Disclaimer: Vocaloid bukan milik Rina

Oke, kayak na udah cukup jelas, sebagai hadiah buat readers karena hari ini (yah, sebener na dah lewat sie) Rina lagi ultah, dan kayak na Rina kepikiran lanjutan dari "Welcome Back, Again" jadi Rina bikin semacem… spin-off dan bisa dibilang… sequel, meski nie juga agak prekuel. Anyway, selamat membaca ya~


Normal POV


Matahari bersinar dengan bersemangat tanpa gagguan dari awan-awan yang ada di langit. Udara pun menjadi terasa sangat panas akibat ulah iseng dari matahari. Meski tidak ada yang bisa menyangkal bahwa yang namanya Musim Panas, ya, cuaca sepertinya sudah diwajibkan untuk jadi panas.

Di bawah teriknya sinar matahari, bisa kita lihat sepasang cowok dan cewek yang sedang berjalan di jalanan dengan menenteng beberapa tas kresek ukuran besar di kedua tangan yang cowok. Dari jauh, mereka tampak seperti pasangan biasa yang sedang sibuk bermesraan di depan umum tanpa mempedulikan kata orang-orang di sekitar mereka yang merasa kepanasan. Tapi setelah dilihat dari dekat, bisa dilihat bahwa mereka sangatlah mirip. Mereka sama-sama memiliki warna rambut Honey Blond meski yang cowok lebih tepat dibilang Golden, lalu mata mereka juga sama-sama berwarna biru Sapphire. Yang membedakan adalah selain kenyataan mereka adalah cowok dan cewek, adalah perbedaan tinggi mereka yang cukup signifikan.

Namun, jika dilihat jauh lebih teliti pada ceweknya, bisa dilihat bahwa dia memakai sesuatu yang memiliki bentuk serupa headphone mini di telinga kanannya. Bagi yang tidak tahu akan mengira bahwa itu benar-benar merupakan headphone. Tapi yang mengetahui tentang apa benda itu sebenarnya, pasti tahu bahwa itu bukan merupakan apa yang tampak di hadapan mata oramg.

100 untuk kalian yang menjawab dengan benar (jika pertama kali baca) bahwa cewek itu merupakan seorang gadis yang menderita tuli. Dia tidak tuli semenjak lahir, melainkan karena kecelakaan yang pernah menimpanya dan juga keluarganya, sehingga dia kehilangan nyaris semua pendengarannya dan juga seluruh keluarganya. Cewek itu bernama Kagamine Rin, meski dia kelihatan kekanakan, dia merupakan seorang guru di sebuah SMA Khusus dan sudah berumur 22 tahun.

Beralih ke cowok (ganteng) yang berada di sebelah Rin. Cowok itu memiliki nama Kagamine Len. Lalu meski bermarga sama, Len dan Rin tidak setetes pun berhubungan darah. Nama keluarga mereka memiliki bunyi yang sama meski tulisan yang berbeda. Len adalah seorang mahasiswa di Luar Negeri pada jurusan Kedokteran dan sudah berada di tahun terakhirnya. Penampilannya tampak sedikit-ralat-sangat, shota, itu tentu saja karena wajahnya yang tampak seperti perempuan, lalu rambutnya yang acak-acakan itu diikatnya menjadi ponytail kecil sehingga dari jauh, Len tampak seperti gadis tomboi, meski semenjak dia menjadi umur 20-an, sifat shota itu mulai sedikit terkikis.

Berbeda dengan Rin yang mengalami cacat fisik, Len merupakan cowok dengan kondisi fisik dan mental luar dalam yang sempurna. Sempurna dalam artian tidak kurang satu bagian pun, ataupun ada satu bagian dari dirinya yang tidak berfungsi dengan baik secara permanen alias Len tidak cacat.

"Len, kenapa kau tidak bilang-bilang bahwa kau akan pulang?" tanya Rin dengan lugunya sambil membantu Len membawakan beberapa belanjaan yang jauh lebih ringan dengan tangan kirinya. Rin sebenarnya tidak kidal, tapi karena dia baru saja tertimpa kecelakaan, dia harus rela tangan kanannya tidak berfungsi untuk sementara hingga sembuh.

Len yang dengan santainya mengikuti langkah kaki Rin dengan tersenyum sendiri, menengok ke arah Rin yang baru saja bertanya. Rin melihat Len dengan heran, karena Rin menyadari bahwa sedari tadi Len tersenyum-senyum sendiri.

Sempat terlintas di pikiran Rin bahwa Len melihat hantu, tapi Len tidak bisa melihat hantu, jadi coret saja kemungkinan itu.

Len melihat ke arah lain sebelum berkata, "Kira-kira… kenapa, ya?" ujar Len dengan nada setengah bermain-main.

Rin menggembungkan kedua pipinya lalu menengok ke arah lain dengan sangat cepat, tanda bahwa dia sedang sebal. Rin kemudian berkata, "Jangan-jangan… untuk menghindari kejaran penggemar gilamu, ya?" ujar Rin dengan sebal dan bisa dirasakan nada cemburu yang sangat kental di setiap perkataannya.

Kini giliran Len yang memasang wajah memelas, melihat Rin yang (entah kenapa) merasa curiga lagi. Len sudah hafal apa maksud dari Rin, tapi karena melihat Rin cemburu membuatnya agak merasa senang, Len menjawab, "Bagaimana jika aku pulang untuk mengejar seseorang?" ujar Len sedikit asal saja, tapi dengan memandangi setiap gerakan Rin.

Rin segera mengubah arah pandangannya pada Len lagi, dan melihat Len dengan wajah yang tampak sangat kaget, dan mungkin bisa berubah menjadi wajah cemburu lagi dalam beberapa detik. Rin kemudian berkata, "Siapa?" tanya Rin dengan polosnya meski masih terdengar cemburu.

Len tidak mengalihkan pandangannya dari Rin dan hanya tersenyum simpul sambil memperhatikan Rin. Wajah Rin spontan memerah dan Rin langsung menundukkan kepalanya, sementara ia berkata, "T-t-tak usah dilihati seperti itu, dong… aku malu," ujar Rin dengan malu-malu.

Len masih tetap saja memandangi Rin, dengan melirik ke jalan yang dia lewati melalui ujung matanya. Len kemudian berkata, "Kau tidak mau?" tanya Len.

Saat Rin hendak menjawab, Len menyadari terlebih dahulu bahwa mereka sudah dekat dengan rumah Rin sehingga dia berkata, "Ah, kita sudah sampai di rumahmu," ujar Len yang mempercepat langkah kakinya. Sepertinya suhu udara musim Panas sudah cukup panas bagi Len yang biasa tinggal di Luar Negeri

Rin dengan tidak ikhlas segera berlari mengejar Len yang sudah berlari mendahuluinya. Rin sempat heran, apa beban di kedua tangan Len tidak terasa baginya, kok dia bisa berlari secepat itu?

Saat Rin sampai di depan pintu rumahnya, Len tampak menunggu dengan senyuman, meski pandangannya masih tertuju pada Rin dari atas hingga ke bawah, dan terus mengikuti gerakan Rin meski Rin hanya bergerak sedikit untuk mengambil kunci rumah.

Tanpa melihat pun, Rin tahu bahwa pandangan Len tertuju padanya dan tidak bisa mengelak bahwa wajahnya menjadi makin panas menyamai panas di siang itu.

Setelah beberapa lama berusaha untuk membukakan pintu, Rin akhirnya berhasil membuka pintunya meski dengan menggunakan tangan kiri.

Rin kemudian mempersilahkan Len masuk, setelah Rin memasuki rumah terlebih dahulu. Len dengan santai melakukannya sambil membawa beban berat di kedua tangannya, tapi tampak seperti sedang tidak membawa apapun.

Rin kemudian mengunci pintu depan, karena cuaca di luar juga sangatlah panas. Dia tidak ingin udara dingin di dalam rumahnya ikut-ikut tercampur dengan udara panas.

Mereka berdua berjalan terus hingga mencapai ruang tengah yang tersambung dengan ruang makan dan juga dapur. Len meletakkan tas kresek yang dia bawa pada meja sementara Rin berjalan menuju dapur.

"Len, kau ingin minum apa?" tanya Rin sambil berjalan menuju dapur dengan membelakangi Len. Tapi tentu saja sebagai pacar yang baik, Rin memalingkan kepalanya, setidaknya untuk melihat ekspresi Len.

Len diam membisu sambil melihat Rin, tapi tidak segaris dengan matanya, tapi sedikit lebih ke bawah. Rin menyadari bahwa Len sepertinya sedang melamunkan sesuatu yang tidak ia ketahui, tapi tahu setidaknya bahwa Len memperhatikan dirinya terus.

"Len?" panggil Rin lagi.

Len mengedipkan matanya dan sepertinya terlihat sedikit kaget dengan Rin yang melihatnya dengan tatapan heran. Len buru-buru memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan wajahnya yang menjadi memerah dengan cepat. Bertemu dengan Rin lagi membuat pikirannya nyaris gila. Karena Len tidak mendengar bahwa Rin tadi bertanya tentang minum, Len segera duduk di sofa ruang tengah.

Rin tampak khawatir melihat Len yang tiba-tiba menjadi aneh. Rin kemudian memasukkan beberapa buah es batu ke dalam 2 gelas, satu untuk Len dan satu lagi untuk dirinya sendiri.

Rin kemudian meletakkan kedua gelas itu pada nampan dan membawanya menuju ke tempat Len yang duduk membatu di sofa ruang tengah. Rin kemudian duduk di sebelah Len dengan cukup dekat, sebelum meletakkan nampan yang dia bawa dengan sedikit lebih keras, agar Len mendengarnya.

Suara Rin yang meletakkan nampannya di atas meja, membuat Len menyadari keberadaan Rin di sampingnya, setelah Len melamun lagi untuk yang entah ke berapa kali. Len melihat ke arah Rin yang khawatir saat Rin bertanya, "Len, apa kau sakit? Daritadi kau melamun…" ujar Rin dengan khawatir.

Len melihat Rin dengan sedikit keheranan, iya, dia memang sakit, tapi sakit cinta pada Rin.

Len membelai kepala Rin dengan lembut sebelum berkata, "Aku tidak apa-apa, hanya ketika aku melihatmu setelah beberapa tahun tidak pernah bertemu langsung, aku jadi… bingung ingin berkata apa," ujar Len dengan lembut pada Rin.

Wajah Rin spontan memerah. Len melepaskan topi yang, tanpa Rin sadari, masih berada di kepalanya. Dengan pelan, Len mendekatkan wajahnya dengan wajah Rin dan perlahan-lahan mencium bibir Rin dengan penuh kasih sayang yang tidak bisa diungkapkan Len dalam kata-kata.

Rin menemukan dirinya yang sedikit kaget, ketika Len tiba-tiba menciumnya meski Len melakukannya dengan sangat lambat. Secara reflek, Rin menutup matanya dan menikmati manisnya bibir dari kekasihnya itu.

Setelah beberapa saat lamanya, yang terasa seperti bertahun-tahun bagi Rin dan Len, bibir mereka terpisahkan. Len membuka matanya dan memandangi Rin yang baginya sangat cantik bagaikan dewi. Secara perlahan, Rin membuka matanya juga dan mereka saling pandang satu sama lain.

Len lah yang pertama kali memecahkan keheningan di antara mereka, dengan berkata, "Aku mencintaimu Rin…" ujar Len.

Wajah Rin spontan memerah, saat dia mendengar pernyataan dari Len itu. Dengan perlahan, Len menyingkirkan helaian rambut Rin yang menghalangi pandangannya, lalu dikembalikannya ke belakang telinga Rin. Rin entah karena pikiran apa, sontak memegang tangan Len dan menghentikan tangan Len untuk menyingkirkan helai rambutnya itu.

Sekarang giliran Len yang kaget, karena Rin yang menghentikan tangannya. Rin kemudian memandu tangan Len turun menuju dadanya yang berdegup dengan sangat kencang. Len bisa merasakan debaran yang tidak teratur itu di bawah kulit tangannya.

Rin kemudian berkata, "Kau curang Len… kenapa kau bisa mengatakan hal-hal yang membuat hatiku melayang dengan sangat mudah… sementara aku sendiri tidak bisa mengatakan dengan jelas bahwa aku… aku…" Rin melihat ke arah lain untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah.

Len membeku di tempatnya saat Rin mendekatkan tubuhnya pada Len, sehingga bahu mereka bersentuhan. Rin kemudian dengan pelan berkata, "Aku… juga sangat mencintaimu Len… aku tak bisa hidup tanpamu di sisiku… bayang-bayang bahwa gadis lain sedang ada di dekatmu ketika aku tidak ada, berusaha mengambilmu dariku, membuatku sangat… sangat takut…" ujar Rin dengan tersendat-sendat.

Len yang mendengarkan keluh kesah Rin merasa hatinya menjadi sakit juga, seakan merasakan rasa sakit dari Rin yang ia tinggalkan. Perasaannya sendiri juga sama, tidak ada hari, tak ada jam, tak ada menit, tak ada detik yang pernah ia lewatkan tanpa merasa khawatir akan keadaan Rin dan juga bayangan Rin yang kapan saja akan… meninggalkannya, memikirkannya saja sudah membuat Len menjadi sangat cemburu dan juga khawatir.

Dengan perlahan Len mengalungkan kedua tangannya untuk memeluk tubuh Rin yang jauh lebih kecil darinya. Rin membenamkan kepalanya pada dada Len sementara mereka saling memeluk satu sama lain. Tidak ada kata-kata yang bisa mereka katakan selain kegundahan mereka, tapi saat mereka bertemu perasaan itu sedikit demi sedikit terkikis dan berubah menjadi penyubur cinta mereka.

Setelah beberapa saat lamanya mereka berpelukan dalam diam, akhirnya Rin yang kini memecahkan keheningan, "Len… kenapa kau pulang tanpa bilang kepadaku?" tanya Rin dengan perlahan.

Len diam sejenak, berusaha untuk menyusun kata-kata yang sudah dia latih selama entah berapa lama. Dengan perlahan, Len melepaskan Rin dari pelukannya meski tidak begitu ikhlas. Setelah menarik nafas yang cukup panjang, Len menatap Rin dengan tatapan lurus dan bisa dibilang, tajam.

Rin melihat ke arah Len dengan tidak mengerti, meski setidaknya dia tahu bahwa Len akan mengatakan sesuatu yang dianggapnya penting.

Len kemudian membuka mulutnya sedikit, "Rin… apa kau ingat bagaimana dulu kita bertemu?" tanya Len dengan pelan, seperti sedang menyiapkan hatinya sendiri.

Rin memiringkan kepalanya, dia tidak mengerti arah dari perkataan Len itu, meski dia memang mengingat dengan jelas setiap hari yang mereka lewati bersama.

"Tentu saja…?" jawab Rin dengan mantap meski terkesan pelan dan memiliki nada tanya di akhir. Tanda bahwa dia tidak mengerti kenapa Len bertanya.

Len menampakkan senyumnya yang lembut pada Rin. Melihat senyum itu, Rin jadi mengingat saat mereka pertama kali bertemu dan berkenalan. Semua itu dimulai semenjak Len dan adiknya pindah ke sekolah khusus tempat Rin belajar…


(Flashback)

"Onii-chan, apa Lenka bisa dengar bagaimana tempat yang akan Lenka datangi ini?" tanya seorang gadis yang duduk di kursi roda dengan mata tertutup. Dia memiliki rambut dengan warna keemasan yang sangatlah indah. Tubuhnya tampak kurus saat dia duduk di kursi roda tersebut. Dia memiliki nama Lenka, Kagamine Lenka.

Di belakang kursi roda itu, terdapat seorang anak laki-laki yang tampak sangat mirip dengan gadis itu, yah terimakasih karena mereka merupakan saudara kembar. Berbeda dengan Lenka yang matanya terututup, laki-laki itu melihat ke sekeliling dengan kedua matanya, berusaha untuk menjelaskan apa yang ingin didengar oleh adik kembarnya itu.

"Mmmm, tempat ini memiliki lapangan yang luas, lalu tembok-temboknya terbuat dari batu bata berwarna merah. Disini ada cukup banyak gedung, sepertinya untuk menampung banyak murid dari berbagai jenjang. Lalu ada asrama putra dan putri yang terpisah satu sama lain meski hanya terpisah sedikit. Suasana masih sepi karena sekarang sudah saatnya pelajaran. Di halaman samping, ada banyak pohon-pohon Sakura yang mulai menghijau, karena sebentar lagi Musim Panas," deskripsi laki-laki itu kepada Lenka yang mendengarkan dengan seksama dan tampak seakan-akan sedang membayangkan apa yang dikatakan oleh kembarannya itu.

"Sekolah ini sepertinya hangat dan ada banyak orang baik yang akan membantuku… meski sayang kita berdua harus dipisahkan oleh persebaran Asrama dan juga kelas. Chichi dan Haha sepertinya juga tidak bisa terlalu sering menjenguk kita juga… apa yang harus kulakukan disini Len?" ujar Lenka dengan sedikit terlalu datar.

Laki-laki itu, Len, bisa merasakan bahwa meski Lenka berusaha menutupi rasa cemasnya, Lenka tetap merasa cemas. Lenka memang sudah cukup lama tidak bisa membuka matanya, dalam artian lain, Lenka tidak bisa melihat atau sering disebut buta atau tuna netra, Lenka juga tidak bisa berjalan dan harus meggunakan kursi roda. Lenka tidak mengalami cacat mata dan kaki semenjak lahir, tapi karena sebuah kecelakaan yang pernah menimpanya, menyebabkan Lenka menjadi seperti itu.

"Jangan khawatir. Banyak anak-anak disini yang sama sepertimu, jadi mereka pasti menerimamu apa adanya," hibur Len yang mulai mendorong kursi roda Lenka untuk memasuki gedung yang akan mereka sebut sebagai 'Sekolah'.

"Benarkah? Aku bisa mendapatkan teman kalau begitu bukan?" ujar Lenka dengan bersemangat.

"Tentu! Dan selama itu, kita juga akan menunggu saat dimana kau akhirnya diizinkan untuk melaksanakan operasi mata. Kudengar sekolah ini memberikan operasi dan lain sebagainya pada murid yang paling teladan di kelasnya saat kelulusan. Aku yakin kau juga pasti bisa melakukannya," ujar Len dengan nada yang dibuatnya bersemangat.

Di dalam hatinya dia sedikit berpikir akan dirinya yang harus mengikuti Lenka. Bukannya Len tidak mau, tapi dia merasa sedikit terasingkan di kumpulan anak-anak kebutuhan khusus yang tinggal ditempat itu, karena dia merupakan anak normal. Tapi, biarlah jika itu untuk Lenka.

Len terlebih dahulu mengantarkan Lenka menuju ruang guru dan menemui wali kelas Lenka. Wali kelas Lenka sendiri merupakan seorang guru yang jauh lebih pendek darinya, dengan rambut hijau dan matanya yang anehnya berwarna hijau di kanan dan biru di kiri. Tapi, setelah Len perhatikan benar-benar, mata kanannya memiliki kilau yang tidak sama seperti mata manusia biasa. Saat itulah Len menyadari bahwa wali kelas Lenka, yang baru saja dikenalnya sebagai Merlinne Adilisia L.E.S. , juga merupakan seorang guru yang mengalami cacat mata meski hanya sebagian.

"Baiklah, jadi nama kalian… Kagamine Len Lenka, bukan? Kalian berdua merupakan murid baru disini… hmmm… dari apa yang kudapatkan, Kagamine Len-san akan pergi ke kelas 2C sementara Kagamine Lenka-san akan tinggal di kelasku, kelas 2A…" ujar Merlinne dengan memperhatikan kedua murid yang ada di hadapannya sambil melihat-lihat setumpuk surat kepindahan mereka berdua.

Merlinne melihat ke arah Len sebentar, lalu melihat ke arah Lenka, seperti sedang menilai seseorang. Merlinne kemudian menghela nafas panjang sebelum berkata, "Sekolah ini mendapatkan anak tanpa tujuan lagi… yah, tapi tak apalah. Kagamine Len-san, silahkan temui Koharu-san yang sedang duduk disana itu. Tapi, kuperingatkan bahwa jantung Koharu-san sangat lemah akan yang namanya kaget, jadi berhati-hatilah dalam menyapanya," ujar Merlinne yang menunjuk ke arah seorang wanita yang sedang berkutat di mejanya yang terisi banyak sekali tumpukan buku, sementara Merlinne membawa Lenka pergi.

Kini, setelah Merlinne dengan cepatnya pergi meninggalkan ruangan dengan sangat pelan, mungkin takut bahwa Koharu akan terkejut. Len yang tak tahu harus melakukan apa hanya menuruti instruksi dari Merlinne, guru apa itu tadi entah apa, dan berusaha dengan hati-hati untuk menyapa namun tidak membuat guruny itu kaget.

"Ko…Koharu-sensei?" ujar Len dengan sepelan mungkin.

Yang disebut segera berbalik dengan cepat, dan segera menampakkan senyumnya yang sangatlah ramah. Koharu-sensei sepertinya tampak lebih santai dibandingkan dengan Merlinne.

"Ah, jadi kau yang namanya Kagamine Len ya… mulai tahun ini dan seterusnya kau akan tinggal terus di kelas C, jadi carilah teman yang banyak," ujar Koharu-sensei yang membereskan barang-barangnya yang ada di meja dengan sangat cepat.

Koharu-sensei pun dengan cepat pula segera menggandeng Len dan secara tidak langsung menyeretnya menuju kelas. Orang biasa mungkin tidak akan percaya bahwa wanita yangsedang menarik Len itu merupakan orang sakit.

Len sendiri juga menemukan dirinya sendiri tidak terlalu percaya. Tapi, dia tahu bahwa Koharu-sensei tidak berlari dengan sangat cepat bukan hanya untuk diri Len yang dia seret, tapi juga untuk menjaga nyawa Koharu-sensei sendiri. Len bisa melihat wajah Koharu-sensei yang tampak pucat dan keringat dingin mulai mengalir turun dalam perjalanan mereka menuju ke kelas.

Len merasa sedikit tersentuh akan usaha dari gurunya. Dia tidak mau Len menganggap dirinya berbeda, hanya karena satu hal yang salah dengannya dan berusaha untuk membuatnya tidak enggan masuk kelas. Len menghargai usahanya itu dan senang bahwa ada orang yang langsung memperhatikannya disini.

Dalam waktu singkat, mereka sampai di kelas, dan Koharu-sensei segera membuka (membanting) pintu keras-keras dengan membawa Len ke dalam kelas dengan tanpa dosa. Saat pintu terbuka dengan keras, spontan semua murid di dalam melihat ke arah Koharu-sensei.

Koharu kemudian berkata, "Etto… ah, Ring-san, bisa kau beritahu Rin-san untuk melihat ke depan? Dia tampak sibuk dengan apapun itu yang sedang dia kerjakan," ujar Koharu-sensei dengan lembut ke seorang murid perempuan dengan rambut biru langit yang diikat dua, yang dipanggil Koharu-sensei dengan nama Ring.

Ring hanya mengangguk, lalu dia menggoncang-goncang tubuh seorang gadis yang membenamkan wajahnya pada meja dan tampaknya tidak ingin beranjak dari posisi itu dalam waktu lama. Setelah beberapa kali goncangan, gadis yang disebut Rin itu mengangkat kepalanya.

Pandangan Rin yang tiba-tiba saja melihat ke depan, tampak sangat kaget, dan Len juga berpikiran sama. Bagaimana tidak? Mereka tampak sangat sama. Namun Rin hanya mengabaikan kesamaan secara tidak sengaja itu dan beralih untuk fokus ke depan.

"Hehe, bagus. Baiklah murid-muridku yang kusayangi, hari ini kita kedatangan seorang murid pindahan. Nah, silahkan kenalkan dirimu sendiri," ujar Koharu dengan memfokuskan pandangannya pada Rin, yang membuat Len sedikit heran.

Len memendam rasa penasaran itu untuk sementara dan segera berpikir cepat bagaimana untuk berbicara dengan orang-orang disini. Len melihat ke teman-teman sekelasnya yang setidaknya memiliki cacat yang tampak, meski ada juga yang terlihat biasa saja.

"Namaku adalah Kagamine Len. Aku datang dari wilayah Selatan dan baru saja pindah kemari dari sekolahku yang dulu. Senang bertemu dengan kalian," ujar Len dengan setenang mungkin. Tapi, dia selalu menemukan dirinya sendiri melihat ke arah Rin yang tampak fokus melihatnya.

Koharu kemudian segera berkata, "Len-san pindah ke sekolah ini dengan saudara kembarnya, jadi jangan kaget jika ada lagi yang mirip dengan Len-san. Oh, tentu saja itu minus Rin-san. Aah, bicara apa aku ini, baiklah Len-san, kau bisa duduk di samping Kagamine Rin-san, karena dia merupakan ketua kelas, jadi saat istirahat dia akan mengantarmu melihat-lihat. Kagamine Rin-san, tolong angkat tanganmu," ujar Koharu-sensei.

Len hanya mengangguk, lalu dia berjalan menuju ke kursi kosong di sampng meja dari gadis yang dikenal Len sebagai Kagamine Rin, sementara gadis itu masih mengangkat tangannya, tapi segera menurunkan tangannya setelah mengetahui bahwa Len sudah duduk. Rin melihat ke samping dan tersenyum pada Len, membuat Len merasakan perasaan aneh di dalam perutnya.

"Senang berkenalan denganmu, aku adalah Kagamine Rin. Semua orang sering memanggilku Rin ataupun Kaichou, kau boleh melakukannya juga" ujar Rin dengan ramah.

Wajah Len terasa panas, lalu dia menjawab, "Sa-sama-sama… kau juga boleh memanggilku… L-l-len…" ujar Len dengan tergagap. Di dalam hati dia melakukan headbang dengan bangkunya sendiri.

Rin tersenyum simpul, lalu dia berkata, "Kau tak perlu terlalu malu Len. Anak-anak disini memang agak berbeda, tapi perbedaan itulah yang membuat kami menjadi lebih toleransi kepada orang-orang yang tanpa sengaja menyebutkan kekurangan kami," ujar Rin dengan lembut.

Dada Len langsung berdegup dengan kencang. Len segera mengalihkan pandangannya dari Rin dengan terburu-buru. Dilihati oleh Rin tidak bagus untuk jantungnya…

(Time Skip Rin side)

Setelah entah berapa lama, akhirnya guru pelajaran mulai membereskan barang-barangnya. Rin menghela nafas lega, dan dalam sekejap dia baru ingat bahwa dia memiliki tugas lain.

Rin segera menengok ke samping dan melihat bahwa Len sudah meletakkan kepalanya di bangku. Rin tertawa kecil melihatnya, dia tahu bahwa pindah menuju ke sekolah anak-anak khusus mungkin cukup melelahkan bagi Len.

Rin dengan lembut menggoncang-goncang tubuh Len sambil berkata, "Len… kelas sudah berakhir…" ujar Rin.

Rin melihat bahwa Len sepertinya tidak mendengarnya, karena dia hanya bergerak sedikit. Rin kemudian mengguncang pundak Len lagi, kali ini dengan lebih kuat, tapi Len tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia akan bangun dari tidurnya.

Rin meletakkan telapak tangannya pada dahinya yang mulai berkerut, berpikir bagaimana caranya dia membangunkan Len. Saat berpikir, Len menengok ke arah Rin, menampilkan wajah Len yang shota (meski Rin tak tahu).

Wajah Rin memerah seketika, wajah Len saat itu sangatlah manis dimatanya. Rin melihat Len menggumamkan sesuatu, tapi karena terlalu cepat, Rin tidak bisa mengetahuinya.

Karena Rin penasaran ingin melihat apa yang diimpikan oleh Len, Rin mendekatkan wajahnya hingga menjadi sangat dekat. Rin tidak merasakan sesuatu yang aneh, karena dia terbiasa seperti itu karena beberapa hal.

Tepat saat wajah mereka hanya beberapa inchi saja, Len membuka matanya. Rin dengan cepat tersenyum dan berkata, "Selamat pagi, Len," ujar Rin dengan tersenyum.

Len yang baru saja terbangun dan melihat wajah Rin tepat berada di hadapannya segera mundur dan berdiri dengan sangat cepat. Tanpa Len sadari, Len berkata dengan sangat cepat, "Kenapawajahmuadadidepanku!" ujar Len dengan wajah yang sangat merah. Karena dia baru memimpikan gadis yang sekarang ada di hadapannya itu.

Rin memiringkan kepalanya. Dia tidak dapat mengerti apa yang dikatakan Len, dia hanya mendengar, "Wajah" dan "Depan".

Dengan lugunya Rin berkata, "Karena kau tidak bangun-bangun setelah aku bangunkan. Lalu aku melihatmu mengingau, jadi aku berusaha untuk mengetahui apa yang kau igaukan. Ah, sekarang itu tidak penting bukan jika kau sudah bangun. Aku harus mengantarmu berkeliling sekolah…" ujar Rin dengan santai. Rin merasa sikap Len

Kini giliran Len yang menemukan bahwa perkataan Rin itu lumayan janggal. Tapi, memutuskan untuk meninggalkannya dalam batas kecurigaan saja. Len tidak mau mengungkit apapun itu yang Rin berusaha sembunyikan, dan Len juga masih tidak memiliki petunjuk satupun.

Rin berjalan terlebih dahulu dari Len dengan kedua tangannya terkait di belakang. Rin bisa merasakan bahwa Len tidak mengikutinya, jadi Rin menengok ke belakang dan melihat Len masih berdiri membisu.

Rin merasa sedikit risau, kalau kalau Len menemukan 'itu'. Tapi demi membuat Len nyaman, dia memutuskan untuk tersenyum sambil berkata, "Ayo cepat Len~" ujar Rin dengan santai dan senyum yang sedikit dia paksakan.

Len segera sadar dan segera berlari menuju Rin. Dia bisa memikirkan tentang Rin nanti, karena kini dia harus segera beradaptasi dengan suasana baru baginya.


Oke, segini dulu. Setelah chapter ini, semuanya terjadi dalam flashback, jadi gak bakalan Rina bikin italic. So, sampai jumpa di chapter depan~