Gelap. Hanya terdapat cahaya bulan remang-remang yang menerangi lorong-lorong gang sempit tersebut. Malam sudah sangat larut dan suasana sudah sangat sunyi, hanya terdengar suara hembusan angin yang mengalun lembut mengisi keheningan malam.

Srekk...

Drap... drap... drap...

Namun, suasana sunyi tersebut terusik oleh sebuah suara langkah kaki. Seseorang tengah berlari melintasi lorong-lorong sempit nan gelap ini. Siluet seseorang yang sepertinya laki-laki itu semakin mempercepat larinya seolah ingin segera keluar dari kegelapan yang terasa menyiksanya.

Ia terus berlari dan berlari hingga akhirnya ia dapat melihat secercah cahaya diujung sana. Ia tersenyum, berharap dapat segera keluar dari sini. Dari dalam kegelapan. Cahaya itu semakin membesar dan semakin dekat seiring ia yang semakin mempercepat laju larinya.

Drap... drap... drap...

Bruk...

Tubuhnya terjatuh membentur aspal jalan yang dingin. Berhasil. Ia berhasil keluar dari lorong sempit nan gelap itu. Ia mengedarkan pandangannya dan mendapati dirinya yang kini berada di tengah kota, kota yang disinari oleh lampu-lampu jalan yang berpijar. Keadaan sekelilingnya tidak gelap lagi sekarang.

Tapi, bukannya senang ia justru menunduk sedih.

Ya, tubuhnya memang tidak berada di kegelapan lagi sekarang.

Namun...

Tidak bagi hatinya. Hatinya masih diselimuti oleh oleh kegelapan pekat... kegelapan yang merindukan datang sebuah cahaya baru dalam hidupnya yang telah lama tenggelam ditelan kegelapan.

.

.

.

.

Disclaimer: DEATH NOTE by Tsugumi Ohba and Takeshi Obata

Rate: M

Genre: Crime, Friendship, Romance

Summary: Gelap. Dimana-mana gelap. Kegelapan pekat yang sangat menyiksa. Tolong... tolong selamatkan aku dari dalam kegelapan ini...

Warning: AU, OOC, typo, EYD berantakan, no bashing chara, genderswitch, M for gore, bloody scene.

.

.

.

.

.

.

'Mind'

"Talk"

.

.

.

.

Don't like, don't read

.

.

.

.

Happy reading

.

.

.

.

.

Save Me From the Dark

.

.

Chapter 1: Dark

.

.

.

.

.

"Kumohon, jangan bunuh dia," ucap seorang pria dengan pandangan memohon ke arah seseorang berjubah hitam yang berdiri tak jauh darinya.

Pria berjubah hitam itu tak merespon ia tetap menodongkan revolver miliknya tepat dihadapan seorang gadis cilik yang tengah meringkuk ketakutan disamping tubuh seorang wanita paruh baya yang telah terbujur kaku bersimbah darah.

"Kumohon tuan, jangan bunuh dia, kalau mau bunuh saja ak..."

DOR...

Belum sempat si pria menyelesaikan ucapannya, sebuah peluru telah bersarang di kepala si gadis cilik, membuatnya tubuhnya terjatuh menghantam lantai dan menghembuskan napas terakhirnya. Si pria hanya dapat membeku diposisinya melihat tubuh putrinya yang telah terbujur kaku.

"Sekarang giliranmu." Sebuah suara dingin memasuki indera pandengarannya.

Si pria mengalihkan pandagannya pada sosok berjubah hitam yang tengah melangkah ke arahnya tersebut dengan pandangan ketakutan, dan kini tubuhnya gemetar saat dirasakannya ujung pistol itu telah menyentuh dahinya.

Selesai sudah, semua anggota keluarganya telah dihabisi dan sekarang gilirannya. Ia akan mati disini. Tapi setidaknya ia senang, ia dapat bertemu kembali dengan keluarganya yang telah pergi terlebih dahulu.

"Ada kata-kata terakhir?" suara dingin itu kembali mengalun memecah suasana mencekam dirumah besar tersebut.

"Ya, terima kasih," sahut si pria.

"Huh? Apa maksudmu?"

"Terima kasih karena telah membuatku bisa berkumpul kembali dengan keluargaku..."

Si sosok berjubah terdiam, ia semakin mengeratkan pegangannya pada pelatuk pistol.

"... setidaknya, walaupun kami tidak dapat melihat indahnya dunia lagi, tetapi kami masih bisa berkumpul bersama... sebagai sebuah keluarga. Jadi, terima kasih tuan."

Sebelum pistol tersebut memuntahkan timah panasnya, si pria mengangkat kepalannya berusaha melihat sosok berjubah yang akan mengambil nyawanya tersebut. Namun tak bisa, jubah hitam itu sempurna menutupi wajahnya. Hanya satu hal yang dapat dilihatnya sebelum sebutir peluru tersebut bersarang dikepalanya dan memutus detak jantungnya selamanya.

DORR...

.

Mata itu. Mata sewarna lautan yang dingin dan diselimuti kegelapan.

Namun... ada yang lain selain itu... entah apa...

.

.

Lagi dan lagi

Aku kembali mengotori tanganku

Mengotorinya dengan... darah...

.

.

Drap... drap... drap...

Suara langkah kaki yang tengah berlari kembali memecah kesunyian malam. Ia kembali berlari melewati lorong-lorong sempit nan gelap ini. Selalu dan selalu begini. Ia hanya bisa berlari tapi tak pernah bisa sampai. Ia lelah dan ia ingin keluar dari kegelapan pekat yang seolah menelannya ini. Benar-benar keluar seutuhnya, tubuh dan... jiwanya.

Drap... drap... tap.

Ia menghentikan langkahnya dan menyandarkan tubuhnya yang telah lelah di dinding. Ia menunduk dan menatap tangannya. Tangannya yang sudah membunuh banyak orang... tangannya yang selalu berlumuran darah...

Ia menggeram dan memukulkan tangannya ke dinding dengan keras, membuat sebuah luka baru disana dengan likuid kemerahan yang menghiasinya. Ia teringat dengan perkataan terakhir pria yang baru saja ia bunuh. Pria yang mengucapkan terima kasih kepadanya, kepada orang yang akan mengambil nyawanya dengan alasan sederhana namun dapat membuat perasaannya menjadi kacau balau, yaitu si pria hanya ingin selalu bersama dengan keluarganya... keluarganya yang sudah pergi lebih dulu.

Sosok berjubah itu membuka tudung jubah yang sedari tadi menutupi kepalanya, memperlihatkan helai-helai rambutnya yang berwarna keemasan. Ia menengadah, menatap langit dari celah-celah lorong sempit.

Lalu bagaimana dengan keluargaku, apa mereka bahagia disana?

Sosok itu tersenyum tipis, setidaknya ia masih bisa melihat bintang yang bersinar malam ini. Bintang yang dapat menerangi kegelapan malam.

.

.

.

.

Los Angeles

"Kerja bagus." Terdengar suara berat seorang pria di dalam ruangan mewah beraksitektur Eropa tersebut.

"Hm," sahut seorang pemuda berambut pirang keemasan yang menjadi lawan bicaranya.

"Jadi Mello, aku punya tugas baru untukmu," ujar pemuda berambut hitam yang duduk dikursi ditengah ruangan mewah tersebut.

"Apa itu?" sahut lawan bicaranya yang dipanggil Mello.

Pemuda berambut hitam itu merogoh laci mejanya dan mengeluarkan beberapa lembar kertas dan menyodorkannya pada pemuda pirang dihadapannya.

"Rod Ross, seorang pengusaha sukses dari New York."

"Jadi, apa tugasku? Seperti biasa?" tanya Mello.

"Ya, dan jangan sisakan satupun," sahut si pemuda berambut hitam jabrik itu sambil menatap Mello dingin.

Mello membalas dengan pandangan yang tak kalah dingin. "Baik."

Sosok berambut hitam berantakan itu menyeringai. "Bagus..." ujarnya sambil kembali merogoh laci mejanya dan mengeluarkan sebuah amplop dari dalam sana. "... dan ini bayaran misimu kali ini." Ia menyerahkan amlop itu kepada Mello.

Mello mengambil amplop itu dan segera melangkahkan kakinya keluar dari ruangan mewah beraksitektur Eropa tersebut.

.

.

.

.

Mello melangkahkan kakinya memasuki kamar apartemennya. Kedua tangannya menenteng sebuah plastik belanjaan besar. Ia segera berjalan menuju dapur dan meletakan bawaannya disana. Mello membuka kulkas, memasukkan belanjaannya sebelum mengambil sebatang coklat dan sekaleng softdrink.

Pemuda pirang itu berjalan menuju ruang tengah dan mendudukkan dirinya di sofa dan menyalakan televisi.

(Telah terjadi satu lagi pembunuhan, kali ini korban bernama Rod Ross beserta keluarganya...)

Mello megalihkan pandangannya pada layar televisi yang tengah menyiarkan berita tersebut.

(... korban diperkirakan terbunuh semalam, dan seperti biasa tak ada saksi maupun barang bukti di tempat kejadian, bahkan tak ada satupun sidik jari yang bisa menjadi petunjuk. Pembunuhnya benar-benar rapi dalam melakukan pembunuhan...)

"Rapi... heh?" Klak. Mello tersenyum mengejek sambil menggigit coklatnya.

(... untuk kasus kali ini polisi telah mengerahkan seluruh personilnya untuk menyelidiki dan menangkap pelaku...)

"Hm... ini sudah yang ke... berapa ya?" Mello menggumam. "Kalau bisa kenapa tidak dari dulu bodoh." Klak. Kembali terdengar bunyi patahan coklat.

(...bahkan kini pihak kepolisian telah meminta bantuan kepada L, detektif nomor satu di dunia. Apakah kali ini si pelaku berhasil tertangkap?)

Klik.

Mello mematikan televisi.

L?

Siapa dia?

Katanya L itu detektif terhebat yang bisa menyelesaikan kasus-kasus tak terpecahkan diseluruh dunia. Tapi sebelum ini ia seperti pernah mendengar nama itu disebut... kapan ya? Dan... oleh siapa?

Klak.

.

.

"Kakak."

"Hm?"

"Kenapa ada kegelapan di dunia ini?'

"Hmm... kenapa ya? Mungkin karena tidak akan ada cahaya tanpa adanya kegelapan yang menyertainya."

.

.

"L ada kasus baru untukmu," ujar seorang pria tua sambil memasuki sebuah ruangan, ia menatap seorang pemuda yang tengah berjongkok diatas kursinya sambil meninum secagkir teh.

"Apa itu mengenai kasus pembunuhan yang sedang marak terjadi itu, Watari?" sahut pemuda yang dipanggil L itu.

"Ya, ini mengenai kasus pembunuhan satu keluarga di Los angeles." Watari menyerahkan setumpuk berkas ditangannya kehadapan L.

L mengambil salah satu berkas dan membacanya. "Korban terakhir bernama Rod Ross seorang pengusaha sukses dari New York, ia dan keluarganya dibunuh kemarin malam dirumahnya."

"Ya, dan mereka adalah korban ke sepuluh."

"Sepuluh?"

"Ya, tapi... apa motifnya? Persaingan bisnis?" gumam Watari.

"Jika persaingan bisnis bisa disimpulkan bahwa pelakunya adalah pembunuh bayaran yang dibayar seseorang untuk membunuh korban," sahut L datar. "Tapi... lima dari sepuluh korban ini sepertinya tidak ada sangkut pautnya dengan persaingan bisnis, karena mereka hanya warga sipil biasa," sambungnya.

"Psikopat?"

"Bisa jadi, kita harus mencari bukti lain Watari."

Watari mengangguk. "Jadi, kau akan terima kasus ini?" tanyanya.

"Tentu saja," sahut L mantap. "Selain itu ada yang ingin kupastikan," sambungnya.

"Apa itu?"

"Aku hanya ingin memastikan bukan 'dia' pelakunya." L berujar lirih namun masih bisa didengar oleh Watari.

"Ya, semoga saja."

"Dan... kalau benar 'dia' maka... aku harus menangkapnya."

.

.

.

.

To be continued

.

.

.

.

A/N: huaa... chapter pertamanya selesai. Jadi bagaimana? bagus gak? review aja ya hehe...

and chapter ini sudah saya edit, karena awalnya saya sempat menyisipkan lirik lagu disini. jadi terima kasih buat LucaBlightIsPUCA yang sudah memberitahu saya..

.

.

.

.

R

E

V

I

E

W

PLEASE

.

.

.