Alkisah di sebuah tempat ngekos mentok jalan, hidup tiga orang pemuda dengan status ekonomi ingin punya rumah gedong tapi isi dompet dongdong.
Mereka hidup bertiga dalam satu kamar sewa, lumayan luas walau masih terasa sempit dengan barang-barang pribadi yang banyaknya bikin keblinger. Porsi badan masing-masing bak kuli bangunan pula. Bara-bara ganteng sayangnya gembel. Sering misuh gara-gara gak dapet jatah yang sesuai di atas kasur.
Salah satu dari ketiganya mendadak terbangun begitu dibelai sinar matahari pagi. Kucek-kucek mata terus bengongin jam yang nempel di atas dinding. Bokuto Kotarou namanya. Status sebagai mahasiswa Teknik Mesin semester tiga. Harusnya sudah segera berbenah mengingat jam kuliah dimulai tepat pukul delapan teng.
"Udah jam tujuh," Dia menguap sebentar. Loading beberapa detik sebelum sumbu panik kebakar sempurna. "MAMPUS GUE TELAT!"
"KAMAR MANDINYA GUE YANG PAKE DULUAN, BRO!"
Di lain pihak, teman seperjuangannya yang lain ikutan geger. Kuroo Tetsurou sudah gempar melipat selimut, buru-buru mengambil handuk sebelum keduluan si burung hantu jejadian. Tapi sayang, kecepatannya dalam berlari menuju kamar mandi luar kurang sigap seperti Bokuto. Alhasil mereka nemplok di depan pintu, pelotot-pelototan sok garang demi menjadi yang pertama menggrepe sabun mandi.
"Pokoknya gue duluan, bro!" Bokuto menjerit.
"Gue!" Kuroo gak mau kalah.
"Gue, goblok! Jam delapan udah telat, nih!"
"Lah, sama! Kita kan, satu kelas!"
Kuroo nyaris nendang pantat Bokuto kalau si pemilik gak buru-buru menghindar secara elit.
"Gue, bro! Gue gak mau telat lagi gara-gara lo kelamaan mandi!"
"Lah, emang yang mandi lama cuma gue? Lo malah pake luluran udah tahu mau berangkat kuliah!"
"Suka-suka gue! Pokoknya gue duluan!"
"Gue, jelas gue!"
Kuroo gemas, maksa otaknya buat nyari solusi permasalahan. Begitu dapat, kedua matanya bersinar kegirangan. "Gimana kalau kita mandi barengan aja?" Ia kemudian berceletuk tanpa dosa.
.
Skandal VVIP © Miss Chocoffee
Haikyuu! © Furudate Haruichi
.
Fanfiksi ini hanya dibuat untuk kesenangan batin, saya tidak mengambil keuntungan dalam bentuk apapun.
.
Berbeda halnya dengan dua makhluk ribet di luar sana, Sawamura Daichi baru terbangun dengan kondisi awut-awutan. Mata yang setengah terpejam, iler di mana-mana, rambut hitam yang mencuat ke sana-sini, juga nyawa yang masih melayang-layang mencari tubuh asal.
Intinya, dia masih belum ngeh kalau dua sohibnya udah ngerusuh di luar sana demi masuk ke kamar mandi.
"Kuliah hari ini mulai jam berapa, ya?" Ogah-ogahan Daichi menyambar ponselnya, memeriksa jadwal kuliah lalu melemparnya kembali ke atas kasur. "Aman. Jam sepuluh juga. Lanjut tidur, ah."
Baru saja kedua mata niat merem lagi, perut malah buat perkara. Daichi kembali bangun; sensasi mulas membuatnya lupa akan kantuk. Dia lalu melirik ke samping, bengong dulu mendapati kasur sebelah yang gak ada penghuninya.
"Tumben udah bangun duluan. Biasanya perlu gue tendangin dulu pantatnya satu per satu."
Daichi kemudian nyeret langkah keluar dari kos. Berniat bergabung sama salah satu sohibnya─yang dia kira menjadi korban telat gara-gara kurang gesit menolak godaan bidadari dalam mimpi.
Tapi…
"… lho?"
Pintu kamar mandi tertutup dan orang antre yang gak ada sama sekali. Dari dalam kamar mandi malah kedengeran suara ribut kayak orang yang mau tawuran. Bukan cuma satu, tapi dua.
Daichi seketika merinding. "Gue ngerasa ini bakal berakhir bahaya." Cetusnya.
.
.
"Eh, bang Daichi! Pagi-pagi udah niat banget nyetor tabungan."
Futakuchi Kenji yang gak sengaja lewat langsung mesem-mesem begitu kena pelototan gratis. Tampangnya yang ngeselin memang acap kali membikin anak sekos pada emosi. Belum lagi mulut pedesnya yang minta disambit terong Belanda.
"Diem lo, cabe lokal! Mau gue laporin ke Moniwa?" Daichi pasang tampang garang, cukup ampuh bikin Futakuchi berdecih. "Ngapain lagi lo ke sini pagi-pagi? Kamar mandi wilayah lo kan udah ada."
"Gue gak lagi nyari kamar mandi. Tadi ke warungnya bang Ukai, nyetor uang kos. Bang Moniwa udah cerewet banget nyuruh buru-buru bayar." Jawabnya lempeng. "Lagian gue kuliah jam sepuluh. Mandi ntar aja, soalnya masih dijajah bang Makki sama bang Mattsun."
"Lo enak ada kamar mandi dua. Lah gue cuma satu, mana satu wilayah sama orang yang suka lupa diri kalau bukan lagi mandi di kolam renang." Keluh Daichi empet.
"Ya derita lo sih, bang."
Daichi makin emo. "SOMPRET AH LO!"
Futakuchi udah keburu kabur sambil ngikik kunti.
"Elah Daichi, pagi-pagi udah ribut aja sih." Dari pintu kos sebelah, Semi Eita mendadak muncul. Kedua tangannya naik ke atas, menggeliat sebentar sambil nguap lebar. Sebentarnya malah udah mejeng di pinggang sambil liatin pintu kamar mandi. "Lah, kamar mandi udah penuh aja? Siapa yang make?"
"Eng, itu… yang make…," Speechless. Daichi gak tahu harus jawab apa untuk menyembunyikan fakta bahwa skandal besar sedang terjadi di balik pintu ruangan dua kali tiga meter tersebut. "Gue gak tahu. Baru juga mau make udah─"
"… Woi, Brokuto! Usapin punggung belakang gue, dong! Katanya lo mau cepet selesai!"
"Udah ah bro! Lo ribet bener jadi orang. Gak usah luluran juga tetep aja kulit lo dekil gara-gara jadi babunya Mbah Ukai!"
"Kampret! Temen macam apa lo? Udah baik gue kasih ngutang dari gaji gue tiap bulan! Udah gak usah bacot, bantuin gue luluran!"
"Iye, iye ah!"
Semi langsung facepalm. Daichi sudah berubah jadi patung. Percakapan dari dua manusia pembuat skandal terdengar jelas sampai keluar kamar mandi. Sebagai patner sekos, jelas Daichi merasa malu yang teramat sangat.
"… jadi, mereka beneran homo?" tanya Semi penuh tuntutan. "Sampe mandi bareng pula."
Daichi senyum pedih, buru-buru melipir dari depan kamar mandi. "Gue gak tahu dan gue gak kenal. Gak kenal." Jawabnya semacam rapalin mantra. Masuk ke pintu kos dan ngebanting benda tak berdosa itu sampai ngejeblak menutup.
Belum habis herannya Semi, patner ngekos barunya tiba-tiba keluar. Cowok dengan surai abu-abu, nepuk bahunya sambil tersenyum fuwa-fuwa. "Ada apa nih?" tanyanya penasaran.
"Biasa Sugawara, skandal baru." Jawab Semi lempeng. "Itu pasangan fenomenal yang gue ceritain kemarin, lagi mandi bareng di kamar mandi."
Sugawara Koushi─si abu manis-manis gula, ber-oh ria. "Tapi temennya yang lagi satu gak ikutan, kan?"
"Hah? Maksudnya Daichi?"
"Iya, yang itu."
"Ya enggaklah. Setidaknya dia normal." Semi mencibir. "Eh tunggu, dari mana lo tahu Daichi, coba? Bukannya gue belum ada cerita?"
Untuk jawabannya, Sugawara hanya nyengir penuh misteri.
.
.
"Bang, es teh panas satu dong."
Dateng-dateng Daichi udah nyari perkara penuh kesengajaan. Efek stress ngadepin dua anak asuhnya yang luar biasa membikin Daichi harus sering-sering beli kuota kesabaran.
"Bang, jangan plin-plan dong. Yang bener es teh atau teh panas?"
Mendengar suara asing, Daichi langsung menoleh kaget. "Eh bocah, lo siapa? Babu barunya bang Ukai? Atau korban tarik paksa gara-gara gak bisa bayar hutang?"
Si bocah langsung manyun. "Gak sopan! Aku keponakannya om Ukai, bang. Bukan babunya!"
"Oh, ponaan. Gak ada miripnya sih. Oh ya lupa, bang Ukai kan buceri─bule cet sendiri." Daichi manggut-manggut sok paham. "Betewe, pesen es teh panas dek─eh, nama lo siapa?"
"Kageyama Tobio, bang. Dan gak ada es teh panas!" Si bocah SMA langsung gemas.
"Udah Kageyama, mending kasih air putih aja. Kalau udah pesen itu, tandanya si Daichi udah gak mampu beli yang ada harganya." Dari pojok kanan warung tiba-tiba Ukai muncul sambil nyengir penuh dosa. Daichi makin empet, tapi gak bisa ngelak.
"Oh, air putih. Bilang dong bang, kalau mau gratisan."
"EH KAMPRET! GAK USAH FRONTAL LO!"
Kageyama udah ngacir duluan sebelum kena semprot si abang penggrepe barang gratisan.
"Daichi, jangan lupa bayar kos lo. Udah nunggak tiga bulan, nih." Ukai dengan sadisnya nyiramin alkohol, udah tahu baru aja ngebuka luka lama yang gak bisa Daichi umpetin dengan benar. Daichi makin gegana. Berasa minum whisky padahal cuma air mineral.
Mabok, bro! Mabok hutang!
"Bang, jangan omongin bayar kos dulu. Gue lagi galau." Cuhatnya ngenes. Kepalanya dibiarin rebah ke atas meja, biar makin kerasa mabok beneran.
"Kenapa lagi coba? Tugas lo makin banyak? Atau ortu lo gak mau transferin duit lagi? OOC banget lo, sumpah! Ngeri gue."
Daichi langsung lempar glare. Ukai cuma nyengir watados.
"Bang, inget anak baru yang kemarin belanja ke sini waktu gue lagi curhat sama Asahi itu, gak?" Daichi pasang tampang serius. "Itu, yang rambutnya warna abu-abu."
"Oh, Sugawara?" tanya Ukai. "Kenapa sama dia? Jangan bilang lo mau nyari masalah sama anak baru? Mau tawuran? Mending jangan atau gue laporin lo ke Ushijima biar diciduk!"
"Anjir, jangan main fitnah kenapa, bang!? Gue cuma mau nanya, abang udah asal main tuduh sembarangan. Salah apa sih gue di mata kalian? Mewek nih gue, mewek!?"
Rupanya Daichi udah baper stadium bahaya, bung!
"Ya gue cuma jaga-jaga aja. Lo kan satu kos sama duet pasangan maut, siapa tahu udah ketularan mereka niat bikin skandal gede di kos ini kayak tadi pagi."
Tampang Daichi makin asem. "Skandal apaan, emang?"
"Yang mandi berdua itu. Lo gak tahu aja satu kos langsung gempar pas mereka keluar dari kamar mandi pake satu handuk doang. Kenma yang biasanya kalem sampai jejeritan paling keras, lho." Ukai ngegosip sampai tepuk jidat. "Lah itu kan pagi tadi, masa lo gak tahu, sih?"
"Gue tahu kalau satu kamar mandi berdua, dan gara-gara itu juga gue buru-buru cabut nyari WC umum. Jadi gak tahu berita selanjutnya." Jawab Daichi lelah. "Sumpah, gue nyesel mau satu kos sama mereka."
Ukai langsung ngakak, tapi buru-buru ditelen waktu nangkep tampang melas Daichi. "Betewe soal Sugawara, emang mau nanya apaan?"
Mendengar topik utamanya kesebut, Daichi langsung setel mode serius. Berdehem beberapa kali, sebelum mepet ke arah Ukai. "Jadi bang, gue mau tahu lebih banyak soal Sugawara i─"
"UWAPAH? LO MAU NGEGEBET SUGAWARA? BERANI BAYAR MAS KAWIN BERAPA LO SAMA EMAK BAPAKNYA?!"
"Eh, brondong jagung! Diem dulu kenapa!?" Daichi langsung ngegas. "Dengerin selesai ngomong dong, bang! Jangan teriak-teriak kayak perawan mau dirape!"
Ukai pengen bales, tapi ditahan karena tahu salah juga.
"Jadi bang, lo tahu kan gue anak yang pengen banget punya pa─eh, temen yang banyak. Nah, Sugawara ini kayaknya tipe-tipe yang asyik banget buat diajak ngobrol. Gue pengen nyapa tapi bingung harus mulai darimana. Makanya gue mau tanya-tanya tentang dia, siapa tahu abang punya clue gitu?"
"Alah Daichi, pinter banget lo ngeles kayak bajaj! Bilang aja lo mau pdkt, kelar perkara!" cerca Ukai pedes. "Lagian kalau mau sapa ya sapa aja. Anaknya baik kok."
"Gue bukan homo ya, bang!" tukas Daichi denial. "Dan gue gak bakal perlu nanya gini kalau gue─"
"Bang! Nasi campur dua ya, yang satu buat Semi."
Kalimat Daichi terpotong oleh suara merdu dari belakang. Dia buru-buru noleh, terkesima sekali lagi dengan keindahan bak malaikat yang turun ke bumi. Senyumnya apalagi. Bikin Daichi langsung tervonis diabetes melistus!
"Eh nak Sugawara. Nasinya kayak yang biasa, ya?" Ukai senyum lebar. Sugawara termasuk anak kos favoritnya, selain Moniwa Kaname, Yaku Morisuke, Akaashi Keiji dan Semi. Favorit karena jarang nunggak bayar kos, tepatnya. Kalau Sugawara efek auranya yang bikin adem.
"Iya bang. Yang punya Semi juga biasa ya." Sugawara senyum sekali lagi.
Ukai buru-buru bangkit, nepuk pundak Daichi sambil senyum penuh godaan. "Tuh anaknya udah di sini. Sana ajak ngobrol. Kesempatan besar lho."
Daichi yang masih terbengong mandangin Sugawara langsung kaget sendiri. "Eh iya! Neng, eh mbak, eh adek, eh─hanjir!" Mukanya langsung berubah merah saking malu dengan latahnya barusan.
"Duh, jangan grogi gitu dong," Sugawara ketawa─yang sumpah manis banget kayak gula aren! "Kenalan dulu sini ya, biar gak grogi. Sugawara Koushi, boleh dipanggil Sugawara atau Suga aja." Dijabatnya tangan Daichi yang langsung lemas jiwa raga, sementara senyum itu membikin pikirannya ngelantur ke mana-mana.
Batin Daichi girang penuh kenistaan; Neng, manis banget. Boleh abang ajak ke KUA gak?
.
.
Dalam beberapa menit setelah perkenalan di antara dua adam itu, Daichi merasa sudah semakin dekat dengan sang gebetan tercinta. Faktanya Sugawara memang asyik diajak ngobrol, bahkan doi mau lebih lama lagi duduk di warung daripada meneruskan titah sang baginda ratu patner sekosan yang memintanya membelikan nasi campur.
(Di sini Daichi sempat kaget gara-gara baru tahu kos mereka sebelahan. Kenapa coba dia gak sadar? Tahu gitu bisa pendekatan lebih awal, dong? Tapi kenapa dia gak ngeh kalau ada bidadari nyasar di sekitarnya? Pasti ketutupan aura nista si homo tsundere, deh. Pasti itu. Gak salah lagi.}
Banyak hal yang mereka bicarakan. Dari kuliah yang diambil, keluhan pada dosen fakultas, IPK yang sukar naik, sampai gosip hangat seputar anak-anak kosan. Kebanyakan memang Sugawara yang aktif bicara. Mungkin dia memang tipe yang sukar kalem kalau diajak ngobrol.
Percakapan mereka gak melulu ngobrol ngalur ngidul. Terkadang Sugawara malah buka sesi konseling. Itu juga gara-gara Daichi yang gak sengaja buka aib gara-gara stress ngadepin dua sohib-tak-sohibnya yang selalu bikin ulah. Entah ulah terselubung atau ulah receh lainnya. Intinya Daichi pengen tobat, tapi malah selalu berakhir gagal. Mana gara-gara kejadian jimat kemarin dia makin tambah gegana.
Iyalah gegana. Efek sumpahan si duo homo tsundere kemarin membikin dia berakhir jatuh cinta sama tetangga kosnya. Masih suka denial sih. Daichi kan masih emoh nyanyiin lagunya Ra(i)n yang Pandangan Pertama. Kurasa ku t'lah jadi humu, pada pandangan yang pertama~, gitu.
Pokoknya Daichi masih lurus! Tapi, menyesuaikan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
"Omong-omong Daichi, sabtu ini ada acara, gak?"
Daichi langsung surprise. Roman-romannya gebetan mau ngajak kencan, nih.
─eh, kok gebetan? Temen maksudnya. Temen.
"Sabtu? Gak ada, sih. Kenapa?" Daichi pasang tampang sok cool. Biar gak malu-maluin lah depan ince─temen. Depan temen, maksudnya.
"Gak, sih. Mau minta bantuan pasangin lemari di kamar kos aja. Semi katanya mau keluar bareng temen sejurusan, jadi gak ada yang bisa diajak bantu. Lemarinya baru sampe sabtu sore nanti." Sugawara nyengir. "Mau, gak? Kalau gak, ya gak apa-apa, sih. Mungkin bisa minta tolong ke Bokuto atau Ku─"
Daichi buru-buru motong. "Eh, gak keberatan, kok. Nanti aku bantuin. Mereka bisanya cuma berantakin kamar aja."
Menurut bab pertama buku Cara Mendapatkan Hati Sang Gebetan yang Daichi beli di toko klontong Koh Iwaizumi─rupanya Daichi belum kapok juga (red), kalau mau deket sama gebetan, harus bisa gerak cepat. Contohnya ya kayak ini. Tapi ya, karena Daichi masih denial, itu dibelokan menjadi Cara Mendapatkan Hati Teman Baru. Padahal di sampulnya udah keketik dengan ukuran font segede gaban.
Ya sudah. Iyain ajalah buat yang masih denial. Mungkin nanti Daichi cepet dapet hidayah. Doakan saja.
Kemudian Sugawara kembali bertanya dengan ragu-ragu. "Ngg, beneran gak keberatan, kan?"
"Tenang, Suga. Ketuk aja pintu kos kalau nanti lemarinya udah dateng." Penuh keyakinan, Daichi tersenyum lebar. Kayak kamu yang udah ketuk pintu hati aku; lanjutnya hanya dalam hati.
Najir. Najis anjir.
"Hahaha, oke. Nanti aku kasih tahu ya, kalau udah dateng." Balas Sugawara, masih dengan senyum gula arennya. "Oh ya, aku balik ke kos dulu. Bisa gawat kalau Semi sampai ngamuk. Duluan ya, Daichi."
Si rambut abu-abu segera berdiri, nepuk punggung Daichi sekilas lalu pamitan dengan Ukai yang ngebales sekenanya dari dalam warung. Sementara Daichi masih menatap punggungnya dengan penuh harap, Sugawara sudah menghilang di balik tikungan.
Ah, obrolan yang terasa singkat.
Daichi kembali duduk sambil senyum-senyum. Tanpa tahu di belakangnya ada dua makhluk gosip yang cekikikan penuh hasrat.
"Wah, skandal mantab jiwa nih," Keduanya langsung bertos ria tanpa suara.
.
.
Menurut bab kedua buku Cara Mendapatkan Hati Teman Baru (versi denial Daichi, red), tahap selanjutnya setelah gerak cepat adalah modus. Sering-seringlah melancarkan modus pada doi. Selain bisa menambah kedekatan, bisa juga bikin doi jadi peka.
Peribahasanya; sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.
Mantab jiwa, kan?
Daichi kemudian nyengir penuh makna.
"Dai, dari tadi lo nyengir mulu. Kerasukan setan apaan?" tanya Kuroo penasaran. Di sampingnya, yang lagi asyik ngisi TTS dengan kening berkerut-kerut, ikutan manggut menyetujui. Bokuto bahkan menambahkan, "Dari kemarin malem malah."
"… dosen lo gak ngasih tugas yang aneh-aneh, kan? Jangan masuk RSJ awal-awal, dong. Nanti yang ngurus kita berdua siapa?" protes Kuroo asal. Tapi begitu Daichi noleh dengan ekspresi horor, si kucing langsung menciut. Siap-siap dapet ceramahan panjang dari patner sekosnya yang paling 'normal'. Bahkan rela menyita TTS Bokuto supaya gak sendirian menanggung derita sakit telinga.
"Bro!" Bokuto niat protes, tapi mingkem lagi. Sadar hawa kelam dari Daichi, sepertinya.
"Kalian…" Keduanya meneguk ludah paksa, "… berisik!" Lalu diakhiri dengan mulut menganga lebar.
Udah. Gitu doang? Gak ada kalimat lanjutan?
Entah harus bersyukur atau perlu khawatir kalau Daichi beneran sakit jiwa. Gak biasanya dia cuma komentar dua kata doang. Biasanya juga bisa sepuluh dikali dua. Per paragraf. Bisa banget dijadiin narasi pembuka cerita pengalaman liburan.
"Daichi?"
"Gue pergi dulu. Mau ke toko Koh Iwaizumi," Daichi nyerobot sambil buru-buru berdiri. "Lo berdua gak mau nitip apa gitu?"
Satu alis Bokuto terangkat naik. "Mau ngapain lo ke sana, Dai? Nyari jimat lagi?"
"Ya enggaklah. Gue bukan keledai!" balas Daichi sewot. "Gue mau beli parfum. Kata Terushima di sana katanya wangi-wangi. Murah lagi."
"Percaya aja lo sama Terushima." Kuroo ikutan komen. "Udah tahu anaknya selengean begitu,"
"Gak mau ngaca?"
"Gue cipok juga lo, gagak madesu (masa depan suram)!"
Daichi pasang tampang mau muntah, berikut dengan semprotan: cium aja tuh, hombrengan lo!; terus buru-buru angkat kaki dari kandang.
Bokuto dan Kuroo sendiri kemudian saling pandang. Tersenyum penuh arti sedetik kemudian, lalu buru-buru ngambil ponsel masing-masing dan menuju grup garis anak sekos.
.
Justice4Neko: [Skandal VVIP!] Daichi lagi jatuh cinta, kawan-kawan! (seen by 29)
.
.
Masuk ke toko klontong Iwaizumi rupanya membawa dampak kebaperan bagi Daichi sendiri. Dibohongi pakai jimat kemarin agaknya membuat Daichi emo berkepanjangan. Tapi, demi modus berlangsung dengan lancar dan jaya, maksa diri juga masuk ke sana dan mantengin berbagai jenis parfum murah meriah.
"Koh, beli parfum dong. Yang baunya maskulin."
Iwaizumi melintir kumis palsunya. "Mau wangi sedap malam, melati, atau kamboja?"
"Koh, saya ini cowok!" Pengen banget rasanya masukin kecoak ke peci buletnya Iwaizumi. "Baunya yang maskulin, koh! Bukan yang horor gitu."
"Yailah, bercanda doang. Santai, dong!" Jawab Iwaizumi lempeng. Dijulurkannya bermacam-macam jenis parfum cowok, yang kemudian Daichi periksa wangi dan 'keasliannya'. Jangan-jangan nanti dikasih air comberan dari kali terus dicampur meolteo pula. Kenapa? Biar wangi, lah.
Setelah memeriksa satu per satu dan meyakini tidak ada yang berbahan air comberan dicampur meolteo, Daichi manggut-manggut anteng sambil bercapcipcup dalam hati. Dia sih udah ada rasa-rasa sama wangi pinus segar, cuma ya waspada dulu sama harganya. Nanti harganya seratus ribu lagi. Habislah nyawa dompetnya.
"Koh, yang paling murah yang mana?" tanyanya, lengkap dengan senyum manis gerak aman.
Iwaizumi melirik sekenanya, nunjuk air kobokan di belakang. "Tuh, air comberan. Gratis deh, spesial buat kamu."
Hanying. Daichi pasang senyum kecut.
"Koh, serius dong. Ini yang wangi pinus harganya berapa?"
"Oh yang itu. Harganya limabelas ribu, lah."
Daichi naikin satu alis. "Serius nih, beneran? Ini wanginya tahan lama, kan? Gak bikin alergi? Atau ayan? Atau muntah-muntah waktu nyiumin baunya?"
"Alah bawel banget sih jadi bocah!" Iwaizumi langsung geregetan.
Daichi pengen bales, tapi bahunya mendadak ada yang menepuk dari belakang. Begitu noleh, kembali senyuman itu membawanya terbang sampai lapisan langit ketujuh. Alah, lebay. "Eh, Suga?"
"Cieee Daichi beli parfum. Mau kencan, ya?" godanya. "Sama siapa, nih? Cantik gak orangnya?"
Speechless, Daichi pasang tampang watashi rapopo. Senyumnya bahkan berasa banget kayak habis minum air garam berliter-liter. Asin, bro. Niat pengen modusin, malah dikira mau kencan sama si doi. Mbok ya dek Suga, aku tuh maunya kencan bareng kamu, lho; keluhnya dalam hati.
"… Daichi?"
Daichi seketika sadar. "Eh? Kenapa?"
"Enggak, deh." Sugawara nyengir. "Aku duluan ya, Daichi. Jangan lupa sabtu ini." Dia tersenyum lebar, mengedipkan satu mata sambil nunjuk parfum yang masih dipegang Daichi. "Yang itu wanginya aku suka. Kalau kamu pake kayaknya pas deh."
Speechless (2).
Entah sadar atau tidak, yang pasti Daichi gak tahu kalau keluhannya tadi itu gak cuma dalam hati. Iwaizumi yang jadi saksi bisu cuma bisa nyengir OOC, itupun juga tanpa sepengetahuan si pelanggan yang masih terbengong-bengong.
"Heh, Daichi. Jadi beli parfumnya gak?" Ia kemudian bertanya, memilih menjadi kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu.
.
Nun dekat di sana, Bokuto dan Kuroo yang lagi asyik nonton TV di warungnya Ukai mendadak riuh begitu mendapat gosip hangat terbaru. Chatting dari Iwaizumi, sebagai mata-mata luar yang memberitahu informasi super level oya oya.
Isi chatnya tidak lebih tidak kurang seperti; Inget bayaran gue habis ini, ya? Si Daichi memang naksir Sugawara. Tadi dia sendiri keceplosan di depan anaknya langsung.
"Che! Udah engkoh-engkoh mantab jiwa juga dia!"
Kuroo ngakak layaknya ibu tiri; Bokuto ngakaknya berguling-guling. Sementara dia membalas pesan dari Iwaizumi, diliriknya sang patner in crime yang masih soak di sebelahnya. "Plis, bro! Jangan ayan di sini!" komentarnya pedes.
.
.
"Ehem." Kuroo berdehem.
"Ehem." Bokuto ikutan berdehem.
Hari sabtu yang cerah menjadi hari penuh deheman di kamar kos para homo tsundere. Daichi yang awalnya masa bodoh, gemas juga karena dua cecurut itu malah terus berdehem-dehem ria. Memangnya lagi ada challenge berdehem merdu tanggal ini?
"Kenapa sih kalian berdua?" komentar Daichi penasaran. "Lagi batuk atau lagi soak?"
"Gak, sih. Lagi gatel aja ini tenggorokan." Jawab Kuroo asal.
Bokuto senyum ambigay. "Bukannya lagi seneng gara-gara ada temen yang mau lepas status jomblo ya, bro? Bahkan sampe bela-belain beli parfum buat PDKT?"
"Oh ya?" Kuroo sok kaget. Kedua tangannya bahkan menutupi mulut agar lebih mendramatisir. "Kok gue gak tahu, sih? Siapa, siapa? Elo, bro?"
"Ya enggaklah, bro! Gue kan masih ngincer Akaashi biar dinotis. Elo nggak, nih?"
"Ya ampun, Kenma aja masih cuekin gue, gimana mau jadian?"
"Bro, plis lo jangan homo kebangetan, deh."
"Lah? Kan, lo yang mulai, bro?"
Telinga Daichi mendadak panas. Rasanya pengen iket mulut keduanya pake tali tambang. Mana mereka langsung ngakak penuh kesengajaan lagi. Ketahuan banget lagi niat ngebully siapa.
Daichi sebenernya pengen nabok. Cuma ya hari ini harus baik-baikin dulu. Nanti kalau kencan-gak-kencannya gagal gara-gara disumpahin lagi gimana? Yang rugi kan dirinya juga.
Sudah dibilang, kan? Daichi bukan keledai. Apalagi keledai homo. Perlu diingat untuk kesekian kalinya kalau dia masih denial─deg-degan nih, sampe lemes─maksa. Tapi darimana coba mereka berdua dapet joke jayus kayak gitu? Daichi lagi gak kena skandal, kan?
Merasa was-was, Daichi coba ngecek akun garisnya. Baru tadi siang bisa beli kuota setelah off empat hari. Efek beli jimat di tokonya Iwaizumi, duit buat beli kuota habis tak bersisa. Ini juga dapet kiriman pas-pasan dari bundanya; ditambah dengan omelan khas emak-emak, juga nasib yang tak pernah mujur; jimatnya kalah gaib sama sumpahan temen sendiri.
Tunggu, kok rasanya ngenes banget, ya?
Kala menunggu loading diiringi backsound ngakak kejer dari dua teman erornya, Daichi nyaris lempar bantal kalau pintu kamar kos gak mendadak diketuk dari luar. Ketiganya langsung hening, saling tatap-tatapan sebelum sebuah suara memanggil nama Daichi dari balik pintu.
"Daichi, ada gak? Ini Sugawara."
Sebuah bantal langsung terbang menggampar muka Kuroo dan Bokuto dengan pelakunya yang berlari gesit menuju pintu.
"GAGAK MADESU KAMPRET!"
Ditambah racauan gahar dari kedua korban yang sama sekali tidak dipedulikan.
Pintu kos terbuka, Daichi langsung senyum lima jari. "Eh, Suga. Lemarinya udah dateng?"
.
.
Bantu-membantu memasang lemari telah usai dilaksanakan. Daichi lempar cengiran lebar, ketahuan banget seneng waktu Sugawara ngucapin terima kasih sekalian bilang mau traktir bakso di warungnya Mbah Washijou. Cie, kencan malam minggu.
"Beneran gak apa-apa, nih?" Daichi yang saat itu merasa gak enak hati (Sungguhan, kok), tersenyum kikuk sambil garuk-garuk kepala belakang. Tapi, senyuman dan keyakinan Sugawara berhasil meruntuhkan tembok berjudulkan 'Dilarang Minta Ditraktir Sama Inceran' miliknya. Pada akhirnya dia ngekor juga begitu Sugawara menyeretnya keluar kamar.
Sayang amat disayang, nasib baik memang tidak selalu berpihak pada Daichi. Di luar kos, dua anak asuhnya udah mejeng sambil senyum-senyum ambigu. Ditangan Kuroo ada sebuah botol. Botol yang betul-betul mencurigakan. Apalagi ketika Daichi menyipit, kedua matanya kembali membola begitu sadar itu botol jenis apa.
Segera saja dia menjerit, "Woi, balikin parfum gue!" dengan wajah empet bin mampet. Kuroo sendiri malah ngakak antagonis sambil lempar-tangkep botol layaknya ngelempar kunci motor. Santai banget kayak itu botol gak bakal kepeleset dari tangan dia. Kalau nanti parfumnya tumpah gimana? Itu benda kan dibeli pakai uang juga, tolong!
"Gak pake parfum dulu nih, sebelum kencan?" goda Kuroo tengil. "Masa bau keringet pede banget gandeng calon pacar?"
"Sembarangan! Gue gak lagi mau kencan!" Daichi langsung ngegas, tapi mukanya udah semerah gagak rebus. "Balikin parfum gue!"
Bokuto yang sedari tadi udah ngakak buyar ikutan ngegodain, "Yaelah Dai, udah jadi homo aja gak mau ngaku. Satu kos juga udah tahu kok, kalau lo sebenernya naksir sama Sugawara." Cengirnya.
"Apaan nih? Pasti lo berdua kan, yang nyebar fitnah?!"
"Fitnah darimana kalau lo sendiri yang bilang terang-terangan depan doi?" balas Kuroo. "Kami juga ada saksi. Eksklusif. Terlibat langsung di TKP."
"Oh ya, kejadiannya di toko klontongnya koh Iwaizumi, ya." Imbuh Bokuto.
Daichi yang cepat tanggap langsung pasang tampang sangsi. "Oh ya? Saksinya koh Iwa, gitu? Percaya banget kalian sama aki-aki, begitu?"
"Kenapa enggak kalau kami punya saksi khusus lain selain dia?"
"SIAPA?"
"Asahi," Kuroo senyumnya puas banget begitu liat tampang pucet Daichi. "Bang Ukai. Terus yang terakhir, Sugawara sendiri. Iya, gak?"
KAM to the PRET; Daichi rasanya pengen ngubur diri hidup-hidup. Kedua orang yang disebut jelas-jelas memang saksi paling bener; dan ingatkan Daichi untuk kebiri mereka secepatnya. Tapi Iwaizumi sama Sugawara? Kapan coba Daichi keceplosan ngomong? Dan tolong, ini Sugawara juga tahu─di sini Daichi mulai sadar bahwasannya dia tidak bisa denial lagi. Terima kasih untuk Bockro dan antek-anteknya.
"Gue gak─" Dan sebelum sempat ngeluarin sangkalan, kalimat Daichi udah keburu dipotong sama tawa pelan dari belakang. Itu Sugawara, dengan background taburan bunga-bunga (di mata Daichi saja), juga cengiran manis yang bikin diabetes.
Demi Dewa Gula; Daichi rasanya pengen nangis bahagia. Kapan lagi dia bisa ngeliat pemandangan super indah ini di pekarangan kosnya yang bobrok? Daichi semakin yakin kalau Sugawara itu bukan manusia beneran.
"Daichi, gak inget waktu ngomong pengennya kencan sama aku di tokonya koh Iwaizumi?" tanyanya heran. "Waktu itu kamu sendiri lho yang bilang. Waktu beli parfum."
"Eh?" Daichi bengong. "Itu bukannya dalem hati?"
Sugawara geleng-geleng. "Enggak. Kamu ngomongnya keras, kok."
JDERR!
Berasa ada kilat yang menyambar dengan dramatis. Daichi mematung syok. Bingung memilih opsi antara mengubur diri atau buru-buru pindah kos, universitas, dan balik ke kampung halaman menjadi si gembala sapi, yoli dey yoli yoli yoli dey.
Ini kenapa nasibnya tragis benar, coba?
"Tuh, saksi kunci udah ngomong!" Kuroo malah nambah-nambahin. Kelihatan banget dia seneng soalnya ada bahan ledekan. Memang sekali garong, bakal tetep garong! "Udah sana confess. Seneng kan, kalau diterima?"
"Iya nih, mumpung kami lagi pengen traktiran bakso di warungnya Mbah Washijou." Bokuto berbinar-binar. Walaupun kalimatnya jadi pertanyaan. Apa hubungannya coba?
Daichi empet, tapi gak bisa nyangkal juga. Pengen sih, tapi…
"Kalau Daichi gak mau, aku aja yang confess!" Sugawara main samber. "Daichi, aku suka kamu. Jadi pacarku, ya. Gitu, kan?"
Njir.
Kuroo facepalm. Bokuto facepalm. Jangkrik kemudian berkrik dengan garingnya.
Tolong, ini bukan sitkom, kan? Daichi gegana lagi antara mau nangis atau loncat girang gara-gara ditembak.
Njir (2).
"… Daichi?"
Sadar akan panggilan dari gebetan tercinta, Daichi buru-buru nampar pipi sendiri. "Iya, Suga?"
"Jawabannya apa?"
─eh, Sugawara serius?
Daichi buru-buru berdehem. Siapa sih, yang gak doki-doki ditembak begini? "Ngg, aku─"
"─mau banget!" Kuroo langsung nyamber, Daichi pasang tampang ibu tiri.
"Ehm, aku─"
"─juga suka sama kamu kok, Suga," Ini Bokuto, yang langsung kena sambit payung yang asalnya entah darimana.
"KALIAN BERDUA BISA DIEM GAK, SIH?" semprot Daichi. Kuroo udah duluan kabur, sambil narik sohibnya yang pingsan gara-gara kena lemparan payung sakral.
Kembali lagi pada DaiSuga. "Jadi, karena udah terlanjur─ehem─," Garuk-garuk kepala, terus senyum malu-malu mau. "Ya, aku ulangin aja, ya? Aku yang nembak, nih." Tarik nafas, hembusin perlahan. "Aku suka sama kamu, Suga. Mau jadi pacarku, gak?"
Daichi tahu ini gak romantis sama sekali. Tapi, begitu lihat Sugawara yang ngangguk sambil senyum lebar, entah kenapa rasanya mereka kayak ada di drama Korea.
"Aku mau, Daichi." Senyum lebar terpampang manis, disertai dengan kerlipan bintang yang entah muncul darimana. Daichi mungkin lagi mabok. Mabok akan pesona Sugawara. Eak.
Gak mau kehilangan momen, Daichi baru pengen meluk tapi keburu dipotong sama celetukan-celetukan gaib. Bukan cuma satu, tapi banyak. BANYAK.
"Daichi, inget pajak ya!"
"PEJE, PEJE!"
"Ciee, official humu!"
"Duh ya, pasangan humu pertama, nih."
"Daichi, udah gue suruh mandi kembang tujuh rupa kenapa gak mau?"
"Bang Daichi, katanya Mbah Washijou, baksonya masih banyak, tuh!"
"Ini pasti gara-gara parfum gue."
"Bro, sumpahan kita ngena banget, ya?"
Ini sih namanya C. H. A. O. S. CHAOS.
Daichi kemudian noleh, dengan tampang suram dan pelototin anak sekos yang malah nontonin mereka sambil bercie-cie ria. "KALIAN SEMUA NGAPAIN DI SINI?"
"Nonton lah, bang Dai. Bang Kuroo nyuruh semua anak kos ke sini buat liat aksi kalian, sekalian minta peje di grup garis." Jawab Futakuchi enteng.
"Nih gue videoin. Mau nonton gak, Dai?" Terushima menawari dengan senyum satu juta volt.
"Hah? Kuroo?" Daichi masih setia dengan tampang suramnya. "Terus kenapa ini Mbah Ukai, Mbah Nekomata, Koh Iwaizumi, sama Mbah Washijou ikutan di sini? Bukan anak grup, kan?"
Yang disebut cuma senyum empat jari. "Kami juga diundang Kuroo, kok."
Semakin suramlah tampang protagonis kita. Niatnya pengen ngamuk, tapi keburu ditenangin Sugawara ditambah tuntutan anak sekos yang minta dikasih pajak jadian. Bahkan mereka mintanya udah kayak mau ngedemo presiden soal harga cabai yang mendadak naik.
Daichi lelah, Daichi setrong. Harus bilang apa dia ke bundanya kalau duit kiriman mendadak habis lagi? Digerondol tuyul sekosan?
Yang tabah ya, Daichi.
.
.
.
Selesai dengan kampretnya
.
.
.
a/n: Sekuel macam apa ini?! /krey/ Maafkan saya atas segala kejayusannya. Ini spesial DaiSuga, lho. Saya minta maaf karena hasilnya nganu, banget. Begini ya efek bikin humor gak langsung jadi? Mana jebol 4k lebih lagi. Ha. Ha. Ha. /seppuku/
Btw, bagi yang masih bersedia memberikan feed back, saya ucapkan terima kasih banyak. Termasuk buat fik di jimat anti homo. Dan well, salam receh untuk kita semua! /dor!/
p.s: Ada omake, lho!
p.s.s : Pandangan Pertama (c) Ran; Gembala Sapi (c) Cindy Cenora.
Sign,
Miss Chocoffee
.
Omake
Ponsel milik Sugawara mendadak berdenting ketika bakso yang dirinya pesan sudah berada di depan mata. Ada sebuah chatting. Dari Semi.
[EitaSemi: Lo pacaran sama Daichi? Gimana bisa? Sejak kapan lo naksir?]
Sugawara nyengir. Sahabatnya semasa SMA itu memang tipe yang gak gampang percaya. Apalagi dia memang belum pernah cerita sama sekali. Dan well, dirinya jadi keinget waktu di mana pertama kali ngeliat Daichi sampai mendadak jadi 'suka'.
Pertemuannya gak ada sisi romantis sama sekali, sih. Bahkan, mungkin cuma dia yang sadar. Waktu itu Daichi malah kelihatan horor dengan tampang suram. Kegiatannya juga gak banget. Posisi lagi buang sampah. Iya, buang sampah. Gimana bisa suka, coba?
Tapi memang, kehebatan para bayi berpopok tidak bisa diremehkan. Panahnya sukses menghantam Sugawara, tepat ketika Daichi lagi ngomel sendiri dan (mungkin) nyumpah-nyumpah dalam bentuk bisikan pelan. Dia yang baru sampai di tempat kosnya cuma bisa terpesona. Coba jelaskan, bagaimana bisa seorang pangeran berkuda putih nongol gitu aja di tempat kosnya?
Dan sejak itulah, Sugawara jadi sering memperhatikan si 'pangeran'. Mulai dari perangnya dia di warung bang Ukai, sampai kejadian hari ini. Beruntung banget gak, disukain balik gitu?
Masih dengan senyum lebar, Sugawara buru-buru bales chatt dari patner sekosnya itu.
[SugaKoushi: Iya. Ntar gue ceritain deh, makanya buruan pulang. Jangan pacaran mulu sama Tendou.]
[EitaSemi: Gue gak bakal pacaran sama stalker, TOLONG!]
OWARI
.
[January 17, 2017]
