SECOND CONFESSION
.
Cast
Lee Jihoon
Kwon Soonyoung
Jeon Wonwoo
Choi Seungcheol
.
Pairing
Soonyoung X Jihoon
.
AU!;teen-life;romance;drama
.
Enjoy~
Jihoon tengah diam sambil menunggu jemputannya datang. Tiba-tiba ada yang merangkul pundaknya. Sontak, ia pun menoleh kearah pemilik tangan tersebut. Pemuda tinggi yang sangat dikenalnya itu hanya tersenyum kearahnya dengan mata sipit yang semakin menyipit. Rambut hitamnya tampak berantakan karena angin, dan tangan satunya lagi tengah sibuk menenteng tas.
"Hai, Jihoonnie!" seru pemuda itu dengan semangat.
"Ternyata kelas kita selesai di jam yang sama." kata Jihoon. "Harusnya aku cepat pulang agar tidak bertemu denganmu."
"Hei! Kau jahat sekali! Padahal aku kan sengaja menghampirimu disini."
"Terserah." kata Jihoon acuh tidak acuh.
Pemuda itu pun langsung melepaskan rangkulan tangannya dari bahu Jihoon, dan memindahkannya kearah kepala Jihoon. Jihoon menoleh lagi kearah pemuda itu dan memberikan death glare padanya. Yang ditatap hanya menyunggingkan senyum lebar yang menampakkan giginya.
"Turunkan tanganmu dari kepalaku, bodoh!" seru Jihoon kesal.
"Kenapa hari ini kau ketus sekali padaku? Aku kan hanya bermain-main denganmu saja." kata pemuda itu dengan nada kecewa.
"Lain kali saja. Hari ini aku sedang tidak mood."
"Kuliahmu ya?" tebak pemuda itu.
"Eung." jawab Jihoon singkat.
"Jangan dipikirkan." kata pemuda itu. "Aku yakin, kau bisa lulus dari sini secepatnya."
Jihoon menaikkan sebelah alisnya. Tampaknya ada yang salah dengan pemuda disampingnya ini. Tak biasanya pemuda itu mengeluarkan kata-kata 'sok' bijaksana begitu. Pasti dia sakit.
"Ada apa denganmu? Kau salah makan?" tanya Jihoon.
Yang ditanya menggeleng pelan, "Tidak." jawab pemuda itu lagi.
Kemudian Jihoon diam seraya mengalihkan pandangannya kearah jalan. Entah kenapa jemputannya belum juga datang padahal ia sudah menunggu hampir satu jam.
"Kau mau pulang, kan? Ayo kuantar, aku bawa motor hari ini." Kata pemuda itu.
Jihoon menggeleng, "Tidak terima kasih, aku sedang menunggu jemputanku."
Pemuda itu mengangguk, kemudian ia pamit pada Jihoon karena ia harus segera pulang, Ibunya menelepon untuk diantar pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan yang habis. Jihoon sendiri hanya mengiyakan ucapan pemuda itu dan memandang punggung pemuda itu menjauh hingga hilang dari pandangannya.
~oOo~
Lee Jihoon, pemuda berusia 21 tahun, mahasiswa tahun kedua jurusan seni musik. Tubuh mungil yang tingginya tak lebih dari 167 cm, rambut cokelat terang, dan mata sipit. Kalau dilihat sekilas dia seperti siswa sekolah menengah atas tingkat satu dan termasuk dalam kategori pemuda manis nan imut, tapi ketika mengenalnya lebih jauh, opini tentang dia adalah pemuda manis bisa diganti dengan pemuda menyeramkan.
Jihoon adalah orang yang penyendiri, suka ketenangan, pendiam dan sedikit pemarah. Oke, bukan sedikit tapi dia memang pemarah. Dia lebih suka menghabiskan waktunya di perpustakaan kampus berjam-jam untuk membaca buku atau berkutat sampai subuh di studio kecil pribadinya untuk membuat lagu. Jihoon bukannya tidak mau dan tidak suka berteman, Jihoon hanya tidak suka berteman dengan banyak orang. Baginya punya satu atau dua orang teman yang bisa di percaya akan sangat cukup untuknya ketimbang punya banyak teman tapi semuanya munafik.
Sebenarnya dulu Jihoon tidak tertutup seperti sekarang. Pernah ada waktu dimana Jihoon sama seperti orang-orang yang menyenangkan dan banyak bicara, mau berteman dengan siapa saja dan suka bermain menghabiskan waktu diluar rumah. Tapi Jihoon berubah menjadi orang yang tertutup setelah kedua orangtuanya meninggal dunia karena kecelakan. Ketika itu kedua orangtuanya sedang melakukan perjalanan bisnis ke Jepang, tapi pesawat yang mereka tumpangi mengalami kesalahan teknis hingga jatuh di tengah laut. Beruntung mayat keduanya ditemukan utuh tanpa cacat, tapi tetap saja Jihoon kehilangan dengan sangat.
Jihoon adalah anak tunggal, tak punya kakak, tak punya adik. Jadi ketika orangtuanya meninggal dunia, Jihoon terpaksa tinggal bersama paman dan bibinya yang ada di Seoul. Jadi, setelah upacara pemakaman dan melakukan ritual hingga seminggu lebih, akhirnya dengan sangat terpaksa Jihoon pindah dari Busan ke Seoul.
"Kenapa hyung lama sekali?" tanya Jihoon pada sepupunya.
"Aku sibuk. Kebetulan sekali sekarang jam makan siang, jadi aku bisa menjemputmu." jawab sepupunya, Seungcheol.
"Aku benar-benar sedang tidak mood." keluh Jihoon. "Bayangkan, semua tugasku ditolak mentah-mentah oleh dosenku. Dan dengan santainya dia berkata aku harus membuat yang baru! Dia pikir membuat komposing itu mudah?!"
Seungcheol menghela nafas, "Yah, itulah konsekuensi kau masuk jurusan musik. Kusuruh kau masuk jurusan bisnis saja, kau tidak mau. Ya sudah."
"Ah...aku tidak tahan dengan jurusan bisnis." kata Jihoon. "Akan jadi apa aku nanti? Pebisnis? Bosan."
"Lalu, dengan masuk jurusan musik, kau akan jadi apa?" tanya Seungcheol.
"Aku bisa jadi asisten produser, komposer, atau lebih ekstrimnya, aku bisa menjadi produser dan bekerja di agensi terkenal." jawab Jihoon.
Seungcheol hanya bisa menggelengkan kepala, "Terserah kau sajalah."
~oOo~
Soonyoung tengah sibuk dengan ponselnya ketika Ibunya tengah sibuk tawar menawar dengan penjual daging. Sudah hampir dua jam Soonyoung mengekori Ibunya yang tengah belanja. Di kedua tangannya juga sudah ada masing-masing tiga kantung belanjaan yang tidak enteng sama sekali. Entah kenapa Ibunya harus belanja banyak sekali kali ini.
"Bu, bisa lebih cepat? Aku lelah..." pinta Soonyoung.
"Sabar, nak, sebentar lagi Ibu selesai. Tinggal membeli beberapa seafood dan kita pulang." Jawab Ibunya.
Soonyoung tak bisa mengeluh karena ia sendiri yang sudah janji pada Ibunya untuk menemani belanja hari ini. Tapi tak Soonyoung kira kalau belanjanya akan sangat lama dan banyak.
Jam menunjukkan setengah 7 malam. Langit Seoul sudah mulai gelap perlahan, dan lampu-lampu jalan sudah mulai menyala. Soonyoung baru sampai rumah satu setengah jam lalu setelah menemani Ibunya yang belanja gila-gilaan. Tangan Soonyoung seakan mau lepas dari sendinya karena membawa banyak kantung belanjaan yang sangat berat.
"Ayo makan." Suara Ibunya terdengar dari arah dapur
Kebetulan sekali. Perut Soonyoung sudah menggerutu minta diisi. Sejak siang tadi Soonyoung belum makan. Bukannya tidak mau, tapi dia tidak sempat karena ia tengah mengerjakan tugas yang lupa ia kerjakan. Jadi selama jeda pergantian jam kuliahnya siang tadi, Soonyoung duduk manis di perpustakaan dan menyalin dengan amat sangat rapi tugas temannya.
Ketika Soonyoung tengah nikmat memakan makan malamnya, tiba-tiba ponselnya berdering. Soonyoung meletakkan sumpit yang ada ditangannya diatas mangkuk nasi, kemudian meraih ponselnya. Sebuah pesan masuk baru.
From : Jihoonie
Besok temani aku ke toko musik. Senar gitarku putus dua. Kalau tidak datang, gitarku yang akan melayang ke kepalamu.
Soonyoung mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Ibunya yang kebetulan duduk di sebelahnya melirik sekilas kearah layar ponsel Soonyoung.
"Jihoon?" tanya Ibunya.
"Eung." jawab Soonyoung seraya meletakkan ponselnya lagi keatas meja.
"Ada apa?"
"Dia minta aku menemaninya ke toko musik besok karena senar gitarnya putus dua. Jadi, besok aku akan pergi dengan Jihoon, ya bu." Jawab Soonyoung.
~oOo~
Jihoon tengah duduk di sebuah kafe bersama sahabat baiknya sejak sekolah menengah atas, namanya Wonwoo. Jeon Wonwoo. Jihoon sudah izin pada bibinya untuk makan malam diluar, lagi pula ia juga sudah lama tak bertemu dengan sahabatnya ini.
"Jujur padaku, Lee." kata Wonwoo seraya mengaduk ice lemon tea pesanannya. "Kau mau apa mengajakku makan malam, hah?"
"Jangan begitu padaku, Won. Kita sudah sebulan tidak makan bersama." Jawab Jihoon.
Wonwoo menaikkan sebelah alisnya dan menatap Jihoon curiga, "Pasti ada maunya, kan? Katakan!"
Jihoon menyunggingkan senyumnya.
"Besok temani aku." Kata Jihoon.
"Heol~benar kan ada maunya." Balas Wonwoo. "Kemana?"
"Toko musik, senar gitarku putus dua dan aku harus mengerjakan tugasku."
"Tugas kuliahmu lagi?" tanya Wonwoo. "Dosenmu itu apa-apaan?"
Jihoon menghela nafas, "Dosenku gila." jawab Jihoon.
"Hanya kita berdua?" tanya Wonwoo.
Jihoon menggeleng sambil tersenyum. Wonwoo menyipitkan matanya, ia sudah tahu arti senyuman Jihoon. Wonwoo sudah berteman dengan pemuda mungil itu sejak masih jadi siswa baru di sekolah menengah atas, Wonwoo sudah hafal luar dalam serta sifat dan tabiat Jihoon, jadi bukan tidak mungkin kalau Wonwoo tak tahu arti dari senyuman bodoh Jihoon yang tengah disunggingkan itu.
"Kau mengajaknya juga?" tanya Wonwoo.
"Tentu saja!" seru Jihoon.
"Kau masih saja berusaha."
"Won, selama dia belum ada yang punya, aku harus berusaha." Jawab Jihoon
"Sudah 4 tahun kau mengejarnya, tapi apa dia tahu kalau kau menyukainya?"
Jihoon diam sebentar, lalu menggeleng.
"Berarti kau bodoh." komentar Wonwoo. "Harusnya kau mengatakan semuanya blak-blakan, Ji."
"Dan membuatku tampak memalukan dihadapannya?" kata Jihoon. "Tidak, terima kasih."
"Cinta sepihak selama 4 tahun." kata Wonwoo. "Kau kuat juga."
Jihoon mengaduk-aduk orange juice yang ada di hadapannya, lalu meminumnya sedikit. Matanya masih mengawasi Wonwoo yang tampak menerawang semua kenangan sekolah mereka dulu.
"Jangan diingat." kata Jihoon.
"Tapi masa sekolah kita itu menyenangkan." kata Wonwoo membantah. "Tapi aku lupa, bagaimana kau bisa menyukai Kwon Soonyoung?"
Jihoon tiba-tiba tersenyum, "12 September 2013, waktu itu jam pulang sekolah, dan aku sedang piket kelas. Soonyoung memang biasa pulang bersamaku, karena rumah kami dulu searah. Dia menungguku saat aku pergi ke ruang kesenian untuk meletakkan alat-alat kesenian. Tapi tiba-tiba pintu ruang kesenian macet membuatku terjebak disana. Dan aku refleks berteriak memanggil-manggil Soonyoung..."
"Lalu dia datang?" tanya Wonwoo.
[FLASHBACK]
Jihoon tengah membereskan alat-alat kesenian yang dipakai di jam terakhir tadi, sekaligus membersihkan kelasnya yang kacau balau setelah dipakai untuk praktikum kesenian. Banyak sampah-sampah bekas koran yang dipakai sebagai alas patung yang tadi di cat oleh para siswa. Jihoon menggerutu karena temannya yang seharusnya piket bersamanya kabur setelah bel pulang berdering, menyisakan Jihoon piket sendirian.
Jihoon tengah meletakkan alat-alat kesenian di tempatnya semula. Dan setelah selesai, Jihoon segera melangkahkan kakinya keluar dari ruang kesenian, tapi ketika Jihoon hendak membuka pintu, pintu tersebut macet dan tak bisa dibuka.
Guru kesenian Jihoon memang pernah bilang kalau pintu ruang kesenian sudah mulai rusak karena sering macet. Tapi Jihoon tak tahu kalau pintu macet itu akan membuatnya terjebak.
Dengan kuat Jihoon mencoba mendobrak pintu tersebut. Tapi nihil. Tubuhnya yang kecil tak bisa mendobrak pintu itu sendirian, paling tidak harus ada yang membantu. Berkali-kali Jihoon mencoba membuka pintu tersebut dengan berbagai cara, tapi Jihoon tak juga berhasil. Akhirnya dengan sisa kekuatannya yang tersisa, Jihoon berteriak memanggil seseorang, orang yang selalu pulang dan pergi ke sekolah bersamanya, yang katanya akan menunggunya piket sampai selesai.
"Semoga dia dengar." Harap Jihoon dalam hati.
"Soonyoung-a! Soonyoung-a! Soonyoung-a!" Jihoon berteriak sekeras yang ia mampu.
Pertamanya tidak ada respon. Lalu Jihoon mencoba berteriak kembali dengan suara yang lebih keras hingga akhirnya terdengar suara langkah kaki yang terburu-buru menuju kearah ruang kesenian.
"Jihoonnie? Ka-kau didalam?" suara Soonyoung dibalik pintu membuat Jihoon bernafas lega.
"Iya!" jawab Jihoon. "Soon, bantu aku keluar! Cepat!"
"Ba-baiklah, aku akan mencobanya."
[FLASHBACK END]
"Apa dia berhasil mengeluarkanmu dari ruang kesenian sial itu?" tanya Wonwoo lagi.
Jihoon mengangguk, "Dia mendobrak pintu, dan begitu aku keluar, aku langsung memeluknya. Rasanya aku nyaris mau mati berada disana. Gelap, sepi, menyeramkan." jelas Jihoon.
"Jadi sejak itu kau menyukai Kwon Soonyoung?"
"Begitulah." Jawab Jihoon.
"Huh, polos sekali." kata Wonwoo.
"Biar saja." kata Jihoon seraya meminum orange juice pesanannya lagi.
~oOo~
Besok paginya pukul 9 pagi, Soonyoung sudah siap pergi menjemput Jihoon dirumahnya. Ibunya yang tengah menyiapkan sarapan menatap Soonyoung dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Sudah mau berangkat?" tanya Ibunya.
Soonyoung mengangguk. Ia tidak mau terlambat karena Jihoon pasti akan mengamuk dan merajuk kalau sampai ia terlambat.
"Tidak mau sarapan dulu?" tanya Ibunya lagi.
Soonyoung menghela nafas. Ia bingung harus menolak atau tidak, karena Soonyoung pernah tidak sarapan ketika akan pergi bersama Jihoon, membuatnya melewatkan makan paginya yang berakibat penyakit asam lambungnya yang kambuh dan membuatnya berakhir di rawat selama tiga hari di rumah sakit.
Tapi kalau ia terlambat, Jihoon bisa marah.
Suara dering ponselnya memecah lamunan Soonyoung.
"Halo." kata Soonyoung.
"Soonyoung-ah." terdengar suara Jihoon.
"Oh! Jihoonnie."
"Kau sudah siap? Aku ada di luar."
"Di luar? Di depan rumahku?"
"Eung, aku bersama Wonwoo sekarang."
"Eh? Wonwoo ikut dengan kita juga?"
"Iya, aku yang memintanya ikut. Cepat keluar, sial jangan banyak tanya!"
"Hei masuklah dulu, ayo sarapan bersama. Kau tidak mau, kan aku pingsan lagi seperti waktu itu karena aku melewatkan sarapanku." Kata Soonyoung
Jihoon tak menjawab lalu tiba-tiba sambungan telepon diputus membuat Soonyoung mengernyitkan dahinya.
Apa Jihoon marah? Pikir Soonyoung.
Tapi kemudian suara bel pintu yang berbunyi membuat Soonyoung bernafas lega. Itu pasti Jihoon. Soonyoung berlari menuju pintu depan dan membukanya. Tampak Jihoon dan Wonwoo berdiri disana.
"Ayo masuk dulu, Ibu kebetulan sedang buat sarapan." Kata Soonyoung.
Jihoon tak membalas, ia hanya diam mengekori Soonyoung menuju ruang makan rumah Soonyoung yang ternyata sudah tersedia banyak makanan, membuat perut Jihoon bergejolak karena lapar. Jujur saja, karena terlalu bersemangat pergi dengan Soonyoung, Jihoon sampai meninggalkan sarapannya yang sudah dibuatkan oleh Seungcheol dan langsung pergi begitu saja. Lalu ketika melihat banyak makanan yang tampak lezat tersaji di depan matanya, Jihoon langsung merasa lapar.
"Eh, Jihoon?" suara Ibu Soonyoung membuat Jihoon kembali sadar.
Jihoon tersenyum kearah Ibu Soonyoung dan membungkuk sedikit untuk memberi salam.
"Pagi sekali datangnya. Mau pergi dengan Soonyoung, kan? Ayo sarapan dulu." Kata Ibu Soonyoung. "Wonwoo juga ayo sarapan bersama."
Dan begitulah, akhirnya mereka─Jihoon dan Wonwoo─sarapan bersama keluarga Soonyoung pagi itu yang diselingi beberapa pertanyaan dari Ibu dan Ayah Soonyoung yang sudah Jihoon kenal baik. Tak jarang Ayah Soonyoung melempar gurauan yang membuat Jihoon dan Wonwoo tertawa.
Setelah selesai makan, mereka pamit untuk pergi karena Jihoon ingin cepat-cepat membeli senar gitar dan segera menyelesaikan tugas kuliahnya yang menyebalkan itu.
~oOo~
Mereka pergi menggunakan mobil Ayah Soonyoung yang dengan senang hati dipinjamkan dan dengan Kwon Soonyoung yang bertugas menyetir. Jihoon duduk dikursi depan karena Soonyoung protes. Tadinya Jihoon ingin duduk dibelakang bersama Wonwoo, tapi kerah bajunya ditarik dari belakang oleh Soonyoung sebelum ia masuk kedalam mobil dan bilang kalau ia tidak boleh naik di kursi belakang dan alasannya adalah Soonyoung akan tampak seperti supir pribadi kalau kursi disamping pengemudi kosong. Jadilah Jihoon duduk disana sambil bertopang dagu.
Perjalanan cukup memakan waktu karena jalanan Seoul cukup padat walaupun hari ini hari Sabtu. Dan lagi tujuan mereka adalah ke daerah Hongdae yang luar biasa ramai apalagi ketika akhir minggu. Jihoon bukan tanpa alasan menyuruh Soonyoung ke daerah Hongdae. Toko musik langganan Jihoon ada disana. Toko itu adalah toko dimana Jihoon membeli gitar kesayangannya, bahkan pemilik toko itu pula yang mengajarkan Jihoon main gitar hingga permainannya sebagus sekarang. Apapun yang diperlukan Jihoon untuk perawatan alat-alat musiknya, Jihoon membelinya disana. Bahkan ketika gitarnya rusak, Jihoon membawanya kesana untuk di reparasi.
Ketika sampai di toko musik, Jihoon segera berlari kearah rak peralatan musik. Jihoon sudah hafal seluk beluk toko ini, jadi ia tak perlu repot-repot bertanya pada karyawan disana perihal dimana letak senar gitar karena Jihoon sudah tahu.
Sementara Jihoon sibuk dengan kegiatannya, Wonwoo dan Soonyoung menunggu sambil berkeliling toko, mengamati beberapa alat musik yang dipajang. Tapi sesekali Soonyoung berhenti dan berbalik, mengamati Jihoon yang tengah sibuk memilih senar di rak yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Kemudian tanpa sadar ia tersenyum.
"Kau memperhatikannya?" tanya Wonwoo tiba-tiba.
"Wonwoo! Kau membuatku terkejut." kata Soonyoung salah tingkah.
"Jawab aku. Kau memperhatikannya?"
"Memperhatikan siapa? Jihoon? Tidak." Jawab Soonyoung.
"Pembohong." kata Wonwoo seraya berjalan melewati Soonyoung.
Soonyoung sendiri hanya menggaruk tengkuk sambil mengekor Wonwoo yang sekarang berjalan didepannya. Walau sesekali masih memperhatikan Jihoon.
~oOo~
Setelah menemani Jihoon ke toko musik dan menemani Wonwoo yang tiba-tiba masuk ke toko buku karena melihat novel yang ia tunggu sudah dijual, mereka bertiga memutuskan untuk istirahat sejenak di sebuah kafe, sambil minum kopi dan makan cemilan.
"Aku ke toilet dulu." kata Jihoon, kemudian ia berdiri dari duduknya dan pergi meninggalkan meja menuju toilet.
Sekarang hanya ada Wonwoo yang tengah sibuk mengaduk milkshakenya, dan Soonyoung yang juga sibuk dengan ice americano miliknya.
"Hei, kau!" seru Wonwoo seraya meletakkan gelas milkshake diatas meja.
"Apa?" tanya Soonyoung.
"Jangan membantah, berbohong, atau mengelak." kata Wonwoo. "Sejak tadi kau curi-curi pandang kearah Jihoon, kan?"
"Apa? Tidak." Jawab Soonyoung
"Aku melihatmu, Soon! Jangan bohong!"
"I-itu perasaanmu saja, Jeon." Balas Soonyoung terbata.
Wonwoo memicingkan matanya kearah Soonyoung dan menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. Soonyoung sudah berusaha mengalihkan matanya agar tak bersitatap dengan Wonwoo, tapi tatapan Wonwoo benar-benar mengintimidasi, membuat nyalinya ciut.
"Baiklah baik aku mengaku, aku memang memperhatikannya." kata Soonyoung. "Lalu kenapa?"
"Kenapa kau memperhatikan Jihoon terus? Jawab." Kata Wonwoo.
"Kau mau tahu sekali." Balas Soonyoung seraya meminum sedikit ice americano miliknya.
"Tentu saja aku mau tahu. Bukan, aku harus tahu!" kata Wonwoo. "Aku kan temannya."
"Aku juga temannya." sergah Soonyoung.
"Ya ampun, Kwon! Tinggal jawab saja kenapa susah sekali, sih?!" kata Wonwoo yang mulai kesal karena Soonyoung tak juga menjawab pertanyaannya.
"Aku harus menjawabnya?"
"Jadi kau mau aku yang menebaknya? Baiklah." kata Wonwoo. "Kau memperhatikan Jihoon karena kau menyukainya, kan?"
Soonyoung yang tadi sedang meminum kopinya, langsung tersedak begitu mendengar tebakan Wonwoo, membuat seringaian muncul dari bibir Wonwoo.
"Kenapa? Aku benar, kan?" kata Wonwoo.
Soonyoung tidak langsung menjawab, ia tengah menenangkan dirinya dulu dari keterkejutannya. Setelah sudah stabil, Soonyoung kembali bicara,
"Itu hanya tebakanmu." kata Soonyoung. "Aku tidak bilang begitu."
Wonwoo tersenyum, "Tapi kurasa tebakanku benar."
Ketika Soonyoung hendak mengelak, tepat saat itu Jihoon datang dan kembali duduk di tempat duduknya semula dan menatap Wonwoo dan Soonyoung secara bergantian karena sekarang Wonwoo tengah tersenyum sedangkan Soonyoung meringis kesal.
"Kalian kenapa?" tanya Jihoon.
~oOo~
Setelah mengantar Jihoon dan Wonwoo, Soonyoung segera pergi menuju rumahnya. Ia muak melihat Wonwoo yang terus menatapnya sambil tersenyum menyebalkan. Rasanya ingin menampar wajah Wonwoo tapi tidak bisa karena ada Jihoon. Mau dijadikan apa Soonyoung kalau berani menampar Wonwoo di depan muka Jihoon?
Sepeninggal Soonyoung, Jihoon dan Wonwoo berjalan beriringan di trotoar. Kebetulan tadi pagi Wonwoo bilang ingin menginap, jadi ia pergi bersama Jihoon dan untungnya paman dan bibi Jihoon juga tak masalah ketika Jihoon bilang Wonwoo mau menginap sehari.
"Apa yang kalian bicarakan selagi aku di toilet tadi?" tanya Jihoon penasaran.
"Kau mau tahu sekali." jawab Wonwoo.
"Tentu saja aku mau tahu." kata Jihoon. "Habis kalian aneh. Kau tiba-tiba saja tersenyum dan Soonyoung menatapmu seperti orang menahan kesal.
"Nanti saja aku beritahu, sekarang aku lelah."
Jihoon menghela nafas berat, "Baiklah." kata Jihoon.
Entah kenapa, Jihoon benar-benar penasaran dengan apa yang dibicarakan Soonyoung dan Wonwoo. Tampaknya biasa, tapi sepertinya menarik karena sekarang ia bisa melihat ujung bibir Wonwoo terangkat sedikit, menandakan kalau pemuda itu tengah menyeringai.
Sementara itu, ketika sampai dirumah, Soonyoung segera naik ke lantai dua, berlari masuk ke kamarnya dan menutup pintunya dengan agak keras. Kemudian ia segera mengambil ponselnya dari dalam saku celana dan mulai menghubungi Wonwoo.
"Halo." terdengar suara Wonwoo.
"Hei! Kau dimana sekarang?"
"Aku? Aku dirumah Jihoon. Aku menginap disini malam ini." Balas Wonwoo.
Soonyoung menepuk dahinya dengan sebelah tangannya.
"Ada apa?" tanya Wonwoo.
"Soal yang tadi, jangan katakan apapun pada Jihoon."
"Soal yang mana? Yang aku bilang kau menyukainya?" goda Wonwoo.
"Hei! Jeon Wonwoo!"
Terdengar suara tawa Wonwoo, "Apa? Aku benar, kan?"
"Hei, disana tak ada Jihoon, kan?" tanya Soonyoung panik, ia takut kalau Jihoon curiga karena Wonwoo tiba-tiba tertawa, lalu menyuruh Wonwoo menceritakan semuanya. Atau yang lebih ekstrem adalah Wonwoo menyalakan mode loudspeaker hingga Jihoon bisa dengar semuanya.
"Jihoon? Dia sedang mandi." Jawab Wonwoo.
"Jangan katakan apapun padanya." Kata Soonyoung lagi. "Aku mohon."
"Oke, tapi satu syarat." Balas Wonwoo.
"Apa? Apa?"
"Ceritakan semuanya padaku, dan aku tidak akan katakan apapun pada Lee Jihoon."
Soonyoung menghela nafas panjang dan berat, "Baiklah! Besok bertemu denganku, tempatnya akan aku kirim lewat pesan."
"Sampai jumpa besok, Kwon Soonyoung!"
Kemudian telepon terputus begitu saja. Soonyoung menatap layar ponselnya yang sudah mati, kemudian ia melempar ponselnya asal kearah tempat tidur. Sementara ia mengacak-acak rambutnya, frustasi.
"Sialan, Jeon Wonwoo." Umpat Soonyoung dalam hati.
TBC
Author Note(s) :
1. ff ini sebenarnya adalah hasil remake dari ff lama aku yang tersimpan (yang mungkin udah berdebu) di file laptop. Cast aslinya sebenarnya member Infinite, Sungyeol dengan OC. Tapi karena ceritanya bagus, aku remake dengan ganti castnya. Ada beberapa perubahan juga di ceritanya. Di chapter ini gak keliatan sih perubahannya, tapi di chapter-chapter depan ceritanya udah mulai berubah, disesuaikan dengan chapter ini biar nyambung.
2. Semoga kalian gak salah paham dengan karakter Jihoon disini. Jihoon tuh aku gambarin dia suka sama Soonyoung, tapi emang dasarnya dia tsundere jadi dia galak-galak gitu kalo ketemu Soonyoung.
3. Wonwoo juga disini aku gambarin karakternya gak seperti yang biasanya yang tsundere kelas berat kayak Jihoon, tapi aku bikin karakternya lebih ke blak-blakan dan banyak omong (amat sangat bukan Jeon Wonwoo sekali, bukan? hehe)
Semoga kalian suka. Jangan lupa tinggalkan review~
