Chapter 1
Flashback: on
Enam tahun yang lalu.
Di dalam sebuah kamar paling cantik di kediaman keluarga Hyuga, seorang gadis kecil berusia sepuluh tahun sedang duduk di depan jendela kamarnya seraya menyisir rambutnya yang pendek, melihat bayangan dirinya yang terpantul di kaca jendela setinggi langit-langit. Ia mengenakan gaun tradisional berwarna ungu keabu-abuan yang terbuat dari sutra, serta pita rambut dan sepatu pantofel berwarna sama.
Sebuah ketukan membuatnya tersentak. Ia berbalik dan melihat seorang anak laki-laki seusianya sedang mengintip malu-malu dari celah pintu. Anak itu memiliki rambut panjang yang diikat. Si pemilik kamar mengenalnya, anak itu adalah putra dari salah satu kesatrianya.
"Ada apa, Neji-kun?" tanya gadis itu halus. "Apakah Otou-san memanggilku?" Ia mengerjap, kemudian matanya berbinar-binar. "Apakah Okaa-san sudah pulang dari Suna?"
Anak itu—Neji—menggigit bibir kemudian menggeleng. "Hime-sama, a-aku baru saja menguping pembicaraan ayahku di telepon," katanya pelan. "Seseorang memberitahunya bahwa terjadi kecelakan beruntun dan.. dan.."
Mata si gadis kecil melebar. "Okaa-san kecelakaan?" Ia mulai menduga, panik.
Dengan sedih Neji mengangguk. "Ayo kita lihat sama-sama, Hinata!" ucapnya kemudian, dengan sedikit keberanian dan tekad. Dari caranya memanggil Hime-nya dengan nama kecil, menunjukkan bahwa sarannya ilegal. "Ayah memang menyuruhku menjagamu di sini, tapi aku.. aku ingin kau melihat keadaan ibumu. Saat ini dia sedang di rumah sakit Konoha Medical."
Gadis yang ternyata bernama Hinata itu mengangguk. "Ayo!"
Neji segera memegang sebelah tangan Hinata dan menarik gadis itu berlari bersamanya, menuju pintu belakang.
"Kenapa kita berlari menuju pintu belakang, Neji-kun?" bisik Hinata.
"Sst! Aku hanya tak ingin ada yang melihat kita," jawabnya. "Jika kita ketahuan, kita tak akan diperbolehkan pergi. Apalagi ayahku sudah pergi lebih dulu ke rumah sakit. Seorang gadis Hyuga tak boleh bepergian tanpa kesatria-nya, ingat?"
Hinata mengangguk dan tiba-tiba menghentikan langkahnya. Akibatnya, Neji juga harus berhenti. "Ada apa, Hime-sama?"
"Kau benar. Aku tidak boleh pergi tanpa ditemani ayahmu," katanya sedih, juga ketakutan. "Kita bisa saja diculik, Neji-kun!"
Neji mengerjap heran, kemudian tersenyum menenangkan. Ia memegangi kedua tangan Hinata dan berkata, "Tak apa-apa, Hime-sama! Karena aku adalah kesatria pribadimu!"
Hinata menggigit bibirnya. "Ka-kalau begitu, kau harus bersumpah bahwa kau akan melindungi nyawaku dan nyawamu sampai kapan pun!"
"Yang benar adalah, aku akan melindungi nyawamu dengan nyawaku sendiri, Hime-sama!"
Hinata menggeleng. "Turuti saja keinginanku, baka!"
Neji menghela nafas. "Aku bersumpah akan melindungi nyawa Hime-sama beserta nyawaku sendiri, dan aku akan terus berada di sampingnya sebagai kesatrianya, untuk selamanya!" ucapnya dengan irama datar dan malas.
"Kenapa kau mengatakan ingin terus disampingku sebagai kesatria?"
"Jaga-jaga saja, seandainya kau mau memecatku," jawab Neji. "Begini-begini, aku tak mau jadi pengangguran."
"Uhmm, baiklah kalau begitu," kata Hinata berat hati. Apalagi karena Neji sudah ia anggap sahabatnya sendiri. "Aku akan mempekerjakanmu sampai mati."
Neji menyengir lebar. "Deal," katanya senang. "Sekarang, ayo kita pergi, ore no Hime-sama!"
.
.
.
Setibanya di rumah sakit sekitar beberapa jam kemudian (karena Hinata dan Neji ke sana dengan jalan kaki), operasi baru saja selesai. Para suster dan seorang dokter keluar dari ruang operasi dan langsung disambut kepala keluarga Hyuga beserta kesatrianya.
"Kami berhasil menjahit beberapa luka serta menyembuhkan organ vitalnya," kata dokter bernama Tsunade itu. "Tapi saat ini kita hanya bisa menunggu beliau sadar dari koma-nya. Hyuga-san, silahkan ikut ke ruanganku. Ada yang ingin kubicarakan secara pribadi."
Setelah itu, dokter Tsunade pergi bersama Hyuga, sementara si kesatria mengikuti para suster memindahkan ranjang majikannya ke kamar VVIP. Ada rasa pedih yang ia rasakan ketika melihat majikannya itu tidur tenang dan, mungkin, tak akan bisa melihat putri kesayangannya bermain piano di kompetisi para anak, nanti malam.
Sementara di meja resepsionis, Hinata dan Neji sibuk menanyai si resepsionis, di mana ibu Hinata di rawat. Belum si resepsionis menjawab, ayah Neji sudah lewat bersama para suster, mendorong ranjang ibu Hinata. Neji dan Hinata langsung mengekor rombongan kecil itu tanpa mengatakan apa pun pada resepsionis.
Setelah itu, ayah Hinata datang ke ruang tempat ibu Hinata dirawat, dan memberitahu Hinata bahwa ibunya koma. Bagi seorang gadis kecil seperti Hinata, tentu saja itu adalah hal yang berat. Apalagi, karena sampai enam tahun kemudian—dan mungkin selamanya, ibunya tetap koma. Dan dokter hebat seperti Tsunade pun, tak mengetahui penyebabnya maupun cara membuatnya sadar.
Naruto ©MasashiKishimoto
My Mysterious Brother ©VannCafl
Pairing: Naruto x Hinata x Neji
Genre: School, family, romance.
Rate: M
Flashback: off
"Oi, Kakashi-sensei!" teriak seorang anak laki-laki berusia 17 tahun dengan rambut kuning dan runcing-runcing seperti buah durian—yang sepertinya tidak memerdulikan orang-orang di sekitarnya yang menatapnya kaget. "Kenapa kau tiba-tiba datang dan langsung mengajakku pergi, hah, Kakashi-sensei? Tasku ini berat sekali loh! Jadi cepat katakan kita mau kemana!"
"Aku kan sudah bilang akan membawamu ke rumah Hyuga! Diam lah, Naruto!" kata seseorang bertumbuh tinggi dengan rambut berwarna putih yang riap-riapan.
"Oh, jadi kau memutuskan membuangku setelah umurku genap tujuh belas?" tanya anak itu, Naruto, dengan sebal. "Kau itu bapak baptis-ku tahu! seharusnya kau menampungku selamanya!"
"Aku memang mau menampungmu selamanya," kata Kakashi tanpa menoleh maupun memperlambat langkahnya. "Tapi sejak awal kau bilang ingin jadi kesatria, kan? Nah, keluarga Hyuga mau melatih serta menjadikanmu sebagai kesatria mereka."
"Jadi aku harus tinggal di sana, begitu?"
Kakashi mengangguk-angguk. "Benar. Kau juga dipinta pindah sekolah ke tempat di mana putri mereka bersekolah, dan menyamar sebagai kakaknya. Maksudku, kau memang diangkat jadi kakaknya."
"Apa? Aku tak mau pindah sekolah! Aku sudah nyaman di sekolahku yang sekarang!"
"Kau yakin? Kau akan bersekolah di Konoha Gakuen, sekolah nomor satu di Konoha," jelas Kakashi.
Naruto langsung cemberut. "Heeh.. Konoha Gakuen itu menggunakan sistem yang memberi kasta pada setiap muridnya. Aku tak mau ditempatkan di kelas rendahan hanya karena nilai tesku jelek! Aku ini sudah nyaman di sekolah lamaku, titik. Kata ayahku, lebih baik menjadi penguasa di neraka daripada—"
"Pelayan di surga, begitu?" sambung Kakashi. "Dasar Minato-sensei. Ajaranmu itu benar-benar buruk. Dengar ya, Naruto, nantinya kau juga akan diberi uang saku lima belas ribu yen setiap harinya dan hidup mewah layaknya anak kandung kepala keluarga. Kau tidak bosan hidup miskin bersamaku, hah?"
"Kau tidak miskin, Sensei! Lagipula, kau kan salah satu pengajar di Konoha Gakuen! Gajimu cukup besar! Kita sudah hidup cukup enak. Aku tak mau bekerja dengan Hyuga dan mengganti namaku jadi—tunggu." Naruto mengerjap. "Tadi kau bilang uang saku lima belas ribu yen per hari?"
Kakashi mengangguk. "Belum termasuk gajimu, loh!" tambahnya. Ia memperhatikan anak baptis-nya, yang tadi keukeuh menolak menjadi bersemangat, dengan tatapan bosan.
"Kalau begitu, aku mau, Kakashi-sensei!"
Kakashi menghela nafas. "Sudah kuduga."
Naruto menjerit senang. "Yataa.. akhirnya dapat uang saku lumayan!" katanya semangat. "Dan calon adik angkatku itu akan seperti apa, ya? Semoga dia cantik dan baik seperti hime-sama pada umumnya.."
To be continued
