DISCLAIMER

NOBLESSE- JEHO SON & KWANGSU LEE BELONG. I JUST BORROW ALL OF THE CHARACTERS.

SUMMARY

Seorang photographer yang bersaing untuk mendapatkan title Haute Cuture dengan photografer lainnya, dengan memotret dia menemukan seorang pemuda cantik yang bisa membawa sampai title itu.

AUTHOR

Erikafhr

GENRE : MODERN!AU

RATED : T+ (+ untuk jaga-jaga)

WARNINNG : Sho-ai terselubung

.
.

AUTHOR NOTE :

FANFIC INI ADALAH FANFIC COLLAB YANG DIBUAT BERSAMA MEGA SYAUMAMULAI CHAPTER 2 MENDATANG. CERITA INI TERINSPIRASI DARI SALAH SATU AMBITION SAYA YAITU SEORANG PHOTOGRAFER. MURNI NO COPAS, BILA ADA KESAMAAN CERITA MUNGKIN KARNA TERLALU MAINSTREAM, DAN JUJUR MEMBUAT SEMUA KARAKTER NOBLESSE AGAR IC ITU SANGAT SULIT, APALAGI UNTUK KARAKTER RAI, SEORANG YANG SANGAT-SANGAT JARANG BERBICARA DI MANHWA ASLINYA. DAN SAYA JUGA MEMBUAT SEMUA USIA KARAKTER NOBLESSE INI SEENAK JIDAT SAYA SENDIRI, DENGAN TERPAUT USIA YANG SUPER-DUPER JAUH, MISAL: RAI, DI MANHWA ASLINYA BERUSIA 820TH, TAPI DI FF INI SAYA BUAT JADI 2*TH, LOLXD, DAN BERLAKU UNTUK SEMUA CHARA, NAMANYA JUGA MODERN!AU-JADI SEMUA CERITA DIISI DENGAN IMAJINASI AUTHORS YANG SANGAT ABSURD. OKE HAPPY READING. GENRE DAN WARNING BERLAKU!


Kembali ke zaman modern! Tahun 2015. Dimana sudah terpampang jenis dan berbagai macam elektronika yang sangat canggih. oke kita tidak menceritakan tentang elektronik. Kembali ke topik.

Mengambil latar belakang Seoul yang terletak di barat laut Negara, di bagian selatan DMZ Korea, sungai han, Korea Selatan.

Kota ini adalah pusat politik, budaya, social, dan ekonomi. Termasuk ke dalam wilayah kota Metropolitan terbesar nomer dua di dunia, gedung-gedung tinggi berjejer menampakkan keseksian akan bentuknya yang sangat mewah, menampung berjuta-juta populasi manusia dalam segedung. Besar bukan, bermacam-macam jenis pekerjaan menanti disana, itu jika kalian mempunyai sebuah skill. Menjadi seorang Photographer juga pekerjaan yang menyenangkan, dimana kalian bisa bebas memotret sebuah objek, menghasilkan karya dengan nilai jual yang tinggi, memberika sentuhan agar menjadi hidup, dan menjadi hiburan tersendiri jika kalian menikmatinya. Menarik bukan.


Chapter 1

.

.

.

Cekrek… cekrekk…

Suara jepretan kamera berhasil ditangkap beberapa orang yang sedang beraktivitas dijalan.

Tanpa memperdulikan sekitar, jari-jari panjang itu terus menekan tombol shutter tanpa henti, memotret objek-objek yang dikiranya indah untuk menghasilkan sesuatu yang berharga. Pemuda pemilik kamera itu sedang asik berjalan mengelilingi sebagian kota Seoul dengan kamera didepan wajahnya sambil memotret suatu objek. Lagi. Dan dilihatnya hasil jepretannya tadi, "Sungguh menarik." Kemudian mengalihkan pandangannya ke jalan raya, mata biru secerah langit itupun menyapukan pandangannya kesetiap sudut, dilihatnya sebuah bangku panjang kosong di tengah taman yang asri itu, dan melangkahkan kakinya kesana. Pemuda bersurai kuning panjang itu menaikkan sudut bibirnya, 'Aku pasti bisa mendapatkan title itu.' Pemuda itu berbangga dalam hati.

"Pasti bisa." Ucapnya.

"Hey bocah, seperti biasa ya, selalu percaya diri." Suara orang tua yang tiba-tiba muncul di sudut bangku-yang bersebrangan dengan pemuda itu. Ingat, pemuda bukan bangku. Dan mendudukkan dirinya disamping pemuda itu, "Diam kau kakek tua, bukan urusanmu."

"yah.. aku juga tidak mau mengurusimu."

"Ngomong-ngomong,, sejak kapan kau mengikutiku, Gechutel." Wajahnya langsung mengarah kesamping. Ke arah kakek tua di sebelahnya. "Hanya kebetulan lewat, dan melihatmu disini." Kata kakek tua bernama Gechutel itu tanpa menghadap kepada pemuda di sebelahnya.

"Ngomong-ngomong, Frankenstein, proyek apalagi yang menunggumu?" Tanya Gechutel tanpa menoleh.

"Hah? Sejak kapan kau mulai perduli dengan urusanku?"

"Mungkin aku bisa membantumu, nak."

Frankenstein tergelak, sambil memukul-mukul badan bangku disampingnya. "HAHAHAHA, ekspresi apa yang kau tunjukkan padaku kakek tua, hah? Aku tidak perlu mendapat bantuan dari siapapun, aku bisa mengatasinya, aku tidak perlu belas kasihanmu, dan aku tidak pantas kau kasihani, toh aku bisa lakukan semuanya sendiri." Frankenstein berdiri dan menolehkan kepalanya kepada Gechutel yang masih duduk di bangku taman, "Terima kasih atas belas kasihanmu." Dan meninggalkan kakek tua itu tanpa pamit.

Frankenstein terus menelusuri taman, walau masih satu wilayah dengan Gechutel namun, terbilang cukup jauh dari jarak pandangannya, kamera masih dalam genggamannya, mendekatkan kamera itu di depan wajahnya dan memulai menekan tombol shutter.

Cekrek…cekrek…

Sekali, dua kali, tiga kali, empat kali, lima kali jepretan, kamera itu terus menangkap objek mengikuti arah pemiliknya. Lagi dan lagi, sampai menemukan hasil yang maksimal, kamera itu di arahkan ke sebuah pintu mall yang bersebrangan dengan taman. Tempat Frankenstein berdiri melihat mall yang di jadikan target untuk shutter-nya. Frankenstein mulai mengatur light, kemudian mendekatkan sasaran target dari kamera DSLR-nya dengan menekan tombol 'zoom in' yang berada di pojok kanan atas kamera, dan mulai memfokuskan objek dengan tombol 'stabilizer' yang berada di lingkaran belakang lensa kameranya, objeknya bukan pintu mall otomatis yang terpampang di depan itu. Tentu saja bukan. Itu hanya sebagai pemanasan, di potretnya satu persatu pengunjung mall tersebut, untuk mendapatkan model dengan ekspresi natural, jepretannya berhenti kepada salah satu pemuda tinggi- pengunjung mall tersebut, pemuda itu memancarkan aura berbeda dari pengunjung lain. Bukan hal mistis-ingat. Tatapan yang sangat inosen sungguh memanjakan mata yang terlapisi lensa kamera, Frankenstein langsung menangkap objek itu. Sekali, dua kali, tiga kali…. Berapa banyak foto yang diambilnya itu, Frankenstein terus memotret pemuda itu, dari yang semula berada di luar mall sampai masuk kedalam mall, sayangnya dia tidak bisa memotretnya sampai dalam, paling mentok sampai 2 meter dari pintu mall-karena kendala jarak- mata biru itu terus mengikuti siluet pemuda itu dari dalam lensanya, meski tidak memfotonya. Setelah siluet pemuda itu menghilang secara utuh, Frankenstein, mulai menurunkan kamera yang semula di depan wajahnya menjadi di genggamannya, dilihat hasil potret-nya itu yang tidak lain adalah foto pemuda itu, jika ditebak pemuda itu seusia dengannya, mungkin lebih muda lagi, Frankenstein menaikkan sudut bibirnya, "Model yang cantik."

.

Rasa lelah mengampiri sekujur tubuh Frankenstein yang berburu objek seharian, pemuda itu meletakkan jas hitam yang sejak pagi tadi dipakainya kedalam keranjang cucian, kemudian mendaratkan bokongnya pada sofa empuk miliknya di ruang tamu, menyandarkan punggung dan lehernya pada bantaran sofanya sambil menumpukan kedua tangannya pada sandaran sofa tersebut.

"Bagaimana hasilnya?" Tanya pemuda bersurai abu-abu dengan segaris luka di sekitar sudut bibirnya, pemuda itu datang dari arah dapur, "Memuaskan, hari ini aku menemukan model cantik, dan aku tertarik dengannya." Ucap Frankenstein dengan seukir senyum, yang lebih pantas disebut smirk.

"Secantik apa orang itu, apakah tubunnya seksi, bagaimana lekuk tubuhnya?" Pertanyaan serentak itu datang dari pemuda lain yang berada di depan pintu. "Oi Takeo, sejak kapan kau disitu?" ucap pemuda surai abu-abu.

"Baru saja, jadi bagaimana, Frankenstein?" ujar Takeo sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Bagaimana, apanya?" frankenstein mendongakkan kepalanya kearah Takeo yang berada di ambang pintu.

"Aishh, kau ini Frankenstein." Takeo menutup sebagian wajahnya dengah satu tangannya, yang disusul dengan gelengan kepala, "Gadis itu?"

"Gadis apa?" Tanya Frankenstein dengan polosnya.

"Gadis yang kau foto tadi, bodoh, aku menanyaimu bagaimana bentuk dan lekuk tubuh gadis yang kau foto tadi, bukan kah kau bilang sangat cantik." Ujar Takeo yang langsung menghampiri Frankenstein, dan duduk disebelahnya.

"Hah?, gadis? Aku tidak menyebutkan gadis? Objek cantik yang ku maksud itu seorang laki-laki."

"Hah?!" seruan 'hah' tersebut keluar dari mulut Takeo dan pemuda bersurai abu-abu, yang kemudian menatap Frankenstein. Mengintimidasinya.

"Kenapa kalian berdua menatapku seperti itu?" Frankenstein menatap balik mereka berdua secara bergantian.

"Oi M-21, apa hanya aku saja yang tidak mengerti?" Tanya Takeo kepada pemuda surai abu-abu bernama M-21 tersebut. "Aku harap juga begitu-hanya kau saja yang telmi, tapi sepertinya aku juga tidak mengerti."

"Jangan-jangan kau….." Takeo langsung menyudutkan diri di sofa, menjauh dari Frankenstein, diliriknya M-21, kemudian berahli pada Frankenstein, "Jangan-jangan kau penyuka sesama jenis!"

"Apa? Oi Takeo, atas dasar apa kau bilang aku penyuka sesama jenis." Tatapan mengintimidasinya diberikan kepada Takeo, yang sedang duduk menyudutkan diri di sofa. "Aku tertarik kepada pemuda cantik itu bukan berarti aku suka, dan lagi ini termasuk seni photographer. Apa kau tidak tau, bahwa orang seperti dia itu banyak dicari-cari oleh Photographer High Fashion… oh aku lupa, kau tidak mengerti seni, dipikiranmu hanya ada perempuan semok nan montok yang akan kau potret, bodoh, apakah itu bisa mendapat gelar High Fashion. Sayangnya tidak. Jika kau hanya memotret wanita berparas cantik nan seksi, dengan bentuk dan lekuk tubuh yang wow, dan menebar buah dada di depan kameramu, kau tinggal pergi ke club malam, banyak jalang bertebar riuh disana, dan kau tinggal menikmatinya, selesai." Frankenstein berbicara disertai gerakkan tangan.

Tau yang diajak bicara hanya diam seperti bayi yang sedang menyaksikan orang aneh berbicara tanpa dia mengerti arti dan maksud orang aneh itu, yah percuma saja Fankenstein berbicara panjang lebar terhadap Takeo, toh, orang yang diajak berbicara hanya diam sambil menatap dirinya, tatapan yang seakan mengatakan 'what do yo mean?' Frankenstein menghela nafas panjang, dan mengambil kamea DSLR-nya yang dia letakkan di meja kecil samping sofanya, kemudian membuka foto pemuda cantik itu, dan menyodorkannya kepada Takeo, "Coba kau lihat." Takeo mengambil kamera tersebut dari tangan Frankenstein, dilihatnya seorang pemuda yang tinggi, dengan surai eboni yang tertiup angin, ditambah dengan wajahnya yang terlihat putih pucat dan mulus tanpa cacat, bak boneka porselen, wajah itu menyerong ke kanan, namun tampak jelas tertangkap kamera dengan wajah yang datar tanpa berekspresi, meskipun wajah pemuda itu tidak berekspresi namun, pancaran bola matanya memiliki berjuta ekspresi yang semua orang akan tau bagaimana suasana hatinya hanya dengan menatap matanya, bola matanya yang semerah darah memberikan akses tersendiri bagi foto itu. Dengan dentingan ilusi dari anting perak yang dipakainya di sebelah kiri, seakan anting itu aksesoris termahal yang menjadi aset terindah dari pemuda itu, 'Sungguh cantik." Tanpa sadar kata-kata itu keluar dari mulut Takeo.

"Dia akan menjadi modelku." Kata-kata itu diucapkan Fraankenstein, tepat di telinga Takeo, "Eh? Apa kau bisa bertemu dengannya lagi, bahkan namanya pun kau tidak tau." Ujar M-21 yang berjalan mendekati mereka berdua.

"Apa kau lupa kita memiliki orang jenius lainnya selain aku." Frankenstein membanggakan dirinya dengan sebuah smirk terukir di sudut bibirnya. M-21 dan Takeo saling menukar pandang, mereka seakan berkata 'siapa orangnya.'

Pintu rumah Frankenstein terbuka, menampakkan seorang pemuda lainnya yang bersurai hitam jamur, membuat M-21 dan Takeo melihat kearah pintu tersebut, "Huahh, aku lelah sekali." ucap pemuda bersurai hitam jamur yang langsung merebahkan diri di sofa." Frankenstein yang sudah berpindah tempat duduk dari tadi, sedang mengambil secangkir teh di dapurnya meninggalkan ketiga pemuda yang berada di ruang tamunya, "Pekerjaanku hari ini lebih banyak daripada sebelumnya." Ujar pemuda surai hitam jamur sambil memejamkan matanya, "Aku tidak perduli, lagipula aku tidak menanyakannya." Saut Takeo yang yang duduk di lain sofa.

Frakenstein menghampiri mereka bertiga dengan secangkir teh ditangannya, lalu diletakkan di atas meja kaca persegi panjang, hidung pemuda bersurai hitam jamur bernama Tao itu, mengendus mengikuti aroma teh yang berada di atas meja dengan mata terpejam, setelah di rasa aroma itu teh itu sudah berada di bawah hidungnya, Tao langsung membuka matanya dan mengambil teh tersebut, "Wahh..wah Frankenstein, kau memang teman terbaik, kau membawakanku teh disaat aku sedang terasa capek." Dengan cepat teh itu langsung di seruput oleh Tao, tanpa memperdulikkan betapa panasnya teh itu. "Siapa yang bilang itu untukmu, hah? Aku hanya meletakkannya, dan setelah itu baru ku minum."

"Eh?, kenapa kau tidak bilang dari awal kalau itu bukan untukku." Ucap Tao, tanpa memperdulikkan aura mengerikan yang keluar dari Frankenstein, "Tao… Aku tidak bilang karena kau langsung meminumnya." Kalimat itu dikeluar Frankenstein dengan suara yang berat. Frankenstein memanas, sebelum akhirnya tepukkan tangan mengalihkan perhatian mereka, "Sudah-sudah, biar aku buatkan lagi tehnya Frankenstein." M-21 langsung berjalan ke dapur.

"Ngomong-ngomong, kenapa tadi kau menelfonku?" Tao memulai pembicaraan kepada Frankenstein yang sudah menghilangkan aura mengerikannya itu.

"Oh, aku ingin meminta bantuanmu, makanya tadi ku telfon, tapi setelah selesai menelfonmu, tidak lama kemudian kau sudah kembali, buang-buang pulsaku saja." Frankenstein merendahkan suaranya pada empat kata terakhir.

"Oh saat kau menelfonku, aku sudah sampai perempatan jalan raya dekat rumahmu." Tao menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "dan, oh.. kau ingin aku membantu apa? Ehmm, asalkan di gaji-apapun itu aku tidak keberatan." Tao memberikan cengiran terlebarnya.

"Jika kau ingin digaji, itu bukan sebuah bantuan untukku."

"Baik-baik karena kau temanku, dan berbaik hati membolehkanku memakai seluruh aset rumah ini beserta isinya, aku diskon 50%, bagaimna? Khusus lho, hanya untukkmu." Tao memberikan tekanan pada dua kata terakhir.

"Terserah apa katamu, yang penting jika kau berhasil mendapatkannya, aku akan membayarmu, jika tidak…" Frankenstein bangkit dari sofanya, "Jika tidak…." Tao mengulanginya.

"Aku akan menendangmu keluar dari rumahku, secara tidak terhormat." Frankenstein memberikan tatapan mengintimidasi dari ekor matanya, membuat Tao bergidik.

~"Frankenstein, maafkan aku, aku tidak bisa menemukan apa yang kau cari."

Bulir-bulir keringan jatuh dari pelipis Tao, "KAU….. BUKANKAH SUDAH KU BILANG JIKA KAU TIDAK BERHASIL MENDAPATKANNYA, KAU AKAN KU USIR DARI RUMAHKU, DAN SEKARANG, KAU ANGKAT KAKI DARI RUMAHKU DAN JANGAN PERNAH MENGINJAKKAN KAKI BODOHMU ITU KESINI. HAHAHA" Frankenstein tertawa jahat sekeras-kerasnya kepada Tao, yang kemudian menendangnya keluar dengan salah satu kaki dan senjata andalannya. Sapu. Lalu memukul badan Tao.~ setidaknya itulah pemikiran Tao ketika Frankenstein mengusir dirinya dari rumahnya, Frankenstein.~

"Oi Tao, sedang melamunkan apa kau." Ujar Takeo sambil menguncang-nguncangkan pundak Tao yang sedari tadi melamun. "Eh?" Tao tersadar, dilihatnya Takeo, kemudian pandangannya jatuh kepada pemilik rumah ini, Frankenstein, yang sedang berdiri memperhatikan dirinya.

"Hiiyyy.." Tao bergidik ketakutan ketika melihat Frakenstein-seluruh bulunya dengan kompak serempak berdiri. Frankenstein mengernyitkan sebelah alisnya, "Ada apa? Kenapa kau ketakutan melihatku."

"ahh-hhh ti-ti-dak, menyeramkan." Tao merendahkan suaranya pada kata terakhir.

Frankenstein merogoh saku celananya, kemudian memberikan selembar kertas, tidak, bukan kertas , tapi selembar foto, yang tidak lain adalah foto pemuda hasil memotret-nya itu, kepada Tao. "Aku ingin kau mencari informasi tentang orang ini." Diambilnya foto itu, dan dilihatnya dengan serius, "Siapa orang ini?" Tanya Tao.

"Dasar bodoh. Kalau aku tau mana mungkin aku meminta jasamu untuk mencari tau orang itu, buang-buang uangku saja." Empat kata terakhir diucapkan Frankenstein dengan nada menyindir, "Karena kau satu-satunya Hacker terbaik yang aku kenal, maka dari itu, aku mengandalkanmu. Tao." Mata Tao berkilat.

"Siap-bos."

.
.

Di tempat yang berbeda dengan waktu yang sama, di suatu rumah mewah dikawasan kota Seoul, di dalam rumah itu tampak terlihat keluarga besar yang tengah menyantap makan malam mereka di ruang makan yang terbilang, cukup. Mewah. Tidak. Ruang makan itu lebih dari sekedar kata mewah. Terlihat banyak orang bersantap makanan dengan tenang,terduduk rapih di barisan kiri dan kanan kursi, dengan meja panjang yang membatasinya di tengah, meja itu sangat panjang, dan terdapat dua orang yang duduk di sudut kanan-kiri meja panjang itu, dua orang itu duduk saling berhadapan. Meski tidak bisa dibilang behadapan, karena jarak mereka berdua terbilang cukup jauh-jarak mereka tergantung panjang meja itu-

"Raizel, bagaimana acaramu tadi mengelilingi kota Seoul, indah bukan, yahh,,, kau harus sering keluar rumah Raizel, aku mengkhawatirkanmu jika kau menjadi seorang pemuda yang, kuper, apa kau tidak sayang dengan wajah cantikmu itu bila tidak di publish, orang-orang bahkan tidak tau ada seorang pemuda dengan paras cantik sepertimu, ahhh itu sangat sayang sekali, oke mulai minggu depan aku akan memasukkanmu ke sebuah universitas-emm ngomong-ngomong sekarang hari apa, Gechutel?"

"Sekarang hari sabtu, lord." Jawab Gechutel dengan nada sopan.

"Apa?! Tinggal satu hari lagi waktu kita untuk memasukkan Raizel ke universitas, emm bagaimana ya? Apa kita undur saja minggu depannya lagi, ahh tidak tidak itu terlalu lama, aku sudah tidak tahan melihatnya terus berdiam di dalam rumah ini, seperti perawan yang sedang di pingit, sedangkan dia sama sekali bukan perawan, baiklah Gechutel aku serahkan ini semua kepadamu dan juga Rayga, aku ingin besok sudah beres semua, dan Raizel akan kuliah mulai lusa, dan.. jangan lupa pilihkan dia kelas yang masuk setiap hari kecuali sabtu dan minggu."

"Baik lord." Seruan Gechutel dan Rayga bersamaan.

"Raizel, persiapkan dirimu."

.

.

.

.

.

To be continue


SPECIAL THANKS :

DEA NAULI

MIKAELA DI RAICARR

NINA NINGSIH

saya sangat berterima kasih kepada mereka bertiga yang telah berpatisipasi dalam pembuatan latar cerita ini, awal saya buat ff ini itu berlatar canon, lolXD tapi terlihat sangat membosankan, ide modern!AU ini semula dari saya, tapi karena saya buat canon, hanguslah itu, dan untungnya mereka menyarankan untung membuat yang berbeda, berlatar modern, dan salah satu teman fb saya di grup NOBLESSE lainnya yang juga memberikan usul serupa, jadilah saya membuat modern, dan karena saya tertarik dunia photography fashion, jadilah untuk membuat modern!AU bertema fashion, dan mungkin bisa membuat kalian sedikit belajar dari sudut pandang saya dan untuk senior yang sudah mengerti lebih jauh tentang photography dan juga fashion, maafkan dirikoeh yang mungkin rada salah dalam penulisan, arti, dan maksud tersebut.

sekali lagi terima kasih yg udah membaca cerita absurd dari author pemula macam saya, hahaha

arigatou-arigatou.