Disclamer: Shingeki no Kyojin © Hajime Isayama.

Warning: AU, Maybe OOC, Shounen-ai


Just Like Moon and Sun


Di sebuah perkotaan yang ramai dengan penduduk sipil terdapat sebuah organisasi keamanan yang bertugas untuk mengamankan wilayah perkotaan itu dari seragan para penjahat, mereka memiliki tugas seperti polisi tapi wewenang yang mereka miliki sedikit lebih luas dari polisi. Bahkan mereka bukan bertugas untuk menangkap penjahat, justru membunuhnya dan menghilangkan jejaknya agar tidak diketahui oleh masyarakat luas.

Angkatan organisasi keamanan itu menghasilkan orang-orang yang berbakat dan memiliki prestasi yang membanggakan. Apalagi untuk saat ini mereka memiliki orang-orang berbakat itu dan bisa dibilang melakukan pekerjaan dengan sangat bagus.

Mikasa Ackerman, dialah salah satu dari anggota organisasi keamanan yang dikenal dengan nama Recon Corps. Kemampuan Mikasa yang hebat dalam bertarung juga membunuh target membuatnya mencolok dan diakui sebagai anggota yang berbakat. Selain Mikasa, masih banyak anggota lain yang berbakat seperti dirinya.

"Kau berhasil menjalankan tugas dengan lancar, Ackerman." puji seorang pria yang dikenal sebagai Keith Shadis, dialah pemimpin organisasi mereka.

"Terima kasih." ujar Mikasa.

Mikasa pamit kepada atasannya itu dan ia hendak mencari sosok pemuda yang sangat ia sayangi, pemuda yang adalah kakak angkatnya. Ia ingin segera menemuinya karena sejak kemarin mereka bertugas di tempat yang berbeda, dan mereka tidak bisa bertemu. Mikasa sangat merindukannya.

.

.

.

Sedangkan terlihat sosok pemuda berambut coklat yang sedang merebahkan dirinya di bawah pohon yang ada di atas bukit, ia menikmati sejuknya angin yang berhembus. Ia memejamkan matanya dan bersantai di tempat seperti ini, tentu saja karena ia sudah menyelesaikan tugasnya dan tidak ada pekerjaan yang bisa ia lakukan.

Terdengar langkah kaki yang mendekat ke arah pemuda itu, pemuda itu membuka mata hijau miliknya dan mencari sosok yang menimbulkan suara itu. Ia melihat sosok gadis yang memakai syal merah yang sudah ada di sampingnya.

"Kau sudah kembali, Mikasa?" tanya pemuda itu.

"Tentu. Aku harus menyelesaikan tugas dengan cepat agar bisa bertemu denganmu, Eren. Kau tahu aku sangat mengkhawatirkanmu." ujar Mikasa yang duduk di sebelah Eren.

Eren Jaeger, pemuda yang berada disamping Mikasa ini menghela napas mendengar ucapan Mikasa. Dari dulu hingga sekarang di usia mereka yang 15 tahun tidak ada habisnya Mikasa mengkhawatirkan Eren. Mikasa terlalu memperdulikan dirinya, apalagi mereka hanya tinggal berdua saja. Mereka harus saling bekerja sama untuk terus hidup dan akhirnya mereka menemukan organisasi ini sebagai wadah untuk memenuhi hidup mereka.

"Kau ini tidak berubah," gumam Eren dan ia melihat ke arah langit yang berwarna biru.

Hari ini langit terlihat cerah, Eren tersenyum melihat langit tapi wajahnya tampak datar. Mikasa tidak tahu apa yang Eren pikirkan saat ini. Eren masih memusatkan pandangannya kepada langit disana, apa sebegitu menariknya langit hari ini?

"Menurutmu apa matahari dan bulan bisa bersama?" tanya Eren.

Mikasa sedikit terkejut mendengar pertanyaan Eren yang terkesan tidak masuk akal. Bagaimana mungkin matahari dan bulan bisa bersama? Mereka memiliki fungsi yang berbeda dan muncul di waktu yang berbeda pula. Matahari yang bertugas menyinari siang hari dan terbenam saat sore hari yang digantikan oleh bulan untuk menyinari malam. Tidak mungkin matahari dan bulan bisa bersama, sekuat apapun kekuatan yang dimiliki oleh manusia di dunia ini. Seperti menggabungkan dua hal yang mustahil, jawabannya sama saja seperti kematian.

"Apa yang kau bicarakan Eren? Bukankah itu mustahil. Tentu saja mereka tidak akan bisa bersama." ujar Mikasa.

Eren terdiam mendengar ucapan Mikasa itu, ia hanya tersenyum tipis. Mungkin dirinya memang sedang berpikiran aneh hingga memberikan pertanyaan seperti itu kepada Mikasa. Eren mulai bangun dari posisinya itu dan ia menatap ke arah Mikasa.

"Iya juga ya. Itu mustahil." ujar Eren sambil tersenyum.

Mikasa juga bangun dari posisi duduknya dan ia menatap Eren yang sedang tersenyum menatap langit, ia ingin pergi dan mengajak Eren kembali ke rumah mereka.

"Ayo kita pulang Eren." ajak Mikasa.

"Kau duluan saja. Aku nanti menyusul." ujar Eren.

"Tapi..."

"Sudah, aku nanti pulang ke rumah. Aku hanya ingin bersantai sebentar disini."

Mikasa sedikit terkejut mendengar ucapan Eren, tapi ia menurut dan segera berjalan menuruni bukit ini. Ia membiarkan Eren menikmati waktunya di sini, ia tahu setiap Eren memiliki waktu luang pasti ia menemukan sosok Eren di bukit ini. Eren selalu menatap ke arah langit, entah apa yang ia pikirkan.

Sedangkan Eren masih memperhatikan langit, angin yang berhembus membuat rambut coklatnya bertiup dengan indahnya. Eren mendengar suara langkah kaki yang berhenti, sepertinya ada seseorang yang mendekati tempat itu tapi ia menghentikan langkahnya.

"Rupanya ada orang lain disini."

Eren mendengar suara yang sebelumnya tidak pernah ia dengar, apa ada orang lain yang datang ke tempat ini? Ia menoleh ke asal suara itu dan melihat sosok pemuda berambut hitam dengan jubah hitam yang dipakainya dan membawa pedang di sisi kirinya.

'Aku tidak pernah melihatnya disini.' batin Eren.

Pemuda itu menatap ke arah Eren, ia hanya terdiam begitu juga dengan Eren. Tidak ada yang berbicara diantara mereka, hanya angin saja yang menemani kedua pemuda ini. Tapi mata mereka saling bertemu, hijau layaknya padang rumput bertemu dengan hitam layaknya malam. Tidak ada kata-kata, hanya tatapan mata saja yang seolah-olah berbicara satu sama lain.

Entah kenapa bertatapan seperti itu membuat Eren merasa malu, ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Kemanapun asal tidak bertemu dengan mata hitam bagai malam itu, mata itu seolah membuatnya terperosok untuk melihat semakin dalam. Eren terdiam tapi ia tidak mengerti dengan dirinya, kenapa jantungnya harus berdebar kencang seperti ini?

"Selamat siang. Aku hanya kebetulan melewati tempat ini." ujar pemuda itu.

"Be, begitukah?" gumam Eren.

Eren berusaha melirik ke arah pemuda itu dan semakin ia memperhatikannya semakin ia tidak bisa mengatur perasaannya. Ia tidak tahu kenapa, wajah pemuda itu memang tampan dan dari auranya ia memiliki pesona yang kuat. Eren tidak mengerti, padahal ia hanya bertatapan mata saja dengan pemuda itu. Tapi jantungnya berdetak tidak karuan seperti ini. Apa yang terjadi dengan dirinya?

"Permisi." ujar pemuda itu yang hendak berjalan meninggalkan Eren.

Eren membiarkan sosok pemuda itu pergi meninggalkannya, tapi matanya masih tertuju kepada sosok misterius itu. Ia belum pernah melihat pemuda itu, sosoknya mungkin baru di kota ini. Tapi baru beberapa menit melihatnya Eren merasa tidak tenang seperti ini, apakah ini yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama?

'Apakah mungkin?' batin Eren.

Ia memutuskan untuk pulang ke rumahnya, ia tidak bisa membuat Mikasa menunggu lebih lama lagi. Ia pasti membuat gadis itu khawatir dan nanti pasti Eren akan mendengarkan ceramah dari Mikasa karena pulang lebih lama. Tapi saat Eren akan meninggalkan bukit ini, ia melihat ke arah pohon tadi dan tersenyum tipis.

'Semoga saja aku bisa bertemu dengannya lagi.' batin Eren dan akhirnya ia melangkahkan kaki untuk pulang menuju rumahnya.


Malam sudah tiba, waktunya Eren dan Mikasa untuk beristirahat. Di rumah sederhana ini mereka berdua tinggal bersama, mereka saling berbagi dan bahu membahu satu sama lain. Eren membutuhkan Mikasa, begitu juga dengan Mikasa. Kedua orangtua Mikasa memang sudah meninggal dan dia diasuh keluarga Jaeger, tapi sekarang keluarga Jaeger sudah meninggal karena menjadi korban pembunuhan.

Saat itu Eren bertekad untuk membalaskan dendam kedua orangtuanya dan ia masuk ke dalam organisasi keamanan di kota yang bernama Recon Corps. Mikasa mengikuti langkah Eren karena ia sangat mengkhawatirkan Eren, ia takut Eren bertindak seenaknya saat melakukan misinya.

Meski disebut sebagai organisasi keamanan, mereka semua tidak lebih dari sekedar kumpulan orang-orang yang menginginkan untuk menghabisi para pembunuh dengan cara serupa, bisa diibaratkan mereka seperti sekelompok pembunuh tapi berkedok demi keamanan kota yang mereka tinggali.

Eren tidak memusingkan hal itu, yang penting ia melakukan hal yang ia yakini benar. Ia sedang menyantap makan malam buatan Mikasa, Mikasa terdiam menatap Eren. Sejak pulang dari bukit di dekat rumah mereka itu Eren bersikap aneh, sesekali melirik ke arah luar jendela atau terkadang melamun.

"Kau kenapa Eren?" tanya Mikasa.

"Ah, aku baik-baik saja," jawab Eren santai. "Masakan buatanmu enak, Mikasa."

Mikasa terdiam dan wajahnya sedikit memerah saat Eren memuji masakan buatannya, ia tahu pujian Eren hanya sebatas pujian seorang kakak kepada adiknya saja. Mikasa tahu ia harus bisa menjaga dirinya dari perasaan lebih yang ia rasakan kepada Eren.

"Apa kau memikirkan tentang misimu?"

Mikasa bertanya lagi agar suasana tidak terasa hening, Eren yang sedang meminum air putih melirik ke arah Mikasa dan ia terdiam. Misinya yang baru selesai ia lakukan adalah menghabisi pelaku penculikan juga pemerkosaan anak kecil dan gadis di kota. Tidak butuh waktu lama untuk menemukan pelaku, tim Eren berhasil melumpuhkan pelaku itu untuk selamanya.

"Tidak juga. Misiku berjalan dengan baik." ujar Eren.

Sepertinya malam semakin larut, Mikasa langsung bangun dan ia menatap ke arah Eren. "Aku tidur dulu. Kamu juga harus tidur, Eren." lalu ia pergi meninggalkan Eren sendirian.

Eren melihat Mikasa yang sudah berlalu dari hadapannya, ia menghela napas dan meminum air hingga air di dalam gelas sudah habis. Ia memperhatikan gelas itu dengan pandangan datar, entah kenapa ia teringat dengan sosok pemuda misterius yang ia temui tadi siang di bukit. Entah kenapa sosok pemuda itu menarik perhatiannya.

"Ah, mana mungkin aku tertarik dengannya. Demi Tuhan, aku belum mengenalnya."

Tapi bukankah cinta itu buta? Tidak peduli kepada siapapun, rasa itu akan datang kepada siapa saja, orang yang menarik hatimu dialah pilihan cinta yang kau rasa itu. Eren tersenyum tipis memikirkan sosok pemuda itu. Pemuda yang memang tingginya di bawah Eren tapi memiliki pesona yang luar biasa, pakaian serba hitam yang menambah kesan misterius dengan tatapan mata yang menyiratkan hawa dingin sekaligus... kesepian?

Eren tidak tahu kalimat apa yang bisa menggambarkan pemuda itu dengan jelas, di matanya pemuda itu memiliki pesonanya tersendiri. Bahkan ia saja sampai terpesona dengan menatap mata hitamnya itu, jika terlalu lama menatapnya mungkin ia bisa saja terhisap dalam pesona mata itu.

Eren memutuskan untuk ke kamarnya dan tidur daripada ia memikirkan pemuda itu, membuatnya malu. Salahkan jantung Eren yang mulai berdetak kencang saat membayangkan sosok pemuda itu. Apakah itu rasa cinta?

.

.

.

Sekarang sudah lewat dini hari, lebih tepatnya sekarang jam dua dini hari. Rata-rata semua orang sudah terlelap dalam tidur dan terbuai dalam alam mimpi masing-masing, tapi tidak bagi Eren. Ia tidak bisa tidur meski hari sudah sangat larut seperti ini, ia tidak tahu apa yang membuatnya tetap terjaga hingga saat ini.

"Uh... Aku tidak bisa tidur..." keluh Eren sambil memeluk gulingnya.

Ia memperhatikan jendela kamarnya, terlihat sekali langit malam dengan cahaya bulan yang indah. Sekarang waktunya bulan untuk menyinari malam agar manusia tidak merasakan kegelapan tanpa cahaya.

"Bulan yang cantik." gumam Eren.

Ia memperhatikan bulan sabit yang indah itu, warna yang sangat cantik. Ia jarang sekali melihat bulan di waktu seperti ini, karena ia sudah jatuh tertidur. Mungkin pesona bulan yang indah ditambah dengan suasana yang sunyi membuatnya terkesan indah dan juga misterius, layaknya sebuah lukisan mahal yang bernilai tinggi dan terkenal dengan keindahannya tapi memiliki misteri di dalamnya.

Eren terbangun dan ia memutuskan untuk melihat bulan lebih jelas. Ia membuka pintu kamarnya perlahan agar tidak membangunkan Mikasa dan berjalan keluar rumah. Untung saja Mikasa sudah tidur dengan lelap sehingga ia tidak terganggu dengan langkah kaki Eren yang berjalan keluar rumah.

Suasana di luar terasa sangat dingin, menusuk kulit dengan hawa dinginnya itu. Eren hanya memakai piyama saja, jadi ia merasa kedinginan sekarang. Salahkan dirinya yang keluar rumah tanpa persiapan apa-apa, hanya didorong oleh keinginan melihat bulan. Seperti anak kecil yang bersemangat untuk bermain tanpa melihat sekelilingnya.

"Biarlah..."

Eren memutuskan untuk berjalan menuju bukit itu, disana ia pasti bisa melihat bulan lebih jelas. Apalagi pohon itu masih rindang, mungkin jika ia berbaring disana ia bisa tidur karena ditemani oleh hawa angin. Mungkin saja...

Tidak lama ia sampai di bukit itu dan segera menuju pohon itu, ia berbaring di bawah pohon rindang itu dan melihat ke arah langit. Benar saja, ia bisa melihat bulan dengan lebih jelas. Bulan malam ini memang sangat cantik.

"Ternyata benar keputusanku untuk datang kemari." ujar Eren dan ia mulai memejamkan matanya.

'Grusak'

Ia mendengar suara dan ia membuka matanya, ia mencari asal suara itu dan menoleh ke sekeliling. Tidak mungkin ada orang yang masih terjaga, kecuali orang yang insomnia seperti dirinya.

'Suara apa itu?' batin Eren.

Tidak lama terdengar suara yang lebih jelas dan ada sesuatu yang turun dari pohon. Eren sangat terkejut hingga ia terbangun dari posisinya dan ia terduduk dengan badan yang sedikit gemetaran, tentu saja siapapun akan terkejut apalagi sekarang jam dua pagi.

"Ah, jangan takut. Ini aku." terdengar suara seseorang.

Eren terdiam dan ia berusaha melihat sosok itu lebih jelas, sosok pemuda yang berpakaian serba hitam dengan pedang di sisi kirinya. Dia adalah pemuda yang Eren temui tadi siang, ternyata ia bisa kembali bertemu dengan pemuda itu. Eren merasa senang karena permohonannya yang asal-asalan itu dikabulkan.

"Kamu..." gumam Eren.

"Kita bertemu tadi siang ya? Maaf aku belum memperkenalkan diri." ujar pemuda itu. Ia mendekati Eren dan mengulurkan tangannya untuk mengenalkan diri pada Eren. "Namaku Rivaille."

Eren melihat tangan pemuda bernama Rivaille yang terulur padanya, wajahnya mendadak memerah dan ia menerima uluran tangan itu lalu bangun dan menatap Rivaille. Eren sedikit menunduk malu lalu ia menatap Rivaille dengan wajah yang tersenyum.

"Namaku Eren Jaeger. Salam kenal, Rivaille."

Mereka berjabat tangan dan Rivaille memasang wajah datar tapi terlihat senyuman tipis di wajahnya itu, mungkin Eren tidak melihat senyuman tipis Rivaille. Eren merasa senang bisa berkenalan dengan pemuda yang menarik perhatiannya itu. Tidak lama mereka melepas tangan mereka yang saling berjabat tangan itu.

"Kenapa kau ada disini?" tanya Eren memulai percakapan.

"Aku juga bertanya hal yang sama padamu, anak kecil." ujar Rivaille datar.

"Eh? Enak saja aku disebut anak kecil, umurku 15 tahun."

"Tetap saja usia anak kecil. Kamu belum berusia 20 tahun."

Eren merasa sedikit dongkol mendengar ucapan Rivaille itu, padahal ini baru pertemuan pertama. Ah, tidak bisa disebut pertama karena tadi siang mereka bertemu. Tapi ini pertemuan dimana mereka pertama kali berkenalan dan sikap Rivaille itu membuat Eren sedikit berpikir ulang tentang pemuda berambut hitam di hadapannya, pribadi yang sulit ditebak dan mungkin sedikit menyebalkan.

"Iya iya, aku anak kecil deh. Terserah ucapanmu saja." ujar Eren mengalah dan Rivaille terdiam melihat Eren.

Pandangan mata Rivaille itu tertuju kepada Eren lalu menatap ke arah bulan, Eren hampir melupakan tujuannya kemari untuk melihat bulan. Bulan yang bersinar dengan indahnya, menerangi kedua pemuda ini. Sesekali Eren melirik ke arah Rivaille, ia tampak penasaran dengan pemuda itu.

"Apa kau kemari untuk melihat bulan?" tanya Eren.

"Entah..." jawab Rivaille datar.

"Kok entah?"

"Iya, aku belum menemukan hal yang menarik."

"Begitu ya..."

Suasana tampak hening dan hanya angin malam yang menemani mereka saat ini. Tiba-tiba Eren bersin dan ia memeluk badannya lebih erat, sepertinya ia merasa kedinginan. Rivaille menoleh ke arah Eren dan ia mendekatinya lalu melepaskan jubah hitamnya dan memakaikannya kepada Eren.

"Eh? Kenapa?" tanya Eren. Ia terdiam saat Rivaille memakaikannya jubah hitam itu, ia merasa hangat saat memakai jubah itu.

"Pakai saja dulu. Akan merepotkan jika kau pingsan dan orang-orang akan mengira aku melakukan hal yang aneh padamu." jawab Rivaille santai.

Eren sedkit mencibir mendengar alasan Rivaille yang tidak jelas itu, tapi ia tidak menolak kebaikan Rivaille ini. Eren merasa ini adalah kebaikan Rivaille. Baru saja Eren berpikir Rivaille adalah pribadi yang menyebalkan sekarang ia menarik lagi kata-kata itu karena Rivaille bersikap bak padanya. Sungguh pribadi yang sulit ditebak.

'Aroma tubuhnya. Wangi...' batin Eren yang tersenyum dan sedikit menciumi jubah Rivaille.

"Jangan seperti itu, kau menjijikkan." ujar Rivaille langsung yang melihat Eren tampak menciumi jubahnya.

Eren terkejut mendengar ucapan Rivaille dan ia berhenti melakukannya, ia tidak menyangka akan melakukan hal melakukan seperti tadi. Tapi ia merasa cukup hangat dengan jubah ini. Ia memperhatikan wajah Rivaille, jika diperhatikan baik-baik semakin lama Eren semakin terpikat dengan pesona seorang Rivaille.

Jantung Eren berdetak lebih cepat dari biasanya, padahal ia hanya diberi sedikit sekali kebaikan oleh orang asing yang ia temui. Tapi ia tidak mengerti kenapa jantungnya berdetak kencang seperti ini, padahal mereka baru dua kali bertemu.

'Uh, aku tidak mengerti dengan diriku.' batin Eren.

Rivaille melihat Eren yang tampak bingung dan membiarkannya saja, ia hanya memandang bulan dengan tatapan datar. Atau mungkin tatapan datar itu bisa sedikit memperlihatkan emosi bahwa sang empunya wajah sedang merasakan kegundahan.

"Kamu kenapa?" tanya Eren tiba-tiba.

"Tidak apa," jawab Rivaille. "Boleh aku ambil lagi jubahku?"

Eren melihat penampilan Rivaille tanpa memakai jubah, ia memakai kemeja berwarna putih dan ia memegang sebilah pedang yang tentu terbungkus dengan sarungnya. Eren sedikit tidak rela melepaskan jubah yang ada di tubuhnya karena ia masih merasa kedinginan, tapi ia langsung menurut dan melepas jubah itu. Rivaille kembali memakai jubah itu dan memposisikan pedangnya di dekat jubahnya dengan benar.

"Kenapa kau membawa pedang?" tanya Eren penasaran.

Sepertinya Eren cukup penasaran dengan sosok Rivaille, Rivaille memang memiliki sisi yang cukup misterius. Ia memang tidak mengenali pemuda itu dan mungkin ia ingin mencari tahu tentang pemuda itu. Lagipula belajar untuk mengenali orang lain bukan hal buruk bukan?

"Untuk melindungi diri. Ini senjataku." jawab Rivaille langsung.

"Begitu ya? Darimana kau berasal?" tanya Eren lagi.

Rivaille menghela napas, kenapa ia merasa seperti diinterograsi oleh anak seperti Eren? Ia menatap Eren datar dan melihat ke arah bulan di langit yang tetap memperlihatkan keindahannya itu.

"Dari tempat yang jauh..."

"Lalu apa tujuanmu datang ke kota ini?"

Rivaille terdiam mendengar pertanyaan Eren. Itulah yang sedang Rivaille cari saat ini, tujuannya berada di kota ini. Ia hanyalah seorang pengelana biasa yang suka menjelajah ke berbagai macam tempat, ia tidak suka hanya berdiam diri di suatu tempat. Begitulah prinsip hidup Rivaille yang ingin bebas dari segala tekanan yang ada. Setidaknya itulah sisi Rivaille yang dilihat oleh banyak orang sebagai pengelana yang bebas.

"Bukan urusanmu, Eren." ujar Rivaille tegas dan Eren berhenti bertanya lebih jauh.

Suasana kembali sunyi dan Rivaille mulai berjalan meninggalkan Eren, ia melirik ke arah Eren sekilas dan tersenyum dengan senyuman yang sangat tipis kepada Eren. Ia meninggalkan Eren yang tampak terdiam melihatnya.

"Ah? Dia sudah pergi." gumam Eren.

Eren mulai menguap, sepertinya ia merasa lelah saat ini dan ingin pulang ke rumahnya. Ia bisa melihat bulan dan bertemu dengan pemuda tadi siang, Rivaille. Sepertinya bukan hal yang buruk untuk segera pulang ke rumah dan masuk ke dalam alam mimpi.

Tapi entah kenapa Eren terdiam dan menatap bulan itu. Bulan yang hanya bersinar sendirian, terlihat terang tapi di saat yang bersamaan terlihat kesepian dan misterius. Apa karena hanya muncul di malam hari? Ia teringat dengan sosok Rivaille itu, dingin tapi di satu sisi baik hati.

Apakah Rivaille seperti layaknya bulan yang hanya bersinar saat malam hari? Apakah hanya orang tertentu saja yang dapat merasakan dirinya? Entah, tapi Eren merasa ia tidak bisa menyamakan Rivaille dengan bulan di pertemuan kedua mereka. Sedikit tidak sopan mungkin. Eren langsung saja bergegas pulang menuju rumahnya, semoga Mikasa tidak menyadari kepergiannya tadi.

Sedangkan Rivaille yang sedari tadi berjalan mulai menghentikan langkahnya, ia terdiam dan kembali menatap bulan di langit. Entah kenapa ia memikirkan sosok Eren yang polos dan berbicara dengannya, ia hanya tersenyum tipis. Ternyata di dunia seperti ini masih ada anak sepolos Eren.

"Kau memang menarik, Eren." gumam Rivaille.

To be Continued

A/N: Halo minna-san, ini fic pertamaku di fandom Shingeki no Kyojin... ^^

Aku mulai mencoba-coba untuk kembali menulis fic setelah sekian lama tidak menulis dan pilihanku jatuh untuk ikut meramaikan fandom ini, dan mengekspresikan rasa cintaku kepada Rivaille x Eren... XDD

Mungkin genre Tragedy belum terlihat disini, apalagi masih awal chapter... ^^

Silahkan beri pesan dan kesan dalam review, sampai jumpa di chapter berikutnya...^^