11 Jam dengan Orang Asing

Wes…dah lama nggak posting oneshot, apalagi yg bahasa negeri sendiri(Duh, emang bukan anak bangsa sejati nih…). Akhirnya, diantara rentetan serial-serialku yang nggak kelar-kelar, kusempatkan untuk ngetik ide fanfics 07 Ghost yang dah berkutu di otak. Rencana sih oneshot, tpi karena kayaknya kebanyakan, jadi two shot

Dan Teito disini tampil sebagai seorang P-E-R-E-M-P-U-A-N, bernama Teisha. Yup, karena ada konflik batin tak berkesudahan dan hasilnya diatas(wong padahal hobi baca FrauxTeito versi yaoi ato boyxboy…) tapi terserah para readers juga sih, jika ingin tetap membaca ini sebagai yaoi. I'm fine, thank you.

Satu lagi (panjang ne mukadimah…toh, gak ada epilog nanti :3), fanfiction yang ini melibatkan lagu dari Sia, Soon we'll be found, jadi silahkan didengarkan juga.

Well, selamat menikmati (emang makanan?)

Netto : 1833 words

Disclaimer : 07 Ghost gak bakalan jadi punya aku, tuk selamanya~ Aku Cuma punya nih bahan cerita tuk dinikmati bersama. Maaf besar untuk OOC-ness, karena penulis ini yang jones.(siapa nanya?)

ooooooooo~~~oooooooo

Jam ke 7

"Kau gila atau nekat,sih?!" seorang gadis berambut coklat sebahunya berkata kepada pria jangkung berambut pirang yang segera duduk disebelahnya. Mata hijaunya menatap heran, aneh, marah serta takjub dengan pria yang hanya nyengir kuda disebelahnya ini.

"Mungkin keduanya."

Dia ingin membalas, mengutarakan sesuatu untuk membuat pria itu berdiri dan keluar sekarang, namun hanya desahan yang keluar dari bibir mungilnya.

"Kalau kau tidak berani, kau boleh nonton dari bawah, kok,"

Tekanan darahnya naik kembali.

"Bukan karena aku tidak berani, Bodoh! Kamu itu baru habis operasi, Frau!" Kekesalannya meluap di satu kalimat itu, menarik perhatian penumpang lain dibelakang mereka.

Besi pengaman berbalut busa biru turun. Terlambat.

Senyum si pria makin melebar, sang gadis hanya menatap ngeri ke rel di depannya, meringis dalam hati. Rollercoaster akan melaju.

00000-.-00000

Jam ke 2 menuju ke 6

"Ini barang terakhir,kan? Serius,kan?" tanya gadis berkemeja putih dengan lengan tergulung, membungkus sebuah kotak di pangkuan jins biru gelapnya.

Di balas dengan sebuah anggukan dan sebuah "hm hm" dari pria berambut pirang yang duduk tak jauh darinya.

Dari Frau Birkin,

Untuk Rogue Sinezia,

Maaf jika aku tidak sempat untuk bertatap muka langsung, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih atas barang yang pernah kau pinjamkan.

Tak lupa sebuah pesan kecil si gadis masukkan sebelum menutup keseluruhan sampul coklat pada kotak. Tulis alamat tujuan dan pengirim. Perekat disana dan sini. Selesai.

Ia bisa menghela napas sejenak, mata hijau menatap hasil pekerjaannya. Lima kardus kosong dan 32 paket terbungkus rapi, siap untuk diantar ke kantor pos terdekat. Dan seorang pria berkaus merah dan bercelana jins hitam yang robek di bagian lutut, bersandar dengan santai di kursi empuknya, tangan terlipat menyangga kepalanya dari belakang.

Ingin rasanya pria itu diantarkan juga dengan paket kilat ke Neraka, kalau bukan karena sebuah tugas. Si gadis mengangkat paket – paket tadi ke arah pintu apartemennya. Karena tangan yang penuh, kaki pun jadi untuk menendang perut si pria, membuatnya membelalakkan mata biru yang hampir terlelap itu.

Si pria berdiri, kesal, "Tak perlu membangunkanku seperti itu, Pendek!"

Sebuah tendangan lagi melesat ke tulang keringnya.

Jam ke 0 menuju 1

"Orang ini? Yakin?" tanya si gadis, menunjuk ke arah pria jangkung yang dengan bersemangatnya berkejar – kejaran bersama para anak di bangsal Melati.

"Ya, dia yang memanggilmu." Jawab seorang pria berambut ungu muda dan berjas putih disampingnya

Dia menatap sang dokter tak percaya, "Kau bercanda, Labrador…Dia…"

"Dia tidak sesehat kelihatannya. Dia pasien transplantasi jantung pertama di Barsburg yang bisa sesehat sekarang."

Pandangannya beralih ke dokter berambut marun, "Bisa kau jelaskan kenapa dia memanggilku, Castor? Bahkan setelah melihat dirinya, aku tidak mengenalnya sama sekali, si Fro ini…"

Castor membetulkan letak kacamatanya, "Frau, Frau Birkin. Ketika kami bilang bahwa keberhasilan operasi sangat kecil dan dia perlu pemantauan selama 13 jam setelah siuman, ia bersikeras ingin menghabiskan waktu itu denganmu, Teisha. Itu pun sudah berkurang dua jam sejak jam 8 ini,"

Teisha beralih dari dua teman satu universitasnya ini, kembali ke pria yang sekarang mengangkat lima anak kecil sekaligus di lengannya, memicu tepuk tangan dan raut kebahagian pada anak – anak lain di bawahnya. Ada perasaan aneh di dadanya ketika melihat senyum lebar itu…

Dia menghela napas, "Baiklah, aku akan menemaninya. Cuma 11 jam,kan?"

"Anggap saja kencan buta, ya" Castor tersenyum jahil.

Jam ke 6

Penyesalan mendalam yang ada setelah menerima tawaran itu.

Kencan buta darimana? Yang ada dia malah menjadi supir si pria asing ini, mengantarkan barang yang pernah dia pinjam ke berbagai sudut Barsbug. Lima puluh rumah dia datangi, dan itu ditambah dengan mengemas barang – barang yang dipinjam dari orang diluar Barsbug. Pengiriman pos pun ia yang tanggung, dan dia masih sempat – sempatnya duduk santai di kursi mobil kremnya ini! Masih beruntung, si pria mau menanggung uang bensinnya.

"Karena dia sakit saja, kalau tidak…," Teisha bergumam, membanting kardus bekas barang pinjaman ke tempat sampah terdekat, lalu menyadari ada satu benda yang tertinggal di salah satu kotak yang terbuka.

Sebuah pin oranye kecil berbentuk tapak kaki kucing.

Seorang gadis kecil menyematkan pin dari kardigannya ke sebuah topi, mengecilkan celah yang terbuat dari robekan di sisi belakang.

"Terima kasih…" gumam si pemilik yang topinya terselamatkan.

"Hei, kenapa lama sekali?" tanya Frau ketika Teisha telah masuk ke mobil.

Mata biru melihat benda yang diamati di tangan mungil itu, "Oh, aku lupa mengembalikan yang itu. Itu punyamu kan?"

"Ya, ini pin milikku sewaktu masih SD. Seingatku, aku pernah membenarkan topi seseorang untuk upacara hari kemerdekaan. Tak kusangka ini kembali, "Dia tersenyum kecil, namun…

Teisha mengerutkan dahi,"Sebentar…darimana juga kau dapatkan ini? Kau stalker ya?"

Frau terkekeh, "Tebakanmu kasar sekali. Kau akan mengingatnya kembali…"

Kerutan di dahinya semakin bertambah. Ada sesuatu dari pin kecil ini...sesuatu yang nostalgis. Tapi, memori yang ada hanya bertambah kacau.

Lalu, sebuah tangan mengacak rambutnya, seperti anak kecil. Tangan dari si pria yang menyengir lebar di jok sebelahnya.

"Tak usah terlalu kau pikirkan, nanti kau malah bertambah pendek,"

Teisha menepis tangannya, merapikan kembali rambut coklat indahnya

"Setelah ini, kau mau kemana?"

"Ah…tak usah terburu – buru. Kita makan siang dulu,"

Jam Ke 6,5 menuju 7

Mereka telah sampai ke sebuah restoran yang tidak terlalu jauh dari kantor pos tadi. Namun, jauh di pikiran Teisha masih mencari – cari memori tentang pin itu, dan daerah sekelilingnya. Dia kenal betul perumahan setelah restoran ini.

Seorang gadis kecil bergaun hitam memeluk lututnya, duduk menyendiri di sebuah gedung dengan cat yang telah mengelupas. Sebuah restoran kecil di seberang menarik mata hijaunya ke etalase mereka, lebih tepatnya wanita muda yang sedang memainkan piano dari dalam. Wanita berpakaian pelayan itu memainkannya dengan indah. Melodinya menenangkan perasaannya sejenak, menghentikan aliran air mata di pipi bulatnya.

"Hei, kau! Sedang apa disini?" sebuah suara memanggil.

Sekarang rumah di seberang restoran sudah dicat ulang, pertanda ada pemilik baru. Restoran ini pun sudah semakin ramai dari yang ia ingat dulu. Raggs sudah menjadi kota yang besar. Waktu berlalu cepat rupanya...

Sementara itu, mata biru laut memandang ke seberang meja, ke wanita yang dua tahun lebih muda darinya, yang dari tadi hanya memainkan sisa stik daging di piringnya.

"Ada apa, Dada Rata? Dari tadi melamun saja. Kalau begitu, biar aku yang habiskan stikmu…"

Garpu menancap sempurna ke meja, tepat beberapa senti di depan tangan panjang yang hendak mengambil makan siangnya.

"Kau mau membunuhku?" tanya Frau sarkastis, mengelus – ngelus tangan yang berhasil selamat dari maut.

"Siapa yang kau panggil Dada Rata, dasar mesum?! Lagipula, aku tidak melamun, hanya merenung tentang restoran ini," jawab Teisha ketus.

"Ya sudah, tidak perlu pakai garpu segala. Memang, kau kenal tempat ini?"

"Tentu saja, disini kota kelahiranku, Raggs. Dan daerah perumahan ini, adalah tempat bermainku bersama Fea Kreuz, paman yang mengurusku setelah meninggalnya orang tuaku dalam kecelakaan kereta. Sudah 15 tahun aku tidak ke kota ini lagi, sejak paman pun dipanggil Tuhan juga dan kakek Jio yang merawatku di Barsburg" Tutur Teisha

Keheningan mengikuti mereka sejenak.

"Oh ya, Frau. Aku sebenarnya mau menanyakan sesuatu.." Frau menaikkan alisnya, sinyal untuk melanjutkan.

"Kenapa kau memanggilku?"

Frau tersenyum, "Baru sekarang kau menanyakan itu…Kenapa? Kau keberatan? Ada kesibukan?"

"Bukan begitu...aku bahkan belum memiliki pekerjaan untuk menjadi sibuk sejak kembali kesini. Hanya…kenapa aku? Bukankah…biasanya seseorang akan memanggil keluarganya, atau orang terdekatnya untuk menemani mereka? Sedangkan aku… aku bahkan tidak mengenalmu sama sekali."

Senyum itu sempat bergetar, namun hanya melebar dari muka tirus si pria, "Aku tidak punya keluarga lagi. Aku sendiri."

Teisha tertegun,lalu tersadar "Ma..maaf karena kata – kataku tadi menyinggungmu. Tak apa, kau tak perlu menjawabnya,"

"Tidak apa. Toh, itu wajar kau menanyakannya. Alasanku karena…"

Teisha memasang pendengarannya baik – baik.

"Castor bilang, kalau kau belum pernah punya pacar, apalagi kencan! Jadi, aku hanya ingin berbuat baik dengan berbagi ketampananku ini di jam – jam terakhir untuk si pendek didepan ini,"

Flat shoes merah mendarat ke muka yang nyengir bak setan itu.

"Aku tidak pendek, ini tinggi rata – rata, tau! Kau saja yang seperti raksasa." Teisha mengambil kembali sepatunya yang tercap ke muka Frau.

"Kau tak bisa diajak bercanda,ya?"

Iris hijaunya memandang rendah si pria.

"Mau kemana?" tanyanya, melihat Frau berdiri.

"Membayar bon, kali ini aku yang traktir,"

Sadar juga dia telah merepotkanku, pikirnya. Mata hijau pun kembali memperhatikan sekeliling, jikalau ada sesuatu yang menarik. Dan berhenti ke piano di dalam restoran, yang masih berdiri sama persis seperti dulu.

Melihat Frau sepertinya masih lama bercakap dengan pelayan kasir wanita itu, tubuhnya tergerak menuju alat musik tadi.

Dia mengelus penutup tuts, membuka dan mengetes beberapa not. Masih sama, masih seindah melodi yang pernah ia dengar dari wanita pemilik kafe itu. Denting piano ini lah yang menarik diri kecilnya untuk mendalami musik, jauh sebelum otaknya tercampur dengan kelas Fisikanya.

Teisha memutuskan untuk duduk di kursi pianis, mengetes kemampuannya yang sudah berjaring laba – laba.

Ia kembali ke tuts tua itu, memejamkan mata, mengingat lagu terbaru apa yang telah ia pelajari. Dan jarinya mulai menari.

Chord C minor... F minor...

Datanglah, pada akhir hari ini,

Tak punya keluarga, tak punya relasi, Teisha mengutuki dirinya karena bertanya pada Frau, yang ia sudah tahu betul bagaimana rasanya.

Hidup ini telah menjadi keras, tapi kita kan baik saja...

Ditambah, ketidakjelasan setelah 5 jam nanti.

Jadi, datanglah. Tidak akan lama hingga kita berakhir bahagia...

Akankah melanjutkan hidup… atau menyusul mereka.

Berbaliklah, aku tahu kita tersesat... Tapi kita akan diketemukan...

Dan sedikit alunan tuts melodi sebelum penutup...

Setidaknya, lagu ini yang bisa ia persembahkan sekarang.

Dia membuka matanya, tersadar bahwa mulutnya ikut bersuara dengan lirik yang ia putar di ingatannya. Lalu beralih ke meja makannya tadi, sebuah pemandangan yang bisa membuatnya jantungan.

Frau, yang telah duduk di meja terdekat ke posisinya sekarang, dikerumuni oleh semua pelanggan restoran. Semua. Tua, muda, pria, wanita, yang tadi duduk diluar ataupun didalam, bahkan para pelayan yang masih memegang nampan pesanan seseorang, memandangnya dengan mata berbinar.

Mukanya merona malu, jari – jari melayang dari tuts. Apa yang sudah ia lakukan?

"Pacar Anda sangat berbakat, Tuan," komentar seorang pelayan wanita.

Frau mendengus, menegapkan kepala yang sedari tadi bersender ke tangannya, "Heh, aku berharap begitu…"

000000-Bersambung-00000

yah, tambahan sedikit untuk Teito/Teisha mainkan terinspirasi dari

( watch?v=5caGF50E-o ) . Hope you enjoy this :)