WarningWarningWarningWarningWarningWarningWarningWarningWarningWarningWarningWarning

Akhirnya ujian kelar! Yeah! Sho-kun comeback! Hoeee? E-etooo— pada vote SasuHina ya? Gomen ne—Hp Sho-kun lagi rusak jadinya nggak dapet pemberitahuan kalau ada email baru dari reviewers jadinya Sho-kun sudah bikin plot cerita ini deh QAQ nggak tahu kenapa lagi kena demam incest habis lihat endless love #dor

Jadi untuk sementara nikmati fic ini dulu ya? SasuHina-nya menyusul~

.

.

.

Aku tahu ini salah. Aku tahu tak sepantasnya aku menyimpan perasaan ini padanya. Tapi apa dayaku? Semakin aku menghabiskan waktu bersamanya, semakin aku ingin untuk memilikinya 'utuh' untuk diriku sendiri. Cinta sepihak yang aku rasakan ini membuatku lari dari kenyataan bahwa dia-adikku sendiri.

.

.

.

Sister

PROLOG

Disclamer Masashi Kishimoto

Story by N.A a.k.a Sho-kun

Rated: M for next chapter

Pair: NejiHina

WARNING: INCEST STORY, OOC, AU, TYPO, BAHASA KLISE, BORING, DLL

DON'T LIKE DON'T READ

.

.

.

Aku masih asyik memainkan gelas yang ada dalam genggamanku walau isinya sudah tandas sejak beberapa waktu yang lalu. Kubik-kubik es yang masih tersisa berjumpalitan kala aku menggoyang-goyangkan kaca bening itu keberbagai arah, beberapa lelehan airnya membasahi tanganku menyebabkan rasa dingin menyergap indra perasaku. Tapi toh aku tidak peduli, ya aku tidak peduli pada apapun selama pandangan mataku masih tertuju pada orang yang sama. Orang yang sama-sama memilik iris lavender ungu sepertiku.

Sekali lagi aku memperhatikan gerak-geriknya. Untungnya setiap aku pergi untuk melihatnya, aku selalu mendapat tempat yang sangat strategis untuk bisa selalu dengan mudah mengamatinyanya tanpa takut dia akan menghilang dari lensa mataku walaupun hanya untuk beberapa detik. Untung huh? Tidak juga, sebab ini semua sudah kuatur. Akulah yang membayar mahal kepada si pemilik bar yang tamak itu dengan beberapa lembar uang bernominal sedikit-menurutku- sehingga dia dengan senang hati selalu menyisihkan tempat strategis itu untuk aku singgahi.

Lagi, aku memijat keningku yang sebenarnya sama sekali tidak pusing. Kemudian samar-samar mulai terdengar suara tawa bernada miris yang keluar dari mulutku. Duh, aku merutuki kebodohanku yang menjadi sedikit melankolis akhir-akhir ini. Ini bukan diriku yang biasanya, aku tahu itu. Tapi mau bagaimana lagi? Semenjak diriku mendengar kabar bahwa dia sudah ditemukan oleh orang-orang yang sudah kubayar tentunya. Aku sudah tidak mengenal diriku lagi. Malam-malam yang biasanya masih aku habiskan didalam ruangan kerjaku dengan bertumpuk-tumpuk kontrak kerja yang bernilai ratusan juta yen, kini berubah menjadi malam-malam yang aku lewati dengan terduduk disudut bar yang terletak di pinggiran kota kecil dengan segelas wine yang entah sudah berapa kali ku isi ulang.

Aku menyenderkan kepalaku disofa. Sekuat tenaga aku menjaga diriku agar tidak tergoda memanggil lagi seorang pelayan untuk mengisikan gelasku yang sudah kosong. Sekuat tenaga aku memerintah diriku sendiri agar tetap sadar dan bisa terus menjaganya-dari jauh-. Seulas senyum getir aku sunggingkan padanya yang sama sekali tidak sadar bahwa aku selalu mengamatinya. Malam ini aku merasa dia sangat cantik, dengan rambut indigo panjang yang sengaja diikat tinggi agar memudahkannya untuk bekerja. Beberapa anak rambut dan poni yang membingkai wajah bulatnya membuatnya tampak semakin menggemaskan. Serangkaian memori indah mulai bermunculan menjadi halusinasi singkat yang terulang bagai kaset rusak. Dimana dia terus mengekoriku, memohon agar aku menemaninya tidur dan sederet permintaan manjanya yang selalu dibarengi dengan tatapan memelasnya membuatku mau tak mau harus menuruti kemauannya. Tapi tiba-tiba alisku bertaut, pikiran itu menguap hilang entah mengapa. Ayolah! Itu semua sudah berubah, semenjak kedua orang tuaku berpisah dan dengan kejam memaksaku untuk meninggalkannya yang masih kecil dan belum tahu apa-apa. Membuatku terpaksa melepaskan genggaman mungil yang menjadi topangan hidupku.

Aku memejamkan mataku, aku tidak suka dengan kenyataan hidupnya sekarang. Bagaimana mungkin aku bahagia saat mendapati bahwa aku hidup dengan semua yang serba –lebih- kecukupan dengan harta yang mungkin bisa kupakai sendiri untuk mengubur diriku hidup-hidup sedangkan dia berjuang keras untuk mencari sepeser uang sampai-sampai tidak sadar bahwa ini sudah memasuki musim dingin dan tetap memakai kemeja putih tipis dengan rok mini yang jelas-jelas membuatnya merasa beku dan kedinginan.

Aku juga tidak suka dengan kenyataan bahwa dia sudah dewasa, dan dengan menjadi dewasa otomatis ukuran anatomi tubuhnya pun berubah. Aku ingat saat dia masih menjadi malaikat kecilku yang selalu bisa kurengkuh dengan mudah dalam pelukanku. Well, memang sih mungkin saja saat ini dia tetap dapat mudah dapat masuk dalam pelukanku, tapi mungkin rasanya akan berbeda dengan tonjolan yang berada disana-sini. Beberapa tonjolan yang membuat pria-pria yang dilayaninya meneguk ludah dan memandanginya dengan tatapan seakan-akan ingin menerkamnya. Jadi jangan salahkan aku ya, kalau besok saat berita pagi diputar kau temukan orang-orang bajingan itu sudah habis tak bersisa. Bukan aku yang salah tapi mereka yang tidak bisa menjaga matanya untuk tidak bermain-main dengan dia yang sudah menjadi milikku.

Kugelengkan kepalaku pelan. Ck, kenapa begini? Kenapa takdir begitu kejam mempermainkan kami. Aku kira aku bisa cukup bahagia hanya dengan menemukannya, kemudian mengamatinya dari tempat yang tak terlihat dan membantunya secara diam-diam. Tapi lama-lama aku tak mampu lagi berkelit, awalnya aku kira perasaan ini hanya sekedar rasa rindu karena sudah lama tidak bertemu dengannya. Tetapi semakin lama aku menghabiskan waktu bersamanya. Semakin aku sadar bahwa aku tak mungkin lagi membohongi diriku dan menemukan kembali fakta baru yang cukup membuatku sendiri tercengang. Bahwa aku jatuh cinta pada wanita disebrang ruangan itu. Namanya Hinata, dan dia—

.

.

.

Adikku.

.

.

.

Hahaha, baru prolog~
Tumben ya Sho-kun lagi mood buat multichap. What? Multichap? Hell no! Ini cuma bakal jadi twoshoot atau kalau nggak sampai 3 chapter aja, soalnya asli Sho-kun males buat multichap takut utang update #dor

So, gimana tanggapan kalian? Apakah fic ini pantas untuk dilanjutkan?

Idenya pasaran ya? Pastiii QAQ ini sih udah pasaran banget! Tapi Sho-kun harap kalian nggak bosen ya sama ide yang cenderung pasaran gini T_T Mau gimana lagi, Sho-kun miskin ide sih! #author nggak bakat.

FROM: SHO-KUN