyahut.

"HAH? Semuanya pergi? " Sai memekik. "Tapi-tapi-kemana mereka?"

Kakashi mengembangkan senyum. Kemudian ia tertawa terbahak-bahak. "Hahaha, aku hanya bercanda kok"

"Apa?Bercanda?"tanyaku. Aku benar-benar bingung.

"Ini lelucon khas Camp Spirit Moon," Kakashi menjelaskan."Anak – anak yang baru tiba dipelonco dulu. Semua peserta dan pembina bersembunyi di hutan kalau ada pendatang baru. Lalu salah satu pembina keluar dan bercerita bahwa para peserta yang lain kabur."

"Ha-ha. Lucu sekali" Aku berkomentar dengan sinis.

Lalu seorang pria besar berambut putih datang. Ia juga berpakaian warna hijau. "Yo!" orang itu berseru dengan suara berat yang menggelegar.

"Ini paman Jiraiya" jelas Kakashi.

"Apa kabar nak?" Ia mengajakku ber-high five. Aku nyaris terpental ke pepohonan. Paman Jiraiya menatap Sai dan aku sambil tersenyum lebar. Orangnya begitu besar-aku jadi teringat pada beruang grizzly di kebun binatang di kota kami.

Rambutnya putih panjang dan agak acak-acakan. Lengan nya kekar, bagaikan lenan pegulat. Ia mengulurkan tangan, lalu bersalaman dengan Sai. Aku mendengar bunyi krak dan melihat adikku meringis kesakitan.

"Jabat tangan yang mantap nak" kata paman Jiraiya kepada Sai. Kemudian ia berpaling padaku.

"Apakah Kakashi sudah memperkenalkan tradisi kami untuk menyambut pendatang baru?" Suaranya yang begitu keras membuatku ingin menutup telinga. Apakah suara paman Jiraiya selalu sekeras ini?

"Yeah kami sempat tertipu" aku mengakuinya "aku benar-benar percaya bahwa tidak ada siapa-siapa disini"

Kedua mata Paman Jiraiya tampak berbinar-binar. "Itu salah satu tradisi kami yang paling kuno" Katanya sambil nyengir lebar. Ia mengedipkan mata kepada Kakashi. " Tapi ujian sebenarnya baru nanti malam, waktu api unggun"

"Ujian?" Tanyaku. "Ujian apa?"

"Rahasia"

''Nah ini tempat tinggal kalian selama disini" Paman Jiraiya mengumumkan. Ia membuka pintu kawat nyamuk disalah satu pondok putih yang mungil. Astaga! Pintu itu nyaris copot dari engselnya.

Sai dan aku membawa barang-barang kali kedalam pondok. Pada ketiga sisi dinding terdapat ranjang susun. Selain itu terdapat lemari – lemari kecil dari kayu untuk menyimpan barang. Semua dinding dicat putih. Lampu yang tergantung dari langit-langit memancarkan sinar yang terang benderang.

Cahaya jingga matahari yang sedang terbenam masuk melalui jendela kecil diatas salah satu ranjang susun. Lumayan juga, pikirku.

"Kalian boleh atur sendiri siapa yang tidur diatas dan siapa yang tidur dibawah" Kata Paman jiraiya sambil menunjuk terpat tidur dibawah jendela.

"Aku dibawah saja" ujar Sai cepat –cepat. "Aku sering bolak – balik kalau sedang tidur"

"Dan dia juga sering bernyanyi sambil tidur" Aku memberitahu Paman Jiraiya. "Sai begitu gila menyanyi sehingga pada waktu tidur pun ia tidak mau berhenti."

"Kalau begitu kau harus ikut acara unjuk bakat" Paman Jiraiya berkata kepada Sai.

"Api Unggun!"

Seruan Paman Jiraiya dari balik pintu kawat nyamuk menggetarkan seluruh pondok.

Sai dan aku langsung berpaling kearah pintu. "Semuanya sudah menunggu" Paman Jiraiya berkata. Ia tersenyum-senyum. "Api Unggun Selamat Datang adalah acara kesukaan kami"

Sai dan aku mengikutinya keluar. Aku menarik nafas dalam – dalam. Udara segar dan berbau daun cemara.

"Wow!" Seru Sai.

Api unggun sudah berkobar – kobar. Lidah api berwarna jingga dan kuning tampak menari-nari. Kami mengikuti Paman Jiraiya ke lapangan tempat api unggun dinyalakan. Kemudian kami melihat para peserta perkemahan dan para pembina. Mereka duduk mengelilingi api unggun.

Kakashi, si pembina berambut perak, muncul disebelah kami "Selamat datang" Katanya. "Kita akan memanggang sosis terlebih dahulu sebelum acara dimulai. Jadi, silakan ambil tusukan dan sosis, bergabunglah dengan yang lain"

Anak-anak yang lain tampak berbaris di depan meja makan panjang. Ditengah meja itu aku melihat piring besar yang penuh sosis mentah.

Aku menerima sepotong sosis dan berpaling ke api unggun. Sejumlah anak telah berkumpul mengelilingi api, dan sedang memanggang sosis yang ditancapkan pada tusukan- tusukan panjang.

Dimana aku bisa mendapatkan tusukan? Aku bertanya dalam hati sambil memandang berkeliling.

"Tusukannya disebelah sana" seorang anak perempuan berseru dari belakangku, seakan-akan pikiranku bisa terbaca olehnya.

Aku membalik dan melihat anak perempuan yang kira-kira sebaya denganku. Ia cantik sekali, dengan mata berwarna hijau dan rambut bewarna pink. Pink?

Ia menatapku sambil tersenyum "Anak baru pasti bingung mencari tusukan" katanya. Ia mengantarku ke setumpuk tusukan dibawah pohon pinus .

"Namamu Sasuke bukan?"

"Yeah, Sasuke Uchiha" sahutku.

Tiba-tiba aku salah tingkah. Aku tidak tahu kenapa. Aku memalingkan wajah dan menancapkan sosis ke ujung tusukan.

"Namaku Sakura"katanya. Lalu ia kembali ke anak-anak lain yang duduk mengelilingi api unggun. Aku mengikutinya. Ia mengajakku ke sisi seberang. Kami duduk di rumput, lalu mulai memanggang.

"Aku paling suka sosis yang dipanggang sampai gosong" ia memutar tongkatnya semakin jauh ke tengah api. "Aku suka rasanya. Kau sendiri bagaimana?"

Aku hendak menyahut-tapi sekonyong-konyong sosisku terlepas dari tongkat. "Oh ya ampun!" seruku ketika sosis itu menghilang dibalik lidah api yang menari-nari.

Aku berpaling ke Sakura. Lalu aku membelalak karena kaget-dan ngeri. Ia mencondongkan badan kedepan. Mengulurkan tangan ke tengah api. Meraih sosisku ditengah bara api, dan mengangkatnya.

TBC