CPR
Disclaimer : J.K Rowling
Warning : DLDR, pelampiasan dunia nyata, fict yang aneh bin abal, kesamaan cerita bukan unsur yang disengaja, typo(s), jelek, dan sangat tidak mengesankan.
Happy Reading
Jika ada seseorang yang bertanya siapa aku, aku tidak akan menjawabnya. Dalam kondisi apapun aku hanya akan membisu, puasa bicara kata orang. Hanya saja sulit jika diriku mencoba kembali membaur dengan keadaan. Aku tahu bahwa aku adalah anak baru, yang kebanyakan bakalan di bully karena hal-hal yang sepele. Tapi percayalah padaku, seorang Granger –kata ibuku– tidak akan mengikuti kata orang-orang. Granger mempunyai pendirian yang sangat kuat.
Semasa aku hidup ini, aku hanyalah anak normal, yang kenormalannya kata orang-orang berlebihan. Entah apa maksudnya mereka mengatakan itu padaku, tapi kedengarannya itu bagus. Aku menyukai hal-hal yang menurutku menarik, pastinya. Aku sangat suka belajar. Membaca, menulis, mendengarkan, dan berenang. Aku rasa yang terakhir itu adalah pelajaran olahraga yang aku bisa, satu-satunya yang aku bisa. Jadi ku anggap aku menyukainya.
Menurutku membaca adalah satu-satunya hal yang paling mengagumkan di dunia ini ketimbang harus bersosialisasi. Aku tak pernah pandai dalam bergaul. Jadi yah.. kau bisa tahu kan. Terlalu seimbang jika dalam hidupku ini tidak ada sama sekali masalah yang membuatku benar-benar pening. Dan aku mulai mengubah kenormalan yang kata orang melebihi ambang batas itu dengan cara mengisi waktu luangku di klub sekolah. Jika aku masih dengan sikapku yang 'mana peduli' dengan orang-orang, aku bakalan di jauhi habis-habisan karena pendirianku itu. Jadi apa salahnya mencoba tersenyum kepada semua orang. Toh aku tak rugi banyak soal itu.
Klub. Banyak sekali. Dan sampai sekarang aku tak tahu harus fokus kemana. Ada klub keranjang, klub dekorasi, klub kesehatan, klub aktivis membaca, klub menulis, dan klub musikal dan yang baru, klub berenang. Dan sampai sekarang aku hanya bisa memikat satu teman. Namanya Lovegood. Luna Lovegood. Setiap kami bersama aku selalu bisa mendengar bahwa, kata gadis berambut pendek yang tak kuketahui namanya itu kami sama-sama gila dan tidak normal. Tapi Luna menganggap semua itu hanyalah guyonan belaka. Tapi aku tahu perkataannya memang berniat menyakiti kami berdua. Dan ternyata yang terpengaruh hanyalah aku.
Aku dan Luna banyak menghabiskan waktu istirahat kami di perpustakaan. Membaca demi mendapat pengetahuan baru tentang apapun. Aku sangat yakin bahwa semua hal yang kami peroleh dari buku bakalan bermanfaat di kehidupan, dan Luna memang benar-benar sama persis dengan diriku.
Aku berjalan menyusuri koridor sekolah sambil membawa beberapa buku untuk klub kesehatan hari ini. Luna tak mengikuti klub ini, jadi aku berjalan sendirian. Yang biasa ku lakukan di klub hanyalah mendengarkan para senior-senior membimbing kami dan mengatakan beberapa patah komentar jika mood-ku dalam keadaan baik. Senior biasanya menerangkan beberapa kebiasaan tidak sehat di sekolah yang banyak di lakukan anak SMA sekarang ini, bagaimana cara menanggulanginya, atau mengadakan seminar ke kelas-kelas. Sebenarnya, jadwal hari ini, kami mempersiapkan beberapa makanan sehat untuk warga sekolah buat besok. Kata ketua klub, ideku bagus mengenai makanan tanpa lemak atau makanan sampah yang biasa warga sekolah makan di ganti dengan beberapa camilan sehat dan nuget dari sayur. Dan aku yakin banyak yang akan menyukainya.
Tapi rencana tak akan berhasil jika hanya anggota klub kesehatan saja yang membuat. Mengingat hanya ada dua belas orang, dan kami harus membuat untuk delapan ratus warga sekolah. Dan seperti yang sudah kuduga, sebelum aku memikirkan bahwa banyak yang akan menyukainya, Penelope Clearwater –ketua klub– bilang bahwa acara makan sehat ini bakal di ganti dengan membuat beberapa poster yang akan di pasang di kantin sekolah, mengenai makan sehat, lalu meminta dana pada kepala sekolah untuk membuat makanan sehat di bantu dengan beberapa anak klub memasak.
Jadi intinya selama aku berjalan di koridor ini, aku memikirkan beberapa ide yang pantas untuk poster kami.
Aku masuk ke dalan ruangan itu tanpa mengetuk pintu. Dan aku sudah menemukan ketua klub kami menata beberapa dokumen di meja tengah.
"Hai," katanya menyapaku.
"Hallo," balasku agak tak enak karena aku tiba-tiba nyelonong.
"Em.. Hermione, tidak ada yang memberimu informasi ya?" katanya sambil menaikan alisnya yang berminyak.
"Info apa?" tanyaku bingung.
"Owh.." Penelope terdiam sejenak. "di kelasmu hanya kau ya, yang ikut klub ini?"
"Iya, memangnya kenapa?"
"Aku minta maaf ya, hari ini klub kuliburkan." Ia menggigit bibir atasnya. Aku tahu itu kebiasaan yang jelek untuk seorang gadis.
"Apa? Bagaimana dengan posternya? bagaiman rencana tentang makanan sehatnya? bagaimana dengan ideku?" banyak sekali petanyaan yang ingin kulontarkan tapi gadis di depanku ini malah membelalakkan matanya sambil mengerucutkan bibirnya seperti sedang mengatakan 'apalagi ha? Sudah terima saja, banyak omong sekali sih..' yang menakutkan.
"Kau tahu, proposal yang kuberikan kepada kepala sekolah yang aduhai itu, di tolak mentah-mentah." Katannya sok sarkatis. "Entah mengapa dia lagi mabuk atau bagaimana baru kali ini dia menolak rencana bagus kita."
Aku hanya terdiam mendengarkan penjelasannya. "Jadi?"
"Jadi ya ditutup, nggak ada lagi yang bakal mengungkit-ngungkit ini. Kita anggap ini tak pernah ada, kita pikirkan tentang metode-metode kesehatan saja, oke? Kau boleh pulang."
"Posternya?..." aku tercekat sejenak. "memang kepala sekolah kenapa sih, kau tidak mendesaknya?"
"Dana mengalir dari persetujuannya. Jika dia tidak setuju, semuanya hancur. Aku mendesaknya sampai kepala sekolah benar-benar marah padaku, dan entah mengapa aku melontarkan kata-kata 'tua bangka tak tahu diri'. Aku sangat bodoh. Jangan bilang siapa-siapa, hanya kau yang tahu loh." Dia memegangi kepalanya dengan kedua tangan yang sikunya bertumpu di meja. Sambil memukul-mukul kepalanya akhirnya dia berkata kembali. "Aku tidak akan di dengarkan lagi olehnya, dan mungkin aku akan di keluarkan karena tidak sopan. Apa yang harus kulakukan.."
Aku bingung apa yang harus kukatakan padanya. Aku tidak pandai dalam memberikan nasihat yang baik. Jadi aku memilih untuk diam. Lalu aku membuka mulutku.
"Baiklah, aku boleh pulang sekarang?" kataku dengan mengakat sudut kiri bibirku.
"Pulanglah. Eh tapi jangan lupa cari metode yang cocok buat kita pelajari hari Rabu esok ya?"
Aku hanya mengangguk dan berbalik meninggalkan ruangan itu. Aku masih bingung apa yang harus kulakukan dengan klub di mana aku sangat di terima dan di pedulikan. Klub kesehatan tanpa Penelope akan jadi apa nantinya. Aku tidak mungkin jadi ketua. Yang benar saja.
Aku berjalan menuju gerbang utama sekolah. Melewati koridor-koridor kelas dan berjalan dengan santai. Sampai aku ada di depan ruang perpustakaan. Aku menengok jam tanganku. Masih jam tiga. Baiklah aku memutuskan untuk masuk terlebih dahulu. Aku masuk hanya untuk mencari buku referensi kesehatan yang Penelope bilang. Aku tidak akan menghabiskan waktuku sampai malam di sekolah. Oke.
Di bagian kesehatan, aku melihat berbagai macam buku pengobatan. Bagaimana Cara Meminimalisir Berat Badan, Diet yang Benar, Remaja Butuh Bernapas, Jantung Pusat Tubuh Kita, Herbal Berkhasiat, dan masih banyak lagi. Aku mencari buku yang tepat untuk kami diskusikan, tetapi aku tidak mungkin mengambil masalah yang berurusan dengan diet, mengingat aku tidak bisa berhenti makan coklat dan camilan makanan ringan. Aku juga tidak akan mengambil buku tentang masalah remaja, karena teman-teman klubku –Hannah contohnya– adalah anak yang bermasalah karena dia si tukang mencuri alias klepto, dan aku tak akan bisa menyembuhkannya. Psikologi, tidak terimakasih. Sampai aku menemukan buku dengan cover merah bertuliskan 'CPR : Pertolongan Pertama yang Mujarab bagi yang Pingsan'. Aku benar-benar sudah gila. Tapi aku mengambilnya juga.
Padahal aku hanya melihat-lihat dan membaca sebentar tapi ini sudah jam lima sore. Aku harus pulang. Aku meminjam buku tersebut dari si petugas perpustakaan yang aku tak menyadarinya bahwa dia akan menutup ruangan ini sebentar lagi. Tapi akhirnya boleh juga.
Setelah itu aku berjalan gontai ke arah halte bus di mana aku selalu menunggu-nya di sana. Maksudku bus, bukan seseorang. Jadi ketika aku menunggu bus dan langsung mendapatkannya, aku bertemu dengan seorang gadis yang sangat familier dari belakang. Aku mendekatinya tanpa mengatakan sesuatu. Lebih dekat. Sampai aku mendengar suaranya. Aku begitu mengenal suaranya lalu gadis itu menoleh.
"Hei.." kata Luna menyapaku.
"Hai, kau mau kemana?" tanyaku tanpa basi-basi.
"Mau kerumahmu." Luna diam sejenak. "Ku telfon tidak di angkat, jadi aku hanya mengirimimu pesan suara dan pesan singkat. Kau tak buka ponselmu ya?"
"Maaf. Jadi ada apa?"
"Hanya ingin memastikan bahwa aku ingin minta maaf padamu tak memberi info sola klub-mu dan Penelope."
"Tak apa, aku sudah tau. Dan aku memang selalu di lupakan."
"Oh maafkan aku,"
"Oke, oke. Cuma itu?"
"Tidak." Pandangan Luna tepat ke arah buku yang ku dapat dari perpustakaan tadi, Ia mengangkat- angkat alisnya yang pirang itu ke atas dan ke bawah sambil tersenyum yang mengisyaratkan 'apa tuh, boleh ku ambil?' dengan sok.
"Jadi kerumahku kan?"
Kami mengangguk bersama seperti biasa ketika kami memiliki satu pemikiran yang sama. Di lanjutkan dengan tertawa tanpa suara.
Sesampainya di rumahku, aku biasa menerima ocehan ibuku seperti 'hai kutu buku, pulang telat lagi ya?' dan 'gosok badanmu,' atau yang lainnya.
"Oh.. Hermione, terlalu sibuk bukan berarti kau harus menghabiskan waktumu di sekolah terus-menerus. Biarkanlah otakmu sesekali diam sayang, longgarkan celanamu, dan nikmati waktu santaimu," Ibuku diam sejenak melihat ada seseorang disampingku. "Hai, Ms. Lovegood, ayo masuklah, oh.. akan kubuatkan coklat panas untukmu, dan tentu saja kau."
"Terimakasih Mrs. Granger," Luna tersenyum dan kami berdua langsung menuju kamarku.
Luna duduk di kursi belajarku dan aku langsung merebahkan tubuhku di ranjang. Aku tak tahu hari ini benar-benar melelahkan. Padahal aku tak merasa kelelahan sama sekali pada saat aku berjalan atau melakukan aktivitas tadi. Tapi setelah aku diam entah mengapa aku jadi merasa sangat lelah dan tubuhku terasa panas.
"Jadi, buku baru nih?" Luna memainkan beberapa gantungan kunci lemari.
"Tadi, aku menemukannya di Perpustakaan. Untuk referensi klub kesehatanku, Penelope yang menyuruh."
"Owh.." Luna terdiam sejenak sambil mengambil buku itu di samping tasku. "CPR? Apa kau yakin? Ini bakalan di tertawakan. Kau tahu dulu ketika aku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, ada seorang anak yang di ketawai karena mencium orang pingsan di lapangan sekolah. Dia hampir menangis karena semua orang mengetawai dia, aku masih bisa membayangkan matanya yang berkaca-kaca padahal lima menit lalu dia bilang 'Oke, ini waktuku' kemudian 'Itu pertolongan pertama, hanya karena tersedak bukan berarti dia baik-baik saja, dia sampai pingsan.' Ya aku tahu itu sedikit mengerikan tapi itu benar-benar keren."
"Masa sih, menurutku itu ide bagus."
"Ya, menurutmu dan menurutku, tapi bukan menurut orang-orang. Sepertinya benar bahwa itu tak terlalu berguna, karena mereka bisa, ya kau tahu.. 911,"
"Ini proyek bagus, kita bisa menolong seseorang pada saat darurat tanpa harus memanggil 911."
"Oke, aku setuju denganmu."
Memang sih, tak seperti yang kukira sebelumnya. Meski gadis pirang ini tak ikut dalam klub kesehatan, dia benar-benar antusias.
"Renggangkan celananya?" Luna menarik satu alisnya keatas. "Kau yakin, menarik ikat pinggang seseorang dan menariknya agak kebawah, yang benar saja,"
Aku tertawa sambil menjulurkan lidahku dengan ekspresi jijik. Sedetik kemudian Luna menatapku dan aku balik menatapnya. Serentak kami menggeleng bersama.
Beberapa waktu kemudian, aku tak yakin menit atau jam, aku terlalu mengantuk untuk melakukan semua ini. Dan Luna sudah mulai menguap di sampingku.
"Kau ada rencana untuk tidur di rumahku?"
"Tidak, aku harus pulang. Ayahku kau tau, bla-bla-bla.. ugh itu benar-benar membosankan."
"Baiklah, sampai ketemu besok di sekolah."
Aku mencoba untuk tidak lagi memikirkan urusan-urusan yang membuatku sebentar lagi mati. Aku capai sekali. Entahlah. Mataku ingin sekali terpejam, tapi otakku menolak mentah-mentah.
Oke. Aku ingin mandi. Aku mengambil handuk mandiku dan berjalan menuju kamar mandi. melepas bajuku, dan masuk kedalam bak mandi air hangat. Cukup menenangkan badanku. Benar sekali, aku benar-benar menyukai wangi sabun mandiku. Aku tak tahu sebenarnya wangi apa ini, susu? krim? bunga? entahlah. Mengingat bukan aku yang membelinya, wanita yang selalu mengocehiku kerana pulang telat yang menyiapkannya –hai bu.
Selesai mandi aku memakai piyamaku dan bersiap untuk tidur. Tapi aku belum menyelesaikan pekerjaan rumahku, jadi aku memutuskan untuk duduk, menghidupkan lampu dudukku, dan mulai bekerja. Lagi. Aku sulit tidak memikirkan tentang buku yang kupinjam tadi sore, bagaimana mungkin tidak. Meskipun aku mencoba untuk tidak tertarik sama sekali, semakin otakku menahan semakin aku penasaran. Sial.
Jam menunjukkan pukul 10 malam, tapi aku tak tahu mengapa mataku yang tadinya sulit sekali diajak kompromi dan memaksaku untuk terpejam sekarang malah menginginkanku bekerja lagi. Aku tidak mengantuk. Ini benar-benar bahaya. Mau seberapa besar lagi lingkaran mata yang kupunya.
Selesai mengerjakan pekerjaan rumahku, aku membaca buku setebal tiga ratus halaman itu semalaman. Aku mulai memahami teknik-teknik dasar untuk pemula yang belum bersertifikat. Karena buku itu dilengkapi gambar, jadi aku mengerti posisi yang sesuai.
'Yang pertama periksa korban, apakah ia sadar atau tidak dengan menepuk dan mengguncang-guncang bahunya.' Cukup dimengerti. 'Yang kedua berikan kejutan jantung menggunakan telapak tangan selama satu menit jika ia memang benar-benar sulit disadarkan.' Sangat dimengerti. 'Yang ketiga arahkan dan dongakkan korban untuk mengecek apakah ada udara yang keluar dari mulut, jika tidak berhasil lakukan napas buatan, dan memanggil petugas paramedis 911, setelah itu ulangi lagi pernapasan buatan sebanyak dua kali dan tekanan 30 kali. Hal ini dilakukan selama 2 menit.'
Jadi begitu. Entah sampai kapan aku akan terus mengharapkan hal-hal yang heroik yang bakalan kulakukan. Tapi aku benar-benar butuh sertifikat untuk dapat melakukannya.
Aku menengok jam. 2 pagi ya, aku belum tidur. Masa bodoh. Aku akan meminta persetujuan Bu Pomfrey, untuk mendapatkan pelatihan bersama teman-teman klubku tentunya.
Dan aku tidak sadar aku tidur di meja belajarku.
Paginya, ibuku tiba-tiba masuk kamarku tanpa kuketahui dan mengguncang tubuhku untuk bangun. Aku menyadiranya bahwa aku bakalan telat hari ini. Dan ternyata benar. Aku ketinggalan bis, dan aku harus menunggu bis selanjutnya. Sial. Sampai sekolah, aku lupa membawa ponselku. Bagus.
Berita buruknya, aku melupakan ponsel dan seragam berenangku. Berita bagusnya aku bertemu dengan Bu Pomfrey. Aku mengatakan semuanya. Karena aku tahu ia bakalan setuju dan mengirimkan kami, aku benar-benar senang. Sebab ia adalah kandidat pembentuk asosiasi kesehatan di sekolah kami dan pembina UKS.
Dia benar-benar senang akhirnya ada yang peduli dengan kesehatan di sekolah. Jadi dia memperbolehkan kami ikut pelatihan. Tapi orangnya di batasi. Karena aku yakin kepala sekolah tidak akan percaya lagi dengan klub kesehatan sebab Penelope. Aku menghargai keputusan Bu Pomfrey. Ia bilang akan mendaftarkan tiga orang untuk pelatihan.
Sampai di kelas aku dikroyok Luna.
"Kau tidak boleh ketahuan tim OSIS." Katanya ketus.
"Ha?" Aku benar-benar bingung dan aku tidak tahu apa yang dikatakannya.
"Lihat dirimu, kenapa dengan matamu? Dasar mata panda. Apa yang kau lakukan? Setidaknya kau terlalu cantik jika kau mau berdandan sedikit."
"Kau ini kenapa sih? Ada apa dengan OSIS? Jangan pedulikan mataku."
"Ini benar-benar buruk, duduklah sebentar,"
"Tidak tidak, aku tidak akan duduk, katakan padaku apa yang terjadi!"
"Anggota-anggota OSIS mencari anggota klub kesehatan untuk diwawancarai. Kau tahu kepala sekolah, beritanya sudah menyebar. Tapi tidak ada yang tahu sebenarnya, hanya desas-desus bilang itu salah anggota klub kesehatan. Aku juga tidak tahu apa, kepala sekolah tidak masuk hari ini, dan jika kau kena, dan diwawancarai, kau akan masuk majalah sekolah. Sebenarnya ada apa sih?" Jelas Luna. Aku benar-benar kaget. Aku tidak akan memberi tahu Luna karena Penelope bilang kepala sekolah tua bangka tak tahu diri. Hanya aku yang tahu. Jadi sekarang dimana Penelope?
"Aku tidak tahu." Aku membual. "Um.. memangnya kenapa harus klub kesehatan sih?"
"Kan sebenarnya yang harusnya tahu kan dirimu, aku tidak ikut klub itu kok."
"Sungguh? Eh maksudku ya benar uh tidak," Kenapa nih aku "Pelajaran apa sekarang?"
"Kalkulus. Kau aneh," celetuk Luna.
Setelah semua pembicaraanku dengan Luna kupikir ini akan tambah memberatkan pikiranku. Hari ini klub berenang, dan aku tak membawa baju renang.
Aku berjalan untuk menyembunyikan diriku dari anggota OSIS. Jadi aku menuju kebelakang sekolah. Brengsek. Banyak sekali masalah sih?
Dan aku terkejut ketika melihat Katie Bell –salah satu anggota OSIS– mengejarku. Aku berlari untuk menghindar darinya. Meskipun aku yakin aku bakalan tertangkap karena langkah berlari Katie lebih lebar dari diriku. Aku berlari sekencang mungkin karena aku akhirnya bisa mendengarnya meneriakkan namaku. Sampai akhirnya ada seseorang yang melingkarkan dan menarik pinggulku. Aku terkejut setengah mati karena kupikir hantu. Aku sudah terlentang di lantai kelas klub mading yang gelap dan dingin. Tangan kananku ada yang mengunci. Dan mulutku dibungkam dengan tangan yang satunya. Aku melihatnya dengan samar-samar. Ternyata memang seseorang, bukan hantu.
"Mmhh.. mengganggu, jangan berisik. Kuperkosa kau nanti." Katanya dingin.
Aku mengangguk ketakutan setengah mati. Siapa ini, aku bahkan hanya melihat wajahnya samar-samar. Dia melepaskan tangannya dariku dan aku pun terduduk di depannya. Aku hanya memandanginya takut.
"Ngapain kau lari-lari? Lari di koridor sekolah dilarang." Ujarnya lagi.
Aku masih terdiam dengan mata terbelalak dan rasa takut ekstra yang menggelantungi diriku.
"Hei, kau bisa bicara kan?"
Wajahnya kali ini tampak jelas karena sinar matahari yang masuk melalui celah jendela yang tak tertutupi gorden. Aku mengangguk dan membuka mulutku. "Si-siapa ee siapa kau?"
"Kau tidak tahu siapa aku?" Jawabnya.
"Memangnya kau juga tahu siapa aku?" balasku.
"Tidak."
"Ya udah, kita sama,"
Dia menatapku tajam. Sampai membuatku takut melihat matanya lagi. Kusadari matanya indah kelabu.
"Kau menyebalkan sekali." Katanya.
Kuberanikan diri untuk melihatnya. Posisi kami masih sama, duduk dilantai berhadap-hadapan.
"Aku Malfoy."
BERSAMBUNG
A/N : Terimakasih sudah mau mengunjungi fict saya, sudah lama nggak update ya, rasanya akun sudah berdebu. Oke, ditunggu review-annya ya, setidaknya beri jejak xD . Kritik dan saran sangat di inginkan disini, sebelumnya terimaksih..
Shaphire Avox
