CIC FWC #1C

Prompt D.6 : Baekhyun, sang anak ibu kos dan Chanyeol anak kos yamg suka nunggak bayar uang kos

.

.

.

-oOo-

.
.

"The Bounty Hunter"

.
.

-oOo-

.
.

Main Cast : Chanyeol x Baekhyun

Category : Boys Love/Shounen-ai

Genre : Romance, Fluff

Length : Oneshot

Rate : T

.
.

-oOo-

.
.

HAPPY READING

.
.

-oOo-

.
.

"Terima kasih, silakan datang kembali~" Baekhyun tersenyum manis pada pelanggan yang baru saja membeli buket bunga lili di toko bunga milik keluarganya, rambut merah jambunya terayun ketika kepalanya menunduk sopan. Remaja berumur tujuh belas tahun itu kemudian berpindah tempat dari meja kasir ke sudut ruangan dalam toko, hendak melanjutkan acara merangkai bunga yang sempat tertunda. Senandung lagu SNSD senantiasa terdengar dari bibir tipis Baekhyun, menemani kegiatan jemari lentiknya yang tengah merangkai bunga ranunculus.

Inilah kegiatan Byun Baekhyun setiap harinya sepulang sekolah―bekerja di Byun Florist. Byun Florist adalah bisnis keluarga Byun sejak lama (jauh sebelum Tuan dan Nyonya Byun membangun kamar kos di belakang toko), letaknya bersebelahan dengan rumahnya. Merupakan satu kewajiban tak tertulis bagi Baekhyun untuk membantu mengelola Byun Florist. Beruntung Baekhyun tak memiliki alergi pada bunga, justru teramat mengaguminya. Setiap jenis, setiap warna. Laki-laki mungil itu bahkan rela bekerja disana tanpa digaji, sekalipun toko bunga itu bukan milik orangtuanya.

Namun sudah setahun terakhir ini, Baekhyun merasa kurang nyaman bekerja di Byun Florist.

"Apa itu bunga mawar?" Tiba-tiba sebuah suara husky muncul di belakang , itu bukan suara yang asing sebenarnya, namun entah kenapa Baekhyun masih saja terkejut setiap kali suara itu muncul tiba-tiba.

Nama si pemilik suara husky itu adalah Park Chanyeol, seorang pria berumur dua puluh tujuh tahun yang merupakan salah satu penghuni kamar kos milik keluarga Byun. Tubuhnya sangat tinggi sampai Baekhyun harus mendongak ketika menatap matanya, suaranya lebih mirip om-om paruh baya daripada umurnya sendiri yang tergolong belum tua, dan telinganya aneh seperti Yoda di film Star Wars.

Chanyeol sudah setahun tinggal di kamar kos milik keluarga Byun. Baekhyun ingat Appa-nya pernah mengatakan bahwa Chanyeol dulunya seorang polisi sebelum ia menjadi bounty hunter (pemburu bayaran) seperti sekarang. Baekhyun tak tahu pasti alasan Chanyeol mengganti profesinya dengan pekerjaan tak jelas macam bounty hunter, Tuan Byun sendiri tak pernah menceritakan detailnya. Tapi, ya sudahlah, toh itu hidupnya Park Chanyeol.

Oh, sebagai informasi, pria bermarga Park inilah yang menjadi alasan Baekhyun merasa kurang nyaman bekerja di Byun Florist.

"Warnanya cantik sekali, baru kali ini aku melihat mawar dengan kelopak sebanyak ini. Apa ini baru datang pagi ini?" tanya Chanyeol, dengan cengiran lebar khas-nya yang memperlihatkan deretan gigi putihnya.

"Ini bunga ranunculus, Hyung." Daripada menjawab pertanyaan Chanyeol, Baekhyun lebih berminat mengoreksi ucapan si jangkung.

"Ranunculus? Bukannya mawar? Tapi ini mirip sekali dengan bunga mawar lho!" Si tinggi bertelinga lebar itu menampilkan ekspresi bodoh saat mendengar kenyataan tersebut, dan Baekhyun diam-diam merotasikan bola matanya. "Ngomong-ngomong, kau sendirian saja? Byun Ahjumma mana?"

"Sedang memasak." Baekhyun menjawab dengan iritnya, atensinya sudah bergulir kembali pada rangkaian ranunculus-nya.

"Begitu ya?" Chanyeol menopang kepalanya pada kedua tangannya yang bertumpu pada meja, kemudian menatap si mungil berambut merah jambu dengan senyuman menggoda. "Lalu, bagaimana kabarnya Bunga Kecil-ku? Apa dia merindukanku?"

Baekhyun dapat merasakan pipinya bersemu, namun sebisa mungkin ia sembunyikan dengan mengalihkan perhatiannya pada hal lain selain netra Chanyeol. Dalam hati, si mungil mengumpati dirinya sendiri. Padahal ia sudah sering mendengar Chanyeol menggodanya dengan sebutan 'Bunga Kecil-ku', tapi―anehnya―pipinya tetap tak bisa untuk tak bersemu.

CKREK!

"Kau malu ya? Manisnya~" Chanyeol tersenyum bocah di balik ponsel nista yang baru saja mengabadikan merahnya pipi si mungil Byun. Ini adalah satu di antara banyaknya sikap menyebalkan Chanyeol yang Baekhyun tak suka.

"Hyung, cepat hapus foto itu!" Baekhyun merengut kesal, tubuh pendeknya melompat-lompat guna merebut ponsel Chanyeol yang diangkat tinggi-tinggi oleh pemiliknya. Hal yang tak efisien―memang, tapi keinginan Baekhyun untuk menghapus foto itu nyatanya lebih besar. Dan melihat perjuangan keras yang lebih pendek itu malah membuat yang lebih tinggi ingin tertawa, terutama saat pipi Baekhyun mengembung saking kesalnya―yang mana di mata Chanyeol terlihat begitu menggemaskan.

"Eyy~ mana bisa, foto ini akan masuk ke dalam koleksi–aauww!"

Baekhyun menoleh tepat saat Chanyeol mengerang kesakitan. Ternyata pria tinggi itu tengah dijewer Tuan Byun. Pria paruh baya dengan apron dan sarung tangan karet berwarna biru itu menatap Chanyeol segarang mungkin. "Daripada menggoda Baekhyun, lebih baik kau cari pekerjaan layak untuk bayar uang sewa kos-mu, Chanyeol."

"A–Ahjussi, selamat siang~" Chanyeol tersenyum (sok) polos. "Sedang sibuk mengangkat pot bunga ya? Mau kubantu?"

"Jangan membelokkan topik pembicaraan, bocah. Hanya karena aku berbaik hati membiarkanmu menyicil uang sewa, bukan berarti kau bisa bersantai-santai sambil menggoda putraku seenak jidatmu."

"Eyy~ apanya yang menggoda, Ahjussi? Ini namanya bersikap ramah, bukankah itu hal yang lumrah mengingat kami setiap hari bertemu?" Chanyeol berkelit, sempat-sempatnya mengerling ke arah Baekhyun. "Bukan begitu, Baekhyunnie?"

Naasnya, Baekhyun pura-pura tak dengar.

"Auuuww!" Erangan Chanyeol semakin keras berkat tangan lincah Tuan Byun.

"Kau pikir aku bodoh, hah? Sudah, sana mandi!"

"Baiklah, baiklah!" Chanyeol mencebikkan bibirnya kesal dalam langkahnya. "Begitu saja marah, dasar Pak Tua."

"APA KAU BILANG?!"

Dan Chanyeol ambil langkah seribu setelahnya. Sepertinya pria bertelinga lebar itu tak'kan keluar kamarnya sampai Tuan Byun menutup toko.

###

Bisikan dan lirikan siswa-siswi EXO High School di pagi hari ini adalah bukti nyata dari kekesalan Baekhyun. Bagaimana tidak? Ini sudah memasuki menit kedua puluh tujuh semenjak Baekhyun meninggalkan kediaman Byun, naik bus menuju EXO High School, sampai detik dimana ia melewati gerbang sekolahnya barusan, pria tinggi bersurai ebony di belakangnya tak kunjung berhenti mengikuti langkah Baekhyun―atau setidaknya melunturkan senyuman bodohnya―sehingga membuat mereka menjadi pusat perhatian.

Baekhyun bersumpah ia sudah sedikit ini untuk meledak.

"Kita sudah sampai di sekolahku, jika Hyung belum menyadarinya." Baekhyun akhirnya memilih untuk berhenti dua meter dari gerbang sekolah, hanya untuk menyadarkan pria Yoda itu. Hell, ia tak mau mempermalukan dirinya sendiri dengan membiarkan Chanyeol mengikutinya ke kelas.

"Oh? Kau benar." Chanyeol tertawa garing di akhir kalimatnya, membuat Baekhyun merotasikan bola matanya. Pria tinggi itu membungkukkan tubuhnya sedikit untuk menatap yang lebih pendek, kemudian mengacak surai merah jambu itu dengan gemas. "Belajar yang rajin ya, Bunga Kecil-ku. Kita bertemu lagi saat kau pulang sekolah."

Sebisa mungkin Baekhyun menundukkan kepalanya agar Chanyeol tak memotret dirinya yang tengah merona. Ugh, ini sangat memalukan―pikirnya.

"Jangan terlalu merindukanku, oke? Hehe~"

Jika Baekhyun tak tahu apa itu sopan-santun, sudah lama ia pukul kepala Chanyeol setiap kali pria tinggi itu menggodanya. Sayangnya, perandaian tetaplah perandaian. Alhasil, beberapa siswi terkikik geli mendengar kalimat picisan Chanyeol, dan Baekhyun tak bisa melakukan yang lebih efisien selain menghiraukannya.

Demi Tuhan, ini semakin memalukan saja.

.

.

Senyuman unta Jongdae terkembang sempurna tatkala pandangannya disuguhi raut kusut Baekhyun―sahabatnya―yang baru saja memasuki kelas. Well, bukan berarti ia gila atau semacamnya. Remaja bermaga Kim itu memiliki alasan khusus untuk melakukannya, yakni–

"Seseorang tampaknya semakin akrab saja dengan salah satu penghuni kos milik keluarganya~"

Ya, Jongdae benar-benar menyaksikan kejadian memalukan (bagi Baekhyun) di gerbang sekolah tadi. Ha.

"Katakan, bagaimana rasanya diantar ke sekolah tiga hari berturut-turut oleh si tampan bounty hunter?"

Baekhyun menatap garang sahabatnya. "Berhenti memanggilnya 'si tampan bounty hunter', Kim Jongdae! Dia tak ada tampan-tampannya!"

"Kenapa? Dia seorang bounty hunter, dan dia tampan." Jongdae membela diri, yang sebenarnya tak membuat mood yang bermata sipit menjadi lebih baik. "Dan lagi, bukankah itu sebuah kesempatan yang bagus agar kalian bisa semakin akrab?"

"Akrab dari mananya?! Kau tak lihat wajahku ditekuk begini gara-gara si Yoda itu?!" protes Baekhyun menggebu-gebu. Sebagai informasi, sifat cerewetnya ini hanya muncul di hadapan orang-orang yang akrab dengannya saja.

"Dan itu karena?" Jongdae mengangkat sebelah alisnya. Sungguh, ia tak mengerti kenapa sahabat mungilnya ini begitu tak menyukai Chanyeol, padahal pria tinggi itu masuk kategori 'tipe pria idaman untuk dijadikan kekasih'.

"Karena dia tak pernah berhenti menggodaku, bodoh! Kau tahu betapa malunya aku ketika orang-orang di dalam bus menatap aneh kami saat si Yoda membanding-bandingkan warna rambutku dengan warna bunga?! Belum termasuk ucapan memalukan yang ia lontarkan di depan gerbang tadi!"

Kemudian tawa Jongdae meledak bak petir di siang bolong, teramat memekakan telinga Baekhyun.

"Ini tidak lucu, Kim Jongdae!" Baekhyun menghentakkan kaki-kakinya, pipinya seketika bersemu―antara kesal karena respon Jongdae dan malu karena teringat godaan Chanyeol. "Aku benar-benar tak tahan dengannya! Kenapa sih Appa tak mengusirnya saja? Padahal dia belum bayar uang sewa kos bulan ini!"

"Woah, woah, woah! Tenanglah, Bacon! Kenapa kau jadi sekesal ini? Bukankah Park Chanyeol menggodamu itu hal yang biasa?"

"Kau tak tahu saja kelakuannya sehari-hari! Kalau Appa-ku tak datang, godaannya itu seperti tak punya akhir!" Pipi Baekhyun mengembung sempurna, tangannya terlipat di depan dadanya. Tampaknya amarahnya sudah mencapai ubun-ubun.

"Lalu, Eomma-mu tak pernah sekalipun menasihati Park Chanyeol?"

Baekhyun menggelengkan kepalanya. "Hopeless."

Dan Jongdae tertawa lagi.

"Aish, yak! Berhenti menertawai hidupku!" Baekhyun semakin murka.

"Ahaha, astaga, Baek! Santai saja, kenapa? Mungkin saja Park Chanyeol sedang melakukan pendekatan denganmu."

Dahi Baekhyun berkerut―pertanda curiga. "Pendekatan apa maksudmu?"

"Oh, ayolah, kau bahkan tidak menyadarinya selama ini? Dari caranya menatapmu saja, aku tahu bahwa Park Chanyeol menyukaimu."

Dalam sepersekian detik, Baekhyun memasang mimik ingin muntah. Ia bersumpah di antara banyaknya perkataan konyol yang pernah dilontarkan Jongdae, inilah yang terkonyol.

"Delusimu benar-benar mencapai tingkat tertinggi, Jongdae."

Jongdae terkekeh, kemudian tersenyum penuh makna. "Well, siapa yang tahu? Mungkin ego-mu terlalu tinggi untuk mengakuinya, tapi kuingatkan saja―karma selalu berlaku."

"Psh. Kau dan 'teori karma'mu." Baekhyun mencibir, kemudian berjalan keluar kelas.

.

.

Chanyeol berhenti mengetukkan jemarinya saat sebuah gelas kaca berisi vodka martini datang ke hadapannya, berasal dari jemari lentik seorang waiter berdarah Cina yang tersenyum manis ke arahnya. Itu Xi Luhan, Chanyeol mengenalnya semenjak menjadi pelanggan tetap bar ini.

"Apa ini sebuah traktiran?" Chanyeol melemparkan sebuah pertanyaan basa-basi.

"Mm-hm." Luhan menjawab seraya mendudukkan dirinya di samping Chanyeol, mata rusanya tak sedetikpun lepas dari paras tampan Chanyeol. "Sepertinya kau sedang senggang ya? Bagaimana kalau kita jalan-jalan ke laut berdua? Cuacanya begitu cerah hari ini."

Chanyeol terkekeh pelan. "Well, itu memang tawaran yang menarik, tapi maaf, aku tak bisa. Kau tahu aku sudah memiliki kekasih, Lu."

"Ck, lagi-lagi kau berbohong." Luhan meniup poninya jengah. "Aku tahu kau hanya mengarang tentang 'aku sudah memiliki kekasih'. Buktinya kau tak pernah sekalipun mengajak 'kekasihmu' kemari. Sudahlah, akui saja."

"Apa yang kau bicarakan? Aku benar-benar sudah memiliki kekasih kok." Chanyeol masih bersikukuh dengan alasan-menolak-kencan-Luhan.

"Oh ya? Lalu, siapa namanya? Umurnya berapa? Masih sekolah atau sudah bekerja? Kenapa kau tak pernah mengajaknya kemari?"

Sial. Chanyeol terpojok. Sepertinya si mata rusa ini sudah mencari tahu banyak informasi tentang kekasih Chanyeol, yang sebenarnya hanya–

"Kau sudah lama menunggu, Yeol?"

Seketika suara tak asing dari arah belakang Chanyeol, membuat pria tinggi itu tersentak. Adalah ketika ia mendapati orang yang ia harapkan untuk datang, senyumannya merekah sampai ke telinga perinya.

"Kyungsoo-ya~"

Mengabaikan intonasi riang Chanyeol, Luhan justru menganga tak percaya karena kedatangan pria bermata belok yang baru pertama kali dilihatnya di bar ini. Luhan sempat meyakinkan dirinya sendiri bahwa mungkin saja pria yang dipanggil 'Kyungsoo' itu hanyalah teman baik atau saudara Chanyeol, tapi bahasa tubuh yang ditunjukkan kedua pria bersurai ebony itu menyatakan hal yang sebaliknya. Dan itu membuat kepercayaan diri Luhan runtuh dalam hitungan detik.

Namun ada satu hal yang tak disadari Luhan.

"Pelukan ini akan berakhir dalam tiga detik setelah aku selesai bicara, kau rangkul bahuku, lalu kita pergi ke café untuk secangkir kopi. Ada banyak hal yang ingin kubicarakan denganmu, Park." Kyungsoo berbisik di antara pelukannya dengan Chanyeol.

"Tentu, Tuan Detektif." Chanyeol balas berbisik, memberikan usaha terbaiknya untuk tak tertawa.

.

.

Kyungsoo melipat kedua tangannya di depan dada, mata beloknya menatap datar makhluk tinggi dengan senyuman super idiot yang sudah lama tak dilihatnya. Mereka baru saja duduk di dalam café, dengan pesanan secangkir kopi hazelnut ekstra krim untuk Chanyeol, dan secangkir americano untuk Kyungsoo. Beberapa kali obsidian pria mungil itu menilik penampilan Chanyeol dari bawah ke atas, namun masih belum mengeluarkan sepatah kata. Chanyeol sendiri sebenarnya sudah gatal berdiam diri seperti ini, tapi―hell―hanya ini pilihan bijak yang bisa ia lakukan.

Untuk saat ini.

DHUAK!

"AAAUUWW!"

Demi apapun, baru sekarang setelah sekian lama, Chanyeol merasakan kembali sakit yang teramat sangat tepat di tulang keringnya. Itu berasal dari ujung sepatu Kyungsoo, omong-omong.

"Untuk apa itu?!" Chanyeol protes sambil mengusap tulang keringnya yang berdenyut.

"Hm..coba kuperiksa." Kyungsoo memasang pose berpikir. "Untuk pengambilan keputusan sepihak, untuk semua tugas yang pada akhirnya harus kukerjakan sendiri, untuk menghilang tanpa kabar, untuk pelukan kita di bar tadi, dan untuk tinggimu yang masih tak normal."

Alis Chanyeol terangkat sebelah. "Hanya itu?"

"Mau kusebutkan yang lainnya?"

"Masih ada yang lain?"

"Ya, termasuk untuk lima puluh ribu won yang belum kau kembali–"

"Aish, oke, oke, itu sudah cukup!" Chanyeol menyela. Kepalanya tiba-tiba berdenyut.

"Psh, bisa apa kau tanpaku? Terlambat sedikit saja, si Cina itu pasti sudah menyeretmu ke pantai."

Jengah mendengar cibiran Kyungsoo, Chanyeol-pun memutar bola matanya. "Ya, ya, terima kasih atas bantuanmu tadi. Kau benar-benar menolongku."

"Ya, kau beruntung aku masih peduli padamu. Dan kuperingatkan kau, tadi itu yang terakhir kalinya aku memelukmu. Lain kali aku akan bersikap acuh, kau paham?"

"Eyy~ aku meragukannya. Memangnya kau bisa mengacuhkan sahabat tampanmu ini?"

Kyungsoo menatap datar sahabat bodohnya yang menaik-turunkan alisnya bak orang mesum. "Setidaknya pilihlah satu pria untuk dijadikan kekasih. Aku yakin kau cukup laku, meskipun tak punya banyak uang di bank."

Chanyeol mengedikkan bahunya―tak peduli. Well, ia yakin Kyungsoo tak benar-benar serius dengan ucapannya barusan. Walaubagaimanapun, Chanyeol sudah mengenal Kyungsoo sejak SMA, jadi tak mungkin pria mungil itu mengacuhkannya di saat ia membutuhkannya. Meski tak dapat dipungkiri bahwa ucapan Kyungsoo ada benarnya juga. Semenjak berhenti dari kepolisian, Chanyeol dan Kyungsoo hampir tak pernah bertemu. Alhasil, Chanyeol agak kelimpungan saat menghadapi wanita dan pria yang mendekatinya. Padahal biasanya ada Kyungsoo yang akan berpura-pura sebagai kekasihnya, tapi sepertinya hal itu tak bisa berlangsung selamanya.

"Ngomong-ngomong, si rambut merah jambu itu lumayan juga."

"Uhukk! Uhukk!" Chanyeol tiba-tiba tersedak kopinya sendiri. Sementara yang lebih tinggi melayangkan tatapan bingung, yang bermata belok justru terlihat santai seolah yang barusan dikatakannya adalah hal biasa. "Kau kenal Baekhyun?"

"Tidak kenal, tapi aku tahu dia. Anak tunggal dari keluarga Byun yang memiliki Byun Florist'kan?"

Mendengarnya, Chanyeol menaikkan sebelah alisnya―curiga. "Kau memata-mataiku?"

Giliran Kyungsoo yang mengedikkan bahunya. "Daripada itu, kapan kau akan mengakui perasaanmu? Kau bisa dikatai maniak jika terus menerus menggoda bocah SMA."

"Kau ini sok tahu."

"Hanya karena aku tak peduli, kau pikir bisa membodohi mataku?" Kyungsoo mendengus keras, kemudian menyesap kopinya sesaat. "Ngomong-ngomong, aku butuh bantuanmu."

Atensi Chanyeol berpindah pada Kyungsoo, alisnya menyatu dalam sedetik. "Bantuan apa?"

.

.

Kepala Kyungsoo manggut-manggut begitu mobilnya parkir di depan Byun Florist. Meski hanya melihat dari dalam mobil, nyatanya toko bunga berdesain klasik minimalis yang dominan dengan warna putih itu berhasil memikat Kyungsoo, terutama kecantikan beberapa jenis bunga yang dipajang di depan toko. Untuk beberapa saat, pria bermata belok itu mengabaikan kehadiran Chanyeol yang duduk di sebelahnya.

"Jadi, ini ya Byun Florist?" gumamnya, yang mana membuat Chanyeol menaikkan sebelah alisnya.

"Kau baru tahu? Kupikir kau memata-mataiku selama ini?"

"Aku ini detektif, bukan penguntit, Chanyeol." Kyungsoo menoleh pada Chanyeol. "Kau sudah pelajari berkasnya?"

"Ya."

"Bagus, jangan lupa waktumu hanya sampai lusa sebelum jam dua belas siang."

"Jangan khawatir." Chanyeol mengerling genit ke arah Kyungsoo. "Kau hanya tinggal menyiapkan bayaranku saja, Kyungie~"

"Wajahmu benar-benar minta dipukul, Park."

Chanyeol terkekeh mendapati respon ketus sahabatnya―seperti biasa. "Baiklah, akan kukabari begitu sudah selesai. Sampai jumpa, teman lama~" Kemudian keluar dari mobil Kyungsoo. Pria tinggi itu sempat melambaikan tangannya pada Kyungsoo―yang dibalas singkat oleh pria mungil itu.

Tak lama setelah mobil putih Kyungsoo meninggalkan Byun Florist, siluet Baekhyun yang baru turun dari bus berhasil menarik atensi Chanyeol. Senyuman yang mencapai telinga selalu menjadi reaksi pertama setiap kali ia melihat remaja mungil itu. Tak ingin membuang banyak waktu dengan berdiam diri, Chanyeol-pun menggerakkan kaki-kaki panjangnya menuju tempat Baekhyun berdiri.

"Hey, Baekhyunnie. Baru pulang sekolah ya?"

Baekhyun sebenarnya malas meladeni Chanyeol, terutama saat ia baru saja pulang dari sekolah, tapi ia ingat orangtuanya pernah mengajarkannya sopan santun. Jadi, meskipun mood-nya sedang tak terlalu baik, remaja bermata sipit itu tetap membalas sapaan Chanyeol dengan berdehem.

"Kau lapar? Ayo kita makan crepe!"

"Tidak, terima kasih."

"Atau kau mau es krim? Aku tahu tempat yang menjual berbagai macam rasa, kau pasti–"

"Hyung!" Baekhyun memotong cepat dengan intonasi ketus, raut mukanya tiba-tiba mengeruh. "Tolong jangan ganggu aku sehari ini saja. Aku lelah, oke? Aku ingin beristirahat."

Chanyeol menangkap dengan jelas kejengkelan dari paras manis Baekhyun, dan ia tahu bahwa Baekhyun bersungguh-sungguh kali ini. Entah bagaimana, Chanyeol tak mampu berbuat apa-apa jika Baekhyun sudah mengeluarkan ekspresi itu. Sejujurnya, ia tak suka ekspresi itu, tapi apalah daya? Yang mampu dilakukannya hanyalah tersenyum miring, berusaha menekan lamat-lamat rasa sesak dalam dadanya.

"Tentu." Chanyeol mengacak rambut Baekhyun sesaat. "Beristirahatlah, Bunga Kecil."

Chanyeol tak tahu bahwa ia melewatkan satu momen dimana ketika punggungnya menghadap Baekhyun, remaja mungil itu menampakkan raut bersalahnya. Meski begitu, Baekhyun tak melakukan apapun. Well, ia tak akan memungkiri bahwa ucapannya tadi agak keterlaluan, padahal ia tahu benar bahwa Chanyeol tak pernah bermaksud mengganggunya. Hanya saja..terkadang perhatian Chanyeol yang berlebihan, membuatnya agak jengah. Baekhyun ingin egois untuk hari ini. Toh esok hari semuanya akan kembali seperti biasanya, bukan?

###

Lazimnya Baekhyun akan berangkat agak pagi di hari Rabu, mengingat ia adalah petugas piket untuk hari ini, namun sepertinya tidak untuk kali ini. Laki-laki bersurai merah jambu itu justru masih berdiam diri di depan meja kasir, tampak dilanda kebosanan sampai kepalanya ia topang dengan tangannya yang bertumpu pada meja. Sesekali jemari lentiknya ia ketukkan di meja―sekedar usaha pengusir kebosanan, tapi tak terlalu efektif setelah hampir lima belas menit berlalu.

"Kenapa dia belum keluar? Apa dia masih tidur?" gumam Baekhyun setelah mata berhiaskan eye-liner miliknya melirik ke arah pintu belakang untuk yang kesepuluh kalinya. Well, sebenarnya tak ada ada alasan khusus dari tingkah Baekhyun hari ini, hanya..sedang menunggu pria tinggi bertelinga lebar keluar dari sarangnya (baca: Park Chanyeol).

"Ugh.." Baekhyun menggigit bibir bawahnya―gelisah. Jam dinding telah menunjukkan pukul tujuh lewat dua puluh lima menit. Perjalanan dari rumah menuju sekolah memakan waktu sekitar tiga puluh menit, dan gerbang sekolah akan ditutup tiga puluh lima menit lagi. Ia sudah terlambat untuk tugas piketnya, dan jika berani mengulur lebih banyak waktu, ia pasti akan terlambat.

"Aish, kemana sih si Yoda itu?" gerutunya, masih pada tempatnya. Ia ingin segera berangkat ke sekolah, tapi rasa penasaran menghantuinya, dan―sayangnya―rasa gengsinya (untuk tak menghampiri Chanyeol duluan) masih menang di saat-saat seperti ini. Laki-laki mungil itu malah berakhir dengan berjalan di tempat sambil sesekali melirik jam dinding.

"Baek?" Suara Nyonya Byun tiba-tiba muncul dari arah pintu depan Byun Florist. "Kenapa belum berangkat?"

"Um..Eomma lihat Chanyeol Hyung?" Baekhyun bertanya pada akhirnya. Hell, ia harus―jika tak mau terus-terusan penasaran.

"Chanyeol? Dia pergi tadi malam."

Alis Baekhyun menukik tajam. "Pergi? Kemana?"

"Dia tak bilang kemana, tapi yang pasti ia mendapat tugas. Dia tak bilang padamu?" Nyonya Byun balik bertanya, dan Baekhyun menggeleng pelan. Seketika ia teringat perkataannya pada Chanyeol kemarin.

"Hyung! Tolong jangan ganggu aku sehari ini saja. Aku lelah, oke? Aku ingin beristirahat."

"Tentu." Chanyeol mengacak rambut Baekhyun sesaat. "Beristirahatlah, Bunga Kecil."

Apa Chanyeol sengaja tak bilang ia pergi bertugas karena Baekhyun tak ingin diganggu?

"K–kapan dia akan pulang?" Baekhyun betanya lagi, tak dihiraukannya jarum panjang jam dinding yang sudah mendekati angka enam.

"Hm..entahlah, tapi dia bilang akan segera pulang kok."

"Begitu.." Baekhyun menunduk lesu. Entah kenapa, ia merasa tidak enak pada Chanyeol. Padahal biasanya pria tinggi itu selalu memberitahu Baekhyun jika akan pergi bertugas, tapi gara-gara perkataannya kemarin, semuanya jadi begini. Ia pikir akan minta maaf sepulangnya Chanyeol bertugas.

###

Baekhyun kembali menghela napas―lebih panjang dari sebelumnya, dengan kepala terkulai di atas meja dan mata memandangi langit biru yang cerah. Itu adalah yang kedelapan kalinya, omong-omong. Jongdae tak mungkin salah perkiraan karena ia menghitungnya semenjak laki-laki bersurai merah jambu itu memasuki kelas mereka. Dan Jongdae yakin ada alasan di balik sikap Baekhyun yang agak pendiam ini.

"Kau sedang ada masalah?"

"Tidak."

"Lalu, kenapa lesu sekali? Kau sakit?"

Baekhyun menghela napas sesaat sebelum menjawab pertanyaan Jongdae. "Aku baik-baik saja, Jongdae."

Namun Jongdae tak begitu yakin. Jadi, iapun mengubah posisi duduknya ke bangku di depan Baekhyun. Diperhatikannya dengan saksama wajah lesu sahabatnya itu. "Kau pikir aku baru mengenalmu kemarin, hah? Kau sudah menghela napas sembilan kali, aku tahu sesuatu telah terjadi. Kau tak mau cerita ada apa?"

Ah, sungguh, tak ada yang bisa Baekhyun sembunyikan dari sahabat untanya ini.

"Si Yoda belum pulang semenjak kemarin, ponselnya bahkan tak bisa dihubungi."

Satu detik. Dua detik. Tiga detik.

"Astaga, akhirnya ini terjadi."

Baekhyun melirik Jongdae, dahinya berkerut―pertanda kebingungan. "Apa maksudmu?"

"Kau akhirnya merindukan si tampan bounty hunter itu! Oh astaga, aku tak percaya akhirnya hari ini datang–"

"Hey, whoa, whoa, whoa!" Baekhyun segera menghentikan pekikan Jongdae yang menyerupai fangirl. "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Aku tidak merindukan si Yoda."

"Tentu saja kau merindukannya."

"Aku tidak!"

"Kau menghubunginya duluan~"

Dan Baekhyun bungkam, yang mana menciptakan seringaian tak termaafkan di bibir unta Jongdae.

"Aigoo~ kau tak sadar atau pura-pura tak sadar, hm? Tak perlu malu untuk mengakuinya, Bacon~"

"I–itu bukan berarti aku merindukannya, Kim Jongdae! Dia tiba-tiba saja pergi tanpa memberitahuku, dan sampai sekarang belum pulang–"

"Jadi, kau mengkhawatirkannya?"

Baekhyun sungguh tak bisa menahan rona pipinya lebih lama lagi, itu mulai menjalar sampai ke ujung telinganya. Astaga, kenapa ia bisa-bisanya bersemu hanya karena godaan Jongdae? Padahal ia cukup yakin bahwa ia tak sedang merindukan ataupun mengkhawatirkan Park Chanyeol. Ia hanya sedikit penasaran. Ya, penasaran kenapa si telinga lebar itu belum pulang dari tugasnya? Tak biasanya ia bertugas lebih dari dua hari.

"Ooh~ aku mencium tanda-tanda cinta disini~"

Tapi―hell, penjelasan Baekhyun tak akan berpengaruh banyak pada godaan unta sialan ini.

"Hey, kau mau kemana?" tanya Jongdae ketika Baekhyun bangkit dari duduknya.

"TOILET!"

"Oh, mau mencoba menghubungi si tampan bounty hunter itu ya? Semoga beruntung, kalau begitu~"

Baekhyun bersumpah ia akan menuangkan sianida ke minuman Jongdae saat jam istirahat.

.

.

"Baek, kau mau strawberry short cake?" Suara nyaring Nyonya Byun terdengar memanggil namanya dari arah dapur.

"Tidak, Eomma." Laki-laki mungil itu menyahut dengan lesu. Perlu diketahui bahwa hal ini hampir tak pernah terjadi sebelumnya. Lazimnya, Baekhyun akan berlari dengan hati berbunga-bunga saat Eomma-nya menawari cake kesukaannya. Namun entah kenapa, ia tak berselera. Ia tak ingin melakukan apapun sekarang ini, ia bahkan tak menunjukkan senyumannya pada beberapa pelanggan yang masuk ke Byun Florist.

Entah bagaimana, pikirannya selalu tertuju pada Chanyeol. Apakah pria tinggi itu sudah selesai bertugas? Kenapa ia belum pulang sampai sekarang? Mungkinkah terjadi sesuatu padanya sehingga ia tak bisa dihubungi sama sekali? Memikirkan pertanyaan-pertanyaan ini, secara tak sadar membuat Baekhyun melamun dengan alis menyatu. Tak jarang pula laki-laki bersurai merah jambu itu menggigit bibir bawahnya saking gelisahnya.

"Apa kuhubungi sekali lagi ya?" gumamnya, yang tak lama kemudian disusul dengan aksinya mencari nomor Chanyeol di ponselnya.

Sibuk dengan kegiatannya, Baekhyun sama sekali tak menyadari kedatangan seseorang dari arah pintu depan Byun Florist. Sosok tinggi bersurai ebony itu berjalan mengendap-endap ke tempat Baekhyun berada, dengan sepiring strawberry short cake di tangan kanannya.

"Kau yakin tak mau makan cake kesukaanmu, Bunga Kecil-ku?"

Dalam sepersekian detik, Baekhyun mendongakkan kepalanya dengan mata membulat sempurna, tepat ke si pemilik suara husky yang tak asing itu. Dan yang terjadi berikutnya adalah Baekhyun yang tak mampu merangkai kata-kata dengan benar.

"C–Chanyeol Hyung? Ap–apa yang–kenapa Hyung bisa–"

Chanyeol tertawa keras mendengar suara Baekhyun yang terbata-bata itu. "Hey, ada apa denganmu? Kenapa suaramu–"

Kali ini, Chanyeol yang dikejutkan oleh aksi si mungil yang tiba-tiba memeluknya. Mata bulatnya mengerjap dua kali sebelum akhirnya bertanya, "Hey, kau kenapa? Apa semuanya–"

"Kenapa Hyung tak beri tahu aku kalau Hyung akan pergi bertugas? Kenapa ponsel Hyung tak bisa dihubungi? Dan kenapa Hyung baru pulang sekarang?"

Chanyeol sangat terkejut―tentu saja. Ini pertama kalinya Baekhyun memberikan pertanyaan beruntun padanya, terutama dalam posisi memeluk seperti ini. Entah ini hanya perasaannya saja atau apa, tapi Chanyeol merasa Baekhyun tengah mengkhawatirkannya. Meski tak tahu apa yang membuat Baekhyun jadi seperti ini, tapi tak bisa disangkal bahwa hati Chanyeol menghangat dibuatnya. Maka, pria tinggi itupun tak berpikir dua kali untuk membalas pelukan si mungil.

"Maaf." Chanyeol mengusap surai merah jambu Baekhyun. "Dua hari yang lalu, aku mendapat tugas dari temanku, dan baru selesai tadi pagi. Kupikir waktu itu kau tak ingin diganggu siapapun, itu sebabnya aku pergi tanpa memberitahumu. Lalu mengenai ponselku, itu terlindas mobil saat aku mengejar target. Ah sial, sepertinya aku harus beli lagi yang baru, padahal aku pikir bisa menabung untuk uang sewa bulan depan."

Anehnya, mendengar ucapan panjang lebar Chanyeol tak membuat Baekhyun jengkel―seperti yang ia rasakan dulu. Ia justru merasa lega karena pikiran buruknya tak terjadi. Ia bersyukur Chanyeol masih bisa berkicau panjang lebar, karena itu artinya pria bertelinga lebar itu baik-baik saja.

"Atas perkataan kasarku waktu itu, aku..minta maaf.." cicit Baekhyun seraya melepaskan pelukannya. Jemarinya bermain satu sama lain, perpaduan antara gugup pasca berpelukan dan rasa bersalah yang masih bersarang.

Chanyeol tersenyum maklum. "Tidak apa, aku mengerti. Lagipula–"

"Tangan Hyung terluka?" Baekhyun menginterupsi ketika melihat beberapa luka lecet di punggung tangan Chanyeol. Refleks, ia meraih tangan pria tinggi itu untuk melihatnya lebih dekat.

"Oh, ini? Tidak apa-apa, ini hanya lecet."

"Kenapa tak langsung diobati? Ini bisa infeksi, Hyung! Tunggu disini, oke? Aku akan ambil kotak P3K."

Chanyeol lagi-lagi dikejutkan oleh reaksi Baekhyun yang baginya tak biasa. Terhitung lima detik Chanyeol tercengang sebelum akhirnya berkedip dua kali, yang kemudian disusul dengan memindahkan atensinya pada sosok Baekhyun yang sibuk mencari kotak P3K di sudut ruangan. Pria tinggi itu semakin penasaran kenapa tiba-tiba Baekhyun jadi perhatian begini? Sebegitu khawatirnyakah Baekhyun padanya?

"Tangan."

Chanyeol menurut saja dengan memberikan tangannya pada Baekhyun. Detik-detik keheningan dalam Byun Florist itu kemudian diisi dengan Chanyeol yang memerhatikan aksi si mungil yang mengobati luka-lukanya. Ia begitu telaten, bahkan sesekali meniup luka Chanyeol agar tak terasa perih.

"Jangan menyepelekan luka kecil, Hyung. Sekalipun hanya lecet, tetap harus diobati."

Tak ada respon dari Chanyeol. Pria bersurai ebony itu bahkan sepertinya tak mendengar ucapan Baekhyun saking terlalu fokusnya pada rasa penasarannya. Well, Chanyeol tahu pasti bahwa Baekhyun adalah anak yang baik, namun mendapatkan perhatian seperti ini adalah pertama kalinya bagi Chanyeol. Ia terenyuh―sungguh. Dan entah bagaimana, hal itu membuat perutnya serasa digelitiki kupu-kupu, yang mana merambat dan menghasilkan sebuah debaran halus dalam dadanya.

"Kenapa Hyung berhenti dari kepolisian? Padahal menjadi polisi jauh lebih baik daripada menjadi bounty hunter." ujar Baekhyun, tanpa menatap netra Chanyeol.

Untuk beberapa saat, Chanyeol termenung. Kilasan pekerjaan yang dulu diembannya satu persatu berseliweran dalam benaknya, dimulai dari hari pertamanya bekerja sebagai polisi sampai ke bagian paling menyakitkan dimana ia perang mulut dengan atasannya.

"Karena aku tak sepaham dengan mereka. Caraku berpikir, juga caraku bertindak, terlalu banyak perbedaan disana." Chanyeol menatap Baekhyun, sebuah senyuman simpul tercetak di sudut bibirnya. "Kupikir hal itu tak bisa dibiarkan berlarut-larut. Itu sebabnya aku memutuskan untuk berhenti."

"Dan menjadi bounty hunter adalah pilihan terbaik?"

Chanyeol mengedikkan bahunya. "Setidaknya aku masih nyaman dengan pekerjaan ini. Aku bisa menangkap kriminalis dengan caraku sendiri. Dan lagi, bayarannya jauh lebih besar dibandingkan menjadi polisi, hehe~"

"Tapi menjadi bounty hunter jauh lebih beresiko, Hyung." Baekhyun mengelus perlahan tangan Chanyeol yang terluka. "Pekerjaan ini bisa mengancam nyawamu kapan saja. Apa Hyung tidak takut?"

Chanyeol pikir Baekhyun ada benarnya juga. Menjadi bounty hunter berarti menangkap kriminalis sendirian dalam waktu tertentu, yang artinya segala cara harus dilakukan meskipun itu mengancam nyawamu sendiri. Tak aneh jika dari pekerjaan ini, Chanyeol selalu mendapatkan luka di beberapa bagian tubuhnya. Kekurangan lainnya dari pekerjaan ini adalah kau tak akan selalu mendapatkan tugas karena persaingan dengan bounty hunter lainnya cukup ketat. Bisa dikatakan, pekerjaan ini bergantung pada keberuntunganmu sendiri.

Namun anehnya, Chanyeol tak menyesal telah memilih pekerjaan ini.

"Well, itu memang benar. Tapi toh suatu saat nanti, kita akan kembali ke sisi Tuhan, bukan? Jadi, kupikir menjadi bounty hunter bukan hal yang perlu ditakuti."

"Lalu, bagaimana dengan orang-orang di sekeliling Hyung? Keluarga Hyung pasti khawatir'kan jika Hyung mengemban pekerjaan berbahaya seperti ini?"

Chanyeol tersenyum lembut, kemudian mengacak surai merah jambu Baekhyun dengan gemas. "Orangtuaku sudah lama meninggal, Baek, dan aku juga tak punya sanak saudara. Jadi, kupikir tak akan ada yang mengkhawatirkanku."

"Aku akan mengkhawatirkan Hyung."

Sebagai catatan―tadi itu refleks, Baekhyun bahkan baru menyadarinya. Dan secepat itu pula, Baekhyun menundukkan kepalanya karena pipinya terlanjur dipenuhi rona kemerahan. Dalam hati, laki-laki mungil itu merutuki mulutnya yang berbicara seenaknya.

"Kau curang, Baek." ucap Chanyeol lirih, tangannya tanpa bisa dikendalikan bergerak ke arah pipi Baekhyun. "Kalau kau bersikap seperti ini terus, aku tak'kan bisa mengontrol perasaanku."

"Eh?" Detik ketika Baekhyun mendongakkan kepalanya, detik itu pula napasnya tertahan di tenggorokan, tepatnya saat bibirnya bersentuhan dengan bibir Chanyeol. Terkejut? Sangat malah. Bahkan untuk beberapa momen yang terasa seperti slow-motion itu, mata Baekhyun sulit berkedip. Namun anehnya, ia juga tak menolak ciuman itu.

Entah bagaimana, rasa manis di bibir Chanyeol terasa berbeda dari semua rasa manis yang pernah dirasakannya. Rasa manis ini membuatnya meleleh bak lelehan lava, pun menghasilkan deburan ombak yang saling berkejaran dalam dadanya. Ini kali pertama Baekhyun merasakannya. Terasa asing, namun ia menyukainya. Dan rasa manis inilah yang menuntunnya untuk memejamkan matanya, untuk membalas sapuan bibir Chanyeol.

Dan kejutan belum berakhir sampai disitu.

Saat ciuman itu berakhir di detik kesepuluh, dan netra Chanyeol bersirobok dengan netra Baekhyun, saat itulah Baekhyun mendengar Chanyeol mengatakan, "Aku mencintaimu, Baek.."

"E–eh?"

"Aku tahu ini begitu tiba-tiba, tapi aku bersungguh-sungguh." Dielusnya pipi Baekhyun yang merona, tanpa mengalihkan atensinya dari obsidian si mungil. "Sudah lama aku mencintaimu, Baek.."

Baekhyun yang tak menyangka akan mendapatkan pernyataan cinta dari Chanyeol, pun menjadi salah tingkah. Matanya bergerak gelisah, dan debaran jantungnya yang tak terkontrol benar-benar tak membantunya berpikir jernih. Alhasil, si mungil tak mampu mengeluarkan kata-kata. Chanyeol yang paham situasi, menunjukkan sisi kedewasaannya dengan tersenyum maklum.

"Tak perlu terburu-buru memberikan jawaban." Chanyeol mengelus surai merah jambu si mungil Byun. "Aku akan menunggumu."

Mendengarnya, ada perasaan lega juga senang di hati Baekhyun, yang mana menghasilkan senyuman tipis yang terkesan malu-malu di sudut bibirnya. "A–aku akan memikirkannya. Terima kasih, Hyung.."

"Aku yang seharusnya berterima kasih, Baekhyunnie. Tapi sebelumnya," Chanyeol menyeringai seraya mengeluarkan ponselnya, "Aku harus mengabadikan wajah strawberry-mu dulu. Ayo senyum, Bunga Kecil-ku~"

CKREK! CKREK!

"AISH, YAK!"

.
.

-oOo-

.
.

END

.
.

-oOo-

.
.

THANKS FOR READING

LEAVE A REVIEW

.
.

-oOo-

.
.

NOTE BY #CHANBAEKID

Mohon readers memberi tahu jika merasa pernah membaca cerita yang serupa dan mirip, karena CIC tidak sempat mengecek satu per satu fanfic yang masuk. Jadi mohon bantuannya bila sekiranya ada unsur plagiat. Terima kasih atas kerjasamanya