Kuroko No Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Authoresses Of Kuroko No Basuke Indonesia Fanfiction Proudly Presents
M . V . P
(Most Valuable Present Kuroko Ver.)
1 of 3
.
20 Drabbles. 20 Genres. 20 Authors.
.
Otanjoubi Omedetou, Kuroko Tetsuya ^^"
.
.
.
Author : Retatsu Namikaze
Genre(s) : Adventure
Pairing(s) : Kagami Taiga, Kuroko Tetsuya
"Tepi Sangkar"
.
Lembayung telah menorehkan ungu warnanya pada cakrawala. Sosok itu memanjat puing-puing beton yang ambruk menghalau jalan, kemudian mengulurkan tangan.
Namanya Kuroko Tetsuya. Bocah yang setahun lebih tua darinya ini baru semalam mencecap bagaimana pahit-kecut rasanya terjebak hidup di tengah pergolakan dunia, masih polos.
"Masih kuat?" tanya pemuda tengil yang telah mengumbar janji hendak membawanya keluar menuju kebebasan. Klise memang, namun Kuroko terlanjur percaya padanya, pada Kagami Taiga, si penumpuk dosa di depan hukum.
Mereka meringkuk, bersandar di bawah bayangan tembok. Menunggu matahari benar-benar hilang dari peraduan.
Kagami mengoper botol lusuh, "Persiapkan dirimu! Sebelum perbatasan kita akan melewati hutan itu!" tunjuknya dengan dagu, "Tidak lebat memang, tapi penjagaan di sana nyaris tak bercelah. Mereka hapal benar tempat untuk bersembunyi."
Kuroko enggan menyentuh minum meski kerongkongannya gatal. Kalau ia minum, ia khawatir kata-katanya yang akan dilontar tertelan lagi.
"Kenapa kau bersusah payah untukku?"
"Untukmu? Ceh!" Kagami membuang muka, "Tak ada alasan harus menolong orang yang ingin menjebloskanku ke penjara!"
Kuroko menyerah. Ia meneguk air yang telah bercampur pasir tersebut sebelum dikembalikannya pada Kagami.
Malam kian larut. Pun, tak tampak bulan yang bertahta di puncak langit. Tapi tanpa menyurutkan kewaspadaan, Kagami beranjak, mengintip keadaan mulut hutan. Lengang. Segera saja dihampirinya Kuroko yang terlelap, menepuk pipinya pelan dengan punggung tangan. Beruntung dia terbangun.
"Kita pergi sekarang!" Kagami memasang tudung menutupi kepala Kuroko. "Ingat, jangan bicara kalau memang tidak perlu!"
"Kukembalikan padamu," sindir Kuroko.
Tanpa suara mereka lantas mengendap, menjangkau pohon yang tumbuh paling luar. Dari sanalah semua baru akan dimulai. Bertaruh apakah mereka berdua akan selamat, Kuroko sendiri, atau tidak seorang pun.
'Krak!'
Semua terjadi begitu cepat. Kagami memeluk Kuroko cekatan, menariknya bersembunyi. Ia menajamkan telinga, ada bunyi kerisik lain sempat terdengar sebelum hening kembali menyelimuti.
"Perhatikan langkahmu! Jangan membuat suara!" ingat Kagami di telinga Kuroko.
Kuroko diam, masih terkejut dengan kecerobohannya menginjak patahan ranting.
Kagami mendekap tubuh mungil tersebut, mengguncang bahunya, "Seharusnya kita tiba sebelum matahari terbit. Berjuanglah! Jangan anggap harga nyawaku seremeh itu, Bodoh! Aku bertaruh demi menyelamatkan kepalamu dari berondongan peluru mereka, makanya―" dia membisu ketika Kuroko balas memeluk. Tubuhnya bergetar hebat. Kagami dapat merasakan napas terputus-putus menerpa dadanya. Ia jitak kepala Kuroko, "Tenang, aku yang mati! Kau pasti selamat karena takkan kubiarkan mereka menyentuhmu!"
"...Kenapa?" gumamnya mengulang pertanyaan serupa.
"Apa suara jantungku tak cukup memberimu jawaban?" ditepuknya punggung Kuroko, bermaksud membuatnya merasa lebih kuat.
Tak berdiam lama, Kagami kembali menariknya, membawa ia menyusuri gelap hutan penuh todongan pistol menuju tepi sangkar. Ingin bebas, tekadnya.
Dalam kebisuan, Kuroko menatap tangan yang menggenggamnya.
"Apa suara jantungku tak cukup memberimu jawaban?"
Ia menggigit bibir, mengernyit merasakan matanya yang panas dan mulai mengabur.
'Tuhan, Kau pasti tahu besok adalah hari ulang tahunku. Karena itu, ada hal yang kuminta sebagai hadiah dari-Mu. Tolong! Izinkanlah aku merayakan kelahiranku ini bersamanya. Sampai keluar dan menginjak tanah-Mu di sisi lain pagar itu, jagalah kami berdua, agar kami selamat sebagai Kuroko Tetsuya dan Kagami Taiga bersama jiwa-tubuh kami masing-masing.' Kuroko balas menggenggam tangan Kagami, membuat pemuda itu menoleh sejenak.
Ia tersenyum, ikut mengeratkan pegangannya, "Aku akan jadi tamengmu, Kuroko!"
.
.
Author : UseMyImagination
Genre(s) : Angst
Pairing(s) : Mayuzumi ChihiroXKuroko TetsuyaXAkashi Seijuurou
"Always Calling Your Name"
.
"Time's up! Skor akhir 171 – 50, Rakuzan High School menang!"
Tidak pernah terbayangkan, kata-kata itu yang akan diucapkan. Seirin benar-benar telah dibuat tak berdaya oleh Rakuzan. Semua itu tak lain tak bukan karena perbuatan licik mantan Kapten-nya.
"Jadi, seperti ini basket Seirin yang kau katakan? Hanya sebuah tim basket yang telah mati. Kau benar-benar mengecewakanku, Tetsuya."
Kata-kata itu sungguh menyakitkan.
Tim basket yang telah mati, katanya?
Lalu, pemandangan menyedihkan macam apa yang ada di hadapannya saat ini?
Bola mata Kuroko tak sanggup melihat. Telinganya sudah tak sanggup mendengar. Kulitnya tak sanggup merasa. Rasanya, hatinya begitu sakit. Lagi-lagi, ia telah menjatuhkan korban-korban baru. Apa yang berbeda? Tak ada yang berubah dalam dirinya. Dirinya yang dulu dan sekarang tidak pernah bisa berbuat apapun. Dirinya yang dulu dan sekarang selalu tidak berguna. Hal yang sama telah terjadi, tidak hanya pada teman masa kecilnya, Ogiwara Shigehiro. Ingin menyelamatkan Kapten Rakuzan itu? Ingin menyadarkan pemuda berambut merah itu? Jangan bercanda. Bahkan, kini, rekan-rekan timnya telah menjadi korban.
"Ogiwara-kun. Apa yang telah kuperbuat? Sorot mata mereka… sama persis denganmu saat itu. Maaf. Maafkan aku. Maafkan aku. Sungguh maafkan aku. Bahkan, Akashi-kun, dia… menjadi seperti itu karena aku tidak bisa berbuat apapun."
Air matanya tak bisa tertahan lagi. Pipi pucatnya dibasahi air asin yang tak kunjung henti mengalir. Tangisannya begitu hebat hingga tak bersuara. Tubuhnya terguncang karena sesak yang tak bisa dibendung. Ia menangis dalam keputusasaan dan kesunyian.
Apanya yang ingin menyelamatkan Akashi! Apanya yang tidak ingin berhenti bermain basket dan tidak melarikan diri! Teman-temannya terpuruk! Kenyataannya ia tidak berguna!
"Kuroko Tetsuya."
Seseorang memanggil namanya.
Begitu mendongak, Sang Power Forward Rakuzan berdiri di hadapannya yang terduduk lemas di lantai. Kuroko kembali mengingat one on one terakhirnya bersama orang itu beberapa saat yang lalu. Mengingat betapa jauhnya jangkauan antara dirinya dengan orang itu.
Kuroko tak sanggup berkata, isak tangis menguasai tubuhnya. Sedangkan Mayuzumi, ia menunduk, menyamakan posisi dengan Kuroko, dan menatapnya sendu.
"Akashi sering bercerita tentangmu. Ia berkata, aku sangat mirip denganmu. Aku menjadi penasaran seperti apakah Kuroko Tetsuya yang sering dibicarakannya. Pada akhirnya, jadilah aku yang seperti ini—kembali bermain basket."
Dahi Kuroko menyernyit. Ia sedikit tidak memahami perkataan itu. Mayuzumi hanya terdiam melihat air mata anak lelaki dihadapannya. Tanpa sadar, jari-jarinya menyeka jejak air dari pipi pucat itu.
"… Meskipun seperti ini jadinya, aku bersyukur kembali bermain basket. Dengan begitu, akhirnya, aku melihat seperti apa Kuroko Tetsuya dengan kedua mataku sendiri."
Mayuzumi Chihiro tersenyum tipis, terkesan dipaksakan. Ia bangkit berdiri dan menepuk kepala biru muda milik Kuroko dan mengusapnya sejenak.
"… Jangan putus asa, dan jangan berhenti. Jika tidak, bagaimana denganku? Lalu selamatkanlah Akashi. Sorot matanya memanggil namamu."
Punggung bernomor lima itu berjalan menjauh. Meninggalkan Kuroko yang terdiam mendengar perkataan terakhirnya. Senyuman penuh arti yang tak Kuroko mengerti, sungguh membekas dalam hatinya. Sayangnya, ia tidak mendengar kata-kata pilu yang terucap dari bibir pemuda itu. Kata-kata sesungguhnya yang selalu ingin diucapkannya.
"…Begitu pula aku, selalu memanggil namamu meskipun tak pernah bertemu."
Hanya dengan mendengar cerita, seseorang pun dapat menyimpan suatu perasaan mendalam. Itulah yang terjadi padanya.
.
.
Author : Shiori Kurotsu
Pairing(s) : Akashi Seijuuro X Kuroko Tetsuya
Genre(s) : Crime
"Matta Nee"
.
Remang berpedar di kegelapan malam. Sayup-sayup terdengar suara jeritan tertahan. Burung-burung gagak berkoak dengan lantang, membelah suara jeritan pilu itu. Jeritan tersebut disusul dengan beberapa jeritan dengan suara yang berbeda. Bisa dipastikan malam ini adalah malam yang tidak akan terlupakan.
Seorang pemuda yang bisa dibilang berpostur mungil tengah menatap pemandangan di depannya dengan senang dan bangga. Ia menyeringai senang.
"T-Tetsu...ya..."
Seorang pemuda lain yang memiliki surai kemerahan dan iris heterocrome menatap nyalang pemuda mungil di depannya yang memiliki surai aqua yang menenangkan. Sayangnya warna indah itu ternoda oleh bercak-bercak kemerahan.
Pemuda heterocrome yang biasanya menatap orang di sekitarnya dengan angkuh dan wibawa yang tinggi, kini berada dalam posisi terlentang dengan darah di sekujur tubuhnya. Luka-lukanya menganga mengerikan, namun ia masih bertahan hidup. Hanya ia yang dapat bertahan selama ini.
–setidaknya untuk saat ini.
"Akashi-kun, selamat tinggal. Tapi nanti kita akan ketemu lagi kok. Tenang saja ya."
Sedangkan pemuda bersurai aqua itu membalas dengan senyuman yang menawan. Wajahnya yang manis tertimpa cahaya bulan yang menambah pesona senyumnya.
–jika tidak berada di dalam situasi seperti ini.
Ia mengambil sebilah gunting merah besar yang biasa dibawa si pemuda heterocrome yang kini telah diselimuti darah. Sebilah gunting yang biasanya digunakan untuk mengancam anggota basket Teiko yang tidak mau berlatih seperti keinginan si pemuda heterocrome. Kali ini digunakan untuk menyakiti anggota-anggota itu.
–digunakan untuk membunuh mungkin lebih tepat.
Senyum itu semakin mengembang. Sedangkan gunting merah itu diangkat tinggi-tinggi, hingga terlihat mengkilat karena diterba cahaya bulan.
JLEB
Kali ini gunting merah itu menancap sempurna di dada si pemuda heterocrome, tepat di jantungnya. Darah memancar dengan deras dari luka yang tertusuk gunting.
"OHOK!"
Mulut pemuda heterocrome itu mengeluarakan darah segar. Ia terbatuk-batuk kesakitan sambil tetap menatap pemuda aqua itu nyalang. Ia tidak menyangka anggotanya yang terlihat paling bijak dan baik ternyata telah merencanakan ini sejak lama.
"Aku akan segera menyusulmu, Akashi-kun."
Sebelum nafasnya benar-benar habis, pemuda heterocrome itu berbisik pelan. Namun dalam keheningan malam, bisikan itu dapat terdengar dengan jelas.
"Selamat ulang tahun, T-Te...tsu... y-ya..."
.
.
Author : InfiKiss
Genre(s) : Drama
Pairing(s) : Ogiwara Shigehiro X Kuroko Tetsuya
"Nakama"
.
Karena seperti apapun, kami berdua tetaplah bersahabat. Apapun yang terjadi ikatan persahabatan ini tak akan pernah berubah.
.
"Ogiwara-kun," Suara Kuroko terpotong saat ia menatap air mata mengalir begitu deras dari sepasang manik oranye Ogiwara Shigehiro. Bibir Kuroko sontak bergetar, mulutnya terkatup, semua tenaganya yang tersisa hilang tak berbekas.
Tak ada kata maaf. Tak ada penyesalan—Ini sebuah pertandingan. Harus ada yang menang dan yang kalah. Dan mungkin itu adalah terakhir kali Kuroko mampu memandang obsidian jernih milik sahabatnya.
Bahkan di saat-saat tertentu pun sepasang sahabat bisa saja berhadapan sebagai musuh. Tak peduli sekuat apa ikatan persahabatan itu. Tak peduli sebanyak apa kenangan yang pernah keduanya jalin. Jika kau harus melawan sahabatmu sendiri, hanya ada dua pilihan yang akan kau temukan; menang, atau kalah. Dan diantara kedua jawabannya jelas tak ada pilihan untuk bertenggang rasa.
Namun setahun terlewati begitu saja dan kini keduanya harus berhadapan lagi—meski bukan sebagai musuh di atas lapangan. Tapi luka yang pernah ditorehkan toh ternyata belum sembuh sepenuhnya. Meski senyum ceria itu terpasang di wajah seorang Ogiwara sekalipun, hatinya masih terasa perih saat melihat Kuroko dihadapannya.
"Ogiwara-kun," Kuroko memanggilnya ragu.
Si rambut oranya mengangguk sekali. "Lama tak jumpa, Kuroko. Kau kelihatan sehat." sapanya senatural mungkin seraya berjalan mendekati pemuda berambut biru yang masih berdiri terpaku di depan pintu masuk Tokyo Metropolitan Gymnasium.
Kilatan di mata Ogiwara tak bisa membohongi Kuroko. Luka itu masih tersirat samar disana.
Kuroko menunduk, "Ogiwara-kun juga." Kentara jelas rasa cemas dari suara Kuroko.
Selama beberapa detik Ogiwara hanya memandangi kepala biru yang tetap menunduk dihadapannya.
Ogiwara tahu, Kuroko memang orang yang baik. Sahabat terbaik yang ia miliki. Meski wajahnya datar begitu, Kuroko sangat pengertian terhadap orang-orang disekelilingnya. Bukankah ia juga tengah berusaha menyadarkan semua anggota Kiseki no Sedai sekarang? Kuroko adalah pemuda berhati lembut. Karena itu rasanya tak mungkin Ogiwara marah terlalu lama kepada Kuroko. Lagipula yang membuatnya sakit hati kala itu adalah Teikou—bukan Kuroko. Melihat kini sahabatnya menundukkan kepala kepadanya karena perasaan bersalah, rasanya membuat Ogiwara semakin sedih saja.
Perlahan, ditepuknya puncak kepala Kuroko. "Jangan menunduk begitu, Kuroko."
Hati-hati Kuroko mengangkat wajahnya, mengunci sepasang manik oranye itu seksama.
"Kau tak perlu kelihatan ketakutan dan bersalah begitu kepadaku. Meski masih terasa menyakitkan, aku bukan lagi anak SMP naif yang mendendam karena kalah darimu." Kali ini Ogiwara mengacak rambut Kuroko. "Kita 'kan teman."
Satu kata yang membuat manik azure Kuroko mengerjap sekali. Senyum hangat Ogiwara membuat bibirnya perlahan ikut melengkung tipis. Kata-kata yang Ogiwara katakan membuat perasaan bersalah yang bercokol lama itu perlahan sirna.
"Berjuanglah," Ogiwara menepuk kepala Kuroko sekali lagi sembari berjalan meninggalkannya.
Kuroko mengangguk, meski ia tahu Ogiwara mungkin tak akan melihatnya.
.
Karena seperti apapun, kami berdua tetaplah bersahabat. Apapun yang terjadi ikatan persahabatan ini tak akan pernah berubah. Meski sekarang kami berpisah satu sama lain.
.
.
Author : Susu Soda Gembira
Genre(s) : Friendship
Pair(s) : Mayuzumi Chihiro X Kuroko Tetsuya
"The Same Talent Friend"
.
Kuroko Tetsuya membalik halaman buku yang ia baca gratis di sebuah toko buku. Ia biarkan saja orang-orang yang berlalu lintas di belakangnya. Toh mereka juga tidak akan menyadari keberadaannya. Kuroko tidak mempermasalahkan karena ia sendiri juga tidak begitu peduli. Yang penting baca, dan kalau ada buku yang menarik, ia akan beli.
Ia melirik ponsel, sudah pukul tujuh malam. Satu jam lagi toko buku favoritnya akan tutup. Tak mau membuang waktu, Kuroko merogoh dompet dan melihat isinya.
Enam ratus yen. Jumlah segitu hanya bisa untuk naik kereta dua kali. Itu pun kalau ia tidak jajan vanilla shake di Maji Burger. Biasanya setelah ke toko buku untuk baca gratis, Kuroko akan pergi ke sana.
Perut Kuroko lapar, dan ia menimbang-nimbang. Membeli novel atau membeli vanilla shake. Ia harus memilih salah satu kalau tidak mau pulang jalan kaki.
"Kalau begitu aku akan beli vanilla shake saja, perutku lapar," gumam Kuroko setelah berpikir. Ia keluar dari toko buku tanpa ada seorang pun yang menyadari—
"Ah, tunggu sebentar!"
—atau tidak.
Kuroko menoleh, dan mendapati seorang pemuda berambut abu berlari kecil ke arahnya. Tumben, biasanya walaupun ia lewat di depan seseorang, orang tersebut bahkan tidak akan menyadari kehadirannya. "Mayuzumi-senpai..."
Mayuzumi Chihiro —seorang pemain reguler tim Rakuzan yang Kuroko dan timnya kalahkan di Winter Cup tahun lalu— menyodorkan sebuah novel tepat di hadapan Kuroko.
Mata biru itu mengerjap sebentar, menyadari bahwa novel ini adalah yang sedari tadi ia timbang untuk dibeli.
"Untukmu," wajah Mayuzumi tidak berubah. Saat tangan Kuroko mengambil novelnya, ia tersenyum sejenak. "Selamat ulang tahun," lalu ia berbalik dan pergi dengan cepat meninggalkan Kuroko yang masih menatapnya datar.
Tak lama, wajah itu tersenyum. "Doumo."
—yah, mungkin karena hanya mereka yang saling menyadari keberadaan satu sama lain tanpa harus dikejutkan terlebih dahulu.
Lima belas detik kemudian, ponselnya bergetar. Dengan terburu-buru Kuroko merogoh benda tersebut dan menemukan sebuah pesan dari nomor yang tak ia kenali.
'From: 08xxxxxxxxx
Subject: Kuroko
Kuroko Tetsuya, karena aku dan kau sama-sama pengguna misdirection, kupikir kita bisa jadi teman baik. Bu-bukan maksudnya aku ingin jadi teman baikmu, aku hanya ingin tahu rasanya punya teman dengan kemampuan yang sama!'
—hanya perasaannya saja atau senpai-nya dari SMA Rakuzan ini sedikit mirip Midorima?
.
.
Author : Light of Leviathan
Genre(s) : Spiritual/Angst
Pairing(s) : Himuro TatsuyaXKuroko Tetsuya
"Remembrance"
.
Jalinan kehidupan yang tidak terprediksi, rantai reinkarnasi tiada henti, cinta tak juga mati. Adakah satu kehidupan di mana kita bisa hidup bahagia bersama?
—pertanyaan dari masa ke masa yang menyerpih asa.
Kuroko Tetsuya. 31 Januari—lahirnya. Usia tujuh belas tahun—matinya.
Tetsuya menelusuri trotoar di tepi rekonstruksi gedung tinggi, mengiringi teman-temannya yang berkonversasi tentang selebrasi ulang tahunnya. Presensi teramat tipis menyebabkannya tertinggal.
"AWAAS!"
Ya Tuhan, sekali ini saja, kumohon berikan aku kekuatan untuk menyelamatkannya—
—Himuro Tatsuya berlari.
Katrol pengangkut beton di rekonstruksi gedung itu rusak. Talinya terputus, jatuh bebas dinavigasi bumi.
Semua pekerja menyaksikan diterror pilu tatkala satu pilar beton jatuh keluar dari kawasan rekonstruksi. Tiada orang menyadari beton itu hampir meremukkan individu.
Tetsuya mendongak, bayangan yang jatuh mengusiknya dari vanilla shake yang disesapnya, sebuah tangan menariknya dari cengkeram kematian. Takdir urung puas, beton itu hancur menghantam trotoar di jalan raya—mengacaukan lalu lintas, puing-puingnya menghambur ke seluruh penjuru memicu ragam polusi.
Tetsuya tahu seseorang menariknya, melindungi dari hunjaman debu dan batu-batu.
Klakson.
Dunia membenci keduanya.
Mobil yang menghindar dari serakan beton kehilangan kendali, keluar dari jalur tepat ke trotoar tempat Tetsuya berada. Mobil itu menabrak pagar pembatas kawasan rekonstruksi. Derak besi berbunyi nyaring, klakson setiap kendaraan di jalan raya melengking, sekerjap semua bising.
Pemuda bersurai biru langit itu merasakan tubuhnya ditarik menjauh, didekap, keduanya menggelinding berlandaskan kerikil beraroma hangus aspal. Manik langit bertemu mata malam. Perasaan merindu familiar membasuh hatinya. Penyelamat hidupnya itu merengkuhnya lemah.
Bibir yang tinggal sedepa dari bibirnya—romannya meremang, berbisik letih, "Kau baik-baik saja?"
Tetsuya mengangguk.
Protektornya mendesah. Memanjatkan syukur pada-Nya. Setelah begitu banyak reinkarnasi yang tidak terhitung lagi, Tatsuya berhasil menyelamatkan Tetsuya dari dunia yang membenci mereka. Mencium lembut helai biru halus, perlahan, sarat kerinduan.
Tatsuya bangkit. Meraih tangan yang dulu selalu bertaut dengan jemarinya—membantu Kuroko untuk bangun. Dilihatnya seraut wajah tak paham dan mata biru brilian yang merefleksi dirinya.
"Kau terluka," lirih Tetsuya.
Tatsuya terkejut ketika ibujari berkapalan halus mengelus luka di pipinya. Penjelajah waktu ini bersandar, luluh pada kehangatan yang tidak pernah berubah sepanjang masa. Mereka bersitatap.
Ada banyak hal yang ingin diungkapkan Tatsuya pada Tetsuya.
Apakah kau tahu rasaku?
Mampukah kau lihat luka di hatiku?
Mungkinkah kau cecap pedih?
Maukah kau merindukanku?
Namun—
"KUROKO!"
Tatsuya menepis tangan Tetsuya. "Teman-temanmu khawatir padamu." Dia beranjak, senyum palsunya menginisiasi binar duka dalam mata.
Tentu saja Tetsuya tidak pernah ingat. Selalu begitu.
"Tunggu—!" Tetsuya lekas dikerubungi teman-temannya yang cemas, memeriksa kondisinya. Tapi, penyelamatnya—
"Selamat ulang tahun, Tetsuya."
Bagaimana bisa dia tahu?
—pergi. Siluetnya melebur ketika senja menyendu. Tetsuya mencelos kehilangan.
Tatsuya tertatih menyusuri jalan. Bersyukur tak terhingga pada Tuhan yang menganugerahkan secarik kesempatan untuknya menyelamatkan Tetsuya. Dipendamnya selarik afeksi untuk Tetsuya.
Rantai reinkarnasi berkesinambungan tak terhitung. Asal Tetsuya yang selalu membayang hati Tatsuya di setiap masa dengan seluruh guliran konstan waktu dapat hidup bahagia. Tidak perlu bahagia bersama dirinya. Biar Tatsuya saja yang dibayangi akan sang bayangan.
Sesederhana itu.
Akhirnya Tatsuya mengerti keadilan Yang Maha Pengasih.
Sekali ini saja, kepalsuan luruh. Senyum getir membayang.
Namun—adakah kau ingat aku, Tetsuya?
.
.
A/N : Hoho, chotto matte ne, belum selesai kok. Klik 'next' untuk drabble-drabble selanjutnya *wink* ^o^
