Warning: ooc, geje, Femciel!, typo, dan semacamnya

Halo minna~
Perkenalkan, saya adalah author baru disini jadi mohon bantuannya *bungkuk*
Awal saya mengenal fanfict berasal dari teman saya, yang juga langganan(?) baca fanfict. Kok saya malah jadi curhat yah? *ditabok readers*
Dan juga, sebenarnya fict ini adalah ralat dari fict yang kemarin saya buat (Kalo mau tau, judul fict nya itu triangle love) *dapet death glare*
Maaf, yang kemarin itu saya hapus, soalnya gak ada author note nya. Maklum, saya masih baru sebagai author. Tapi saya harap, anda semua suka fict saya!

Disclaimer: Kuroshitsuji adalah milik Yana Toboso-sensei
Tapi Fict ini adalah milik saya sepenuhnya #ketawa iblis
*ditabok kuroshitsuji dan Yana Toboso lovers*

Don't like don't read!

Chapter 1;

Langit dikota London masih terlihat gelap, tapi jam telah menunjukkan pukul 05.00 AM. Sebuah suara yang cukup keras, menginterupsi pagi yang damai ini. Tampak seorang gadis bersurai kelabu, mengerang pelan. Merasa tidurnya terganggu, tangan kecil gadis itu bergerak-gerak mencari tombol pada jam bearker yang terletak diatas meja disamping kasurnya. Setelah menekan salah satu tombol pada jam beaker miliknya, gadis itu bangkit teruduk diatas kasurnya. Tangan mungilnya mengusap matanya yang masih dilanda rasa kantuk itu. Sesekali, ia menguap pelan.

Setelah beberapa saat, gadis itu benar-benar tersadar dari rasa kantuknya. Tampak iris sapphire sedalam lautan, menghiasi wajahnya yang manis. Setelah merenggangkan tubuhnya sejenak, gadis itu melangkah menuju kamar mandi untuk bersiap-siap kesekolah. Seperti hari-hari sebelumnya.

Gadis itu adalah Ciel Phantomhive, putri semata wayang dari pasangan Vincent dan Rachel Phantomhive. Saat ini umur Ciel sudah menginjak tujuh belas tahun, usia yang cukup dewasa untuk tinggal sendirian disebuah apartemen. Saat ini Ciel tinggal di apartemen, tak jauh dari sekolah barunya. Ciel berhasil diterima disekolah mengengah atas ternama di London. Weston Academy, adalah sekolah elite dimana yang sekolah disana berasal dari strata atas. Selain itu, para murid yang ada di Weston Academy dituntut untuk memiliki kemampuan otak yang memadai. Karena Weston Academy memiliki strandart nilai diatas rata-rata sekolah lain yang harus dipenuhi. Dan Ciel merupakan salah satu murid yang memiliki keduanya. Ia memang gadis yang genius, tidak diragukan lagi. Selain itu, keluarganya juga berasal dari strata atas.
Ayahnya, Vincent merupakan direktur utama perusahaan Funtom Company. Sementara Rachel bekerja membantu Vincent mengurus keperluan Funtom Company, karena tidak mungkin bagi Vincent untuk mengurus perusahaan miliknya sendirian.

Dan karena alasan tertentu, Vincent dan Rachel harus berangkat keluar negri. Mereka harus menghadiri rapat mengenai pemasaran produk perusahaan Funtom. Disaat ulangtahunnya yang ketujuh belas tahun, Vincent dan Rachel memberikan apartemen untuk Ciel. Apartemen itu cukup mewah dan luas. Terdapat ruang tamu dengan sofa bergaya modern dan tv layar datar, dengan dapur yang menghadap kearah ruang tamu dengan meja makan kecil. Diapartemen ini juga terdapat kamar yang cukup besar, yaitu kamar Ciel dan satu kamar tamu yang terletak disebrang kamar Ciel. Juga terdapat kamar mandi pada masing-masing kamar. Jika dilihat-lihat, apartemen Ciel lebih mirip seperti rumah kecil dengan perabotan bergaya minimalis dan modern. Tapi tetap memberikan kesan mewah.

Yah, sebenarnya Ciel baru diperbolehkan untuk tinggal sendiri diapartemen miliknya saat umurnya menginjak Sembilan belas tahun. Tapi, karena orangtuanya yang harus keluar negri, ia dipindahkan lebih cepat. Selain itu, Mr. Tanaka yang merupakan butler keluarga Phantomhive, meminta izin untuk pulang ke Jepang, tempat asalnya. Dan karena tidak mungkin meninggalkan putri mereka di manison sendirian.

.

.

Ciel berjalan dengan santainya, melewati kerumunan orang-orang yang juga memulai pagi mereka dengan bekerja, sembari menggendong ransel biru tuanya. Yah, karena jarak antara apartemen miliknya dan sekolahnya yang dekat, Ciel tidak perlu berangkat lebih awal. Jarak antara Weston Academy dan apartemen Ciel hanya sekitar beberapa gedung saja. Benar-benar dekat.

5 menit kemudian

Ciel telah sampai didepan gerbang sekolahnya. Yah, sudah hampir seminggu ia bersekolah disini. Semenjak masuk sekolah sampai saat ini, Ciel tidak banyak mendapat teman. Atau bisa dibilang, ia malas memiliki banyak teman. Tapi bukan berarti, Ciel tidak memiliki teman. Walaupun hanya sedikit, tapi setidaknya bisa dipanggil teman'kan?

Dari kejauhan, Ciel dapat melihat sesosok yang tidak asing bagi Ciel, sedang melambaikan tangannya pada Ciel. Sosok gadis berambut pirang sedikit ikal tersebut, mendekat kearah Ciel. Seraya mendekap tubuh rinkih Ciel kedalam pelukan 'hangat' bermata emerald itu tersenyum riang pada sosok gadis berambut kelabu yang berada dalam pelukannya.

"Cieeell~" sapa gadis bersurai pirang tersebut.

Sementara yang dipeluk, sedang berusaha melepas pelukan 'hangat' gadis bersurai pirang tersebut. Setelah lepas dari pelukan 'hangat' dari salah satu sahabatnya disekolah, Ciel memasang wajah kesal sembari memijat pelipisnya yang serasa berdenyut. Karena emosi.
"Jangan peluk aku seperti itu, Lizzy!" seru Ciel, dengan penekanan pada akhir kalimatnya.

Gadis berambut pirang yang sedikit ikal itu adalah Elizabeth Middleford, atau biasa dipanggil Lizzy oleh teman-temannya. Dia adalah sahabat pertama Ciel disekolah, sekaligus sepupu jauh dari Ciel. Berbeda dengan Ciel yang memiliki sifat dingin dan temperamental, Elizabeth adalah gadis yang ceria dan murah senyum.

Elizabeth hanya menanggapi omelan Ciel dengan acuh. Gadis yang lebih tinggi beberapa centi dari Ciel ini, berjalan disebelah Ciel. Lizzy mulai mengutarakan berbagai macam pembicaraannya pada Ciel, sembari berjalan menuju kedalam sekolah. Sementara gadis berambut kelabu itu hanya menanggapinya dengan 'oh' yang terlihat seperti gumaman. Yah, Ciel juga tidak suka berbicara seperti Lizzy. Karena, pada dasarnya Ciel adalah gadis yang pendiam. Dia hanya berbicara jika ada hal yang penting.

"… Kau tau, dia itu tampan. Bagaimana menurutmu, Ciel?" perkataan panjang lebar Lizzy, diakhiri dengan kalimat tanya. Sementara Ciel yang sedari tadi tidak menyimak dengan sungguh-sungguh, menoleh cepat kearah Lizzy setelah sebelumnya ia menatap kearah lapangan sekolah yang kosong.

"Kau tadi bicara apa, Lizzy?" tanya Ciel dengan wajah innocent, membuatnya terlihat semakin imut. Tapi tetap saja menyebalkan, menurut Lizzy.

Elizabeth memutar bola matanya, kesal. "Jadi dari tadi kau tidak mendengarkanku?" tanya Lizzy, membuang muka. Ciel hanya bereaksi biasa, dan menjawabnya dengan anggukan cepat. Seakan-akan tidak ada yang terjadi, dan itu membuat Lizzy semakin kesal. "OH ASTAGA CIEL! LAIN KALI, DENGARKAN ORANG YANG MENGAJAKMU BERBICARA" seru Lizzy dengan penekanan pada semua kalimatnya.

Ciel hanya bisa pasrah, dan mengalah saja. "Baik, aku minta maaf" ujar Ciel. Lizzy masih membuang mukanya, dan merengut. "Memangnya, siapa sih yang kau bicarakan? Apanya yang tampan?" tanya Ciel, dengan nada membujuk agar Ciel tidak marah lagi padanya. Tentu saja, Ciel hanya melakukan ini pada Lizzy saja. Karena jika sampai dia membuat Lizzy menangis, ia pasti mendapat teguran keras dari Frances, ibu Lizzy yang super galak itu.

"Huh, kau ini kebiasaan" dengus Lizzy, menarik nafas panjang. Berusaha meredam emosinya. "Ciel, dengar ya, kau tau'kan, senior Michaelis dan kawan-kawannya?" tanya Lizzy dengan penekanan pada semua kalimatnya. Bermaksud menyindir Ciel, agar mendengarkannya kali ini.

Ciel mengangkat sebelah alisnya, dengan nada datar, ia bertanya "Michaelis? Siapa itu?". Terlihat kening Lizzy yang mengerut.

"KAU TIDAK TAU CIEL?" tanya Elizabeth dengan mata terbelalak. Ciel hanya mengangguk pelan, dengan wajah datar. Seakan tidak mempermasalahkan hal itu. "Dia dan teman-temannya, adalah murid populer disekolah tau! Selain itu, mereka adalah bangsawan yang paling dihormati. Kenapa kau tidak mengetahuinya? Bahkan dikalangan kelas junior, mereka terkenal juga loh!" cerocos Lizzy, membuat Ciel merasa jengah.

Dengan langkah cepat, Ciel meninggalkan Lizzy dibelakang. Sementara gadis berambut pirang itu, dengan segera mengejar gadis bersurai kelabu yang saat ini berjalan –cepat- didepannya. Beberapa kali, Lizzy memanggil nama Ciel. Tapi Ciel tetap berjalan –cepat- tanpa menghiraukan Lizzy yang berlari mengejarnya. (hebat ya Ciel bisa jalan lebih cepet dari Lizzy yang lari *dapet death glare dari reader* maaf-maaf, kalo ganggu. Silahkan lanjutkan ceritanya~)

"Ciel tunggu aku!" seru lizzy, seraya berlari menyusul kearah Ciel.

Sementara perhatian Ciel terbagi antara Lizzy dan jalan didepannya, ia tidak sadar menabrak seseorang yang lebih tinggi darinya. Ciel merintih sakit, tanpa mengucapkan maaf sedikitpun pada orang yang ia tabrak. Justru ia menatap lekat-lekat pemuda berbadan tegap, dan –jelas- lebih tinggi darinya dengan tatapan sarkastik.

"Hey, jangan berdiri ditengah jalan!" seru Ciel pada pemuda berambut raven dihadapannya, tanpa sedikitpun kata sopan. Sementara pemuda dihadapannya terbelalak kaget, melihat Ciel yang justru marah-marah bukannya meminta maaf seperti yang ia perkirakan sebelumnya.

Tidak lama kemudian, Lizzy berada disamping Ciel sembari memegang lututnya yang serasa pegal karena mengejar Ciel. Nafasnya tersenggal-senggal, karena berlari. Setelah cukup tenang, Lizzy menatap Ciel tajam. "Hey, kenapa kau meninggalkanku'sih, Ciel!" seru Lizzy dengan nada kekanak-kanakan, yang tampak seperti anak kecil yang sedang kesal karena temannya merebut permen darinya.

Bukannya minta maaf, Ciel malah membalas tatapan tajam Lizzy dengan tatapan yang tidak kalah tajam. Membuat gadis berambut pirang itu merinding seketika, karena tidak biasanya Ciel seperti ini. Kecuali…

Lizzy baru sadar, (setelah sekian menit, dia baru sadar?! Apa-apaan itu?! *dilempar readers soalnya ganggu*) ternyata sedari tadi mereka berdua diperhatikan oleh sosok pemuda berambut raven, yang memakai mantel berwarna hitam. Iris crimson milik pemuda itu menatap kedua gadis dihadapannya lekat-lekat, memperhatikan perbedaan yang sangat mencolok dari keduanya. Gadis berambut kelabu yang menabraknya terlihat lebih manis, tapi sikapnya itu… er, -sedikit- tidak sopan. (Sedikit?! Mata anda dimana! Oke, kali ini jangan lempar saya lagi *menghindar dari lemparan readers* silahkan~)
Sementara gadis berambut pirang yang terlihat –sedikit- lebih tinggi dari gadis berambut kelabu itu, terlihat begitu ceria dari nada bicaranya tadi.

Ya, tadi.

Saat ini, keduanya diam. Menatap pemuda bersurai raven, dengan paras tampan dihadapannya. Ada perbedaan antara kedua pandangan gadis itu pada sosok didepan mereka. Gadis yang berambut blonde, ternganga melihat wajah pemuda dihadapannya. Iris emerald miliknya berseri-seri, melihat ketampanan pemuda bersurai raven. Sementara gadis berambut kelabu disampingnya, menatap dingin. Tanpa ekspresi. Walaupun begitu, pria dengan iris crimson itu dapat merasakan aura membunuh dibalik gadis –mungil- itu.

"Harusnya kau yang meminta maaf, NONA" ujar Sebastian, berusaha dengan nada setenang mungkin. Ia berusaha menahan emosinya, menghadapi gadis bersurai kelabu tersebut.
Sementara Ciel membuang mukanya, sambil berdecih.

Pandangan Lizzy tidak lepas dari sosok pemuda dihadapannya, yang ternyata adalah senior disekolahnya. Dengan segera, Lizzy menyikut pinggang Ciel. Sementara yang disikut, merintih kesakitan. "Apa yang kau lakukan'sih?" tanya Ciel dengan nada dingin.

Lizzy memberikan death glare pada Ciel, yang hanya menatapnya acuh sebagai balasannya. Sementara sesaat kemudian, ia memberikan senyum manis pada pemuda dihadapannya. "Ah, Sebastian-senpai maafkan temanku. Dia memang orang yang temperamental" ujar Lizzy, sambil melirik kearah Ciel.

"Bagaimana kau bisa tau namaku?" tanya Sebastian dengan nada –sok- ramah, menurut Ciel. Sementara Lizzy berseri-seri, mendapat senyuman dari Sebastian yang merupakan murid populer disekolahnya.

Siapa yang tidak terpesona terhadap pesona Sebastian? Gadis manapun pasti meleleh, melihat senyumnya. Apalagi, Sebastian mempunyai kepribadian yang cukup misterius. Ia hanya terbuka terhadap teman-temannya saja. Oh ya, -tentunya- satu-satunya gadis yang tidak terpesona hanya Ciel. Ciel seorang. Ia justru memandang jijik kearah Sebastian yang tersenyum.

'dasar mesum!' batinnya, tapi tidak ia lontarkan karena ada Lizzy. Tentu saja, ia tak ingin diomeli habis-habisan oleh gadis berambut blonde tersebut.

"Tentu saja aku tau Sebastian-senpai! Senpai itu'kan cowok populer disekolah!" seru Lizzy bersemangat. Ciel hanya memandangnya tak peduli.

"Tapi bisakah TEMANMU ini diberi sopan santun sedikit?" tanya Sebastian dengan nada menyindir Ciel. Ciel yang tidak peduli sebelumnya, menoleh cepat kearah Sebastian. Ciel menatap tajam kearah Sebastian yang baru saja menyindirnya.

Beberapa saat kemudian, Ciel menarik nafas dalam-dalam. Ia sama sekali tidak menanggapi perkataan pemuda yang bernama Sebastian tersebut. Ciel berusaha menahan emosinya, karena memang dia yang salah. Ciel'lah yang menabrak Sebastian duluan. "Baiklah," dengan enggan Ciel mengucapkannya. Ciel sengaja menggantungkan kalimatnya. "aku yang salah. Sekarang kau puas?" tanya Ciel dengan nada sarkastik.

Mendengar perkataan Ciel yang tidak sopan, Lizzy segera menyikut perut Ciel untuk yang kedua kalinya. Dan sekali lagi, Ciel merintih sakit sembari menatap tajam kearah Lizzy. Sebelum Ciel mengutarakan omelannya, Lizzy dengan cepat memotong perkataannya. "Hey Ciel, bisa tidak kau sopan –sedikit- pada Sebastian-senpai? Kau tidak tau, Sebastian-senpai itu cowok populer disekolah ini tau!" bisik Lizzy.

Ciel hanya memutar bola matanya. "Apa peduliku'huh?" tanya Ciel sinis. Sementara Sebastian hanya diam. Secara diam-diam, Sebastian memperhatikan wajah Ciel. "Memangnya aku peduli, kalau DIA itu cowok populer? Hanya buang-buang waktu saja" dengus Ciel dengan penekanan pada kata 'dia' sembari melirik kearah Sebastian yang hanya diam.

Tanpa basa-basi lagi, Ciel melangkahkan kakinya kedalam sekolah, melewati Sebastian yang berdiri ditempatnya. Sementara Sebastian? Dia merasa sedikit shock saat ini. Bagaimana tidak? Dia yang merupakan cowok pupuler disekolah, yang dipuja-puja oleh banyak gadis, tidak bisa menaklukkan hati seorang gadis berambut kelabu saja? Apa dunia ini sudah kiamat?!
(oke, kata-katanya terlalu berlebihan. Karena author bukan orang alay, jadi saya wajib meralatnya *ditatap readers untuk sekian kalinya*)

Saat ini Sebastian benar-benar shock, karena sikap gadis berambut kelabu yang bernama Ciel tadi. Selama ini Sebastian selalu dihormati, dan tidak sedikit murid-murid yang takut untuk berbuat kesalahan padanya. Sementara Ciel? Gadis berambut kelabu tersebut malah bersikap tidak sopan padanya? Apa dia tidak tau, siapa Sebastian? Berani sekali dia mencemooh Sebastian seperti itu.

Benar, Sebastian adalah putra tunggal dari pasangan Michaelis yang masih berkerabat dengan keluarga kerajaan. Selain itu, Sebastian adalah pemilik dari Weston Academy. Tidak hanya memiliki paras tampan, Sebastian juga memiliki otak yang cemerlang. Semua nilainya selalu mendapat nilai sempurna. Walaupun ia terbilang populer, apalagi pada kalangan gadis-gadis, Sebastian memiliki sikap tertutup. Hanya sahabat Sebastian dan tuhan yang tau, bagaimana sikap Sebastian sebenarnya. Sebastian selalu menutupi sifatnya yang sebenarnya, dengan senyumannya.

Apa yang menjadi rahasia Sebastian?

Saat ini pemuda berambut raven itu tersenyum lebar. Atau, lebih tepatnya ia sedang menyeringai menatap punggung gadis bersurai kelabu yang tak lain adalah Ciel, yang disusul oleh gadis berambut blonde.

'Lihat saja, akan kubuat kau membayarnya, Ciel' batin Sebastian dengan senyum yang menyeramkan.

.

.

TBC

WAAHHH~ akhirnya selesai juga fict ini~

Maaf kalo kelamaan. Sebenarnya fict ini pengganti dari fict saya yang sebelumnya. Sebelumnya fict saya yang berjudul –disendor- saya hapus, soalnya saya lupa kasih warning, dll. Gomen semuanya, kalo fict yang itu beneran geje abis -_-

Sebagai gantinya, saya buat yang baru~ Ceritanya agak melenceng dari yang ingin saya buat awalnya, tapi intinya sama kok kaya fict –disensor-

Maaf kalo berkali-kali disensor, soalnya saya malu *Digampar readers*

Reader: Baru nyadar kaloo ceritamu geje? Dasar author baru! *Kasih death glare*

Gomen *bungkuk* saya emang author baru di fanfict kita tercinta ini. Tapi saya sudah mengetik saat saya kelas 6 lohhh! Jadi saya cukup berpengalaman kalo ngetik cerita *Digampar yang kedua kalinya*
Iya deh, saya gak akan sombong! Saya kan cuman bilang, saya udah ngetik kelas 6 SD. Tapi, saya juga gak tau, kalo bahasanya bener.

Sudah cukup pendapat saya, tunggu chapter 2 nya ya! Saya usahakan update'nya cepet! Gomen kalo lama, soalnya saya emang ada ulangan-ulangan yang numpuk.
Please review, terutama untuk yang sudah tau identitas saya! Jaa~