Disclaimer : I do not own Naruto. Yamanaka Ino, Uchiha Sasuke and any other characters belong to Masashi Kishimoto. Inspired from GOT series.

Warning : RUSH! SasuIno. Rate T semi M for theme, language and touchy feely.

This story is a work of fiction.

Cerita ini ditulis tanpa mengambil keuntungan materi apa pun, untuk kesenangan semata dan sesuai dengan gaya bercerita, selera serta suasana hati penulis saat ini. Jangan pernah membaca apa pun DILUAR SELERA Anda. Thanks.

For #SASUINO4S18 / SUMMER (?)


Dancing with The Sun

Nyaris sepuluh tahun sejak tragedi itu berlalu. Ino bahkan belum genap berusia tujuh belas tahun ketika semua rencana pernikahan ini dimulai. Rencana yang dengan kejamnya melibatkan dirinya tanpa sama sekali ada persetujuan.


Hari itu disebut sebagai hari terhangat di sepanjang musim panas tahun ini. Di atas langit cerah suatu kerajaan kecil di wilayah Land of Grass, sang surya tengah bersinar terang dengan temperatur yang menusuk.

Seorang perempuan muda tampak menyeka beberapa peluh yang turun meluncur melewati pelipisnya. Ia berdiri kaku di balkon kamar tidurnya dengan ekspresi tegang menyelimuti parasnya yang jelita. Sambil menghadap pada seorang lelaki yang berpenampilan serupa dengan dirinya—rambut pirang, mata biru dan wajah yang rupawan—, sang gadis berusaha menolak keras gagasan apa pun yang sedang lelaki itu tawarkan.

"Aku tak mau menikah, Nii-san... Aku ingin pulang!" pekiknya lantang, meski disisipi sedikit rasa takut.

Wajar bila ia cukup gelisah jika lelaki di depannya akan balik marah, karena sang kakak yang seingatnya dulu pernah baik hati, kini telah berubah menjadi kejam dan penuh ambisi. Wajah lembutnya seolah lenyap ditelan dendam dan musnah dimakan waktu.

Benar saja. Lelaki berambut pirang itu memang tidak langsung menunjukkan amarah, namun ia membalas dengan tatapan yang begitu sinis.

"Aku juga." Lelaki itu mulai melangkah mendekat. "Aku ingin kita berdua pulang, tapi mereka telah merebut semuanya dari kita," ujar sang kakak. "Tempat yang dulu kau anggap rumah, kini telah lenyap tak bersisa." Si lelaki mengangkat satu tangannya dan mulai membelai sebelah sisi wajah adiknya. "Jadi katakan, adikku yang manis, bagaimana cara kita pulang... dan kemana?"

Yamanaka Ino, nama gadis itu, mulai memindahkan tatapannya dengan ragu dan bergeleng singkat. "Aku... tidak tahu."

"Dengan pasukan milik lelaki yang akan kau nikahi," tekan Deidara, sang kakak, percikan api seolah kembali menari-nari dalam mata birunya. Sambil mendongakkan dagu Ino agar aquamarine adiknya kembali terangkat untuk memandang sepasang azure miliknya, ia melanjutkan. "Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki orang itu, kau akan diberi tempat. Hanya demi alasan itulah aku sengaja memberikanmu padanya," desisnya dengan suara pelan namun tegas, sekedar untuk menggertak sang adik supaya tidak kembali mencoba membantahnya.

Sang gadis menelan ludah karena merasa terintimidasi.

Sembari tetap menatap Ino dengan tajam, Deidara kembali berkata dengan ekspresi yang mulai hilang dari wajah tampannya. "Aku bahkan akan membiarkan dia memperlakukanmu sesukanya, jika memang itu perlu."

Ino hanya bisa meremas kuat kain gaun yang dikenakannya dengan perasaan yang campur aduk.

"Jadi, cepat bersiaplah dan pakai gaun paling indah yang telah mereka persiapkan untukmu," ujar Deidara, setelah melirik penampilan Ino dari atas sampai bawah. Ia menyeringai tipis. "Kini kau telah memiliki tubuh seorang wanita dewasa," bisiknya sambil mengusap garis di sepanjang leher sampai belahan dada Ino, lalu terus turun sampai tangan besar si lelaki bertengger di lekukan pingang gadis itu. "Dia pasti akan suka melihatmu."

Memikirkannya saja, Deidara sudah merasa puas. Ia memang ingin adiknya tampil sempurna dan mengesankan, khususnya untuk hari istimewa ini. "Sebisa mungkin, jerat dia memakai seluruh pesona asetmu yang berharga ini," pungkasnya.

Deidara tersenyum singkat, lalu mengecup kening sang adik. Sebelum kemudian membalik badan dan berjalan pergi ke luar kamar.

Akhir dari percakapan mereka.

Ino hanya diam bergeming. Ia merasa hancur dan terkhianati. Kakaknya, satu-satunya orang yang berbagi darah dengannya di dunia ini, sampai berniat untuk menjualnya pada seseorang yang bahkan belum pernah mereka temui.

Ambruk perlahan di teras balkon, Ino menangis... namun tidak bisa terlalu kencang.

x x x

Hari itu sama teriknya dengan hari ini. Hari ketiga puluh tujuh di musim panas, hari dimana kerajaannya runtuh akibat mendapat serangan dadakan dari negara sekutu yang melakukan pengkhianatan demi mendapat kekuasaan dan kekuatan yang lebih besar.

Baru dua belas tahun, dan telah kehilangan banyak hal. Tanpa keluarga atau pun harapan. Seorang bocah lelaki selalu berusaha tampil tegar meski melewati segala keterpurukan, demi adiknya.

Itu yang selalu ia percaya.

Ino tahu selama ini kakaknya telah menanggung beban yang sungguh berat dan sudah melewati banyak hal sulit, ketika sang kakak berusaha mati-matian membawanya kabur dari pembantaian di usia yang masih semuda itu.

Ino memang berhutang nyawa pada kakaknya, namun itu bukan berarti Deidara berhak melakukan apa pun atas hidupnya.

Bukankah dulu, saat sang kakak pertama membawanya pergi... adalah demi keselamatannya? Namun kenapa sekarang, orang yang dulu menjaga dan melindunginya, malah balik mengecewakan dan mengkhianatinya?

Mana kakaknya yang dulu sangat penyayang?

Menghilang.

Semua yang berada di sisinya dan memihaknya, telah musnah.

Kini nyaris sepuluh tahun sudah berlalu.

Ino bahkan belum genap berusia tujuh belas tahun ketika semua rencana pernikahan yang melibatkan dirinya ini dimulai.

Dengan wajah tanpa semangat, sang gadis membiarkan dirinya didandani oleh dua pelayan wanita yang kini sedang memakaikan busana khas kerajaan itu ke tubuh jenjangnya.

Gaun yang dikenakannya lebih mirip selembar kain polos panjang yang disatukan dalam beberapa lilitan pada bagian bahu dan pinggulnya. Gaun itu berwarna beige dengan model tanpa lengan yang tampak sederhana namun elegan, terutama karena terdapat sulaman emas di sepanjang ujungnya.

Lengannya hanya dibalut selendang tipis berwarna bluegrey. Tetapi Ino sama sekali tak merasa kedinginan, terutama saat udara di sana penuh dengan kehangatan. Rambut pirang panjangnya dibiarkan tergerai, sengaja untuk dihiasi beberapa aksesoris yang terbuat dari permata.

Mereka tak memberi banyak polesan pada wajah Ino yang sudah cantik natural. Bulu matanya yang lentik bagai tirai yang melindungi mata birunya dari terik mentari. Baik pipi dan bibirnya sudah merekah dengan warna pink alami.

Namun, meski riasan dan asesoris yang disematkan begitu memperindah penampilannya, Ino sama sekali tak menunjukkan sedikit pun ketertarikan.

Emosi lenyap dari paras cantiknya dan nyawa seolah telah meninggalkan raganya. Bak boneka tanpa ekspresi, sang gadis hanya berusaha untuk tetap terlihat tegar.

Tak lama setelah Ino berganti pakaian, Deidara kembali datang menjemput.

Sang kakak tampak sama menawannya. Rambut sewarna emasnya terikat rapi. Mata birunya secerah langit di siang itu. Tubuhnya yang langsing dibalut oleh baju berwarna abu dengan selendang tersampir dari bahunya sampai ke pinggang, menutupi setengah bagian dadanya.

Ino hanya terdiam untuk beberapa saat. Ia memerhatikan Deidara mulai mengulurkan tangannya. Ino sangat tak ingin menggapainya. Namun kemudian, dalam satu tarikan napas gadis itu mulai meraih tangan sang kakak meski dengan enggan.

Acara penyambutan itu bertempat di taman istana, berlangsung cukup sederhana bila mengingat mereka hendak menyambut seorang raja dari kerajaan lain. Hanya sekumpulan orang berbaris sambil membawa payung-payung besar, sementara beberapa prajurit mengawal di setiap sudut.

Ino berdiri di beranda bersama sang kakak, didampingi oleh seorang pria tua yang merupakan perdana menteri kerajaan tersebut.

"Di mana mereka?" Menunggu beberapa saat, tampaknya Deidara mulai bosan. "Kerajaan yang kini mereka tempati terletak cukup jauh dari sini, bagaimana kau bisa yakin dia akan datang sekarang?"

"Uchiha-sama akan tiba setelah selesai dengan urusannya di wilayah sekitar sini, My Lord," ujar sang perdana menteri. "Itu informasi yang kami terima. Jadi mohon bersabar sebentar."

Deidara mendengus singkat dan memutar kepalanya ke arah lain.

Sesaat kemudian derap bunyi jejak kaki kuda datang dari arah gerbang, mencuri atensi semua orang yang berada di selasar taman.

Ino mulai mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk lesu.

Dilihatnya empat ekor kuda berukuran cukup besar, ya hanya empat, mulai memasuki area penyambutan. Tiga ekor kuda berwarna cokelat tua mengikuti seekor kuda berwarna hitam yang berlari memimpin kelompok itu.

Para penunggang kuda tersebut memakai jubah serba hitam menutupi seluruh tubuh, kecuali wajah. Mereka berhenti tepat di depan beranda tempat Ino dan kakaknya berdiri.

Sang gadis yang memang sedari tadi tegang, semakin meluruskan tubuhnya dengan canggung ketika ia melihat sosok penunggang kuda hitam. Tubuhnya tegap dengan wajah tampan, dan penampilannya penuh dengan kuasa serta diliputi wibawa.

Dari pembawaannya, Ino bisa langsung tahu bahwa lelaki itu lah pemimpin dari para Uchiha yang datang. Lelaki yang sepakat untuk mengambilnya.

Uchiha Sasuke.

Sang perdana menteri mengembangkan senyum lebar. Setelah membungkuk singkat, tanpa perlu menunggu pengunjungnya turun dari tunggangan, ia mulai melangkah maju sambil merentangan satu tangan dan mengucapkan kalimat penyambutan.

"Salam, Uchiha-sama. Izinkan kami memperkenalkan tamu istimewa."

Tanpa basa-basi lagi, pria paruh baya itu menyampingkan setengah badannya ke arah Ino dan sang kakak, lalu lanjut bicara. "Deidara-sama dari klan Yamanaka. Putra sulung dan pewaris tahta Land of Mountains yang sah, beserta adiknya, Ino-sama dari klan Yamanaka."

Pria tersebut terus berkata sambil berjalan maju mendekati para pengunjung yang sama sekali tak tampak berniat untuk turun dari kuda mereka.

Tak bisa memalingkan pandangan, bagai ditarik magnet Ino nyaris menyusul sang perdana menteri ketika tiba-tiba Deidara menarik tangannya.

"Kau lihat seberapa berpengaruhnya kehadiran lelaki Uchiha itu? Dia tetap duduk tegak dengan angkuh, menunjukkan dominasinya dengan menatap kita dari atas sana." Meski merasa direndahkan, namun Deidara hanya menyeringai licik. "Dia tampak dingin, tentu saja, namun dia lah satu-satunya lelaki yang pantas mendapatkan seorang putri dari klan Yamanaka sepertimu," desisnya. "Dan kau akan segera menjadi ratunya."

Ino menarik napas.

"Majulah, My Lady," ucap sang perdana menteri, tiba-tiba menoleh ke arah Ino dan membuatnya agak terkesiap dengan perhatian para Uchiha yang mendadak diarahkan padanya.

Dengan langkah berat, perlahan Ino menuruni tangga selasar.

Sang Uchiha masih duduk bergeming di atas tunggangannya. Sepasang matanya yang berwarna hitam kelam menatap tajam ke arah gadis itu. Seolah menyambut tatapannya, Ino merasa tak bisa memalingkan muka.

Langkah sang gadis Yamanaka terhenti tepat di depan tubuh gagah sang kuda hitam, dengan wajah ayunya mendongak ke arah sang penunggang. Sepasang onyx dingin bertemu aquamarine yang tampak tegang.

Tak ada kata yang keluar. Sang Uchiha hanya terus memerhatikan penampilannya, seolah tengah memindai dari atas sampai bawah. Ino merasa selayaknya barang yang sedang dipamerkan untuk menarik minat pembeli. Entah apa yang akan mereka lakukan padanya setelah ini.

Namun tak disangka, si lelaki Uchiha hanya mengangguk singkat, lalu mulai memutar kudanya untuk berbalik pergi, masih tanpa kata. Derap langkah kaki kuda kembali memenuhi taman terbuka itu untuk beberapa saat, sebelum perlahan-lahan mulai menghilang ketika mereka sepenuhnya meninggalkan gerbang istana.

Semuanya berlangsung singkat, orang-orang belum berhenti tertegun. Sampai akhirnya Deidara memecah keheningan dengan berlari ke arah adiknya sambil berteriak. "Kemana dia pergi?"

Ino mengerjap.

"Upacara perkenalan telah berakhir," ujar sang perdana menteri.

"Tapi dia belum mengatakan apa pun!" seru sang kakak. "Apa dia tidak menyukai adikku?"

Mengambil napas dalam-dalam, Ino hanya bisa memejamkan mata. Ia langsung merasa lega, namun juga ada sedikit kekecewaan. Mengapa tidak, ia seperti sedang dipermalukan. Setelah semua persiapan yang mereka lakukan padanya... ia ditinggal begitu saja. Ino meremas kuat-kuat kain selendang yang menjuntai di sepanjang lengannya.

Namun dengan tenang, sang perdana menteri menjawab. "Tidak, Your Grace, bila Uchiha-sama tidak menyukainya, maka kita akan tahu."

Deidara tampak bingung.

"Justru sebaliknya." Pria paruh baya itu melanjutkan. "Sasuke-sama memang merupakan lelaki dengan sedikit kata dan minim ekspresi, namun sang putri pasti akan segera terbiasa setelah hidup bersamanya."

Mendengar itu, Ino menoleh tidak percaya.

Sang perdana menteri balas menengok padanya. "Tak adanya komentar berarti ia menyukai Anda dan akan menerima Anda sebagai pengantinnya, My Lady."

Sementara pria itu merekah senyum, Ino merasa semesta runtuh menimpanya.

"Lalu kapan mereka akan menikah?" Deidara kembali bersikap tak sabar.

"Segera," jawab si pria. "Para Uchiha dibawah kepemimpinan Sasuke-sama tidak penah menempati satu kerajaan terlalu lama, maka upacara pernikahan akan dilakukan sebelum mereka berpindah."

Seringaian bertengger di mulut Deidara ketika mendengarnya, sementara Ino menelan ludahnya dalam diam.

.

.

Ino tak keberatan jika ia diminta membantu sang kakak untuk mengklaim kembali apa yang telah direbut dari mereka, namun bukan dengan cara dijual pada orang asing seperti ini.

"Kita telah berada di kerajaan ini selama lebih dari setahun dengan berbagai pelayanan, mereka pasti setuju memberikan bantuan hanya demi imbalan," seru Ino, masih berusaha mengubah pikiran kakaknya tentang pernikahan ini.

"Tentu saja, aku tidak bodoh." Sang kakak malah membalas santai. "Perdana menteri beserta orang-orang di negeri ini pasti mengharapkannya."

Ino melongo kaget. "Nii-san sudah tahu bahwa mereka menjualku demi uang dan membantu kita hanya untuk ditukar dengan materi semata?" Ia menggeleng tak percaya. "Lantas kenapa Nii-san tetap bersikeras mempercayai kesepakatan ini dan memakan tawaran mereka?"

"Aku tak peduli dengan cara kotor yang mereka lakukan," jawab Deidara. "Yang penting link yang mereka miliki dengan pemimpin Uchiha itu akan lebih menguntungkan kita."

Ino semakin dibuat mencelus dengan penuturan sang kakak.

Melihat ekspresi adiknya, Deidara menepuk kepala gadis itu. "Kau tak mengerti, Ino. Ini adalah kesempatan kita setelah sekian lama."

Ino mulai merasa matanya perih. Ia berusaha keras menahan tangisnya untuk tidak lagi pecah. Sang kakak membelai lembut rambutnya, namun gadis itu sama sekali tak merasakan ada kasih sayang dalam sentuhannya.

"Kau pikir, apa yang bisa kau lakukan untuk membantuku selain dengan cara ini?" Deidara mengangkat satu alisnya sambil tersenyum. "Kecuali kau akhirnya bisa membangkitkan kemampuan klan kita, kau tidak berguna."

Ino memilin jemarinya rapat-rapat. Setiap kata yang terucap dari mulut kakaknya selalu berhasil menyakitinya. Dan ia bersiap untuk yang selanjutnya.

"Satu-satunya kelebihanmu... adalah kau seorang wanita," lelaki bermata biru itu lanjut berkata. "Maka pakailah cara kalian. Gunakan tubuhmu."

Ino menggigit bibirnya. Tentu saja kakaknya yang sekarang bisa mengatakan hal sekejam itu dengan mudahnya. Ia terbiasa menyaksikan senyum mengerikan sang kakak yang dipenuhi maksud terselubung.

Sebagai perpisahan di malam itu, Deidara mencium sebelah pipi adiknya sebelum ia angkat kaki dari ruangan kamar. Tempat Ino dikurung selama mereka menyusun rencana tanpa berhak ia melawan.

Berjalan pelan ke arah balkon, sang gadis sudah tidak sanggup menahan butir air mata yang mulai jatuh membasahi wajahnya yang jelita. Namun ia tak menangis seperti sebelumnya. Percuma saja, tak akan merubah apa pun. Semua akan tetap berjalan.

Memandang langit senja yang masih terang dengan pandangan kosong, untuk ke sekian kalinya Ino memikirkan hal yang sama.

Mentari selalu tenggelam lebih lama, pada penghujung hari di musim panas.

TBC—


A/N

Aloha~ vika kembali dengan cerita SasuIno baru untuk disetor ke event, meski ku juga ragu apa ini temanya nyambung? Hahaha. Niatnya ingin menyelesaikan ff ini sebelum eventnya berakhir, jadi sengaja mau dibikin mini series aja, doakan moga bisa XD

Fakta dari trivia naruto wiki, Yamanaka berarti "in the middle of mountains" jadi kuputuskan untuk memakai the land of mountains sebagai tempat asal mereka. Meski aku meminjam nama daerah dari naruto universe, namun setting tempat di cerita ini dibuat berbeda dan sesuai dengan semestaku sendiri, demi keperluan jalan cerita.

Setting latarnya sedikit terpengaruh dari BxB chap terbaru lol Ku ingin sekali-kali bikin cerita sasuino dengan feel seperti ini~

So, see you di chap selanjutnya. Ada yang berniat meninggalkan jejak?

Thanks~