DCMK not MINE!

Warning : semi-canon, yaoi, typo(s), eyd, diksi, dll

Summary : Semuanya berawal dari pertanyaan simpel—"Apa kau bisa memasak?" yang membuat Kaito sibuk meledakkan oven, Conan yang meminta Amuro mengajarinya masak dan diakhiri dengan kejutan manis untuk ulang tahun sang detektif, Kudo Shinichi. Otanjoubi Omedetou Kudo Shinichi a.k.a Edogawa Conan! [04 Mei 2018]

Word : 4553 words

.

Ryouri oshietekudasai!

.

Sofa berukuran sedang berwarna cokelat tua itu berada di sebuah ruangan setengah mewah khas gaya Eropa yang berada di kediaman Kudo. Di atasnya nampak dua orang insan yang tengah tertidur dengan lelap. Seorang remaja dan seorang anak laki-laki—bernapas teratur dan terlihat manis dengan posisi sang anak berada di atas remaja brunette yang memeluk sosok kecil itu di atas dadanya.

Matahari telah terbenam sejak satu jam yang lalu, kedua sosok itu terlelap dikarenakan terlalu bosan dengan aktivitas mereka di hari libur. Keduanya lelah setelah acara debat Holmes vs Lupin berkepanjangan dan tak pernah selesai. Siapa lagi yang bisa berdebat soal kedua tokoh fiktif sampai kelelahan selain Kuroba Kaito dan Edogawa Conan.

Awal mereka bertemu memang berasal dari heist yang KID lakukan. Kaitou KID, seorang pencuri terkenal dan merupakan pesulap hebat yang sampai saat ini tidak pernah tertangkap meski ia selalu memberitahukan apa, tempat dan waktu saat dirinya akan mencuri.

Edogawa Conan a.k.a Kudo Shinichi yang mengecil karena racun obat APTX4869, sedikit tertarik saat KID mengirimkan riddle pada keluarga Suzuki. Penasaran dengan sosok 'unik' sang Moonlight Magician. Conan pun datang ke sebuah gedung pada tanggal 1 April. Tanggal di mana mereka bertemu dan saling menyapa pertama kali.

Permainan kucing dan tikus mereka terus berlanjut. KID mengirim riddle, Conan memecahkannya. Mereka saling mengejar, menyindir dan 'mengancam' satu sama lain dengan senjata yang mereka punya. Diakhiri dengan benda curian kembali di tangan Conan disertai sosok KID yang terbang bebas di langit malam.

KID makin gencar melakukan aksinya, adrenalin terpacu. Otak terus berputar, memikirkan sebuah cara untuk memenangkan pertandingan. Setiap pertemuan menjadi debat, keduanya saling melempar seringai andalan seraya tersenyum dalam hati. Permainan yang mereka lakukan entah sejak kapan berubah menjadi kebiasaan. Sebuah pertemuan penuh misteri yang menjadi candu hingga membuat rindu.

Mengerti akan perasaan ganjil, keduanya berbicara dan bersedia mencoba. KID maupun Conan tahu kalau mereka pernah 'jatuh' pada teman masa kecil, yang tak pernah bisa mereka gapai dengan apa yang mereka lakukan sekarang.

Hubungan berjalan pelan, dimulai dari KID yang membawa Conan setelah aksi dan mengantar pulang. Memperkenalkan diri dalam identitas Kuroba Kaito, sampai mengajak kencan meski sebatas jalan-jalan di taman. Mereka tahu, bila sedikit demi sedikit perasaan 'sayang' mulai muncul. Dimulai dengan benak keduanya yang selalu memikirkan satu sama lain bila tak bertemu atau sekadar merindukan 'sindiran' dan debat yang sering dilakukan.

Conan pernah bertanya, apakah Kaito baik-baik saja menjalin hubungan dengan dirinya yang bertubuh kecil. Sang pesulap tertawa, menyeringai lebar dan menggoda bahwa dia tidak peduli. Kaito menyukai Conan apa adanya, bukan pada tubuh tapi pada Conan itu sendiri. Mendengarnya, detektif itu tersenyum lembut. Membuat Kaito makin menyeringai seraya mengacak rambut Conan gemas.

Saat perasaan Conan tentang pandangan Kaito padanya terselesaikan. Dia mulai terbuka, mengendurkan pertahanan yang sering ia pasang. Ia kini bebas bersikap apapun karena Kaito akan terus berada bersamanya sampai kapanpun. Keduanya bersyukur, karena akhirnya mereka dapat menemukan sosok yang menerima keadaan apa adanya dengan kepercayaan.

Kembali lagi pada dua sosok yang masih tertidur pulas. Kini Conan mulai bergerak gelisah di dalam tidurnya.

"Hm?" Mengedipkan matanya berkali-kali, Conan menguap dan mengucek matanya manis.

"Uh," Kaito yang ikut terbangun akibat gerakan Conan, mengangkat tubuhnya hingga sang detektif saat ini tengah duduk di pangkuannya.

Kruyuuuk

"Oh...," Conan dan Kaito berkedip saat perut mereka berbunyi bersamaan.

Kaito tersenyum kecil lalu mengecup pipi Conan singkat. "Ah, karena asyik berdebat kita lupa makan." Ujarnya santai sambil mengingat perdebatan yang mereka lakukan, berapa kali pun keduanya sharing Kaito tidak pernah merasa bosan. "Apa kau bisa memasak?" tanyanya santai.

Conan menggeleng pelan. "No, aku selalu meminta Agasa-hakase atau Ran membuatkan makanan...,"

"Aku bahkan di banned dari dapur oleh ibuku...," gerutu Kaito sambil memandang langit-langit ruangan, sebesit flashback tentang dirinya yang dimarahi sang ibu ketika membuat dapur berantakan hinggap—membuatnya mengalihkan pandangan pada Conan.

Kaito dan Conan saling menatap dalam diam, sebelum beranjak dari tempatnya masing-masing—terlalu lama menghabiskan waktu bersama membuat mereka bisa menebak pikiran masing-masing.

Keduanya pun memesan pizza dan memakannya dalam keheningan—terlalu terbenam dalam dunia masing-masing. Mereka berandai, bila salah satu diantaranya bisa memasak mungkin akan mempermudah hidup. Karena bagaimana pun, makan makanan siap saji setiap hari tidak bagus untuk kesehatan.

Apa ia harus belajar memasak?

Adalah pertanyaan yang muncul di benak keduanya.

Sang pesulap memperhatikan minuman Cola di depannya, dirinya yang di banned oleh sang ibu di dapur memutuskan untuk tidak pernah membuat suatu makanan. Iris indigo-nya melirik kalender yang terpajang di ruangan. Mengedipkan matanya berkali-kali seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Kaito terbelalak, demi Lady Luck yang kebetulan tidak menghampirinya. Mengapa ia lupa kalau seminggu lagi sang kekasih ulang tahun?

Memukul dirinya sendiri di dalam benak, Kaito pun mengalihkan pandangannya pada Conan yang sedang memakan makanannya dengan tatapan menerawang. Sepertinya detektif satu itu juga tengah memikirkan sesuatu.

Bila biasanya ia akan menganggu Conan dengan godaannya, kali ini Kaito terdiam. Dirinya lebih memilih untuk memikirkan kejutan yang pas untuk sang kekasih.

Kembali pada topik memasak, Kaito merengut. Sebenarnya ia tidak ingin belajar memasak, tapi untuk Conan sang pesulap akan melakukannya. Toh, salah satu diantara mereka wajib untuk bisa memasak untuk hidup mereka kedepannya. Karena ia berjanji, bahwa Kaito tak akan melepas sang detektif sampai kapanpun.

Well, mungkin setelah ini ia akan meminta Aoko untuk mengajarinya membuat kue ulang tahun.

.

.

.

Angin berhembus pelan menerbangkan beberapa dedaunan pohon yang tertata rapi di sepanjang jalan. Sebagian dari pohon tersebut telah tak berdaun, mengingat hari sudah memasuki akhir April di mana bunga sakura yang bermekaran di awal Maret mulai gugur menyisakan pohon-pohon beranting. Masyarakat yang berjalan di dekat deretan pohon sekilas menyunggingkan senyum, mengingat betapa indahnya sakura saat bermekaran dulu. Termasuk gerombolan anak SMA Ekoda yang kala itu baru pulang.

Gadis brunette dengan manik biru cerah memandangi pohon-pohon beranting, rasanya baru kemarin tempat ini dipenuhi bunga sakura yang indah. Ia tidak bosan memandangi bunga khas negerinya itu dalam waktu lama—sampai temannya berteriak mengingatkan bahwa dirinya bisa terlambat. Sayangnya, sekarang bunga sakura sudah kembali gugur. Ia perlu menunggu tahun depan untuk melihat kecantikannya lagi.

"Aoko!" namanya terpanggil oleh suara familier. "Oi, AOKO!" kali ini suara itu memanggil setengah berteriak.

Sebal akan ketidaksabaran remaja lelaki di belakangnya, ia berkacak pinggang dengan raut marah. "Apa! Kau tidak perlu berteriak bukan?" cercanya kesal.

"Sorry." Kaito meminta maaf, bola matanya bergerak-gerak melihat para siswa berlalu-lalang di sekitarnya. Aoko yang mendapati ekspresi Kaito, menautkan alis. Tidak biasanya teman sejak kecilnya itu nampak gelisah. "Na, Aoko." Ia berkata serius.

Gadis itu berjalan mendekati Kaito dengan raut penasaran. "Nani yo, kau yakin kalau kau Kaito? Apa kau diculik Alien? Aoko akan membantumu untuk mengembalikan Kaito—"

"Ahoko! Aku serius!"

"Jaa, nani yo!" Aoko menjawab tak sabaran.

"Ajari aku memasak!"

"Eh...," Aoko mengedipkan matanya berkali-kali, ia tidak salah dengar kan. "Ha?! Sudah Aoko duga kalau Kaito telah diculik alien, dan jika ini termasuk kejahilanmu Aoko akan pulang sekarang juga." Ancamnya sambil melipat tangan di dada.

"Aku serius!" Kaito menatap Aoko sungguh-sungguh, ia memang terkenal jahil dan suka mempermainkan orang lain. Sayangnya saat ini dirinya sedang serius, kenapa teman satunya itu tidak percaya juga.

Melihat raut serius Kaito, amarah Aoko pun reda. "Tapi untuk apa kau belajar memasak? Aoko ingat kalau Chikage-san mem-banned-mu di dapur."

Tersindir dengan perkataan Aoko, Kaito mengalihkan pandangan dengan sedikit rengutan. "Ugh, aku tahu. tapi setidaknya aku ingin membuat kue ulang tahun." Pintanya tegas.

Aoko menyeringai kecil mendengarnya. "Hoo~ untuk pacarmu yang tak pernah kau beritahu pada Aoko kan?" godanya riang.

Sang pesulap sedikit merona dan mengabaikan godaan Aoko. "Jadi kau akan mengajariku atau tidak?"

Gadis itu makin terkekeh dengan tingkah Kaito, teman kecilnya itu jarang sekali bisa salting oleh kondisi atau godaan apapun. Tapi bila dirinya sudah menyentuh topik 'sang kekasih' ekspresi dari Kaito selalu terlihat lucu dan merona. Haha. "Oke, tapi sebagai gantinya kau harus menceritakan pacarmu! Aoko penasaran orang seperti apa yang tahan dengan kegilaanmu setiap hari."

"Deal."

Keduanya pun memulai project mereka untuk membuat kue. Aoko sudah ratusan kali mengingatkan temannya untuk TIDAK mencampur bahan seenaknya atau menambah bahan ini dan itu bila kue yang mereka buat aman. Sayangnya, berapa kali pun Aoko mengingatkan. Kaito selalu berhasil membuat kue mereka meledak saat di oven; berubah menjadi warna pelangi saat dikocok; mengeluarkan asap ungu setelah dipanggang atau adonan tersebut tidak memadat dan terus cair meski sudah lama berada dalam oven.

Aoko pusing, setiap ia mengalihkan pandangannya. Kaito selalu menambahkan bahan-bahan random yang membuat dapur mereka berantakan.

"BAKAITO! BERHENTI BERMAIN-MAIN DAN IKUTI INSTRUKSIKU!" teriak Aoko yang sudah tidak tahan dengan aksi Kaito. Ini sudah hari ketiga mereka membuat kue tapi tak pernah satu pun berhasil. Aoko sudah lelah.

Seolah tidak takut dengan bentakan Aoko, Kaito malah memasang wajah polos sambil memasukan bahan—yang entah apa—ke dalam adonan. "Tapi itu membosankan, lebih baik kalau menambahkan—"

Lengan Aoko menampis kasar tangan Kaito yang masih menambah bahan random untuk berhenti. "Kau ingin membuat kue ini untuk kekasihmu kan? Seriuslah!" Aoko membereskan sisa-sisa krim di meja dengan lap. "Kenapa kau begitu ingin untuk belajar memasak?" gerutunya sebal. Sudah tahu kalau pesulap satu itu sangat tidak memiliki bakat di dapur, tapi dia malah selalu seenaknya dan tidak mendengar perintahnya.

Kaito terdiam, ia membayangkan sosok Conan yang beberapa hari ini tidak dia temui karena sibuk. "Aku dan dia sama-sama tidak bisa memasak. Aku mulai berpikir kalau salah satu di antara kita bisa membuat sesuatu di dapur, pasti akan lebih baik. Well, kita tidak bisa makan makanan siap saji setiap hari atau meminta tetangga untuk memasak makanan kita bukan? Jadi setidaknya aku ingin belajar." jawabnya tulus dengan pandangan menerawang.

Nakamori muda itu berkedip, tak percaya dengan perkataan manis Kaito. "Wow, kau benar-benar menyukainya sampai rela berbuat seperti ini."

"Tentu saja, aku berniat untuk menikahinya dan tak melepaskannya." Tekadnya mantap.

"Haha, Kaito. Kau benar-benar hopeless!"

"Shut it!"

Mereka berdua pun melanjutkan acara memasak dengan ledakan oven yang lagi-lagi Kaito buat.

.

.

.

Sementara itu, di kota Beika. Conan mengalami hal yang Kaito rasakan saat ini. Ia memperhatikan Ran yang tengah memasak di dapur dengan pandangan menyelidik. Otaknya memproses tiap bahan dan gerakan yang dilakukan oleh gadis itu. Merasakan tatapan lekat di belakangnya, Ran menoleh lalu tersenyum kecil.

"Conan-kun, tidak biasanya kau berada di dapur. Kau ingin request sesuatu?" tanyanya lembut sambil mematikan kompor.

Conan menimang-nimang ajakan Ran, ia kemudian berjalan mendekati sang gadis karate. "Ran-neechan! Bisakah—" kemudian Conan menghentikan perkataannya saat ia ingat kalau dirinya hanyalah seorang anak SD di hadapan Ran. Pasti gadis itu tidak akan menganggapnya serius bila ia memintanya untuk mengajari tata cara memasak. "Bisakah kita memasak hamburger?"

Ran tersenyum cerah seraya mengacak rambut Conan gemas. "Okay, kau tunggu saja di depan bersama Otou-san. Jangan biarkan dia meminum bir terlalu banyak." Gadis itu pun kembali melanjutkan acara masaknya.

"Ha'i~"

Sepertinya Conan harus meminta orang lain untuk mengajarinya memasak. Saat ia melihat Kogoro yang asyik menonton Okino Youko, pikirannya terbayang seseorang. Ah, dirinya bisa meminta Amuro-san untuk mengajarinya membuat sandwich. Setidaknya ia memilih untuk membuat sesuatu yang sederhana terlebih dahulu.

Saat ia membuka kafe kecil itu, Conan disambut oleh Amuro yang tersenyum ramah padanya.

"Amuro no onii-san!" panggil Conan riang—ia benci mengatakannya, tapi saat ini dirinya sedang dalam mode childish agar pria blonde itu setuju akan keinginannya—kaki kecilnya melangkah ke arah Amuro yang menautkan alis. "Bisakah kau mengajarimu membuat sandwich-mu yang lezat?" tanyanya manis—perasaan atau bukan namun Conan melihat pipi Amuro sedikit merona sesaat sebelum tersenyum cerah.

Mendengar permintaan Conan, Amuro menatap detektif kecil itu heran. "Aku tidak keberatan, tapi kenapa kau tiba-tiba ingin belajar?"

Conan duduk di kursi dengan tatapan sungguh-sungguh. "Uhm, aku belajar agar di masa depan aku bisa memasak bila suatu saat nanti orang yang bersanding denganku tidak bisa." Jelasnya setengah jujur, berharap bila Amuro tidak bertanya lebih jauh.

"Kau sudah berpikir sejauh itu?"

"Uh-hum,"

Amuro menyeringai kecil. "Well, kupikir kau ingin belajar karena orang yang bersanding denganmu saat ini tidak bisa memasak." Iris biru mudanya menatap Conan dengan pandangan menyelidik.

"Huh?" Conan pura-pura tidak mengerti.

Terkekeh dengan akting sang detektif, Amuro pun menyudahi acara introgasinya. "Hm, kalau kau tak ingin membahasnya tidak apa-apa. Tapi suatu saat nanti kau harus memperkenalkannya padaku. Aku tidak ingin Conan-kun bersanding dengan orang yang tidak baik."

'Well, Kaito termasuk kriminal. Apa itu termasuk tidak baik?' Batin Conan terkekeh.

"Amuro no onii-san ingin bertingkah seperti kakakku?" Conan mencoba 'menyindir' perkataan Amuro polos.

Mengerti maksud dari detektif mini itu, Amuro tersenyum menang. "Yeah, begitulah. Ayo kita mulai pelajarannya." Ajaknya riang dan disambut oleh decakan Conan yang merasa kalah dengan argumennya.

Tidak seperti kekacauan yang dibuat Kaito, Conan belajar perlahan dengan intruksi Amuro dan berhasil membuat sandwich dengan sempurna di percobaan yang ketiga. Pelajaran memasak yang Amuro berikan pun berlanjut ke tahap pembuatan kare, sup dan makanan sederhana lainnya—membuat Conan tersenyum kecil, karena bila dipelajari lebih lanjut memasak bukanlah hal sulit—bila ia benar dalam melakukan prosesnya.

.

.

.

Tidak terasa waktu sudah mencapai tanggal 03 Mei, Conan yang kala itu kebingungan setelah les memasaknya dengan Amuro hanya bisa diam di kursi dapur saat melihat Amuro dan Subaru tengah berdebat mengenai bahan apa yang lebih pas di masukan ketika membuat pie lemon kesukaannya.

Awalnya Conan menolak Amuro untuk mengajarinya memasak di kafe—terlalu sering—dan memintanya untuk pindah lokasi ke kediaman Kudo—berhubung Subaru saat itu katanya akan pergi sebentar. Ia tidak menyangka bahwa pria berkacamata itu pulang cepat dan menemukan dirinya bersama Amuro yang tengah membuat sesuatu di dapur.

Mendengar penjelasan Conan yang sedang belajar memasak, Subaru pun malah ikut untuk belajar. Conan tidak mengerti maksud dari pria satu itu, namun dari sini dirinya bisa melihat jika Amuro dan Subaru malah terus berdebat disertai kritikan tajam dan beberapa deathglare. Debat yang mereka lakukan entah kenapa mengingatkannya pada sosok Kaito. Ah, mungkinkah mereka berdua?

Saat perdebatan keduanya memuncak sebuah ledakan muncul di balik oven, Amuro buru-buru melesat untuk melihat hasil pie yang gagal karena dirinya yang tak fokus.

"Well, aku tidak tahu kalau kau tidak terlalu pandai membuat pie." Subaru memperhatikan pie di tangan Amuro yang sudah berubah hitam dengan asap mengepul.

Amuro tersenyum sinis dengan delikan. "He~ tapi siapa juga yang terus berbicara tidak jelas sehingga menggangu konsentrasiku?"

Seringai lebar tehias di wajah Subaru. "Aku tersanjung karena bisa mengganggu konsentrasimu, maafkan aku." Jawabnya dengan wajah yang sama sekali tidak merasa bersalah.

—ctak!

Sebuah perempatan imajiner tergambar di dahi Amuro. Conan tertawa hampa melihatnya, kalau sudah seperti ini pasti tidak akan berjalan lancar. Jadi ia memutuskan untuk pergi mengunjungi Haibara dan mengingatkannya untuk tidak khawatir dengan kedatangan Amuro di rumahnya.

Di perjalanannya yang singkat Conan menatap layar ponsel datar. Belakangan ini, ia tidak menerima pesan dari sang pesulap. Biasanya kriminal satu itu sering mengiriminya pesan tak berguna tiap jam atau meneleponnya sepanjang waktu. Selama seminggu ini, pesan dan telepon dari Kaito berkurang drastis. Saat Conan bertanya, Kaito hanya menjawab kalau ia sedang menjalankan sebuah project.

Sebesit rasa takut hinggap di hati, Conan tahu kalau Kaito memiliki kehidupannya sendiri. Ia juga kadang mendengar teriakan Aoko saat sang pesulap menelepon. Bila sang pesulap sudah tidak memiliki perasaan padanya, setidaknya beritahu Conan dengan jelas. Jangan perlahan mengabaikannya seperti ini.

"Akhir-akhir ini kau nampak murung, bertengkar dengan suamimu?"

Suara Haibara mengagetkan Conan yang kala itu melamun. "Wha—Haibara! Siapa yang suamiku?"

Mantan ilmuan itu hanya mengendikkan bahu polos. "Saa, seseorang yang sudah mencuri hatimu selama setahun ini?" sinisnya angkuh.

Mendengarnya Conan menghela, ia menyimpan ponselnya seraya menatap Haibara datar. Saat ini dirinya sedang tidak ingin berdebat dengan mantan anggota BO itu. "Aku hanya ingin mengingatkanmu kalau di rumahku ada Bourbon."

Manik hijau kebiruan Haibara melebar lalu menyipit waspada. "Ah, sou. Giatlah memasak untuk membuat suamimu senang."

"Haibara!"

Sayangnya yang dipanggil malah menyeringai tipis seraya melenggang pergi menuju laboratorium pribadinya. Sementara itu, Hakase yang sibuk membenarkan penemuannya sama sekali tidak sadar akan kedatangan sang detektif.

Merasa kehadirannya dianggap pengganggu, Conan pun memutuskan untuk kembali ke mansion—berharap bila Amuro dan Subaru tidak menghancurkan dapurnya. Saat ia berjalan santai untuk melihat kegiatan keduanya. Conan harus menahan diri untuk tidak sweatdrop dengan keadaan dapurnya.

Entah apa yang dilakukan Amuro dan Subaru di sana, yang jelas tepung terigu dan tumpahan krim berceceran di meja dan lantai dengan mangkuk beserta alat masak lainnya yang kotor. Conan juga tidak mau tahu mengapa Amuro nampak blushing dengan bibir mengkilap sementara Subaru menyeringai tipis.

Oh! Demi Gin yang tiba-tiba botak! Kedua pria itu tidak melakukan hal aneh di dapurnya kan? Pakaian Amuro saja nampak berantakan, apalagi dengan tanda merah di kulit leher yang tadi sempat tak ada. Geez.

"Co-Conan-kun? Kau dari mana saja?" Amuro bertanya dengan senyuman paksa.

"Amuro-nii-chan! Sebaiknya kita akhiri saja sesi ini dan aku berharap bahwa dapurnya dapat bersih seperti semula." Ucap Conan manis sambil tersenyum.

Amuro dan Subaru tertawa paksa saat melihat bahwa 'senyuman' Conan saat itu sangat mematikan dan berarti ancaman sebelum mereka mengangguk pasti.

Conan pun meninggalkan dapur dan berjalan menunju kamarnya dulu. Kamar Kudo Shinichi. Ia tidak ingin menyebut kalau ia sedang gundah. Tapi itu adalah fakta yang ia rasakan saat ini. Semuanya salah Kaito, bila pesulap satu itu tidak hadir di hidupnya pasti dirinya tidak akan merasakan perasaan kosong seperti sekarang. Padahal ia sempat berjanji untuk tidak 'jatuh' pada seseorang yang tak bisa ia dampingi.

Melupakan segala spekulasi negatif tentang Kaito yang akan meninggalkannya, Conan pun jatuh dalam tidur tanpa mimpi dengan buncahan ganjil yang selalu memenuhi hati. Toh, ia sudah memberi tahu Ran kalau hari ini dirinya akan menginap di Agasa-hakase.

.

.

.

Tepat jam sepuluh malam, Kaito memasuki kediaman Kudo dengan hati-hati. Ia waspada bila Subaru masih berada di dalam rumah. Mengelilingi kediaman Kudo dalam diam. Kaito pun menghela napas lega. Seperti yang ia duga, Subaru saat ini tidak ada di sini. Baguslah dengan ini ia bisa menyiapkan kejutan untuk sang kekasih dengan damai.

Baru saja Kaito menghias ruangan dengan gumaman riang, ia menemukan sebuah kotak misterius. Seringai lebar tersungging di bibirnya saat melihat isi dari kotak tersebut. Menaruh kotak kecil itu di saku, sang pesulap pun melanjutkan kejutannya seraya bersenandung—tidak tahu kalau sang kekasih saat ini tengah gelisah akibat dirinya yang tiba-tiba kurang perhatian.

Lima menit sebelum jam 12 malam, Kaito saat ini tengah memperhatikan Conan yang tertidur manis di sampingnya. Berapa lama pun sang pesulap memandang detektif mini itu ia tak pernah bosan. Sosok manisnya terlalu imut untuk terlewat barang sedetik saja. Karena waktu sudah hampir memasuki 04 Mei, Kaito menggerakan lengannya untuk mengelus surai Conan dengan lembut.

"Shin-chan~ wake up~" bisiknya di telinga sang detektif.

Conan mulai bergerak tak nyaman sebelum membuka matanya. Ia duduk di atas tempat tidur sambil menguap kecil. Pandangannya perlahan menjelas dan mendapati sosok Kaito yang tengah nyengir di depannya.

"Kaito?" tanya Conan memastikan. Untuk apa dia datang kemari malam-malam? Hatinya entah sejak kapan mulai berdenyut tak nyaman dengan deduksi pesimis.

Sang pesulap yang melihat perubahan ekspresi Conan berubah khawatir, pasalnya sang detektif hanya menunjukan raut sedih dan terlihat rapuh bila sesuatu yang besar sedang terjadi. "Shinichi! Ada apa? Apakah kau menemukan clue baru mengenai BO?"

Raut Kaito yang tiba-tiba panik membuat Conan segera mengubah perasaan negatifnya. "No. Aku hanya sedikit kelelahan. Ada apa kau datang kemari?"

"Jahatnya~ aku kan datang karena merindukanmu~" sindirnya.

Conan mengerjap lalu memasang wajah pasif. "Oh...,"

Tidak mengerti dengan respon Conan yang begitu dingin, Kaito mendecak sebal. "Oi, kenapa kau terlihat seperti tidak percaya padaku?" cibirnya, ia lalu memperhatikan jam tangannya—dengan seringai jahil—kemudian menarik tubuh Conan kepangkuannya. Conan terbelalak kaget saat sepasang bibir lembut mendarat di bibirnya dalam ciuman manis.

Setelah ciuman singkat itu terlepas, Conan memandang Kaito heran. Bukankah sang pesulap memutuskan untuk berpisah? Atau hanya spekulasinya saja? "Huh?"

Melihat raut lucu nan manis Conan, Kaito malah tertawa keras. Ia lalu mengangkat tubuh Conan dan menggendongnya menuju ruangan kejutan—mengabaikan sang detektif yang protes minta diturunkan.

"Otanjoubi omedetou~" Kaito berkata girang sambil menunjukan ruangan penuh balon dan pita yang mewah sekaligus cantik di hadapan sang detektif.

Conan mematung, ia mengedipkan matanya berkali-kali saat melihat ruangan di depannya yang terasa magic. Di mana balon bertebangan di dampingi gelembung-gelembung transparan—yang entah kenapa tidak pecah; beberapa hologram khas dekorasi ulang tahun; segunduk buku misteri dilapisi pita elegan—yang ia tunggu-tunggu—sampai sebuah kue berbentuk bola yang ditengahnya terdapat gambar Sherlock Holmes terpajang di atas meja.

"Wha—siapa yang ulang tahun?" Conan memandang Kaito polos, setahunya ulang tahun Kaito ada di bulan Juni.

—gubrak!

Kaito jatuh dengan tidak elitnya, ia kemudian memandang Conan yang masih berwajah heran dengan kekehan hampa.

"Tentu saja ulang tahunmu, siapa lagi?" Kaito mengajak Conan untuk duduk di kursi yang sudah ia siapkan. "Jangan-jangan kau lupa kalau tanggal 04 Mei adalah ulang tahunmu?"

Conan nampak berpikir sebelum tersenyum polos dengan cengiran. "Oh, aku baru ingat."

Inginnya Kaito menggeplak kepalanya dengan mode lebay, tapi ia hanya mencubit pipi sang detektif gemas dengan tatapan tak percaya. "Ya ampun, Shin-chan! Kau benar-benar sering melupakan ulang tahunmu sendiri tiap tahun tapi mengingat tanggal-tanggal aneh seperti hari peristiwa mencekam dan sejarah dunia lainnya?"

"Shut up, not my fault." Gerutunya sebal, saat ia teringat akan tingkah Kaito yang aneh akhir-akhir ini semuanya jadi jelas. Ternyata si pesulap mesum itu terlalu sibuk untuk menyiapkan kejutan ini sampai mengabaikannya dan membuatnya tidak tenang. "Jangan bilang kalau tingkah anehmu itu karena kau menyiapkan kejutan ini?"

Kaito memperhatikan Conan yang nampak kesal, ia bingung mengapa usaha kerasnya dihadiahi ekspresi negatif seperti itu. "Kau tidak menyukainya? Aku sudah belajar satu minggu penuh untuk bisa membuat kue ulang tahun ini tahu! Bahkan aku sampai menghancurkan 15 oven; seratus tiga puluh mangkuk; dan seratus sembilan puluh tujuh kali membersihkan dapur! Ugh, setidaknya hargailah usahaku!" jelas Kaito sambil mendumel.

"Kau belajar memasak?" tanya Conan heran.

Sang pesulap mengangguk pasti. "Yups, pertanyaan 'apa kau bisa memasak' tempo hari mengingatkanku. Bahwa bila kita akan terus hidup bersama selamanya. Setidaknya harus ada yang bisa memasak. Jadi aku akhir-akhir ini belajar. Yah, meski hasilnya hanya sebatas membuat kue hehehe...," kekehnya sambil menggaruk belakang kepala.

"Ahahaha—" Conan tertawa keras sambil memegangi perutnya.

Melihatnya Kaito merasa jengkel, ia berusaha keras untuk belajar sampai ia rela wajahnya beberapa kali gosong atau terkena cipratan krim. Tapi sang kekasih malah menertawakannya. Jahat sekali.

Sebelum Kaito protes, Conan menghentikan tawanya dengan pandangan lembut. "Aku tidak menyangka kalau pikiran kita sama, akhir-akhir ini aku juga meminta Amuro-san untuk mengajariku memasak dan hasilnya aku bisa menguasai beberapa masakan sederhana."

"Hontou?" Raut Kaito berubah cerah. "Itu tandanya kita sehati~" riangnya sambil mengecup pipi Conan yang merona malu.

Teringat akan kotak misterius yang tadi ia temukan, Kaito pun meraih lengan sang detektif dan memasukan 'sesuatu' ke dalam mulutnya. Lengannya kemudian mengambil segelas air untuk diminumkan pada Conan.

Terbatuk akan gerakan Kaito yang memaksanya menelan sesuatu, Conan mengernyit. Rasanya ia memakan sebuah pil? Untuk apa?

Membelakakan matanya kaget, Conan berubah panik. "Kaito! Jangan bilang kalau pil barusan...,"

Mengerti akan perkataan sang kekasih Kaito menyeringai jahil—setengah mesum. "Why~ Oujo-chan dengan baiknya meninggalkan antidot APTX4869 di ruangan ini. Jadi aku manfatkan saja. Lagipula aku berniat untuk 'memakanmu' di hari ulang tahunmu~ menjadikan malam ini malam pertama yang tak pernah kau lupakan~" kekehnya sambil membuka pakaian Conan.

"Kaito!" Conan berusaha untuk melawan dengan pipi merona. Sayang tubuhnya yang kepanasan dan mulai sakit di sana-sini menandakan bahwa dirinya akan segera bertransformasi menjadi Kudo Shinichi.

"A—ARGHT!"

Tak tahan dengan jeritan Conan yang kesakitan, Kaito pun mencium sang detektif dalam. Berharap bisa menghilangkan rasa sakit yang diderita sang kekasih.

"Otanjoubi omedetou Shinichi~" bisik Kaito seduktif. Indigo-nya memperhatikan tubuh corettelanjangcoret Shinichi yang bersandar padanya—so sexy.

"Thanks...," balas Shinichi kelelahan saat merasakan tubuhnya kini dibalut oleh selimut tebal.

Kaito merapihkan selimut yang dibawanya untuk menutup tubuh polos sang kekasih. "Sebenarnya aku ingin segera membawamu ke atas tempat tidur, tapi aku ingin kau mencicipi kue buatanku dulu."

Shinichi merona, ia memotong kue dan segera memakannya. Rasanya manis dan pas, tidak buruk. Apalagi harum kopi yang pekat di dalam krim-nya. Oh, Kaito membuat sesuatu yang 'pas' dengan seleranya.

"Not bad."

Seringai jahil tergambar di wajah Kaito saat melihat Shinichi yang tengah menikmati kue buatannya. "Kau memang 'istri' yang terbaik~" bisiknya dengan nada berat seraya mengangkat tubuh ringkih itu ala gaya pengantin.

"Ha? Siapa yang—Kaito! Turunkan aku!" perintah Shinichi yang di tangannya masih terdapat potongan kue.

"Nope~ kau sudah mencicipi kuenya, giliran aku yang mencicipi dirimu~" jawabnya sing a song sambil membawa sang detektif ke dalam kamar yang sudah ia siapkan.

Kaito menjatuhkan Shinichi di atas tempat tidur, keduanya saling memandang—mencoba memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Saat sang pesulap mulai bergerak mendekat, sang detektif sudah tahu apa yang diinginkan pemilik iris indigo itu. Kaito lalu menenggelamkan kepalanya ke leher sebelah kanan Shinichi, bukan hanya itu sang pesulap juga sengaja menekan tubuh pemuda di bawahnya agar semakin berhimpitan.

"Uh, ngh?" Shinichi melenguh saat merasakan benda basah mulai bergerak di area lehernya, tubuhnya seketika menegang; rona dipipinya tambah merah; dan jantungnya pun ikut berdetak lebih cepat dari yang biasanya—dan oh! Jemari nakal sang pesulap tak tinggal diam dan terus mengerayangi kulit.

Shinichi menutup matanya, mencoba menikmati apa yang Kaito lakukan. Ia berusaha untuk menahan mulutnya untuk tidak mengeluarkan desahan memalukan.

Setelah bosan dengan aksi menjilat—karena sang detektif tengah memandangnya, seolah meminta lebih—kini Kaito mulai menghisap kulit itu dengan cukup keras hingga meninggalkan bekas kemerahan dan keunguan—yang menandakan bahwa remaja cokelat didekapannya ini adalah miliknya.

Tak sampai di leher, kini benda basah itu makin naik ke area telinga.

"Aah—ngh!" desah Shinichi merasakan lidah Kaito yang menjilati area cupingnya gemas.

Kaito bergumam pendek. "Jangan tutupi desahanmu~"

Tak mau terbawa permainan sang pesulap, Shinichi memilih untuk menutup mulutnya dengan tangan. Sebal akan tingkah keras kepala sang detektif. Lengan Kaito mencengkram pergelangan tangan Shinichi dan menaruhnya di atas kepala sang detektif. Setelah itu Kaito pun mencium bibir ranum Shinichi dengan lembut dan penuh perasaan.

Tangan sang detektif yang tadinya dicengkram, perlahan dilepas hingga Shinichi mulai mengalungkan lengannya di leher Kaito. Ciuman yang tadinya lembut itu kini berubah menjadi lebih dalam dan menuntut. Si pesulap makin memperdalam ciuman hingga kepala Shinichi kini merapat ke bantal di bawahnya. Kaito lalu mulai menjilati bibir bawah sang detektif untuk meminta akses lebih.

"Uh—hmph—ngh!" Shinichi menurut untuk membuka mulutnya, lidah Kaito langsung melesat masuk dan mulai mengeksplorasi bagian mulut sang detektif dimulai dari mengabsen gigi; menjelajah rongga mulut; hingga beradu lidah.

"Ngh—uhm—ah—" Shinichi terasa melayang. Kaito makin gencar berduet lidah dengan sang detektif, meskipun ia selalu menang dalam hal mendominasi tapi dirinya sama sekali tidak pernah puas untuk menginvasi bibir manis milik Shinichi. Tangan-tangannya yang tadinya menganggur kini mulai bergerak untuk menyentuh dada Shinichi dan memelintir benda cokelat semu pink yang ada di sana.

"Ah—ngh—not—there—ngh!" desah Shinichi tak karuan di sela-sela ciuman maut Kaito, ia sudah tak sanggup lagi untuk meneruskannya dirinya butuh oksigen sekarang juga.

Sang pesulap pun melepaskan ciuman itu dan mulai berpindah ke area leher, tangannya makin gencar menelusuri setiap inci dada dan perut Shinichi. "Why~ you love it, do you?"

"Shut—hah—up!" balasnya sambil mengambil napas sebanyak-banyaknya. Belum juga ia bernapas normal, sang pesulap sudah memaksanya untuk terus mendesah; melenguh dan mengerang dengan mulut dan lengan jahilnya yang tak barang satu senti pun melewati setiap inci kulitnya.

Kaito menatap lekat—penuh nafsu—Shinichi sambil mengecup sekilas kening sang detektif. "Tenang saja~ ini baru awal~ kita akan masuk ke tahap inti sekarang~ just prepare yourself Shinichi, because i will never let you go until death do us part." Bisiknya serius.

Mendengarnya Shinichi merona merah seraya mengalihkan wajahnya. Well, dirinya tahu jika sang kekasih akan melakukan apapun yang ia mau selama dirinya tidak keberatan. "Yeah, me too."

Dengan itu adegan panas mereka pun berlanjut ke dalam tahap penyatuan tubuh yang diiringi oleh erangan keduanya yang akan terus berlanjut sampai pagi menjelang.

Benar-benar hadiah ulang tahun yang luar biasa bukan?

.

-END-

.

Otanjoubi Omedetou Kudo Shinichi a.k.a Edogawa Conan~ hope you always with Kaito forever~

[04 Mei 2018]