The Unseen Red-thread
Plum Peach
Hari yang biasa–biasa saja mendadak berubah ketika sang Dewa jodoh memutuskan untuk pensiun dan memilih digantikan oleh cucu tercintanya. Malapetaka pun akhirnya terjadi! What the–?! /"Eh? Serius? Aku malah senang jika hal ini terjadi…" /BAD SUMMARY! / 'cause these's my first fic which started this end of year. So, Happy End of Year (?), minna-san! ^^
– Happy End of Year –
However thin the Red-thread that tied them, even if it's just an unseen Red-thread.
I'm sure that they will always connected side by side, –one to another.
That's what we called about "Their Destiny"
Hari ini Istana Utama Khayangan terlihat sepi. Hanya beberapa dayang istana yang sempat terlihat melintasi koridor di ujung tadi. Situasi di sini ini memang terlihat damai. Yaa, sebelum terjadi 'kekacauan' itu. Semua terasa damai…
"Aku yang akan menggantikan kakek!"
Mulai terdengar sebuah ultimatum yang sepertinya baru saja dilontarkan oleh seorang gadis kecil bersurai merah panjang yang baru saja terlihat berlari menyusuri koridor di bagian barat, –seperti sedang menghindari sesuatu.
Dia mungkin bukanlah seorang gadis kecil biasa. Terbukti dari diperbolehkannya gadis itu berkeliaran seenaknya begitu dalam Istana Utama, –walaupun tadi ia sempat berpapasan dengan dayang istana sebelum memasuki koridor utama. Lalu jika dilihat dari Kimono sutra berwarna biru muda, –bersulam benang emas dengan corak naga, yang dikenakannya saat ini, kemungkinan ia termasuk seorang dewi yang cukup berperan penting di Khayangan.
Dengan senyuman penuh maknanya, sang gadis kecil yang berparas layaknya anak kecil berumur sekitar 10 tahun, –jika dilihat dari paras imutnya itu, dengan semangat berbelok ke arah ujung koridor utama yang buntu, –terhalangi oleh dinding pembatas.
Tangannya semakin mengepal erat sesuatu yang sedari tadi dibawanya. Sekilas benda itu terlihat seperti kumpulan benang tipis berwarna merah darah bergulung–gulung, –yang membentuk sebuah bola benang berukuran kecil, yang pas berada dalam genggamannya.
Gadis kecil itu dengan cepat keluar dari Istana Utama. Dia dengan mudah melompat dan bersalto di udara, melewati tembok pembatas antara gedung utama Istana dengan taman istana Khayangan, –yang lebih-kurang 2 meter tingginya.
Pada akhirnya, sosok mungil itu menghilang di balik tembok. Dan sesaat setelahnya, hanya terdengar suara gemerisik dedaunan yang kemudian tergantikan oleh suasana yang menjadi hening kembali.
Tak sampai berselang beberapa detik dari kejadian absurd tadi, terlihat sosok gadis kecil lainnya, –yang memiliki rambut hitam panjang terurai serta menggunakan Kimono sutra berwarna biru tua, juga berlari kencang dan sepertinya hendak menyusul gadis bersurai merah tadi.
Dengan segera ia melompat dan bersalto melewati dinding pembatas, –sama persis seperti yang dilakukan oleh gadis bersurai merah tadi. Tak lupa juga terdengar sekilas umpatan dari gadis itu yang akhirnya berubah menjadi sebuah teriakan frustasi.
"Sial… Shina-chan! berikan The Red-thread padaku~"
Dan kembalilah suasana damai di Khayangan hari ini untuk sesaat. Okay, benar–benar untuk 'sesaat'… sebelum 'kekacauan' yang diramalkan benar–benar terjadi.
Plum Peach
Itcha Meguri S.A. Honokaa Sagami
Present
a NARUTO fanfiction
The Unseen Red-thread
Disclaimer: all character in NARUTO (manga/anime)©Masashi Kishimoto-sensei, Uzumaki Naruto©all chara Naruto #Sasuke cuma 'pemilik Naru yang ke- sekian…' *dichidori*#
Genre: Drama, Romance, Friendship or Humor (?) kagak ngerti dah!
Rating: T maybe~
Pairing: SasuNaru ALWAYS!
…
– WARNING –
Summary yang kagak nyambung dengan cerita yang tidak jelas, Shonen-ai or Yaoi? (pokoknya Boys love deh! Mungkin ^^), AU, OC plus OOC, Kosa-kata absurd(!?), Typo(s) bergentayangan? and OTHER WARN because this is my first fic *sigh*
Cerita ini diwarnai dengan FULL GAJENESS + KOMEDI*YANG*GARING*BANGET dari penulis yang mungkin dapat menyebabkan anda menderita 'KOMPLIKASI HATI' serta 'GANGGUAN EMOSI JIWA' (?) parah setelah membacanya, karena cerita ini telah 'disusun' dan 'dikemas' dengan menggunakan EYD+2P (Ejaan Yang Diinginkan+Pemikiran ala Penulis) yang baik dan benar~
– WARNING –
NOT LIKE MY STORY? PLEASE DON'T READ FOR SAFETY~
BUT "THANKS" TO ALL OF YOU THAT WANNA READ AND LIKE THIS STORY ^_^
I'm just a silent reader~
Who want to unleash my imagination too~
I'm just writing this for fun, not for war! Hehe~
Pagi hari yang terasa biasa–biasa saja mulai menggantikan langit malam yang kelam di sebuah kota yang terletak di antara pegunungan ini. Ya, inilah Kota Konoha. Sebuah kota kecil yang tersembunyi di antara rerimbunan hutan yang menghijau, –yang biasanya terlihat pada peralihan musim semi ke musim panas.
Namun sayangnya yang bisa kita lihat dari kota kecil,–namun merupakan salah satu kota pusat bisnis terpenting di Negara Hi, saat ini hanyalah tumpukan salju dimana-mana.
Bulan Desember. Itu artinya hujan salju dan Christmas Eve! –Oh! Jangan lupakan liburan akhir tahun yang menyenangkan bersama orang–orang terdekatmu.
Ya, pagi menjelang siang yang biasa juga untuk sosok pemuda blonde, –pewaris marga Uzumaki – Namikaze satu–satunya, yang masih sibuk bergelut dengan selimutnya yang hangat di penghujung tahun seperti ini.
Udara dingin di Konoha memang super extreme sehingga banyak orang yang sering enggan pergi keluar rumah. Terlebih selain sudah berada di daerah dataran tinggi, udara di Konoha juga menjadi semakin dingin disaat musim penuh salju menumpuk seperti saat ini.
Namun hal tadi bukanlah alasan utama Naruto untuk tetap betah 'bersembunyi' dibawah selimutnya. Tapi alasan terbesarnya adalah karena dia memang paling susah untuk bangun pagi, –walaupun suhu udara di luar rumah tetap normal sekalipun. Hehe...
Selain itu, dengan headset yang masih setia memperdengarkan lagu lullaby untuknya, tentu saja ia masih tetap menikmati buaian bunga tidurnya, –walaupun jam weker di samping tempat tidurnya telah berdering merdu sejak pukul 7 pagi tadi.
Sesaat kemudian terdengar suara langkah kaki yang samar–samar semakin jelas mendekat dari arah luar pintu kamar Naruto yang masih tertutup itu.
Perlahan tapi pasti, seorang pemuda berambut raven membuka pintu dan langsung masuk ke dalam kamar itu tanpa diketahui oleh sang empunya kamar, –karena nyatanya ia masih tertidur dengan sangat pulas di balik selimut orange kesayangannya yang sangat tebal itu, terlebih dengan headset yang masih bertengger manis menutupi telinganya.
'Si Penyelundup', –orang yang masuk ke kamar Naruto layaknya seorang pencuri itu, segera melangkahkan kakinya mendekati ranjang Si blonde.
Ia berdecak kesal ketika mendapati pemuda bersurai pirang itu, –dengan wajah tanpa dosa, masih belum bangun juga walaupun jam weker di atas buffet, –di samping tempat tidur, terus saja berdering berusaha mengganggu pagi indahnya sejak tadi.
Dengan cepat, 'aura membunuh' serasa bangkit dan mulai menguar keluar dari orang itu, –terlihat dari aura hitam yang mulai menjadi background sosok sang raven. Pemuda itu sudah berniat untuk menendang dan mencubit pipi chubby pemuda pirang yang masih tertidur manis di hadapannya itu, ketika sebuah ide gila tak sengaja melintas dalam benaknya.
Seketika decak kesalnya berubah menjadi seringai ala psikopat gila, –seperti dalam sebuah film barat bertemakan kejahatan yang berakhir dengan... #Ah, sudahlah.. itu tidak penting… -w- #Trus kenapa dibahas? *inner Honokaa* swtd…#Yak! kita kembali pada scene "membangunkan Naruto" yang sepertinya dibuat terlalu lama ini… -w-
Pemuda raven itu pun memulai aksinya dengan seringai sadis yang sudah terpampang jelas pada parasnya yang terbilang cukup tampan itu. Dengan perlahan, dia mulai menaiki ranjang Naruto yang berukuran Queen size itu sambil mencoba menyibak selimut yang menutupi tubuh pemuda blonde manis yang masih tertidur pulas itu.
Seketika orang itu berhasil menarik selimut orange milik Naruto dan melemparkannya sembarangan ke arah lantai. Naruto, –yang merasa agak terganggu karena kehilangan selimutnya, mulai menggeliat kecil dengan mata masih terpejam. Tangannya pun tampak agak menggapai sedikit untuk mencari selimutnya tanpa menyadari dirinya terjebak antara dua tangan si raven yang berada di sisi kanan–kiri tubuhnya, –mencoba untuk tidak menindihnya.
Namun akhirnya pemuda bersurai pirang itu tetap kembali tidur tanpa menghiraukan ada–tidaknya selimut yang menutupi tubuh tan–nya yang terbalut piyama berwarna orange polos itu.
Sang raven yang sempat terdiam, –menunggu reaksi Naruto akan perbuatannya tadi, merasa tidak puas ketika pemuda blonde di bawahnya itu tetap tidak terbangun juga. Alhasil, sang raven memutuskan untuk melanjutkan niat awalnya dengan mencubit pipi Naruto dan menariknya sekeras mungkin, –gemas.
Naruto yang mendapat perlakuan seperti itu langsung tersentak kaget, –terbangun dari tidurnya, begitu merasakan pipinya dicubit. Refleks, dia mencoba melepaskan cubitan itu dengan mencengkram pergelangan tangan si 'pelaku pencubitan' sambil berteriak–teriak mengumpat, –minta dilepaskan.
Pemuda raven itu akhirnya memilih melepaskan cubitannya pada kedua pipi Naruto, –yang mulai terlihat memerah, karena tidak tahan akan suara teriakan pemuda bersurai pirang itu. Ia perlahan menyingkir dari atas Naruto dan duduk di samping ranjang dengan seringai puas, –karena pada akhirnya berhasil membangunkan Naruto.
Naruto yang kesal, hendak membalas siapapun – orang – yang telah mengganggu mimpi indahnya akibat kedua pipinya dicubit. Namun begitu pemuda blonde itu menyadari siapa pelaku yang telah memcubitnya sampai meringis kesakitan seperti itu, dia akhirnya terdiam dan menatap horror pemuda bersurai hitam yang sedang menyeringai puas, –yang balik menatapnya dengan tatapan yang terkesan er– mesum(?), di hadapannya itu.
"Te– Teme! kenapa kau bisa ada di kamarku?" tanya Naruto, –tergagap.
Entah mengapa, begitu mengetahui pemuda raven itu berada dalam jarak yang dekat, –lebih kurang 50 cm darinya, Naruto merasakan ada sebuah alarm pertanda 'bahaya' yang berbunyi nyaring dalam kepalanya.
Pemuda pirang itu refleks berdiri di atas ranjangnya sambil mengepal kedua tangannya, –siaga satu. Ia bersiap mengantisipasi jika memang akan terjadi pergulatan panas, –perkelahian di pagi hari yang indah? –antara dirinya dengan sosok pemuda raven yang ada dihadapannya itu.
Dengan malas, Sasuke, –pemuda raven yang dipanggil 'Teme' oleh Naruto, menghela nafas lelah akan sikap Naruto.
"Hah, tanyakan saja pada seseorang yang sudah membuatku menunggu hampir 2 jam di luar tanpa bisa masuk ke dalam apartemennya." gumamnya, –menggerutu.
"Padahal dia sudah ada janji denganku, tapi malah lebih memilih tidur di bawah selimutnya yang hangat ini dan membiarkanku hampir mati beku di luar sana. Beruntung aku cepat menyadari betapa pelupanya orang itu hanya untuk mengunci pintu apartemennya sehingga aku bisa menghukumnya sekarang." lanjutnya kemudian, –hanya dalam satu helaan nafas.
"Lalu, berhenti memanggilku 'Teme' jika kau tidak ingin aku memanggilmu dengan sebutan 'Dobe', Naruto. Aku punya nama 'Uchiha Sasuke' jika kau juga lupa akan hal itu." tambahnya.
Sasuke segera berdiri dari posisi duduknya yang nyaman dan seketika meraih tangan pemuda blonde di hadapannya. Dia langsung menarik tangan itu hingga Naruto, –yang tidak sempat menghindar, hampir terjatuh jika saja Sasuke tidak langsung menangkap tubuhnya yang terlonjak ke depan karena kaget akibat ulah pemuda raven itu. Dan...
Great! Sekarang posisi mereka jadi lebih dekat, –bahkan menempel, dibandingkan beberapa saat lalu. Naruto hanya meringis begitu menyadari kecerobohannya, sehingga ia hanya bisa terdiam dalam pelukan Sasuke yang jatuh terduduk di lantai kamarnya, –karena menangkap dirinya yang terjatuh dari tempat tidur.
Hening sesaat diantara mereka. Tak ada yang bergerak apalagi berbicara bahkan hanya untuk sekedar memprotes keadaan yang sedang terjadi saat itu. Hingga suara baritone Sasuke memecahkan keheningan diantara mereka dengan kalimat absurd miliknya...
"Hei, kau harus bertanggung–jawab sekarang. Dobe ..."
Dengan seringai gila(?) dan perkataannya tadi, Sasuke pada akhirnya berhasil membuat wajah Naruto berubah pucat, –begitu mendengar gumaman yang dibisikkan tepat di telinga kirinya itu. Keringat dingin pun mulai terlihat mengalir di wajah pemuda pirang yang mendadak berubah pucat itu, –karena merasakan sesuatu yang buruk benar–benar akan terjadi pada dirinya sebentar lagi. Poor Naruto...
"UWAAAA~!"
"Klotak!"
Terlihat sebuah kolam kecil dengan pancuran bambu yang sering berbunyi 'klotak!' ketika penuh dan ujungnya berbenturan dengan batu penyangganya. Kolam itu terletak disudut halaman sebuah rumah kecil bergaya wasabi yang dilewati oleh sebuah sungai berair jernih. Pohon–pohon di sekeliling tempat itu hampir semuanya ditutupi oleh kabut–kabut tipis dari awan, –mengingat ini masih lingkungan Khayangan.
Sesaat tadi terdengar suara jeritan frustasi yang berasal dari salah satu bilik kamar yang ada di rumah bergaya tradisional Jepang itu. Kamar itu menghadap langsung ke arah halaman, sehingga ketika pintu gesernya terbuka maka keadaan di dalam kamar tersebut bisa terlihat jelas dari luar.
Terlihat banyak sekali boneka–boneka buatan tangan yang bertumpuk dan berserakkan di lantai kamar hingga memenuhi hampir seluruh penjuru ruangan. Boneka–boneka itu terdiri dari berbagai macam bentuk, –seperti manusia (laki–laki maupun perempuan), hewan (jantan ataupun betina) bahkan tanaman(?).
Beberapa boneka terlihat masih tersusun rapi dalam rak–rak yang berjejer manis di sebelah pintu kamar itu. Boneka–boneka itu masing–masing terlihat berpasangan dan dililit oleh sehelai benang tipis berwarna merah darah, –seperti yang dibawa oleh gadis kecil di awal cerita tadi.
Di sudut ruangan, duduklah dua gadis kecil, –yang kita ketahui telah muncul di awal cerita tadi, dengan beralaskan tatami. Mereka terlihat sibuk dengan beberapa boneka yang ada di hadapan mereka. Sesekali mereka mengambil salah satu boneka dan membuang boneka lainnya ketumpukkan boneka yang ada di kamar itu. Terkadang mereka saling bergumam kecil karena yang mereka cari tidak kunjung mereka temukan juga.
"Ini salahmu Miko-chan! Kalau saja tadi kau mau menunggu di sini mungkin kita sudah 'mengikat' mereka~" sungut gadis bersurai merah panjang, –yang tadi sempat dipanggil 'Shina-chan', pada gadis bersurai hitam panjang di sebelahnya itu.
"Salahmu juga yang mau meninggalkanku di sini sendirian, Shina-chan! Aku 'kan takut kalau ketahuan kakek Shima~" seru Mikoto, –gadis bersurai hitam itu, pada Kushina, –gadis di sebelahnya itu.
"Sekarang semuanya jadi kacau begini... Padahal kita hanya ingin 'mengikat' mereka dengan The Red-thread yang lebih kuat~" ujar Kushina, –yang terdengar sangat putus asa dan er– galau(?).
"..."
"..."
Hening sesaat diantara mereka yang sedang sibuk dengan kegiatan dan pikiran masing–masing.
'Bagaimana ini? Kalau ketahuan bisa gawat~' pikir Mikoto.
'Lalu bisa–bisa malah dihukum...' pikir Kushina.
'Kalau begini...' pikir mereka, –bersamaan.
Untuk sesaat kedua gadis itu menoleh, –saling bertukar pandangan, hingga kemudian tersenyum menyeringai. Tampak jelas sorot kelicikan pada paras manis mereka begitu terpikirkan sebuah ide yang bisa menjauhkan diri mereka masing–masing dari semua tanggung-jawab akibat semua kekacauan di ruangan itu.
"Tidak ada jalan lain..." mereka berucap, –bersamaan lagi.
" –akan ku buat kau yang bertanggung-jawab atas semua kekacauan ini!" seru kedua gadis itu, –yang langsung menerjang antar satu dengan lainnya.
Akhirnya terjadilah baku–hantam diantara kedua gadis yang tidak ingin menerima hukuman dari sang kakek, –yang merupakan Dewa Jodoh di Khayangan itu. Mereka saling menonjok satu dengan lainnya, saling menerjang dan berguling – guling di atas lantai hingga tanpa disadari oleh keduanya, kamar itu menjadi semakin kacau dibandingkan tadi.
Terbukti dari beberapa boneka yang awalnya sudah bertumpuk dan berantakkan semakin terlihat kacau ketika dua gadis manis itu terlalu asyik untuk saling bertukar tinju maut. Beruntung sepasang boneka yang salah satunya berbentuk manusia berambut raven dengan boneka lainnya yang berambut blonde acak–acakan masih dapat dikategorikan 'selamat' dari perkelahian yang terjadi di antara keduanya walaupun terlempar kesana–kemari dan terlilit benang merah, –yang terlihat kusut akibat aksi saling lempar–melepar yang sempat terjadi antara kedua gadis brutal itu(?) tadi.
Kedua boneka yang terlilit The Red-thread itu terlempar tinggi hampir mancapai langit – langit kamar hingga akhirnya terjatuh di depan pintu kamar yang terbuka, tepat di hadapan seorang kakek yang sedang cengo melihat pergulatan seru kedua gadis di dalam 'ruang kerja' miliknya.
Setelah bergelut cukup lama dengan pakaian yang ingin digunakannya untuk berjalan–jalan hari ini, akhirnya Naruto memutuskan untuk menggunakan T-shirt hitam dan celana jeans berwarna senada.
Untuk sesaat, pemuda bersurai pirang itu berpikir entah mengapa tidak biasanya ia perlu waktu 3 jam untuk menentukan pakaian yang sesuai untuk dikenakannya seperti saat ini. Padahal hari ini dia hanya akan menghabiskan malam Natal bersama Sasuke, –berhubung sahabat sekaligus rival abadinya itu ingin mengajaknya untuk sekedar berjalan–jalan dari pagi hingga sore dan berakhir dengan makan malam bersama di sebuah restoran terkenal di kota Konoha itu, melalui e-mail kemarin.
Tapi kenyataannya, Naruto malah lupa dengan janjinya itu dan ketiduran hingga siang. Yang akhirnya membuat pemuda raven, –sahabatnya itu, nyaris mati beku karena berdiri selama hampir 2 jam di luar apartemennya sambil menggerutu (jika saja pemuda bermarga Uchiha itu tidak berpikir untuk mencongkel kunci pintu apartemen Naruto yang sebenarnya tidak dikunci). Poor Sasuke...
Yah, walaupun sebenarnya pemuda pecinta ramen ini tetap memilih ramen sebagai favorite menu–nya, tapi tetap saja ada perasaan tidak nyaman jika dia menolak ajakan Sasuke.
Selain itu, memang tidak biasanya pemuda raven itu mempunyai waktu untuk mengunjunginya dengan alasan pekerjaannya sebagai salah seorang Direktur perusahaan keluarganya, –sehingga membuat Sasuke tidak memiliki waktu luang untuk disia–siakan secara percuma seperti saat mereka masih SMA dulu.
"Hee.. aku ini seperti seorang gadis yang akan melakukan kencan pertamanya saja, ya?" gumam Naruto tanpa sadar, –pada dirinya sendiri.
Setelah menatap pantulan dirinya pada cermin di hadapannya, –memastikan bahwa penampilannya benar–benar sudah sesuai keinginannya. Naruto kemudian teringat untuk mengambil jaket orange hadiah natal dari kakeknya yang mesum dan suka berpetualang berkeliling dunia, –'mengumpulkan informasi untuk membuat novel' begitu kata kakeknya, Jiraiya.
Jaket orange yang sangat disenanginya itu baru didapatnya dua hari yang lalu, –melalui jasa pengiriman barang, setelah berhasil mengancam sang kakek tentunya. Jaket itupun akhirnya melingkar manis di pinggangnya yang umm– sexy(?) #ditabok Sasuke.
Setelah merasa penampilannya sudah er– manis (?) #ditabok lagi, dan tidak ada barang–barang berharganya yang tertinggal, –handphone dan dompetnya, akhirnya pemuda manis bersurai pirang itu keluar dari kamarnya dan berjalan menyusuri lorong menuju ruang tamu.
Di sana, –tepat di kursi santai dalam ruang tamu, telah duduk pemuda raven yang sedari tadi tetap setia menunggunya sambil membaca sebuah majalah. Sasuke yang beberapa jam lalu sempat murka, –dengan cara mengikat Naruto menggunakan selimut lalu menghajarnya sampai puas(?), sekarang tampak duduk santai dengan balutan kemeja berwarna dark blue yang dikenakannya dengan celana blues berwarna senada.
Iris onyx miliknya tampak sesekali mengalihkan pandangan dari majalah yang dibacanya ke arah TV yang menyala tepat di hadapannya, –yang hanya dipisahkan oleh sebuah meja kaca. Terlihat dari TV tersebut hanya menayangkan acara khusus akhir tahun, –terlebih untuk malam Natal yang akan berlangsung hari ini.
Untuk sesaat Naruto, –yang baru menyadari betapa tampannya Sasuke hari ini, berdiri mematung di ambang pintu ruang tamu hanya untuk menikmati pemandangan yang memanjakan mata(?) di hadapannya. Sementara itu, merasa yang ditunggu dari tadi olehnya telah siap, akhirnya Sasuke menutup majalah yang ia baca dan meletakkannya di atas meja dihadapannya. Dan betapa terkejutnya dia ketika melihat sosok pemuda manis yang terlihat sangat 'waw!' dengan hanya mengenakan baju casual di hadapannya itu setelah sekian lama.
"..."
"..."
Kedua pemuda itu langsung mengalihkan pandangan dan terdiam kaku, –begitu menyadari bahwa pandangan mereka tak sengaja bertemu, walaupun pada akhirnya mereka kembali melirik lawan bicara masing – masing dengan ekspresi salah tingkah.
"..."
"..."
"..."
" –ehm.. kau manis sekali, Dobe." gumam Sasuke, –tanpa sadar, hingga membuat Naruto terkejut. Untuk sesaat pemuda raven itu merutuki betapa bodohnya perkataannya tadi.
Dia yang diwarisi otak jenius Clan Uchiha baru saja memuji seorang pemuda yang notabene adalah sahabat sekaligus rival abadi satu–satunya dengan mengatainya 'manis', –walaupun pemuda blonde yang ada dihadapannyaitu memang terlihat er– manis(?)! What the–?! Yah, tapi mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur... sudah terlanjur dan sekarang hanya tinggal menunggu waktu sampai Naruto membalasnya dengan teriakan...
"Te– trims, Teme" lirih Naruto, –pelan.
Sasuke pun cengo untuk beberapa saat begitu mendengar respon dari Naruto tadi.
Jujur saja, pemuda blonde itu sudah cukup berpikir keras mencari kata–kata yang tepat untuk merespon perkataan rival abadinya itu. Apakah harus berteriak marah? atau benar–benar berterima kasih pada Sasuke, –yang entah memang berniat memuji penampilannya atau malah benar – benar ingin membuatnya berpikir bahwa dia sama halnya dengan seorang gadis yang ingin dipuji teman kencannya –eph?!
'–Apa yang baru saja ku pikirkan?!'
'Sial, memang seharusnya aku memakai setelan jas saja tadi' pikirnya, –frustasi.
Dan kembalilah suasana hening menemani mereka, –walaupun TV masih menyala di depan sana. Waw, So sweet...
Well, tapi kapan mereka berangkatnya kalau dari tadi hanya saling berdiam diri?
Ini sudah hampir jam 2 siang, woi!
Kembali lagi kita lihat di Khayangan, –lebih tepatnya di sebuah ruangan yang cukup luas di Istana Utama. Kedua gadis manis, –Kushina dan Mikoto, hanya bisa duduk bersimpuh sambil menunduk dan meringis menahan sakit akibat lebam hasil perkelahian mereka.
Dihadapan mereka berdiri seorang kakek(?) tua berambut hitam, –dengan paras yang sebenarnya masih bisa dikatakan muda, sibuk membereskan kekacauan yang dibuat oleh mereka berdua akibat pertengkaran sengit mereka sejak pagi tadi.
Dia, sang Dewa Jodoh, –yang karena sesuatu hal dipanggil oleh Kaisar Langit, merasa bodoh karena tidak menaruh curiga sedikit pun pada kedua cucunya itu. Ia baru menyadari ketika The Red-thread, –yang biasanya ia gunakan untuk 'mengikatkan cinta' pada pasangan di dunia, menghilang tanpa jejak tepat sebelum ia pergi ke Istana Utama yang pada akhirnya menyebabkan kekacauan ini.
Untuk sesaat kakek itu hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas lelah begitu melihat keadaan dua gadis kecil, –yang merupakan cucu–cucu kesayangannya, sama–sama duduk bersimpuh dengan pakaian mereka yang sudah compang–camping serta beberapa luka menghiasi paras manis mereka, –dikarenakan efek dari pertengkaran hebat mereka.
"Apa kalian sudah tenang?" tanya Hashirama, –sang kakek, yang hanya dibalas gumaman dan anggukan kecil dari kedua cucunya itu.
"Nah, Sekarang jelaskan padaku bagaimana bisa kalian dengan sembarangan mengikat The Red-thread ini pada pasangan yang salah?" lanjut sang kakek, –meminta penjelasan dari semua kekacauan yang dibuat oleh kedua cucunya. Terlihat sang kakek menggerutu sambil mencoba melepaskan The Red-thread yang kusut dan melilit pasangan boneka yang ada di tangannya karena ulah kedua cucunya tadi.
Melihat hal itu, kedua gadis manis yang ada di hadapan sang kakek hanya bisa terdiam, –untuk beberapa saat. Sampai pada akhirnya mereka saling menoleh antar satu dengan lainnya dan menggangguk bersamaan, –seperti mengisyaratkan sesuatu, kemudian menoleh kembali kearah kakek mereka dan menjawab pertanyaan tersebut dengan...
" –Itu karena mereka pasangan yang sangat manis~" begitulah jawaban mereka berdua secara bersamaan, –kompak, dengan seringai penuh makna yang tidak bisa dijelaskan dengan satu–dua kata.
Hingga tanpa sadar, muncul sebuah kerutan di kepala sang kakek, –yang berbentuk seperti sebuah perempatan jalan, dan dilanjutkan dengan teriakkan...
"Bukankah aku sudah mengajarkan pada kalian untuk tidak sembarangan mengikatkan The Red-thread? Kalian sudah tahu apa akibatnya 'kan?!" suara sang kakek agak meninggi satu oktaf, –begitu mengucapkan kalimat terakhirnya. Sedangkan kedua cucunya menutup kedua telinga mereka masing–masing dengan wajah tanpa dosa, –seolah tidak terjadi apa–apa.
'Seperti akan terjadi sesuatu hal yang gawat saja...' pikir kedua gadis itu, –cuek.
"Ha–ah..." sang kakek menghela nafas, –pasrah.
Akhirnya sang Dewa Jodoh pun menyerah juga pada sifat kedua cucunya yang notabene memang sering mengusilinya. Ia pun dengan pasrah merapikan semua kekacauan itu secara manual, –sendirian.
Namun dalam lubuk hatinya yang terdalam, sang kakek sudah berteriak frustasi karena, –bagaimana pun juga, ia harus mempertanggung-jawabkan semua kekacauan yang dibuat oleh kedua cucunya ini pada Kaisar langit tepat di hari terakhirnya sebagai dewa jodoh, –sebelum masa jabatannya berakhir. Ckck... malangnya nasib dewa khayangan satu ini.
Dengan penuh perjuangan, akhirnya sang kakek Dewa Jodoh itu telah berhasil merapikan semua kekacauan di ruang kerjanya itu, –sementara kedua cucunya yang manis masih dihukum.
Untuk yang terakhir, sang kakek mengambil pasangan boneka yang telah berhasil dilepaskannya dari jeratan The Red-thread, –walaupun perlu usaha yang ekstra, dan meletakkannya di rak tertinggi dalam salah satu lemari kaca di sana. Selesai sudah pekerjaan terakhir sang Dewa Jodoh itu.
Dia pun, –yang sebenarnya memang tidak tegaan untuk menghukum kedua cucunya yang manis itu, akhirnya tersenyum dan mengajak kedua cucunya itu untuk keluar dari ruangan itu. Sang kakek kemudian menutup pintu geser ruangan itu dengan perlahan.
Namun tanpa disadari oleh sang Dewa Jodoh yang sudah rabun tua itu #ditabok, –tepat sebelum pintu kamar itu tertutup, sekilas cahaya matahari sore yang berhasil masuk kedalam ruangan itu memperlihatkan sehelai benang merah yang sangat tipis, –yang tak terlihat oleh mata seseorang yang memang kurang teliti, masih melekat dan mengikat pasangan boneka pada rak tertinggi di ruangan itu.
"Blam! Ckleck!"
Terdengar suara pintu yang ditutup dan dikunci secara berurutan tepat sebelum terdengar langkah kaki pemuda bersurai pirang yang agak berlari kecil menyusul seorang pemuda raven, –temannya. Naruto, –yang baru saja sampai di belakang Sasuke itu, agak memekik dan menepuk jidatnya begitu menyadari betapa pelupanya dia untuk membawa syal, –mengingat betapa dinginnya udara diluar sana.
"Sial, sepertinya aku menaruhnya di dekat kulkas tadi..." gumam Naruto, begitu mengingat ia sempat menaruh syal orange miliknya di dapur, –saat memasak makan siang untuk dirinya dan Sasuke tadi.
Namun baru selangkah ia berbalik dan ingin berjalan kembali menuju apartemennya, tangan tan miliknya sudah ditahan oleh tangan lain, –berwarna alabaster, yang dengan segera menariknya kembali mundur ke belakang hingga punggungnya menabrak Sasuke. Pemuda bersurai pirang itu pun bisa merasakan hangatnya tubuh pemuda yang serasa memeluknya dari belakang punggungnya itu.
Naruto yang sempat terkejut sebenarnya hendak marah pada Sasuke, begitu dia sadar akan situasinya saat itu. Dia pun segera berbalik menghadap pemuda raven, –yang lebih tinggi 2 cm darinya itu, bersiap untuk meneriakinya. Namun belum sempat ia melontarkan teriakannya untuk Sasuke, sebuah syal, –yang dirajut menggunakan benang wool berwarna red rose, sudah dilingkarkan dengan manis pada lehernya.
"Kau tak perlu kembali ke rumahmu, Dobe..." ucap Sasuke, –sambil tersenyum tulus pada Naruto.
" –anggap saja ini 'hadiah Natal' untukmu." lanjut pemuda raven itu, tepat sebelum Naruto terlihat hendak protes.
Naruto pun akhirnya hanya bisa memalingkan wajahnya yang mulai terlihat memerah. Mereka pun berdiri berdampingan di bawah salju yang mulai turun perlahan.
"Ayo, ini sudah jam 5 tepat." ucap Sasuke kemudian, –kembali berjalan mendahului Naruto.
Terlihat kulit putih alabaster Sasuke yang semakin pucat, –walaupun pemuda itu sudah menggunakan jaket tebal yang menutupi hingga kepergelangan tangannya yang agak sedikit gemetar, tepat sebelum dia memasukkan kedua tangan kedalam saku jaketnya itu.
Naruto yang masih terdiam, –tertinggal di belakang Sasuke, tanpa sadar mengarahkan tangan ke arah lehernya. Pemuda bersurai pirang itu pun mengeratkan genggaman tangannya pada syal yang masih melingkar manis di lehernya itu.
'Hangat–'
Seketika itu, pemuda bersurai pirang itu berjalan cepat menuju pemuda raven di depannya. Naruto pun langsung memeluk Sasuke dari belakang sambil tersenyum tipis.
"Seharusnya kau juga memakai ini, Baka Teme!" ucapnya.
Naruto pun menarik ujung syal yang dipakainya. Dengan segera dia memakaikan setengah syalnya itu pada leher Sasuke sedangkan setengahnya lagi tetap dipakai olehnya, –karena takut pemuda raven di hadapannya itu nanti malah mengamuk seperti saat membangunkannya tadi siang, sedangkan Sasuke, ia hanya terdiam, –menunggu pemuda blonde itu menyelesaikan pekerjaannya.
Hingga beberapa saat kemudian, Naruto, –yang telah selesai dengan urusan ikat – mengikat syalnya, kemudian mendongakkan wajahnya dan mendapati Sasuke yang sedang tersenyum sambil menatapnya dengan tulus. Dia pun akhirnya membalas senyuman Sasuke itu dengan cengiran khasnya.
"Ayo, Teme! Kita berangkat!" ucap Naruto dengan semangat, sambil tersenyum senang, –seperti biasa.
"Hn. Dasar Dobe–" dan dibalas seperti biasanya juga oleh pemuda raven yang ada di sampingnya itu.
Kedua pemuda itu pun berjalan bersama di bawah hujan salju yang mulai turun perlahan dikala sore hari itu. Terikat dengan sebuah syal merah yang menunjukkan betapa mereka dapat saling terhubung dan membagi 'kehangatan' antara satu dengan lainnya.
Sekarang hanya tinggal menunggu waktu hingga saat The Red-thread yang hanya setipis benang laba–laba itu berhasil menjerat dan menarik mereka dalam sebuah ikatan yang sama. Karena itu adalah "takdir" mereka.
END
Setipis apapun benang merah itu,
mereka akan tetap terhubung antara satu dengan lainnya.
Karena itulah "takdir"mereka
Yo! Minna~
Begitulah tadi fanfic gaje saya~ #kan di awal saya sudah bilang kalau ini fic gaje~ hehe...
Nah, Saya tau ini fic memang rada kagak jelas plus alurnya kagak nyambung...
(mwohoho... memang banyak kurangnya~) #plak!
Yak! Maka dari itu, boleh 'kan minta pendapat minna–san sekalian~?
Kalau boleh, tolong sumbangkan review–nya, yaa~?!
Satu review sama dengan satu dukungan besar bagi kami!
Jadi terima kasih banyak bagi yang telah membaca ataupun me–review~
Hontou ni, Arigatou nee... ^o^
