Complicated by mss dhyta
Bleach by Tite Kubo
Rated T
Summary : Kelompok Shinigami mulai mengungkap sebuah kasus, dan apa yang salah jika sekali lagi mereka dianggap menentang kepolisian?
Hari itu suasana di kantor bagian pembunuhan dan perampokan sedang ramai dan sibuk seperti biasanya, ada beberapa anggota yang membereskan berkas kasus hingga menyortir barang bukti dari TKP. Semuanya dilakukan diruangan yang sama, dengan kesibukan yang berbeda.
Rukia Kuchiki, seorang wanita yang baru saja dipindahkan ke bagian ini hanya bisa menghela nafas ketika harus menghadapi berbagai macam foto dari TKP, hanya foto mayat dan mayat,memang mengerikan pada awalnya tapi lama-kelamaan hanya menjadi aktivitas rutin yang membosankan. Menjadi seorang polisi wanita bagian pembunuhan dan perampokan adalah tantangan sekaligus cobaan pada awalnya, tetapi di bagian akhir mengumpulkan bukti seperti mengumpulkan potongan puzzle berukuran 20 cm, terlalu besar untuk tidak terlihat. Penjahat saat ini beraksi bukan berdasarkan taktik tapi karena emosi.
Rukia meneliti setiap foto yang ada dan menemukan sesuatu yang menarik dari pembunuhan seorang pemimpin sebuah kelompok yang menyelidiki segala kecurangan yang dilakukan oleh aparat pemerintah, jelas Rukia lupa nama kelompok itu dan ia tidak peduli, tetapi ada sesuatu yang menarik hatinya suatu petunjuk.
"Renji!" panggilnya pada seorang pria berambut merah panjang yang diikat, partner kerja sekaligus teman yang baik, cukup asyik untuk diajak diskusi.
Renji Abarai pun menghampiri Rukia dan melihat foto yang ditunjukkan wanita itu, foto yang berisi gambar seorang pria yang cukup tua , tergantung di langit-langit dengan seutas tali, dugaan awal memang bunuh diri.
"Kenapa? Dia bunuh diri kan?" Renji meneliti foto itu dan tidak menemukan kejanggalan di dalamnya. "Ada masalah?" tanyanya lagi meminta kepastian.
"Kau lihat lagi foto ini," Rukia menunjukkan foto lain yang memperlihatkan pria tua malang itu dalam keadaan berbaring setelah diturunkan oleh polisi dari tempatnya tergantung. Yang menonjol dari foto itu hanya warna kemerahan yang berbekas di lehernya memutar seperti bekas tali.
"Ini jelas bukan tali tambang, ini tali yang lebih tipis." Renji mendekatkan lagi foto itu dari matanya melewati jarak baca normal yang biasanya ia lakukan, memastikan agar penglihatannya tidak salah.
Rukia mengangguk. "Jadi kenapa bagian otopsi mengatakan tak ada tanda kekerasan? Jelas sekali kalau ada bekas tali yang lebih tipis dan berbeda dengan tali yang ia gunakan untuk gantung diri," tanya Rukia lagi dan menunjukkan foto awal yang ia berikan kepada Renji.
Renji mengangguk setuju. "Aku juga heran mengapa kasus ini ditutup secara terburu-buru sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan," ujar Renji seolah-olah memberikan kesimpulan.
"Kau tahu Renji, aku benci sekali keadaan saat ini, semua kejahatan yang dilakukan orang besar selalu ditutupi serapat mungkin dan kita bawahannya, hanya mampu menggigit jari dan berharap suatu saat kebenaran akan datang."
Renji yang mendengarkan kata-kata itu hanya menunduk dan mengembalikan foto yang ia pegang keatas meja kerja Rukia. "Itulah hidup, maka jadi kuatlah,"
.
.
Gudang yang tak terawat hanya berisi gundukan rumput kering dan beberapa kursi yang sudah rusak itu beberapa hari lalu kosong, dan baru kemarin ditempati oleh sekelompok orang, yang terdiri dari 2 orang wanita dan 5 orang pria. Dan mereka bukanlah orang biasa, atau gembel yang menumpang ditempat tersembunyi itu, mereka bisa menjadi orang yang berbahaya jika ada yang mengusiknya.
Seorang diantara mereka yang berambut putih, dengan tinggi tubuh yang tidak melebihi tinggi seorang mahasiswa normal, mengambil kursi dan menariknya sehingga ia bisa duduk dan berhadapan dengan beberapa orang anggotanya yang sudah mengambil tempat terlebih dahulu.
"Lalu target selanjutnya?" tanyanya kepada 7 orang yang telah membentuk lingkaran dengan sebuah meja ditengahnya.
Seorang lainnya yang berambut hitam dengan kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya, menunjukkan foto seorang pria yang terkenal diantara para pejabat. "Kau tahu dia?"
Pria berambut putih dengan mata hijau emerald bernama Hitsugaya Toushiro itu mengambil foto yang disodorkan dan melihat gambar yang ada disana, seorang pria tua dengan dengan kacamata.
"Siapa yang tidak kenal dia?" Hitsugaya mengoper foto itu pada pria berambut oranye di sebelahnya. "Mafia, sekaligus ketua dari kelompok Kumoi kan? Ada apa dengannya sehingga kita harus menyerangnya?"
Ishida menyodorkan selembar berita dari potongan koran. Hitsugaya menerimanya dan membaca huruf tebal yang tercetak diatasnya.
Ginrei Hyora ditemukan Tewas di Ruang Kerjanya. Dugaan Polisi, Kepala Penyelidikan Pekerjaan Aparat itu Bunuh Diri.
Hitsugaya mengangguk tanda mengerti dan mengoper lagi potongan kertas itu pada Ichigo Kurosaki, pria berambut oranye yang duduk di sebelahnya. "Kau yakin dengan dugaanmu?" tanya Hitsugaya memastikan 'tuduhan' yang dilontarkan Ishida secara tidak langsung. "Bahwa Hyora dibunuh oleh kelompok Kumoi?"
Ishida Uryuu, pria berkacamata itu mengangguk dan menunjukkan sebundel penyelidikannya. "2 hari sebelum malam itu salah satu anak buah Kumoi yang bernama Hanza Nukui menyamar menjadi seorang petugas listrik dan memeriksa rumah milik Hyora, sekaligus memasang alat penyadap, aku menemukan salah satu diantaranya." Ishida menunjukkan sebuah bulatan kecil berwarna hitam yang sepertinya telah sedikit rusak.
"Lalu setelah mengetahui kegiatan sehari-hari Hyora, Nukui menyusup kedalam ruang kerja Hyora dan bersembunyi menunggu Hyora masuk dan meneliti berkas-berkas. Setelah itu dia membius pria itu dan menyekiknya dengan tali tipis lalu menggantungnya dan kabur melalui jendela ruangan kerja Hyora, walaupun jendelanya berterasi tetap saja mudah dibuka dan ditutup tanpa meninggalkan jejak," jelas Ishida dan menyudahi penjelasannya, begitu juga Hitsugaya yang telah selesai membaca bundel laporan milik Ishida.
"Tak salah, kami menyusupkanmu di kepolisian, lalu bagaimana dengan tanggapan polisi?" tanya Hitsugaya lagi. Ishida mengangguk dan menaikkan kacamatanya yang mulai melorot.
"Mereka menutup kasus dengan dugaan bunuh diri."
Hitsugaya menghela nafas. Sedangkan Ichigo menggebrak meja dengan penuh emosi, menyaksikan ketidakjujuran hukum yang ada disekitar mereka. "Kalau begitu sekarang juga kita harus melakukannya," Ichigo berdiri dari tempatnya duduk tetapi tangan kanan Hitsugaya merentang dan menutupi langkahnya.
"Kita siapkan senjata hari ini dan kita serang besok," ucapnya dan melangkah menuju 2 buah koper, Hitsugaya membuka salah satu kopernya dan mengeluarkan sebuah pistol semi otomatis. "Besok aku, Kurosaki dan Chad, kita beraksi,"
.
.
Rukia memasuki rumah itu dengan terburu-buru bersamaan dengan langkah Renji yang juga terlihat begitu cemas. Langkah kaki mereka menapak pada lantai kayu, disebuah rumah milik seorang mafia terkenal yang anehnya masih dilindungi oleh pemerintah, karena tak ada bukti yang menunjukkan mereka bersalah.
"Pagi," Rukia membungkukkan badanya memberi hormat pada Aizen Sousuke, yang merupakan kepala polisi untuk semua bagian, singkat kata ia adalah atasan Rukia dan Renji.
Aizen berhenti berbincang dengan seorang pria yang ada dihadapannya dan memandang Rukia serta Renji dari ujung kaki hingga ujung rambut, memperhatikan dan mencoba membaca sesuatu dari wajah mereka.
"Kau, adik dari Byakuya?" tanyanya secara langsung, setelah membaca nama yang tertempel di dada kiri Rukia.
"Benar pak, saya Rukia Kuchiki," jawab Rukia dengan penuh hormat, kalau saja bukan karena pria itu adalah atasannnya dia tidak akan menjawab sebaik itu.
"Dan kau?" tanya Aizen menunjuk Renji yang berada di sebelah Rukia.
Renji ikut membungkuk dan menjawab pertanyaan Aizen. "Saya Renji Abarai. Pak," jawabnya dengan tegas dan hanya ditanggapi dengan seulas senyuman dari wajah tampan Aizen.
"Kalian tahu kenapa kalian bertugas malam ini?" tanya Aizen memastikan seberapa dalamnya mereka tahu masalah yang sedang mereka hadapi.
"Kami akan menjaga Kumoi-sama dari kelompok Shinigami kan?"
Aizen mengangguk tanda ia sudah tidak meragukan dua orang itu. "Kalian akan di sini bersama dengan 10 personil polisi,"
"Maaf pak, saya ingin menanyakan sesuatu," potong Rukia, membuat Aizen meliriknya dengan tatapan yang membuat Rukia mampu gemetar ketakutan.
"Ya, Kuchiki?"
"Bukankah selama ini kelompok Shinigami telah membantu kita memecahkan beberapa kasus, kenapa kita harus menangkap mereka?"
Aizen tersenyum mendengar pertanyaan Rukia, seolah-olah ia menertawakan pertanyaan wanita itu. Sedangkan Renji hanya mampu menelan ludahnya, ia berpikir satu hal Rukia telah lancang dan ia harap Aizen sedang dalam mood yang baik untuk meladeninya.
"Kau tahu, secara tidak langsung mereka telah membuat kita malu, seolah-olah mengatakan bahwa kita tidak berguna, dan butuh bantuan mereka, kau mengerti?" jawab Aizen dengan menekankan pada kata-kata akhirnya, hanya mampu membuat Rukia terpaku dan mengangguk.
"Terimakasih atas jawabannya Aizen-sama," Rukia membungkukkan badan lagi, sedangkan sedetik kemudian Aizen sudah maju meninggalkannya.
.
.
Ishida yang berada di sebuah van yang diparkir tidak jauh dari rumah keluarga Kumoi memperhatikan beberapa layar komputer yang terpasang di dalamnya menunjukkan gambar beberapa ruangan di rumah keluarga Kumoi. Ishida mendekatkan sebuah handy talkie ke bibirnya dan mengucapkan beberapa kata yang disambut senyuman oleh 3 orang yang berada di suatu tempat untuk menyusup ke dalam rumah yang dijaga 22 polisi.
"Siap? Aku sudah mengawasi beberapa tempat, kalian mulai beraksi pukul 00.00 seperti yang telah kita sampaikan. Ichigo jaga emosimu dan jangan berbuat ceroboh. Hitsugaya alihkan perhatian para petugas lalu Chad kau mengerti tugasmu kan?"
Mereka bertiga mengangguk dan menjawab dengan jawaban singkat yang sama. Lalu tinggal menunggu pukul 00.00 permainan akan dimulai.
.
.
"Bagaimana dengan keadaan disana?" tanya Rukia pada 2 orang yang sedang berjaga dipintu belakang.
Orang-orang yang sedang menjaga pintu itu menjawab dengan handy talkie yang mereka genggam. "Baik,"
"Bersiaplah waktunya telah tiba,"
Rukia melirik jam dinding berwarna emas yang tergantung di dinding, 23.57. 3 menit lagi ia akan membuat para penjahat aneh itu tertangkap, malam ini.
"Kalian beritahu aku kalau ada yang mencurigakan," Rukia melanjutkan kembali kata-katanya, tetapi tak ada jawaban. Hanya suara jangkrik yang berbunyi dan membuat Rukia mengerutkan dahinya, dan melirik jam sekali lagi. Tepat pukul 12.00 malam dan Rukia yakin ini saatnya.
"Halo, penjaga 10 kau mendengar suaraku?"
Masih tak ada jawaban, dan secara reflek Rukia segera berlari meninggalkan dua petugas yang bersamanya, menjaga pintu ruang kerja Kumoi. Beberapa detik kemudian setelah Rukia menjauh dari pandangan dan menuju tangga di pegangan tangga yang berada dekat dengan tempat mereka berdiri seorang pria bertopeng hitam yang hanya menutupi wajahnya sampai ke hidung menunjukkan seulas senyum, ketika kedua petugas itu akan menyerang. Mereka diserang dengan tendangan dan pukulan secara tiba-tiba dari pria itu membuat mereka berdua pingsan.
Di tempat lain Rukia buru-buru turun dari tangga tanpa menyadari ada sebuah tali yang bergelantungan dipinggir tangga. Ia menuju pintu belakang dan memegang handy talkienya dengan erat.
"Renji, kau masih disana?" tanya Rukia pada seseorang yang berada di pintu depan rumah itu.
"Iya, Rukia ada apa?"
"Mereka sepertinya sudah masuk melalui pintu belakang," Rukia yang tadinya terus berlari berhenti ketika melihat 2 orang petugasnya telah pingsan didepan pintu belakang yang terbuka.
"Renji! Sekarang kau menuju ruangan Kumoi-sama!" Rukia berlari kembali menuju lantai 2 dengan terburu-buru.
.
.
Tetapi dilain tempat Renji masih sibuk menghadapi seseorang yang telah mencegahnya menuju ruangan yang dimaksud Rukia, sebuah tembakan dimulai, dan otomatis ia harus membalas. Sayangnya ia bukan ahli dalam hal tembak-menembak sehingga hanya membuat penjahat bertopeng putih-yang sempat ia lihat tadi menyerang mereka dengan leluasa.
"Sial, bagaimana bisa?" Renji mengisi kembali pelurunya dan menembakkannya ke arah rak-rak buku tempat penjahat itu bersembunyi ia yakin tembakannya benar-benar meleset, beberapa personilnya telah pingsan dihajar oleh anggota shinigami yang saat ini menyerangnya . Dan sialnya ia sendirian sekarang.
.
.
Pintu ruangan itu terbuka, dan sebuah suara tembakan langsung menyeruak di dalamnya. Kumoi memegang sepucuk pistol yang selalu ia simpan dan mengarahkan moncongnya ke arah pintu tempat seseorang masuk. Ichigo yang masih mengenakan topeng segera bersembunyi di balik meja kerja, dan membuat perhatian Kumoi benar-benar tersita.
"Kau, shingami sialan! Buat apa kau menyerangku?" ucapnya mendekati meja kerjanya, perlahan-lahan berusaha tanpa meninggalkan suara.
"Kalau kalian mau membuktikan sesuatu sebaiknya kalian tahu posisi kalian," lanjutnya lagi dan terus maju menuju meja kerja itu, dengan Ichigo yang bersembunyi dibawahnya.
"Jangan anggap remeh aku," moncong pistol itu sekarang terarah pada Ichigo yang duduk dibawah meja dengan pistol yang juga terancung pada kepala Kumoi yang menunduk.
"Kau tahu, aku punya bukiti yang cukup kali ini,"
"Tapi kau tak punya kesempatan yang cukup, shinigami,"
Ichigo tersenyum dan membuat Kumoi menatap dengan heran. "Siapa bilang,"
Secara tiba-tiba pecahan kaca berhamburan dari jendela dan membuat Kumoi berbalik, sedetik kemudian sebuah panah bersarang di perutnya. Ia menatap sang penembak dari balik kaca yang pecah.
"Kalau begitu, sekarang kau tak bisa berbuat apa-apa Kumoi," Ichigo bangkit dan meninggalkan Kumoi yang telah pingsan setelah panah yang dilumuri obat itu mengenainya.
Ichigo melirik, ke kiri dan kanan memperhatikan isi ruangan itu. "Ishida dimana tempatnya?"
"Kau melihat sebuah pot kan, letakkan disitu," jawab Ishida singkat, dan setelah itu suara handy talkie kembali berbunyi.
"Ichigo cepat keluar dari ruangan itu, ada yang datang,"
Ichigo yang telah meletakkan berkas yang dimaksud ke dalam sebuah pot yang berisi tanaman. Telinga Ichigo yang peka mendengar suara langkah kaki yang mendekati ruangan itu. Dan sedetik kemudian ia mendengar suara seorang wanita memanggilnya.
"Berhenti atau kutembak,"
Ichigo yang hendak kabur dari jendela segera mengangkat tangannya dan berbalik melihat siapa yang hendak menangkapnya kali ini, seorang wanita pendek dengan warna mata yang unik.
Rukia tetap mengarahkan moncong pistol yang ia pegang ke dada Ichigo, sementara itu matanya mencari Kumoi yang ternyata sudah tergeletak, ia tidak tahu pria itu pingsan atau mati.
"Apa yang kau laku..."
"Di hanya pingsan tenang saja," potong Ichigo dan membuat Rukia sedikit bernafas lega ia bisa disalahkan jika Kumoi meninggal begitu saja.
"Jadi apa yang akan kau lakukan shinigami, aku kira temanmu sudah tertangkap oleh temanku," Rukia mendekati dengan pucuk pistol yang tetap mengarah pada Ichigo.
"Mana mungkin dia penembak yang hebat dan setahuku temanmu itu bukan penembak yang handal, dan aku heran pada kalian para polisi, kami membuka kasus yang sebenarnya kalian sembunyikan, apakah itu tindakan kriminal?" Ichigo tetap mengangkat kedua tangannya, jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya masih belum bergerak.
"Kalian memang tidak membunuh tapi kalian membuatnya pingsan dan panik, kau tahu menyusup kedalam rumah seseorang adalah tindakan kriminal,"
Langkah kaki Rukia semakin mendekati Ichigo yang telah menggerakkan jari telunjuk tangan kirinya, memberi isyarat pada Chad yang masih berada di luar sana.
"Ah, kalau begitu jangan pernah bicara tentang kriminal kepada penjahat, kau tahu kami melakukannya atas kebenaran,"
Rukia melihat jari tangan Ichigo yang bergerak dengan tatapan curiga, "Kebenaran?"
"Setidaknya, aku bisa menebak kau masih sangat baru di kepolisian, kau tidak akan mengerti maksudku,"
Rukia mampu melihat bayangan seorang pria dari luar jendela, jari telunjuk Rukia segera menekan pelatuk dan menimbulkan suara tembakan kearah jendela, sementara itu Ichigo segera menunduk dan memukul jendela dengan pistol yang sudah ada digenggamannya, hingga menimbulkan suara pecahan kaca lainnya.
Rukia yang masih tidak fokus jelas tidak bisa menembak Ichigo yang menjauh dan keluar dari jendela dengan cepat, walaupun ia yakin tembakannya tak akan meleset tetapi ia tidak bisa melanggar prinsipnya tentang bagaimana ia tidak boleh membunuh penjahat sekalipun.
.
.
Lalu beberapa menit kemudian mereka bertiga berhasil berkumpul di van yang dikendarai oleh Ishida. Setelah baku tembak antara Renji dan Hitsugaya yang berakhir dengan kekalahan telak Renji –Hitsugaya berhasil kabur dari tembakan Renji, dan Ichigo yang berhasil kabur dari Rukia berkat bantuan Chad.
"Hei, Ichigo sudah kukatakan apa kan, kali ini kau benar-benar hampir tertangkap," omel Ishida dengan tangan yang tetap menempel pada setir.
"Sudahlah yang penting misi kita berhasil kan?"
"Tapi kan…"
"Chad terimakasih ya tadi kau sudah membantuku," Ichigo memotong ucapan Ishida dan melihat Chad yang hanya terdiam.
"Kenapa?"
"Tadi tembakan wanita itu hampir mengenai kepalaku, terlalu tepat," Chad menjelaskan sesuatu yang membuat Ichigo terkejut.
"Ternyata wanita itu lebih baik darpada pria berambut merah itu," sekarang gantian Hitsugaya yang menambahkan sesuatu, Ichigo melirik Hitsugaya dengan tatapan heran.
"Jadi, sebaiknya kau berhati-hati padanya Ichigo,"
.
.
A/N
Argh!!! Maaf telah membuat fic abal lain *nunduk-nunduk gaje*
Dan buat yang udah baca note mss dengan terpaksa mss mengubah judulnya *Maaf lagi!!*
Oke deh mss gak pengen banyak omong…
RnR?
