Tittle: Masa Depan Kita

Author: Hime Putri Akira137

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Genre: Romance, Drama, Humor.

Pairing: HashiMada and TobiIzu

Rate: M

Warning: Yaoi, BL, Lemon Scene, Hardcore, Twoshoot, AR, Smut.

Summary: Hashirama ingin membangun masa depannya bersama Madara seorang Uchiha yang ditakuti semua orang, tapi dia tidak takut karena Madara adalah cinta pertamanya. Tapi dapatkah cinta mereka bertahan saat kedua orang tua mereka melakukan sebuah perjodohan.

Note: Fanfic HashiMada yang kedua, settingnya ngambil disana tapi alurnya dicoba agar tidak sama biar gak disangka mencopas punya orang.

Happy Reading.

Don't like Don't read.

.

.

.

Dua orang bocah berumur 7 tahun tengah berdiri ditepian sebuah sungai yang berarus kecil menatap sengit satu sama lain saat memandang diseberang sungai, inilah saatnya aksi sesungguhnya dia tunjukkan pada lawannya yang selalu mengejeknya dengan wajah pundungnya, sudah lama rasanya dia ingin menunjukkan aksi hebatnya pada teman satu-satunya itu. Rasanya tidak sabar tapi dia harus menunggu sampai temannya mengangguk.

"Hmm...!" Setelah mendapatkan anggukan dari sang lawan bermain, akhirnya dia menyiapkan ancang-ancangnya sambil menarik tangan kanannya kebelakang lalu mengayunkannya kedepan dengan kencang.

Plup. Plup. Plup.

Tak.

Batu yang dilempar bocah berumur 7 tahun itu berhasil melewati seberang sungai dengan mulusnya tanpa masuk lagi kedalam air atau terhalang batas karena arus air, hingga memantul diatas air dan sampai diseberang tempat.

"Yeyy... Aku bisa melakukannya Hashirama!" Tangannya terangkat keudara sambil bersorak senang, karena usahanya sudah berhasil sehingga sejauh ini.

"Baguslah!" Hashirama Senju tersenyum senang saat melihat wajah senang terpancar dari raut yang selalu datar itu. Sungguh membuat hatinya tenang, kapan lagi dia bisa melihat wajah senang temannya saat seperti ini.

"Hahh... Akhirnya aku bisa melakukannya!" Madara Uchiha berbalik dan menghadap temannya sambil tersenyum senang, tidak bisa menutupi kebahagian singkat untuknya.

"Kau memang hebat, Madara!" Kata Hashirama menatap Madara yang berjalan mendekatinya dengan wajah merona, perihal apakah yang membuatnya memerah seperti itu.

"Hashirama, sebenarnya aku senang ada perihal lain?" Kata Madara menundukkan wajahnya dengan senyum sendunya membuat tatapannya menjadi menyendu.

"Apa itu, apakah kau sudah menemukan calon untuk kau nikahi?" Kata Hashirama heran mencoba menatap temannya itu dengan wajah tidak percaya.

"Sudahlah, kau itu... Akhh... Tidak peka!" Madara membalikkan badannya membelakangi Hashirama yang kebingungan, memangnya apa yang dia perbuat hingga tidak peka akan perasaan temannya.

"Hah... Tidak peka, sedangkan kau saja tidak mengatakan apa-apa?" Kata Hashirama kebingungan melihat temannya yang sedang merajuk dengan tangan terlipat didadanya, membelakanginya selayaknya seorang bocah yang sedang berkelahi dengannya.

"Iya, kau itu tidak peka sama sekali pada... Perasaanku!" Gumam Madara saat kata terakhir, sehingga Hashirama pun tidak dapat mendengarnya karena suaranya yang terlalu halus untuk diperdengarkan.

"Memang aku tidak peka tapi bukan berarti aku tidak tau perasaanmu?" Kata Hashirama pundung membuat Madara semakin kesal melihat sikapnya yang menjadi kelemahan bagi dirinya.

"Heh... Kau pembohong Hashirama, sebenarnya ada satu berita lagi yang membuatku sedih?" Kata Madara menunduk membuat Hashirama menjadi ikut sedih, melihat wajah yang biasanya sangar kini tertunduk sendu.

"Memangnya ada apa?" Tanya Hashirama semakin takut mendengar berita sedih yang akan dilontarkan oleh Madara, telinganya tidak siap mendengarnya tapi hatinya mendorongnya untuk mempertanyakannya.

"Aku dijodohkan Hashirama!" Madara melihat pantulan dirinya diair yang ada dibawahnya menatap sendu dan sedih, dia belum siap menerima semua ini hatinya masih terkunci pada satu orang.

"APA! Lalu kau menerimanya?" Tanya Hashirama membuat Madara mengangguk pelan sambil menatap penuh kesedihan pada pantulannya pada riak air diarus sungai.

"Aku tidak bisa menolaknya Hashirama, aku tidak mau menentang ayahku lagi dan menyangkut adikku!" Kata Madara berbalik menghadap Hashirama yang juga terlihat sedih.

"Sebenarnya bukan ini yang aku inginkan?" Hashirama memegang bahu Madara sambil menatapnya penuh kesedihan agar menghadapnya tanpa tatapan seperti itu lagi.

"Aku akan dijodohkan saat aku beranjak dewasa, kau mengira aku menerima semua ini?" Tanya Madara menatap lawan bicaranya yang hanya bisa diam tanpa bertindak atau berbicara banyak.

"Lalu bagaimana dengan perasaanku, Madara?" Tanya Hashirama memegang dagunya untuk menegadah agar tidak menundukkan wajahnya lagi kebawah.

"A-aku juga tidak ingin ini Hashirama, aku. Aku mencintaimu!" Rona merah pun mulai menghiasi pipi tan itu, mencoba mengalihkan pandangannya kearah lain agar tidak bertatapan dengan mata yang hanya menatap sedih.

Greb.

"Akhirnya kau mengungkapkan perasaanmu, sudah lama aku menunggu kalimat itu terucap langsung darimu. Ahhh... Aku juga mencintaimu!" Hashirama langsung memeluk Madara yang hanya diam sambil menahan rona dipipinya.

"Lepaskan!" Madara langsung memberontak dari pelukkan Hashirama yang langsung melepaskannya sebelum mengamuk memukulinya.

"Madara, waktu kita masih banyak aku ingin menghabiskan waktuku bersamamu jadi tetaplah bersama?" Kata Hashirama menatap wajah Madara yang sedang menunduk malu.

"Mungkin sekarang entah besok?" Kata Madara memeluk Hashirama dengan mesranya, seperti tidak ingin melepaskannya.

"Aku ingin membangun masa depanku bersamamu Madara!" Sebuah kalimat yang dapat membuat Madara berpikir ulang, apakah dia bisa sedangkan kelak dia besar ada seseorang yang akan menikahinya.

'Aku harap impianmu terkabul Hashirama!' Batin Madara tersenyum kecut menyembunyikan wajahnya pada dada Hashirama.

Dikejauhan tempat tepatnya disebuah semak-semak terlihat dua orang bocah lainnya berumur 6 tahun sedang tiarap sambil menatap adegan Hashirama dan Madara yang sedang berpelukkan mesra, entah apa tujuan dua bocah ini memata-matai dua sejoli tersebut.

"Bukannya kakakmu akan menikah dengan orang lain, mengapa masih bertahan pada kakakku?" Tanya bocah berambut putih dengan kesal sambil menatap duo sejoli yang sedang tertawa tanpa sesuatu yang jelas.

"Diamlah, tidakkah kau lihat betapa cintanya kakakku pada kakakmu?" Kata bocah berambut hitam panjang terikat, merasa ingin sekali memukul kepala bocah yang ada disampingnya.

"Ayo kita tegur mereka!" Tobirama Senju berdiri dari tiarapnya sambil menepuk-nepukkan pakaiannya yang sedikit berdebu.

"Hmm... Jangan sekarang!" Izuna Uchiha berbalik sambil menatap Tobirama yang sedang memutar matanya malas dengan kelakuannya.

"Tidak, aku mau mengajak kakakku pulang!" Kata Tobirama melipat kedua tangannya lalu menatap kedepan dimana kakaknya asik bermain air bersama Madara, pemandangan yang sangat membuatnya iri dan sakit mata.

"Tobirama!" Panggil Izuna lalu merentangkan kedua tangannya agar Tobirama mau membantunya berdiri dari rebahannya diatas rumput.

Tobirama hanya bisa diam sambil terbelalak terkejut dengan apa yang dia lihat, wajah imut bak uke ingin disentuh sambil mendesah dibawahnya, apa maksudnya dari tatapan mengerikan namun sangat sayang dilewatkan. Iman Tobirama pun goyah karena tidak dapat menahan wajah imut Izuna yang kelewatan manis.

Greb.

Izuna hanya bisa tersenyum senang saat dirinya dipeluk oleh Tobirama sambil menyembunyikan wajahnya dipelukannya, entah apa yang sedang dilakukannya sehingga lama memeluknya. Tidak masalah selama recana kecilnya berjalan dengan lancar saat menghentikan niat Tobirama ingin merusak moment indah kakak mereka.

Srek. Srek. Srek. Srek.

Hashirama dan Madara yang sedang asik bermain cipratan air jadi terhenti, saat mendengar suara gemersik semak yang tidak jauh dari pandangan mereka, onyx saling bertatapan dengan rasa penasaran mencoba meminta kepastian, siapakah yang ada dibalik semak-semak yang bergoyang meminta dilihat.

"Hashirama, apakah itu ninja yang sedang mengintai kita?" Tanya Madara berjalan mendekati Hashirama dan bersembunyi dibelakangnya untuk menghilangkan rasa ketakutannya.

Selama mereka berada disini tidak pernah ada seorang pun yang tau keberadaan tempat ini, tapi siapakah yang bersembunyi dibalik semak itu, apakah ninja musuh yang menguntit kesenangan mereka lalu melaporkan kepada ketuanya.

"Tenang, aku akan menyerangnya jika itu ninja musuh!" Hahsirama berjalan keluar dari arus air bersama Madara yang masih bersembunyi dibelakangnya, lalu berjalan pelan menuju semak yang masih bergoyang tersebut.

"Hashirama-baka cepat jalannya lalu bunuh ninja itu, biar kesenangan kita tidak terganggu oleh orang lain?" Kata Madara memukul pelan lengan Hashirama agar mempercepat langkah berjalannya.

"Sstt... Sepertinya ini ninja musuh yang sering memperhatikan kesenangan kita?" Kata Hashirama yang sudah berdiri didepan semak-semak sambil menatap Madara.

"Buka!" Kata Madara semakin mempereratkan pelukannya pada lengan Hashirama agar tidak berteriak ketakutan, mengapa demikian karena Madara belum siap melawan ninja musuh, sebab sharingannya baru bangkit hari ini jadi dia masih belum menguasainya sepenuhnya.

Sret.

Hashirama dan Madara terbelalak saat melihat siapakah pelaku dari bergeraknya semak barusan, ternyata pelakunya adalah adik Hashirama dan adiknya yang sedang tindih-tindihan sambil tertawa mendekatkan wajah.

"Izuna, apa yang kau lakukan?" Madara langsung melepaskan pelukannya pada lengan Hashirama dan menarik adiknya agar beranjak dari atas tubuh Tobirama.

"Aku disini hanya bermain dengan Tobirama!" Jawaban macam apa itu, adiknya masih polos Madara belum siap menyaksikan adiknya sedang nganu atau dianu oleh Tobirama. Batinnya belum siap menerima semua itu, adiknya terlalu dini melakukan hal dewasa tersebut. Dasar kakak overprotektif.

"Apa yang kau lakukan pada adikku?" Kata Madara memeluk adiknya, mendelik tajam pada Tobirama yang sudah berdiri disamping Hashirama.

"Aku hanya menindihnya dan ingin menciumnya, tapi kalian langsung menganggu acara kami?" Kata Tobirama mengangkat bahunya lalu melipat kedua tangannya didadanya.

"Apa, Izuna bibirmu masih perawan, kan? Kau belum dicium oleh Tobirama, kan?" Tanya Madara melihat adiknya hingga memutar tubuhnya memastikan tidak ada tanda apa pun ditubuh Izuna.

"Belum Kak Madara tadi Tobirama telat menciumku karena aku menolaknya!" Kata Izuna membuat Madara lega mendengarnya, syukur bibir adiknya masih perawan jadi dirinya tidak perlu khawatir dulu dengan adiknya.

"Hahh... Syukurlah, ayo kita pulang!" Kata Madara menarik tangan Izuna untuk pergi dari tempat tersebut, meninggalkan dua Senju yang hanya diam kebingungan.

"Tobirama, kita bertemu lagi nanti!" Kata Izuna melambaikan tangannya pada Tobirama yang hanya diam memiringkan kepalanya.

Hashirama dan Tobirama melihat dua kakak-adik itu pergi meninggalkan mereka berdua tanpa sebuah pamitan yang jelas, helaan nafas lelah dikeluarkan oleh Hashirama membuat sang adik menatap keheranan.

"Kau kenapa kakak?" Tanya Tobirama keheranan melihat kakaknya yang menghela nafas dengan beratnya.

"Madara itu sulit ditaklukkan, dia mengungkapkan cintanya padaku saja rasanya kurang!" Kata Hashirama menompangkan dagunya pada tangannya yang terlipat pada dadanya.

"Iya, tidak seperti adiknya Izuna orangnya lembut. Sudahlah lebih baik kita pulang ayah sudah menunggu!" Kata Tobirama beranjak dari tempatnya bersama kakaknya yang mengikutinya dari belakang.

Setau Hashirama sifat Madara itu kejam, bringas, suka blak-blakkan dan banyak bicara. Tapi sifat lembut itu, tidak ada didalam diri Madara sangat jarang atau tidak pernah memperlihatkannya padanya, dia juga ingin melihatnya barang kali Hashirama akan melamarnya karena pertama kali bersikap lembut padanya.

.

.

.

Malam menjelang semua orang kembali pada futon mereka untuk tidur dengan nyenyak tapi tidak dengan bocah Senju ini, dia masih terjaga akibat perkataan adiknya yang mengucapkan sebuah kata LEMBUT, kata yang seperti sihir hingga membuat Hashirama terus berpikir lagi dan lagi dengan apa yang terjadi pada dirinya sekarang.

Tepat di balkon samping kediamannya dia duduk sambil merenungi masalah perasaannya yang membingungkan hatinya, bagaimana kehidupannya nanti tanpa pelukan dan senyum hangat dari Madara-nya yang sangar dan mengerikan.

"Madara bukanlah orang yang bersifat lembut, bersikap manis saja aku senang apa lagi lembut rasanya seperti surga dunia, jadi ingin melamarnya?" Kata Hashirama menatap langit malam yang gelap dihiasi bintang berkelap-kelip dan sang rembulan yang bersinar terang.

"Kakak... Jangan terlalu memikirkan perkataanku, cepat atau lambat kau juga tidak bisa bersama selamanya dengan Madara!" Kata Tobirama mendudukkan dirinya disamping Hashirama yang sedang menegadah keatas.

"Iya, aku tau tapi aku tidak ingin berpisah dengannya, Tobirama." Kata Hashirama merasa ingin menangisi dirinya sendiri yang tidak bisa bersama dengan pujaan hatinya.

"Kau tidak bisa bersama dengan Madara selamanya, kau sudah ditunangkan dengan orang lain kakak. Sebagai kakak tertua kau juga harus menuruti semua permintaan ayah!" Kata Tobirama menatap kakaknya yang sudah menangis penuh linangan air mata.

"Hikss... Aku maunya Madara bukan yang lain, padahal aku ingin membuat anak dengannya!" Kata Hashirama menghapus air matanya yang tadi turun dari pipinya.

"Hahh... Terserah apa katamu?" Tobirama beranjak dari duduknya memasukki rumahnya lagi untuk tidur didalam futon yang hangat.

Hashirama kembali melihat langit malam yang mengingatkannya pada Madara, sungguh galau perasaan Hashirama hingga membuatnya gundah gulana seorang diri.

Sementara dilain tempat terlihat sebuah rumah tradisional Jepang kuno yang gelap hanya diterangi oleh sebuah lilin, terlihat dua orang tengah duduk saling berhadapan membuat suasana semakin menegang.

"Dengar Madara, ayah tidak ingin mendengar sebuah penolakkan dari mulutmu. Ini sudah menjadi kewajibanmu untuk menerima perjodohan ini?" Kata pria paruh baya yang ada didepannya sedang menatap anaknya dengan datar.

"Iya ayah, aku paham sebagai kakak tertua aku harus menuruti semua perintahmu!" Kata Madara menundukkan kepalanya dengan dalam, tidak berani menatap ayahnya sebelum dia diperintahkan untuk menaikkan kepalanya.

"Perjodohan ini untuk mempererat suatu klan agar tidak menimbulkan peperangan antar ninja lagi, tidak menimbulkan pertumapahan darah dan kematian anak kecil yang berkepanjangan!" Kata Tajima Uchiha sambil menikmati teh occha yang hangat.

Madara hanya diam sangat mengerti akan keadaan peperangan sekarang yang membuat adik-adiknya meninggal dalam peperangan sehingga menyisakan satu orang. Karena itu Madara ingin melindungi adiknya meskipun dia yang harus mati.

"Karena itu, mereka melakukan perdamaian dengan melakukan sebuah perjodohan ini sebagai jaminannya, jika kau menolak maka kita akan diserang oleh mereka!" Perkataan terakhir membuat Madara bungkam karena dia tidak ingin melihat lagi sebuah pertumpahan darah sehingga melibatkan klannya.

"Baik ayah, aku permisi!" Kata Madara beranjak pergi meninggalkan ayahnya setelah mendapat anggukan setuju.

Madara bingung harus melakukan apa jika dia menolaknya maka akan berdampak pada keluarga serta klannya, mungkin dia hanya bisa pasrah melakukan perintah ayahnya.

Tatapannya menyendu saat memasukki kamarnya yang bersebelahan dengan kamar adiknya. Benar apa yang dikatakan ayahnya semuanya adalah kewajibannya, cukup sudah dia kehilangan beberapa adiknya asalkan jangan Izuna saja yang pergi.

"Hashirama!" Sunggguh membingungkan dengan apa yang dia lakukan, pikirannya terus melayang pada Hashirama yang entah sedang melakukan apa dimalam dingin ini. Apakah sedang memikirkannya.

"Sepuluh tahun lagi semuanya akan berakhir!" Madara menatap riak air dikolam yang ada diluar balkon kamarnya.

.

.

.

Pagi menjelang membuat semua orang kembali terbangun saat merasakan sinar mentari menerpa wajah mereka, terlihat seorang bocah tengah duduk didepan arus sungai kecil, pandangannya tidak fokus sehingga tidak menyadari kedatangan seseorang yang berjalan kearahnya.

Hashirama tidak mungkin sanggup berpisah dengan Madara, apa lagi ditunangkan dengan orang yang tidak dikenal. Bayangan pernikahan meriah yang dilakukan ayahnya mulai terngiang berbagai orang datang dengan bahagiannya, namun sang mempelai lelaki bukannya datang malah lari dengan orang lain, pilihannya yang ingin dia nikahi adalah orang yang dia cintai bukan yang tidak dia cintai.

"Hashirama!" Madara langsung menepuk bahu Hashirama dengan kencang mencoba mengejutkannya, tapi sayangnya sang target tidak merespon apa pun selain keheningan yang melandanya.

"Kau kenapa, Hashirama?" Tanya Madara mendudukkan dirinya disamping Hashirama sambil menatap wajah teman satu-satunya dengan khawatir, jika saja Hashirama kerasukan sehingga membuatnya diam.

"Tidak apa-apa, aku hanya ingin melihat air saja!" Kata Hashirama semakin mempererat pelukannya pada lututnya sambil melempar kerikil kedalam arus didepannya.

"Hikss...!" Madara mendengar isakkan yang lolos dari temannya itu, perihal apakah melanda Hashirama sehingga terisak pelan.

"Tidak apa-apa apanya kau terisak Baka, cepat katakan apa yang membuatmu seperti ini?" Tanya Madara berdiri dari duduknya lalu mengambil batu dan melemparnya keseberang sungai.

"Aku ditunangkan hikss... Kita tidak bisa bersatu Madara!" Kata Hashirama menatap Madara yang hanya diam sambil mengerutkan keningnya dengan kebingungan.

"Mungkin ini sudah jadi pilihan ayah kita, aku juga bingung mengapa ayahku tidak memberitahu nama klan yang akan menikahiku!" Kata Madara melempar batunya dengan kencang hingga mental diatas air dan tenggelam ditengah sungai.

"Iya, mengapa mereka merahasiakannya?" Kata Hashirama menghapus air matanya yang hanya digubris Madara tanpa kecupan penenang untuknya, biasanya jika dia sedang gundah gulana akan dikecup Madara biar tenang, tapi entah dapat setan mana dia tidak melakukannya untuknya.

"Entahlah mungkin agar kita tidak benci pada klan yang menjadi jodoh kita itu, jika aku tau pun aku pasti tidak segelisah ini!" Kata Madara kembali melempar batu yang dia ambil dengan perasaan kesal dan jengkel.

"Hah... Bagaimana kalo kita kawin lari?"

Duak.

Perkataan Hashirama langsung mendapatkan pukulan telak dari Madara yang terlihat jengkel dengan sikap bodoh Hashirama. Perlahan tatapan Madara menjadi sendu, mulai mengelus pelan kepala Hashirama agar rasa sakitnya tidak begitu terasa.

"Kau ini memang baka jika kita kawin lari sama saja aku membuat bahaya keluarga dan klanku, bisa terjadi pertumpahan darah nantinya!" Kata Madara mengelus rambut Hashirama sesekali memukulnya karena kesal.

"Hmm... Lalu kau ingin pasrah menikah dengan pilihan ayahmu?" Tanya Hashirama yang hanya dapat anggukan pelan dari Madara.

"Aku tidak ada pilihan lain Hashirama, semua ini merupakan kewajibanku sebagai anak pertama!" Kata Madara berjalan mendekati arus sungai lalu berhenti tepat ditepinya.

Hashirama dan Madara masing-masing tidak mengetahui nama marga teman sendiri hanya nama kecil yang terucap, entah apa yang akan terjadi jika Madara tau nama marga Hashirama mungkin membunuhnya langsung dengan semburan api yang siap membakar.

Jika Hashirama tau Madara adalah seorang Uchiha yang merupakan sebuah nama marga yang ditakuti semua orang, mungkin lebih memilih melindungi daripada menyakiti. Sebuah kalimat yang hanya sepintas tidak terpikir oleh mereka, karena sibuk bermain dan bersama selama mereka berdua bisa bertemu tanpa hambatan.

"Entah seperti apakah parasnya tunanganku itu hingga mau menikah dengan diriku?" Kata Hashirama menatap Madara yang duduk diatas batu besar sedang asik bermain air dengan mengayunkan kakinya didalam air.

"Aku juga tidak habis pikir mengapa ada orang yang mau menikah denganmu, padahalkan kau itu, kan baka?" Kata Madara membuat Hashirama menatap tidak suka.

"Kau kejam Madara!" Kata Hashirama kembali pundung sambil berjongkok membelakanginya.

"Hehehe..." Madara tertawa pelan saat melihat tingkah pundung Hashirama yang sering diperlihatkan padanya saat mendapatkan kata ejekan darinya.

"Hmm... Madara ayo bertanding lagi?" Kata Hashirama membuat Madara berbalik menatapnya.

Tatapan Hashirama terbelalak saat melihat wajah Madara yang cantiknya melebihi Izuna, rambut jabriknya yang sedikit panjang mulai bergoyang pelan akibat angin lembut, gemerlingan cahaya akibat pantulan air terkena sinar matahari. Sungguh pemandangan yang memukau matanya hingga tidak berkedip sekalipun.

"Hashirama, kau kenapa?" Tanya Madara yang sudah berdiri didepannya dengan tatapan tidak suka, bingung dengan maksud tatapan menerkam Hashirama.

"Ka-kau cantik sekali Madara-hmmpp!" Hashirama langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya, lalu berjalan mundur saat melihat wajah Madara menunduk.

"Hashirama!" Kata Madara melempar aura membunuh pada Hashirama yang sudah berlari meninggalkannya, mencoba menghindari amukan dari Madara.

"Tidak Madara, aku tadi kelepasan sebab kau memang cantik!" Kata Hashirama berlari menghindari kejaran Madara yang ada dibelakangnya mengejarnya dengan membabi buta.

"Aku tidak cantik, seharusnya kau memuji dengan sebutan tampan!" Kata Madara kesal mendengar kata itu lagi yang dilontarkan padanya, sebuah pujian yang memang seharusnya tidak untuknya tapi untuk seorang wanita.

"Kata tampan itu cocoknya untukku dan kata cantik itu cocok sekali untukmu hahaha!" Tawa Hashirama mengejek Madara lagi yang sekarang semakin kesal dibuatnya.

"Kau memang ingin kulempar!" Kata Madara mencoba menggapai tangan Hashirama yang sedikit lagi dia raih.

Bruk.

"Akhh!"

"A-aduh Hashirama sakit!"

Dua bocah yang tadi saling kejar mengejar terjatuh akibat kaki Hashirama tersandung sesuatu dan menabrak pohon yang ada didepannya, tapi tunggu dulu lihat posisi jatuh yang terlihat vulgar itu.

Dimana Madara jatuh tepat diatas Hashirama sambil mengelus siku dan lututnya yang lebih dulu jatuh, sementara Hashirama yang didudukki oleh Madara hanya bisa meringis mengelus lengannya yang sakit.

"EHH!" Dua onyx saling bertemu mengirim kontak dengan perasaan terkejut, lama mereka bertatapan sampai Madara menjauhkan wajahnya dari depan wajah Hashirama.

"Hmm... Sakit tau!" Kata Madara mengalihkan pandangannya kelain tempat, menahan rona merah dipipinya yang sedang malu.

"Maaf, aku tidak melihat ada pohon didepanku karena sedang asik melihat wajah kesalmu!" Kata Hashirama mengingat jelas bagaimana wajah kejam itu kesal karena diejek dengan pujian untuk wanita.

"Hmmpp... A-aku ingin pulang!" Kata Madara ingin beranjak dari pangkuan Hashirama tapi langsung dicegat saat pergelangan tangannya ditahan Hashirama.

"Nanti saja pulangnya tetaplah seperti ini!" Kata Hashirama menyandarkan tubuhnya pada pohon yang dia tabrak tadi, ternyata ada untungnya juga dia menabrak pohon itu.

"Ka-kau membuatku malu!" Kata Madara menunduk malu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Madara, aku ada satu keinginan?" Perkataan Hashirama membuat Madara membuka kedua telapak tangannya lalu menatap dengan kepala miring kekanan.

"Kau mau apa?" Tanya Madara mengerutkan keningnya saat Hashirama mendorong kepalanya untuk mendekat pada wajahnya yang sudah membuka mulutnya setengah.

"Berikan aku apa yang selama ini terpendam, Madara?" Kata Hashirama menutup matanya saat wajah Madara sudah berhadapan dengannya, beberapa inci saja maka bibir mereka akan bertemu.

Cup.

Madara mengecup pelan bibir Hashirama membiarkan bibirnya dihisap dan dijilat dengan lembut, onyxnya bertemu sambil menahan rona merah diwajahnya.

"Nghh.. Ahh!" Madara mendesah pelan saat lidah Hashirama mengajaknya bertarung dengan hisapan hingga membuat salivanya keluar dari sudut bibirnya.

Hashirama mengabsen tiap deret gigi Madara sambil melilit lidahnya untuk mengadu, siapakah dominan yang cocok menjadi pemenangan ciuman tersebut.

"Hahh.. Nghh.. Hmmpp!" Madara melingkarkan kedua tangannya pada leher Hashirama yang juga memeluknya dengan erat.

"Ahh... Hahh.. Hahh... Hahh!" Madara melepaskan ciumannya saat nafasnya terceka membuat saliva memanjang seperti jemabatan yang kemudian putus dipertengahan tali.

"Terima kasih!" Kata Hashirama menghela nafasnya pelan lalu membaringkan tubuhnya agar rileks pada pohon dibelakangnya, menatap langit yang ditutupi awan putih.

"A-aku mau pulang!" Kata Madara beranjak dari duduknya dipangkuan Hashirama lalu pergi meninggalkannya sambil menahan rona diwajahnya.

"KYAAAAAAA AKU MALU!" Teriak Madara berlari saat sudah jauh dari keberadaan Hashirama sambil menahan malu.

Hashirama yang mendengar teriakan yang nyaring hingga menembus telingannya hanya bisa tertawa pelan, kembali memejamkan matanya sambil membayangkan kejadian ciuman singkat barusan.

.

.

.

Madara melihat kediamannya ada seseorang yang sedang berdiri sambil membungkukkan badan setelah menjabatkan tangan dengan ayahnya, siapakah orang tersebut sehingga begitu dekat dengan ayahnya, apakah itu merupakan ayah dari tunangannya. Ini harus dia pertanyakan pada adiknya.

'Ada apa ini, apakah pria tadi datang untuk mengatur pernikahanku nanti atau jangan-jangan dia ketua klan yang dimaksud ayah?' Madara berjalan memasukki kediamannya menuju balkon untuk menemui adiknya yang sering duduk sambil menikmati pemandangan.

"Izuna!" Panggil Madara yang hanya dijawab sang angin pelan membuat panggilan itu seperti sia-sia terucap.

"Kakak?" Izuna melihat kakaknya sedang berdiri di balkon tempat ketenangannya, ada apa gerangan sehingga dia terlihat gelisah dan cemas seperti itu.

"Siapa orang yang tadi kesini?" Kata Madara mendekati adiknya yang sedang berdiri didepan pintu masuk balkon.

"Pria itu merupakan ketua klan yang ingin menikahimu dengan anaknya, dia datang kesini sesuai dengan permintaan ayah untuk minum teh dan membahas pernikahanmu!" Kata Izuna mendudukkan dirinya dan menaruh nampan yang dia bawa tadi.

"Apa pernikahan, bukannya itu terlalu cepat dilakukan. Aku masih 7 tahun?" Kata Madara tidak percaya bahwa pernikahannya akan dilakukan dini hari.

"Tidak Baka-aniki... Kau akan menikah saat berumur 17 tahun dan itu adalah ketentuan yang sudah dikatakan ayah." Kata Izuna memutar matanya malas mendengar perkataan kakaknya yang kelewatan.

"Syukurlah jadi aku masih ada waktu selama beberapa tahun bersama Hashirama!" Kata Madara merebahkan dirinya dilantai sambil menatap langit biru tanpa awan, memandangnya sambil membayangkan wajah Hashirama yang hanya sepintas lewat.

"Kau tau kakak, sebenarnya aku ingin sekali kau memakai baju pernikahan adat Jepang sebuah kimono yang pernah ibu kenakan!" Kata Izuna membayangkan saat kepala kakaknya tertutup tudung dari kimono besar tersebut sambil menundukkan kepala dengab bibir dipoles lipstik merah.

"A-apa maksudmu sudahlah jangan ganggu pikiranku!?" Kata Madara mengerutkan keningnya saat mendengar ide gila dari adiknya yang sedang membahas pakaian pernikahan, padahal dia tidak berkeinginan menikah diusia semuda itu.

"Tidak masalah aku juga akan menikah kakak!" Kata Izuna tersenyum senang melihat kakaknya yang terbelalak terkejut.

"Si-siapa orang yang akan menikah denganmu, tidak Izuna aku belum siap melihatmu menikah dengan orang lain... Kau terlalu polos bagiku?" Kata Madara langsung mendudukkan dirinya setelah mendengar perkataan adiknya yang hampir membuatnya jatuh dari balkon.

"Kakak, aku sudah besar dan juga aku ingin merasakan bagaimana rasanya menikah dan mempunyai anak!" Kata Izuna memeluk dirinya sendiri lalu melihat lagi perutnya dengan senang.

"Dengar Izuna jangan karena kita bisa hamil bukan berarti kau menikah terlalu cepat juga, aku ingin kau menikah setelah beberapa tahun setelah diriku!" Kata Madara memegang bahu Izuna lalu mengguncang-guncangnya dengan keras.

"Lalu kau ingin aku menikah saat umur berapa?" Kata Izuna menatap kakaknya yang mulai berpikir keras sesekali mengerutkan keningnya saat kehilangan ide.

"Setelah umurmu 20 tahun, tentu saja aku tidak akan membiarkanmu menikah sebelum aku punya anak!" Kata Madara melipat kedua tangannya didadanya mendelik adiknya dengan kesal.

"Ahh... Ya sudahlah, ahh.. Bagimana jika aku menikah dengan Tobirama?" Tanya Izuna merona saat mengatakan kalimat terakhir.

"Apa, manusia mesum itu mau jadi pasanganmu, tidak akan aku restui sebelum dia bisa menjawab semua tantanganku!" Kata Madara kembali membaringkan tubuhnya diatas lantai balkon dan mengabaikan wajah cemberut adiknya.

"Dia tidak mesum kakak!" Izuna membuang muka dengan kesal karena kakaknya yang seenaknya saja mengata-ngatai pujaan hatinya.

"Madara!" Panggil seseorang membuat Madara terbangun dari rebahannya dan beranjak dari tempatnya muntuk menghampiri suara yang tadi memanggilnya.

Karena penasaran mengapa ayahnya memanggil sang kakak akhirnya Izuna mencoba menguping pembicaraan anak dan ayah yang sedang ada di ruang tamu.

"Mungkin kau sudah taukan bahwa pernikahanmu akan dilaksanakan saat umurmu 17 tahun?" Suara Tajima terdengar serius membuat Izuna semakin penasaran lanjutan dari perkataan ayahnya yang akan menohok hati kakaknya.

"Tapi mengapa sangat cepat ayah, bukannya pernikahanku bisa diperlambat selama tiga tahun lagi?" Perkataan kakaknya terdengar sangat gelisah dan ketakutan, mencoba membujuk ayahnya agar memperlambat acara pernikahan yang terlalu dini.

"Tidak bisa Madara ini sudah menjadi keputusan kami, mereka pun setuju agar sebuah perdamaian ini bukan hanya sebuah kalimat. Mereka ingin pembuktian!" Izuna tau akan klan mereka dan klan tetangga sedang melakukan perdamaian tapi hanya sebuah kalimat belaka, jadi ayahnya ingin membuktikannya semua perkataan itu dengan menjadikan kakaknya sebagai jaminannya.

"Baik, aku mengerti!" Iba rasanya Izuna mendengar kalimat itu terdengar dari mulut kakaknya, sebenarnya dia juga tidak tau dari mana klan yang menjadi jodoh kakaknya itu.

Izuna langsung beranjak dari tempatnya sebelum kepergok karena menguping pembicaraan penting.

.

.

.

Madara berjalan menuju sebuah perhutanan untuk bertemu lagi dengan Hashirama hanya sekedar rindu, jadi rasanya tidak tahan jika tidak bertemu. Onyxnya mencoba mencari keberadaan Hashirama tapi sayangnya dia tidak menemukannya.

"Apakah dia sudah pulang?" Tanya Madara sedih berjalan lagi hingga pandangannya melihat sebuah arus air yang sering menjadi tempat pertemuannya dengan Hashirama.

Karena tidak menemukan keberadaan Hashirama yang biasa sedang asik melempar batu, akhirnya Madara memutuskan untuk duduk diatas batu besar kemarin sambil menatap riak air yang mengalir pelan.

Sementara Hashirama yang dicari-cari Madara sedang asik mengendap-ngendap berjalan mendekati sebuah semak, entah apa yang dilakukannya hingga bertingkah seperti itu. Selayaknya seorang ninja yang ingin menangkap musuhnya.

Setelah suasana menjadi hening Hashirama pun menyiapkan ancang-ancangnya untuk menangkap sesuatu yang sedang bersembunyi dibalik semak tersebut.

Greb.

"Akhirnya aku bisa mendapatkanmu!" Kata Hashirama menggendong seekor kelinci putih dan mengajaknya untuk pergi dari sana, kembali ke tempat pertemuannya dengan Madara barang kali orangnya ada disana.

Hashirama mengelus pelan bulu kelinci yang ada digendongannya tersenyum senang saat melihat targetnya salama dua hari ini telah tertangkap.

"Hikss... Hikss..." Hashirama tertekun saat mendengar sebuah tangisan pelan sambil terisak dengan tertahan.

Siapakah yang menangis disiang bolong ini, jangan katakan bahwa itu adalah hantu yang selama ini tidak tenang karena keberadaannya dan Madara yang tidak mengenakkan mata.

"Tenang Hashirama jika itu hantu maka siap-siap saja teriak!" Kata Hashirama memeluk kelinci yang dia tangkap sambil berjalan menuju sebuah arus air.

"Hikss.. Ahh.. Hikss!" Tangisannya semakin kencang mungkinkah berasal dari sini, sungguh mengerikan tempat ini.

Hashirama terbelalak saat melihat siapa yang membuat tangisan merdu itu, kini dia sedang melihatnya sedang duduk menatap riak air yang mengalir pelan ternyata orang tersebut adalah...

"Madara?" Gumam Hashirama membuat Madara tertekun dan menghapus air matanya dengan pakaiannya lalu menatap kebelakang.

"Hashirama, kenapa kau ada disini?!" Madara turun dari batu besar itu lalu berjalan mendekati Hashirama yang sedang kebingungan.

"Ka-kau menangis?" Entah apa yang dilihat Hashirama benar atau tidak, tapi dia jelas melihat air mata mengalir dipipi tan Madara.

"TIDAK, AKU TIDAK MENANGIS!" Teriak Madara menyadarkan Hashirama dari keheningannya.

"Masa, tadi aku melihatnya kau sedang menangis!" Kata Hashirama membuat Madara merona merah menahan malu karena ketahuan menangis oleh pujaan hatinya.

"Tidak. Mungkin kau salah lihat!" Kata Madara mengalihkan pandangannya pada binatang yang ada digendongan Hashirama yang sekarang sedang meringkuk nyaman.

"Tidak apa, katakan padaku apa yang membuatmu menangis?" Tanya Hashirama mengelus lagi kelinci yang ada digendongannya.

Bukannya menjawab Madara lebih memilih diam tidak sanggup mengatakan hal yang menjadi masalahnya, Hashirama hanya bisa menunggu tapi sayangnya bibir cerry itu bukannya terbuka untuk berbicara malahan diam tanpa sebuah ungkapan.

"Baiklah, gendong ini dan ikut aku!" Kata Hashirama memberikan kelinci yang dia gendong pada Madara lalu mengajaknya pergi kesuatu tempat.

"Kita mau kemana?" Tanya Madara membiarkan tangan kirinya ditarik oleh Hashirama menuju suatu tempat yang belum diketahui olehnya.

"Sudah diam saja, aku yakin kau akan suka nantinya!" Kata Hashirama tersenyum pada Madara yang tertekun melihatnya.

Karena penasaran akhirnya Madara hanya bisa diam mengikuti jalan Hashirama menuju suatu tempat yang masih dirahasiakan, sesekali mengaduh saat jalan Hashirama terlalu cepat karena dia sedikit kesusahan saat menggendong kelinci.

.

.

.

Hashirama berhenti berjalan saat diujungnya ada sebuah tebing yang sedikit curam, Madara yang melihatnya hanya bisa diam dan berdiri disamping Hashirama dengan mata terpukau melihat pemandangan didepannya.

"Wahh... Bagaimana bisa?" Tanya Madara melihat pemandangan hutan yang sangat indah, begitu lebat dan banyak pepohonan yang tumbuh.

"Sebenarnya aku ada impian dengan semua pemandangan ini?" Kata Hashirama mendudukkan dirinya sambil tersenyum memandang kedepan.

"Impian, apa itu? Apakah ada sangkut pautnya dengan diriku?" Tanya Madara mendudukkan dirinya disamping Hashirama sambil menaruh kelinci tadi dipangkuannya yang sedang tertidur.

"Tentu saja hahaha!" Tawa Hashirama membuat Madara mendelik tajam, apa maksudnya semua gelak tawa tidak jelas itu.

"Ayo kita bangun perumahan di hutan ini dan membangun sebuah sekolah untuk anak-anak!" Kata Hashirama merentangkan kedua tangannya dengan lebar.

"Kau yakin, sepertinya aku bisa mempercayai impian besarmu itu!" Kata Madara tersenyum pelan sambil mengelus kelinci yang ada dipangkuannya yang kemudian bangun dan berlari menjauh darinya.

"Tentu saja, itu juga merupakan masa depanku denganmu, Madara!" Madara terkejut mendengarnya saat mendengar kalimat terakhir yang dikatakan oleh Hashirama.

"Masa depan kita?" Kata Madara mengulang kalimat yang merobek gendang telinganya untuk meminta sebuah penjelasan lagi dengan Hashirama.

"Iya, aku ingin membangun masa depan kita dengan merubah perhutanan ini dengan sebuah perumahan yang akan membuat kita hidup bahagia!" Kata Hashirama menatap Madara yang hanya diam sambil membaringkan kepalanya dibahu kanannya.

Hashirama merangkul bahu Madara agar mendekatkan duduknya padanya. Menikmati pemandangan indah sambil membayangkan masa depan yang pasti akan terbukti dikedepannya.

Meskipun Hashirama membuktikan semua perkataannya pada Madara, tapi tetap saja mereka tidak bisa bersatu dalam arti cinta. Namun biarkan dulu mereka bersama sampai tanggal ketentuannya memisahkan mereka.

Dikejauhan ada dua orang bocah sedang memperhatikan kemesraan Hashirama dan Madara terlihat mereka berdua sedang asik duduk sambil menatap iri.

"Kakakmu romantis ya Tobirama?" Kata Izuna membaringkan kepalanya pada bahu kiri Tobirama yang hanya mengangguk pelan.

"Iya, kakakku memang seperti itu jika menyangkut masalah perasaan!" Kata Tobirama mengaitkan tangan kirinya pada tangan kanan Izuna.

"Pantas saja, kau juga sama!" Kata Izuna tersenyum senang sesekali melihat wajah Tobirama yang hanya diam tatapan datar.

Tobirama hanya diam sambil menatap kakaknya dan Madara sedang asik menatap pemandangan hutan didepannya.

"Izuna, aku ingin nanti me-" Tobirama berhenti berbicara saat mendengar sebuah dengkuran halus dari bahu kirinya.

Senyum tipis melengkuk dibibir Tobirama dengan perlahan dia menurunkan kepala Izuna dari bahunya untuk membaringkannya kepangkuannya. Sambil menatap kakaknya yang sedang asik tertawa tanpa hal yang jelas, Tobirama menyandarkan tubuhnya pada batu besar dibelakangnya.

.

.

.

Malamnya pun menjelang membuat semua orang kembali meringkuk didalam futon untuk mencari kehangatan, tepatnya dikediaman Uchiha terlihat Madara tersenyum tidak jelas tanpa sebab, bukannya tidur dia malah masih terjaga sambil membayangkan wajah Hashirama yang tersenyum padanya.

"KYAAAAA AKU TIDAK BISA TIDUR!" Teriak Madara menutup seluruh tubuhnya dengan selimut futonnya, mencoba menghilangkan bayangan wajah Hashirama yang selalu muncul dipikiramnya.

"MADARA TIDUR!" Teriakan Tajima langsung membuat Madara menutup mulutnya karena ketahuan habis teriak.

"Maaf ayah!" Madara memejamkan matanya lalu menyelimuti dirinya sambil memimpikan seseorang yang tadi siang mengajaknya berciuman.

Sementara dikediaman Senju terlihat Hashirama sedang menatap lilin tanpa rasa kantuk, meskipun dia ngantuk pasti langsung tidur tapi sayangnya tidak bisa karena wajah manis nan memerah Madara kembali terngiang diotaknya saat memejamkan mata.

"Hahh... Mengapa kau menganggu malamku, Madara?" Tanya Hashirama meremas rambut pendeknya sambil menatap lilin yang menyala didepannya, sungguh malam indah yang dingin seharusnya dia tidur dibawah futon dengan memimpikan Madara, bukannya terjaga sambil terbayang wajahnya.

Kriet.

Hashirama melihat pintu kamarnya digeser oleh seseorang membuatnya menegadah ingin mengetahui siapakah orang yang masih terjaga malam ini.

"Kakak, matikan lilinnya kau bisa membangunkan ayah?" Kata Tobirama berdiri diambang pintu kamar Hashirama sambil mengucek matanya yang sedikit berair.

"Hahh... Aku tidak bisa tidur Tobirama." Hashirama menompang dagunya dengan tangan kanannya.

"Kenapa, memikirkan Madara atau masalah pertunanganmu yang mendadak itu?" Tanya Tobirama mendudukkan dirinya menatap kakaknya dengan kantuk setengahnya saja.

"Keduanya, apa jadinya jika aku menolak pertunangan itu?" Tanya Hashirama menatap adiknya yang kepalanya terpelatuk menunduk dengan kantuk menyerangnya.

"Hoam~ tentu saja keluarga dan klan kita akan mendapat masalah besar dengan mereka, bukannya kau sudah menyetujuinya jika pun menolaknya kau tidak bisa berbuat apa-apa!" Kata Tobirama tidak mengerti mengapa kakaknya jadi tergoda untuk membatalkan pertunangan tersebut.

"Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpa Madara, coba kau bayangkan saat dia menikah dengan orang lain sedangkan kau menatap penuh belas kasihan?" Tanya Hashirama membuat Tobirama bergidik mencoba menghilangkan pikiran tersebut jauh-jauh.

"Hmm... Aku tidak ingin membayangkannya, lebih baik kau tidur kak. Hoam~ ayah bisa memarah jika mendapati dirimu masih terjaga!" Kata Tobirama beranjak dari duduknya meninggalkan kamar kakaknya yang masih diterangi sinar jingga dari lilin yang menyala.

"Benar juga buat apa dibayangkan jika itu memang akan terjadi nantinya!" Kata Hashirama menatap langit kamarnya dengan sedih.

"Pyuh!" Hashirama meniup lilin tersebut sehingga apinya padam dan membuat kamar yang tadinya terang menjadi gelap.

.

.

.

Madara berdecak kesal sambil memandang ayahnya yang sedang duduk didepannya, padahal hari ini dia ingin bertemu dengan Hashirama tapi apa mau dikata sang ayah langsung mencegah kepergiannya dengan memanggil namanya.

"Madara jangan tunjukkan wajah itu pada ayah?" Kata Tajima sambil menghirup teh occha lalu meminumnya dengan pelan.

"Tapi ayah, aku ingin pergi?" Kata Madara ingin berteriak tapi takutnya dia akan disembur ayahnya dengan api dan membuat rumah tersebut kebakaran.

"Bertemu dengan siapa? Ingat Madara statusmu sekarang sudah milik seseorang?" Kata Tajima membuat Madara melipat kedua tangannya didadanya dengan perasaan kesal.

"Ayah, aku hanya bertemu dengan temanku itu saja, dia juga sudah tau aku dijodohkan dengan orang lain!" Kata Madara menunduk menyembunyikan wajah sedihnya dengan tatapan datar.

"Baiklah, ayah tidak ingin mendengar ada berita kedekatanmu dengan orang lain, Madara." Madara hanya bisa mengangguk lalu beranjak pergi meninggalkan tempatnya dengan perasaan senang.

Izuna yang lewat melihat kakaknya yang sepertinya sudah bebas dari pembicaraan dengan ayahnya hanya bisa tersenyum lega, baguslah dengan begitu kakaknya bisa bertemu dan bersama selama beberapa jam dengan Hashirama.

"Izuna!" Panggilan Tajima membuat Izuna berhenti dari langkahnya lalu berjalan mendekati ayahnya yang sedang meminum teh occha.

"Ada apa ayah?" Tanya Izuna yang sudah duduk didepan sang ayah dengan tatapan penuh kebingungan.

"Apakah kau tau siapa orang yang dekat dengan kakakmu?" Apa yang harus Izuna jawab jika ayahnya bertanya demikian, apakah sebuah kebohongan agar kakaknya tetap aman bertemu dengan Hashirama atau kebenaran yang akan memisahkan kakaknya.

"Hmm... Sebenarnya aku tau tapi...!" Sulit rasanya Izuna ingin berucap tapi apa jadinya jika ayahnya tau bahwa kakaknya mencintai orang lain.

"Katakan jangan menunda sesuatu yang penting ini Izuna?" Tatapan itu menajam mengarah padanya, bagaimana bisa dia mengatakannya jika sudah begini ceritanya terpaksa dia harus berkata jujur.

"Tapi apa jadinya jika ayah tau orangnya?" Tanya Izuna menatap ayahnya dengan serius, sungguh dia berharap banyak pada ayahnya.

"Mungkin, memaksa Madara untuk menjauh darinya atau ayah akan mencelakakan orang tersebut!" Jawaban Tajima membuat Izuna kesal dan bungkam, padahal tadi dia mengira ayahnya akan berkata yang dapat membuat kakaknya senang ini malah sebaliknya.

"Lalu apa gunanya aku mengatakan kebenarannya jika ayah mengekang Kak Madara!?" Izuna beranjak dari duduknya dengan perasaan kesal.

"Izuna bukan seperti itu, ayah tidak bermaksud berkata demikian!" Bukannya mendengarkan perkataan sang ayahnya dan duduk kembali didepannya dia malah beranjak pergi meninggalkan kediamannya.

"Hahhh...!"

Izuna berjalan dengan kaki terhentak pada tanah yang berlapis rumput menatap kedepan dengan wajah kesal, namun wajahnya seketika berubah senang saat melihat siluet pujaan hatinya sedang berdiri didepan kuil batu merupakan tempat pertemuan pertama mereka.

"Izuna, kau kenapa?" Tobirama melihat raut wajah Izuna seperti orang kesal yang disembunyikan dengan rapat oleh senyum senang saat berhadapan dengannya.

"Tidak apa-apa, Tobirama ayo pergi aku ingin melihat keadaan kakakku!" Ajak Izuna menarik tangan Tobirama untuk beranjak pergi meninggalkan kuil batu tersebut.

.

.

.

To Be Continue

.

.

.