Langkah kaki pria itu sedikit tergesa-gesa, berlomba dengan cahaya bulan purnama yang senantiasa terus menguntitnya, seolah-olah ingin tahu kemana tujuannya akan berlabuh. Ranting pohon kering bekas musim kemarau diinjaknya tak sengaja, hingga menimbulkan bunyi 'krak' yang sedikit mengganggu. Pria dengan mantel hitam sepanjang lutut itu tidak mempedulikan sapaan hangat burung gagak ketika kakinya memasuki sebuah gerbang raksaksa usang yang begitu kuno. Sebuah gedung megah yang bisa dibilang mansion—atau mungkin puri, itu terlihat dari ujung kegelapan, sangat angkuh dan misterius. Cahaya berkilau pada kaca-kaca jendela lantai atas membuat pandangannya seketika menajam, terlebih saat indera pendengarannya menangkap suara gaduh dari dalam sana. Suara pecahan kaca membuat giginya bergemeletuk geram.

Pria itu berlari, membuat mantel panjangnya berkibar begitu pongah. Tak perlu waktu lama baginya, untuk masuk kedalam puri itu dan menemukan pelaku dari kegaduhan tersebut.

Orang itu, si pelaku, menjerit keras saat melihatnya. Ditangannya ada sebuah stick golf, dia mengarahkan benda itu padanya dengan raut pias. Berulang kali mengucapkan kata, 'Pergi! Jangan sakiti aku!'

Pria bermantel hitam itu tidak menghiraukannya. Secepat kilat, pemuda pembuat gaduh itu sudah berada dalam cengkeramannya. Gerakannya yang begitu gesit dan lihai, berhasil membuat pemuda itu tidak berdaya. Suara tercekik terdengar dalam raungan kesepian didalam puri tersebut. Pemuda itu meraung sekuat mungkin ketika merasakan ada sesuatu yang begitu menyakitkan menyayat lehernya. Nafasnya mulai tersendat-sendat menyedihkan. Dia hanya bisa memandang lampu kristal diatasnya dengan bibir bergetar, pandangan mata kosong akan harapan hidup. Dia tahu bahwa dia sudah tidak bisa lagi menikmati hari esok dengan canda tawa bersama teman-temannya. Dan puncak itu tiba, saat dia merasakan sebuah benda memaksa masuk kedalam rongga dadanya dan mencabut paksa organ dalamnya; Jantung.

Pemuda itu terkulai begitu saja diatas lantai marmer. Darahnya berlomba-lomba menodai lantai putih bersih itu. Matanya enggan terpejam, tetap melotot memandangi lampu diatasnya seiring nafas terakhirnya berhembus, juga rasa sakit yang menderanya.

Sementara pria bermantel hitam itu segera menampung cairan merah berbau anyir yang dinamakan darah itu dengan sebuah wadah yang sudah disiapkannya. Setelah itu, dia membawa wadah itu ditangan kirinya, dengan tangan kanan yang menggenggam jantung yang masih berdetak. Mantel panjangnya kembali berkibar saat ia berjalan menuju sebuah ruangan.

Diketuknya pintu kayu jati kokoh dengan ukiran rumit itu dan berujar dingin, "Makan malam."


Schepsel Hel

Oh Sehun, Lu Han.

Others cast : Bae (Oh) Irene, Wu Yi Fan, Park Chanyeol, Kim Jongin, Byun Baekhyun. And others.

Genre : Fantasy, Mistery, Supernatural, Romance.

Rate : M - mature

Warn! Gay Content, Disturbing, Mature Area, Fantasi ketinggian, Typo(s), DLDR.


Original Story belong to ©Anggara Dobby

Prolog : Foreword


.

.


"Anak bodoh! Kenapa kau gagal test lagi, sih?"

Sehun mendapat pukulan pada bagian belakang kepalanya dari si penyihir yang menjelma sebagai Kakak perempuannya yang taraf kecerewetannya semakin kronis. Mengerang jengkel, Sehun mempercepat langkah kakinya, meninggalkan Irene dibelakang sana yang masih mengoceh ini-itu perihal kegagalan (lagi) sang adik masuk ke Universitas Kedokteran. Sebenarnya bukan salah Sehun juga yang mendadak bodoh saat melakukan test, hanya saja pemuda bernama lengkap Oh Sehun itu tidak pernah mau menjadi Dokter seperti Kakaknya. Irene adalah dokter disalah satu Rumah Sakit Forensik, bekerja untuk kepolisian. Sehun tidak mau seperti itu. Dia ingin bekerja saja, menjalani kehidupan yang santai tanpa harus menempuh pendidikan lagi. Tetapi sialnya, si penyihir itu selalu saja memaksanya untuk masuk ke Universitas Kedokteran. Irene dan segala sifat diktaktornya memang sungguh menjengkelkan, persis seperti Sang Ayah, dan kecerewetannya persis seperti Sang Ibu. Lengkap sudah penderitaan Sehun.

"Ya!" Irene berseru nyaring. "Dengarkan aku, Bino!"

"Berhenti memanggilku Bino." Sehun menggeram dengan mata tajamnya yang memicing. Omong-omong, Bino itu singkatan dari Albino. Irene memang selalu menyebutnya seperti itu sejak dirinya masih kecil. Dan Sehun sangat tidak menyukai panggilan itu.

Langkah kaki pemuda berusia 20 tahun itu terhenti ketika melihat beberapa orang sibuk mengangkut barang tak jauh dari Apartemen yang ditempatinya. Tiga orang lelaki dewasa sibuk menaruh barang-barang kedalam Apartmen bernomor 107, sepertinya dia akan mendapat tetangga baru. Sehun merasakan Irene ikut berdiri disampingnya, tidak melanjutkan jalannya.

Pandangan Sehun jatuh pada seorang lelaki—atau perempuan?— yang hanya bersandar pada dinding seraya memandangi orang-orang yang mengangkuti barang itu, seperti tidak berminat sama sekali untuk menyentuh koper-koper besar itu. Orang itu sepertinya masih seumuran dengannya, atau lebih muda. Hanya mengenakan sebuah hoodie kebesaran berwarna hitam dan celana jeans panjang berwarna senada. Rambutnya sama seperti hoodie-nya; hitam kelam. Dilihat dari posisi samping seperti ini, hidung dan bibirnya terasa menarik perhatian. Dari jarak cukup jauh ini, Sehun seperti memandangi sebuah boneka mannequin.

"Aku harus membuat cupcake untuk menyambut tetangga baru kita." Irene berujar tertahan karna semangat yang dia buat sendiri. Heran, wanita itu memang cepat sekali mengubah mood-nya.

Tepat saat Sehun hendak berjalan kembali, seseorang yang menjadi objek perhatiannya disana menolehkan wajah kearahnya. Saat itupula, Sehun merasa bangsa Nymph itu memang ada, atau mungkin anak dari Dewi Afrodit tengah memandangnya sekarang dengan dua pasang bola-mata berwarna biru safir yang begitu memukau. Matanya bulat, penuh binar, dan yang terpenting ada sesuatu yang begitu misterius disana. Sehun tidak percaya pada hipnotis, tapi rasa-rasanya, saat ini dia tengah terhipnotis. Wajah seseorang didepan sana sulit digambarkan. Dia begitu memukau.

Cantik.

Sempurna.

Dan—sial! teori cinta pada pandangan pertama sekarang berputar diotak Sehun.

Sehun memandang Irene dengan secuil harapan menggelikan, "Bolehkah aku yang mengantarkan cupcake itu pada mereka?"


.

.

.


Dobby's note :

Ide ff ini udah bersarang diotak gue udah lama, dan baru gue berani publish. Tadi pagi udah sempet gue publish (itupun nyolong wifi guru gue disekolah wkwk) dan gue hapus lagi karna ada beberapa kesalahan. Niat publish mau bulan desember, tapi temen-temen gue malah kasih tantangan yang ngebuat gue harus publish ini secepatnya. sialan.

Trailer FF ini udah gue post di youtube, yang mau liat ini link-nya : www-youtube-com/watch?v=TjKGp5oC6xk (ganti tanda strip (-) dengan tanda titik, untuk mobile ganti www jadi m, okey?)

Mohon tanggapannya cintakuh ^^