-PRAESIDIUM AD LUCIFER-

Disclaimer : Kazuki Takahashi yang memiliki YuGiOh!

Warning : Hint of Shonen Ai (mostly Puzzleshipping), beberapa penyertaan lirik requiem milik Mozart, Dark theme, beberapa Mitos, Mitologi dan filosofis yang saya rangkai sendiri seluruh korelasinya secara fiktif demi kepentingan plot, tak bermaksud untuk menyalah kaprahkan asumsi. Fic ini hanyalah fiktif belaka.

At last, please enjoy it!


-Chapter 1-

Song Of Death

Semilir angin menerpa, tak kenal lelah. Daun-daun kering berguguran menggores tanah. Puluhan burung melayang, menyongsong muara langit. Distorsi sekumpulan panorama alami itu tak mampu meruntuhkan kebimbangannya. Kedua ametis itu terlihat keruh. Dengan lemah, menatap seluruh penjuru yang ada. Dengan pandangan lelah, menghela napas yang panjang. Kumpulan permasalahan yang berkutat dalam kehidupannya bagai sebuah labirin enigma yang tak berujung. Di satu sisi, ia tak menginginkan rute takdir yang rumit seperti ini.

Ketenangan.

Ia hanya ingin mencari ketenangan. Namun, deretan cobaan tak henti-hentinya menghujam. Bagai semilir angin yang menerpa parasnya saat ini. Bagai sekumpulan panorama yang ia pandang. Panorama indah itu terlihat buram dimatanya. Buram dan tak ada cahaya penerang sama sekali. Hatinya pun semakin tenggelam dalam lubang keputus asaan itu.

"Apa yang harus kulakukan?"

Pertanyaan itu terus saja terulang-ulang di benaknya. Semakin dipikirkan, ia semakin tak menemukan sebuah jawaban yang ia cari. Bagai sebuah kutukan abadi. Ia tak akan bisa lepas dari permasalahan rumit ini sebelum ia membuat sebuah keputusan kongkrit. Dan satu hal yang memberatkan hatinya untuk membuat sebuah keputusan.

Konsekuensi.

Dan ia masihlah belum siap dengan segala kemungkinan terburuk yang berpotensi untuk terjadi. Karena Ia tak ingin membahayakan hidup cucunya itu.

"Tuan Sugoroku, sepertinya pertimbangan pertama lebih menguntungkan jika dibandingkan opsi..."

"Kau salah, Pegasus! Justru konsekuensinya akan semakin fatal jika kita menggunakan pertimbangan yang sudah kau sarankan itu!"

"Kau tak perlu ikut campur, Seto! Penasehat amatir sepertimu lebih baik diam saja!"

"Apa katamu!"

"Cukup! Hentikan perdebatan kalian! Aku pusing mendengar semua ini!" sebuah bentakan tegas dilayangkan oleh Sugoroku pada kedua penasehatnya. Diam sejenak seraya melayangkan tatapan pembunuh antara satu sama lain, hanya itulah yang dapat dilakukan kedua penasehatnya. Raut lelah tergambar jelas di paras Sugoroku. Dahinya kembali ia sanggah dengan kedua tangannya.

"Apa kalian tak mengerti etika dalam mengemukakan pendapat? Aku tak ingin suara ribut kalian itu membuat otakku hancur!"

"Maafkan kami, Tuan..." kedua penasehat Sugoroku tertunduk bersalah. Keheningan pun mendominasi momen itu. Setelah dirasa cukup kondusif, salah satu penasehatnya, Kaiba Seto, seorang pria brunet bertubuh jangkung yang sudah mengabdi pada keluarga Mutou itu kembali angkat bicara.

"Sepertinya anda pertimbangkan lagi saranku, Tuan Sugoroku. Alangkah baiknya jika kita mengutus salah seorang penjaga untuk mengawasi dan melindungi Tuan muda Yugi. Aku pikir, cara ini akan lebih efektif jika dibandingkan dengan saran Pegasus untuk memindahkan Yugi di negara lain. Hal itu akan berdampak lebih besar dan terlalu mencolok."

"Jadi kau berpikir bahwa saranku untuk memindahkan Tuan muda Yugi-boy ke luar negara tidak efektif, begitu?" Pegasus terlihat sentimental. Kaiba pun memutar bola matanya.

"Tentu saja dampaknya akan besar! Mengingat banyak kelebihan yang dimiliki oleh Tuan Yugi, kau pikir, para mafia-mafia itu akan berhenti mengincar Yugi jika ia hanya dipindahkan di lain negara? Hah! Yang benar saja! Mereka tak akan menyerah semudah itu! Bahkan kucing yang kelaparan saja akan selalu memburu tikus buruannya meskipun tikus itu bersembunyi di tempat yang sulit dijangkau sekalipun." hawa persaingan di antara kedua penasehat itu semakin memanas. Sugoroku hanya dapat menghela napasnya tanda pasrah.

"Sudahlah, berhenti berdebat. Biarkan aku yang memutuskan sendiri." Sugoroku kembali berpikir dengan begitu keras. Dahinya berkerut, memikirkan seluruh rangkaian permasalahan ini. Ia pun mulai beranjak dari kursinya dan mencoba untuk berjalan perlahan-lahan. Keadaan mansion yang ia diami itu seakan terlihat begitu angkuh, menelungkupi setiap bagian ruangan yang ada. Ya, mansion. Mansion bernuansa kerajaan yang ia diami itu cukup besar dan luas. Beberapa pelayan terlihat menunduk hormat saat melihat ia berjalan. Ia, Sugoroku Mutou, dikenal sebagai seorang bangsawan yang memiliki darah keturunan dari Simon Mutou, bangsawan Mesir yang menjadi kaisar Jepang ke-18. Kesuksesan yang diraih oleh Sugoroku bukan semata-mata karena darah keturunan yang ia miliki. Namun, seluruh kekayaan yang ia miliki adalah buah dari hasil kerja kerasnya sendiri.

Dimulai dari kerja kerasnya dalam menjadi seorang kolektor game. Sugoroku sungguh terobsesi dengan berbagai macam bentuk permainan yang berlaku diseluruh dunia. Ia pun menjelajahi seluruh belahan dunia dan mengumpulkan segala macam game yang ada disetiap negara yang disinggahinya. Dan ia pun menjadi seorang kolektor game terpopuler nomor 1 diseluruh dunia. Banyak orang-orang yang mendatangi Sugoroku untuk melakukan penawaran jual beli game-game langka yang dikoleksi oleh Sugoroku.

Dan pada akhirnya, Sugoroku meraih puncak kesuksesannya dengan begitu mengagumkan. Selain dikenal sebagai kolektor, Ia juga dikenal dapat memasteri setiap game yang ada. Seorang 'Game Magister'. Itulah gelar yang ia dapat. Kemampuan penguasaan game yang ia miliki sungguh tak tertandingi.

Masa-masa saat itu sungguh sangat amatlah terasa damai bagi Sugoroku. Bahkan seluruh kesuksesan yang ia raih serasa monoton dan begitu stagnant baginya. Sampai pada akhirnya, sebuah liku terjadi. Ia mengalami sebuah fenomena aneh.

Seorang anak laki-laki misterius tergeletak di depan rumahnya.

Anak laki-laki dengan jasad berbalut kain hitam itu terbaring dengan begitu lemahnya di depan rumah Sugoroku. Ia sempat terkejut melihat kejadian itu. Anak laki-laki itu terlihat seperti seorang anak kecil dengan tubuh mungil yang dimilikinya. Bahkan parasnya yang menyerupai malaikat itu, siapa saja mungkin berpikir bahwa ia mungkin makhluk utusan Tuhan yang diturunkan di bumi. Kulit seputih susu yang dimiliki seakan terpancar dengan begitu pucatnya. Bahkan mahkota rambutnya memiliki tiga warna dengan poni emas bagai frame disertai dengan warna hitam pekat sebagai basic dan ujung rambut yang berwarna magenta. Sejak awal Sugoroku menatap sosok anak laki-laki itu, ia sudah dapat merasakannya,

Anak itu bukanlah anak yang biasa-biasa saja.

Namun, pada akhirnya ia merawat anak itu bagai cucunya sendiri. Dan benar saja spekulasinya. Cucu angkatnya itu memiliki kemampuan aneh. Dan Sugoroku pun mengerti akan satu hal. Ia mengerti bahwa inilah sebuah pertanda.

Sebuah pertanda bahwa sesuatu yang besar...

Akan terjadi dalam rute takdirnya yang baru.


Hampa.

Tak ada sedikitpun rasa. Tak ada sebuah keinginan yang memuncak. Tak ada ambisi. Tak ada kehendak. Benar-benar kosong. Sungguh tak ada sesuatu yang berarti sama sekali. Hanya ada monoton. Hanya ada statis yang tak berujung.

Hening.

Hanya itu yang dirasakan Yugi. Pena miliknya terlihat menari-nari diatas kertas, membentuk beberapa rentetan huruf. Ia pun menatap ke depan, memperhatikan sekelilingnya secara seksama. Kedua ametisnya terlihat bosan karena menatap pemandangan yang tak pernah berubah.

Sang dosen terus saja mengumandangkan materinya. Tak peduli dengan keadaan murid-murid yang ia didik itu. Entah mereka mendengarkan materinya atau tidak, Ia tetap tak peduli. Ia hanya ingin melaksanakan kewajibannya, pulang dan lalu berkumpul lagi dengan keluarganya. Hal ini tak berbeda jika diambil dari sudut pandang beberapa mahasiswa yang mengikuti materi di kelas itu. Mereka bosan. Tak tahu harus berbuat apa. Terus saja mengayunkan pena dengan malasnya, mencatat seluruh materi dan terkadang tidak mendengarkan penjelasan dosen mereka. Bahkan sesekali, terlelap tidur untuk sejenak, bukanlah sebuah masalah besar bagi mereka.

Sama saja.

Mereka semua hanya menjalankan tanggung jawab yang dibebankan pada mereka masing-masing. Perintah orang tua, harapan keluarga, tumpuan masyarakat, generasi bangsa. Semua nilai-nilai penting itu pasti tertanam dalam pemikiran mereka masing-masing. Mereka menerima hal itu. Tak menanyakan sebuah pendasaran. Menerima pendoktrinan itu. Sungguh bagai sebuah robot saja. Dengan berbagai perintah untuk dilaksanakan, dengan berbagai larangan yang tak boleh dilanggar. Dan jika mereka berontak? Terbuanglah mereka menjadi seonggok sampah masyarakat.

Yugi menghela napas sejenak. Alur hidup yang ia lihat sungguh terlalu monoton dimatanya. Bagai tak ada warna. Tak ada orientasi berbeda. Semua terkesan jamak. Massal. Perbedaan itu tak ada.

Apakah hidup hanya seperti itu?

Mengalir. Semuanya terkesan mengalir. Semua seakan digerakkan oleh kuasa yang lain. Lalu, apakah tak ada sebuah tujuan? Sebuah tujuan manusia diciptakan untuk hidup? Tujuan Diciptakannya makhluk hidup untuk menjalani kehidupan ini? Jika ada sebuah teori bahwa semua yang dilakukan oleh manusia itu digerakkan oleh Sang Kuasa, lalu buat apa Sang Kuasa menciptakan kehidupan jika ia sendiri yang menjalankannya? Yugi yakin, kehidupan ini bukanlah sekedar sebuah permainan Tuhan.

Alam semesta tercipta untuk manusia. Kekayaan alam tercipta untuk manusia. Seluruh sirkulasi interaksi ini dibentuk untuk manusia. Dan semua tercipta untuk manusia. Dan lalu...

Bagaimana jika sebuah akhir itu datang?

Sebuah akhir. Akhir dari segala-galanya. Kematian. Apa mereka akan menerima akhir itu begitu saja? Tanpa memikirkan apa yang terjadi pada mereka selanjutnya? Tanpa memikirkan motif Tuhan dalam mendatangkan sebuah akhir?

Apakah manusia senaif itu?

Gelengan kepala yang begitu lambatlah yang hanya dapat dilakukan Yugi. Afeksi diri seakan tertanam selalu di dalam dirinya. Ia memiliki pandangan berbeda tentang kehidupan. Sungguh berbeda dari kebanyakan orang. Dan ia tak tahu, mengapa ia bisa memiliki perbedaan pandangan yang mungkin terkesan sangat ekstrim.

'Aku seperti bukan sebuah bagian dari dunia ini... seakan tak ada sebuah sisi di dunia ini untuk keberadaan eksistensiku...'

Hal itulah yang selalu menggema dalam benak Yugi. Sejak awal, ia merasa bahwa dunia ini bukanlah tempatnya. Keberadaannya memang cukup misterius. Ia bukanlah cucu kandung dari Sugoroku, bangsawan terkenal dan terkaya yang ada di kota Domino itu. Ia hanyalah orang yang diangkat sebagai cucu, dibesarkan dan di didik dengan begitu baik oleh Sugoroku. Mengingat semua kebaikan kakeknya, Yugi sungguh bersyukur karena ia dianggap sebagai anggota keluarga yang cukup baik. Ia sendiri tak ingat dengan pecahan memori masa lalunya. Dan hal itu tidak menjadi sebuah masalah baginya. Namun, yang menjadi masalah adalah...

Requiem aeternam dona eis, Domine et lux perpetua luceat eis

"Alunan itu..."

To decet hymnus, Deus, in Sion, et tibi reddetur votum in Jerusalem

"He-hentikan..."

Exaudi orationem meam, ad te omnis care veniet

"Kumohon, hentikan!"

Requiem aeternam dona eis

"He-hentikan! Aku tak ingin mendengarnya lagi!"

Domine et lux perpetua eis

"Sa-sakit! Kumohon hentikan!" Yugi histeris menahan tekanan. Ia mendengar alunan aneh itu lagi. Sebuah alunan aneh berbentuk requiem. Alunan itu selalu terdengar di benaknya secara tiba-tiba. Begitu menusuk. Yugi seakan merasakan kesakitan yang mengerikan saat ia mendengar alunan misterius itu.

"Sa-sakit sekali..."

"Yugi!" seorang pria berambut pirang keemasan terlihat menghampiri Yugi. Ia sungguh khawatir dengan keadaan kawannya itu.

"Jou..." tatapan Yugi terlihat sayu. Dengan lemah, menahan sakit, ditatapnya seorang Jounouchi Katsuya, seorang sahabat yang selalu loyal menemani Yugi di masa-masa apapun itu. Sahabatnya itu terlihat cemas menatapnya. Ia pun berusaha untuk tidak membuat kawan baiknya itu terlalu mengkhawatirkan keadaannya.

"Yugi, apa kau baik-baik saja!"

"A-aku tidak apa-apa..." Yugi memegangi dahinya seraya menunduk. Alunan itu sudah tidak terdengar lagi. Kepalanya mulai terasa pusing. Ia tak mengerti, mengapa ia selalu saja dapat mendengar requiem mencekam itu?

"Yug, apa kau..." Jou tak melanjutkan perkataannya. Ia terlalu khawatir dengan kawannya itu. Ia tahu dengan pemikiran Yugi. Ia paham bahwa sahabat baiknya itu berbeda. Bahkan, ia pun tahu bahwa Yugi memiliki sebuah kemampuan aneh.

Sebuah kemampuan mengerikan yang tak dimiliki oleh siapapun di dunia ini.

Kemampuan mendengar... requiem kematian.

"Tenanglah, Jou. Aku sudah tak apa-apa." tak terasa materi kuliah telah berakhir. Setelah dirasa cukup kuat, pria mungil itu mulai berdiri dari bangkunya. Sebuah tas ransel bewarna hitam ia bebankan pada punggungnya. Ia mulai berjalan secara perlahan-lahan keluar kelas. Jou mengikutinya dari belakang.

"Kau... mendengar alunan aneh itu lagi kan, Yug?" Jou benar-benar skeptis. Yugi hanya menganggukkan kepala.

"Ya, sepintas, alunan itu menggema di telingaku. Alunan itu semakin terasa menyakitkan, Jou... Sakit sekali... Alunan itu semakin lama seakan menusukku secara bertubi-tubi." Yugi mengeluh dengan begitu sedih. Jou mulai merasa kasihan dengan nasib kawan kecilnya itu. Sejak awal, Jou sungguh tak percaya dengan kemampuan aneh Yugi dalam mendengarkan alunan-alunan requiem aneh. Hal itu akan sangat amat tidak masuk akal jika dimasukkan ke dalam logika. Mana ada orang yang tiba-tiba bisa mendengar musik pengiring kematian itu secara tiba-tiba di benaknya? Orang awam mungkin menganggap hal ini gila. Namun, inilah kenyataan yang terjadi. Yugi benar-benar dapat mendengarnya dan Jou pun pada akhirnya percaya akan hal itu sekalipun itu sulit.

"Hei, apa kau sudah melihat berita? Angka kematian di kota Domino mengalami peningkatan!" sumber suara baru yang begitu panik mulai terdengar. Dari jarak yang hanya beberapa jengkal dari Yugi dan Jou, terlihat seorang Anzu Mazaki, mahasiswi yang merupakan pimpinan salah satu klub di universitas mereka. Gadis brunet itu terlihat sedang berbicara dengan Hiroto Honda, mahasiswa yang berbeda jurusan dengan Yugi dan Jou.

"Yang benar saja, Anzu! Kau bercanda kan?" Honda seakan tak percaya. Anzu hanya dapat menggelengkan kepalanya.

"Aku serius, Honda! Saat ini, penduduk yang tiba-tiba meninggal secara misterius kini mengalami peningkatan hingga 3 kali lipat dari sebelumnya! Kebanyakan orang-orang yang meninggal adalah karena penyakit dan beberapa ada yang juga disebabkan karena kecelakaan dan pembunuhan. Ini mengerikan, Honda! Sebenarnya, apa yang telah terjadi disini! Mengapa fenomena aneh ini tiba-tiba terjadi! Mengapa akhir-akhir ini, semakin banyak orang-orang yang kehilangan nyawa di Domino! A-aku sungguh tidak sanggup lagi tinggal di Domino! Kota ini adalah neraka!" Anzu mulai menangis dan berlari. Gadis itu sungguh terlihat ketakutan dan panik. Honda terlihat berlari menyusul Anzu. Melihat hal itu, Yugi merasa bersalah dan berekspresi sakit.

"I-ini semua kesalahanku, Jou..."

"Jangan berkata seperti itu, Yug! Ini hanya kebetulan saja!"

"Tapi ini adalah kenyataannya, Jou! Setiap aku mendengar requiem itu, angka kematian di Domino selalu mengalami peningkatan! Ini sudah terjadi selama berkali-kali! Tak mungkin semua ini hanyalah sebuah kebetulan!" Yugi frustasi. Pria mungil itu mulai memegangi dahinya. Poni pirangnya menutupi sebagian dari wajah Yugi. Pria mungil itu sungguh-sungguh terlihat merasa bersalah. Semenjak Yugi dapat mendengar requiem-requiem itu, fenomena aneh terjadi di kota Domino. Banyak orang-orang yang meninggal dengan sebab kematian yang bermacam-macam.

Pada awalnya, fenomena itu merupakan hal yang wajar. Namun semakin lama, angka kematian pun semakin bertambah. Dan fakta yang sangat mengejutkan adalah, disetiap Yugi selesai mendengarkan requiem misterius itu di benaknya, maka angka kematian di kota Domino semakin bertambah berkali-kali lipat dari sebelumnya. Dan hal itu terjadi berulang kali hingga saat ini. Secara otomatis, tentu Yugi akan merasa bersalah atas kejadian ini. Karena sudah dapat dipastikan bahwa peningkatan angka kematian di kota Domino adalah karena Yugi dapat mendengar requiem kematian misterius itu di dalam dirinya.

"Mengapa aku bisa memiliki kemampuan terkutuk seperti ini? Apa salahku sampai-sampai aku harus mengalami semua ini! Aku seakan menanggung banyak dosa, Jou! Aku sungguh tak sanggup lagi..."

"Yugi..."

Jou hanya dapat menatap kawannya itu berlalu meninggalkannya dengan begitu lemah. Ia semakin tak tega melihat keadaan kawannya itu. Semua ini seakan ditanggung oleh Yugi. Padahal, pria mungil itu juga tidak menginginkan hal buruk ini terjadi. Namun, Jou tak memiliki kuasa untuk berbuat sesuatu. Yang bisa ia lakukan sekarang, hanyalah terus mendampingi kawannya itu dan berbagi rasa sakit akan perasaan bersalah yang ditanggung oleh Yugi. Ia hanya berharap, suatu saat nanti, ia dapat menghapuskan beban kawannya itu. Karena ia sangat tahu, bahwa Yugi adalah orang yang sangat baik.

"Aku harap, aku bisa membantumu lebih dari ini, Yugi..."


"Tuan Sugoroku, apa anda sudah memutuskannya? Kita sudah tak memiliki banyak waktu lagi. Sudah banyak orang-orang yang mengetahui kemampuan spesial tuan muda Yugi-boy. Jika kebenaran ini semakin menyebar, nyawa tuan muda Yugi akan semakin terancam." Pegasus terlihat mendesak Sugoroku. Penasehat berambut platinum itu terus saja mendesak seraya menatap Kaiba dengan pandangan sinis. Kaiba hanya dapat mendengus kesal. Ia sudah tahu bahwa Pegasus adalah orang yang cukup licik. Ia sungguh tak ingin Sugoroku mengambil keputusan yang salah dalam permasalahan ini. Karena ia sudah banyak berhutang budi pada bangsawan yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri ketimbang seorang raja.

Sugoroku kembali menghela napasnya. Otaknya seakan remuk karena terlalu banyak memikirkan berbagai macam pertimbangan yang ada. Ia benar-benar harus bisa melindungi Yugi. Ia tahu mengenai kemampuan cucu angkatnya itu dalam mendengar requiem. Dan bahkan, ia mengerti bahwa fenomena kematian penduduk Domino pasti ada sangkut pautnya dengan kemampuan cucunya itu. Hanya ada beberapa orang saja yang tahu akan kebenaran ini. Dan Sugoroku, tak ingin kebenaran ini semakin menyebar luas. Kemampuan misterius Yugi, sungguh bagai sebuah pisau yang bermata dua. Dimana kemampuannya itu bisa membawa keuntungan...

Maupun mendatangkan petaka.

Dan disaat semua orang tahu kemampuan Yugi, ia yakin disaat itulah nyawa Yugi akan benar-benar terancam. Karena semua orang pasti akan menyalahkan cucunya atas insident kematian ini. Dan kemungkinan besar, Yugi bisa dianggap sebagai jelmaan malaikat pencabut nyawa yang harus segera dibinasakan dari muka bumi.

Jangan harap Sugoroku akan membiarkan hal buruk itu terjadi dan menimpa cucunya.

Ia tak akan pernah membiarkan hal itu terjadi.

"Aku sudah putuskan." ucapan Sugoroku memecah keheningan yang ada. Pegasus dan Kaiba langsung menatap ke arah Sugoroku secara bersamaan.

"Apa keputusan anda, tuan?" Kaiba menatap atasannya itu dengan cukup serius. Kedua mata biru lazulinya itu seakan mengisyaratkan sesuatu. Ia berharap, Sugoroku mengerti akan pesan tersiratnya. Dan pria tua renta itu mengangguk secara perlahan.

"Sudah kuputuskan bahwa aku akan menerima pertimbangan Seto. Aku ingin Yugi dikawal ketat oleh seorang agen kepolisian rahasia. Hal itu akan lebih efektif ketimbang harus dikawal beberapa bodyguard yang hanya menjaga Yugi disaat tertentu saja." Pegasus sungguh terkejut mendengar itu. Lain halnya dengan Kaiba yang malah menyimpulkan sebuah senyuman sinis tanda kemenangan.

"A-apa anda yakin jika keputusan ini benar-benar sangatlah bijak, tuan Sugoroku? A-apa tidak sebaiknya anda menerima saranku? A-aku bisa menjamin seluruh pengamanan tuan muda Yugi-boy jika ia dipindahkan di negara yang telah kurekomendasikan!" Pegasus terlihat tak terima dengan keputusan ini. Ia berusaha membujuk Sugoroku dengan perkataan persuasif. Namun, sang bangsawan itu sudah cukup mutlak dengan keputusannya. Sugoroku tak akan merubah apa yang sudah ia canangkan itu.

"Aku sudah memikirkannya secara matang, Pegasus. Pertimbangan Seto terdengar lebih realistis bagiku. Akan lebih aman jika kita hanya menyewa seorang agen rahasia yang cukup handal yang dapat mendampingi Yugi secara penuh. Lagipula, dengan cara ini, aku masih bisa memantau keadaan cucuku. Memindahkan Yugi ke lain negara akan berdampak lebih besar lagi." Pegasus sudah tak dapat berkata apa-apa lagi. Kaiba terlihat terus saja menatapnya dengan pandangan mengejek. Pegasus hanya dapat menggeram menahan kesal. Suatu saat, ia akan membuat perhitungan atas kejadian ini.

'Awas kau, Seto!'

"Aku senang sekali karena anda mau menyetujui pertimbangan yang kuberikan, tuan Sugoroku." Kaiba menunduk hormat. Sugoroku menganggukkan kepalanya.

"Tak masalah, Seto. Aku harap, kau bisa mencarikan seorang agen kepolisian yang cukup profesional untuk dapat mengawal cucuku. Aku ingin keselamatan Yugi menjadi prioritas utama. Dan aku berharap, agen yang kau sewa ini benar-benar merupakan orang yang bertanggung jawab dan bisa dipercaya." Kaiba tersenyum mendengar itu. Ia sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan begitu matang. Ia tak ingin mengecewakan keluarga Mutou. Inilah saat yang tepat untuk membuktikan pengabdiannya.

"Tenang saja, tuan. Aku sudah memiliki kandidat yang tepat untuk tugas ini."

To Be Continued


M/N :Yeah! Butuh waktu yang agak lama untuk merancangan settingan plot fic ini karena fic ini akan berisi perpaduan dari beberapa filosofis, mitos maupun mitologi dari berbagai hal yang saya jadikan referensi. Semoga fic garing nan gaje ini bisa menghibur para reader yang terhormat! XD *Plak* Saya tahu bahwa fic saya yang lain masih belum selesai dan dengan nekatnya saya mempublish fic ekstrim(?) ini. Yaa...itung-itung sebagai permintaan maaf karena sempat hiatus sebelumnya. Hehehe... dan kemungkinan, bulan depan saya bakal hiatus lagi karena kesibukan duniawi yang melanda. Tapi saya akan berusaha update sebisa saya meskipun hal itu memakan waktu yang lama.

Wokeh, jika ada yang minta fic ini untuk dilanjutkan, silahkan tulis pendapat anda melalui review. Dan jika ingin memberi flame, akan saya panggilkan pemadam kebakaran agar situs ini tidak terlalu panas *apa deh?*

Well, akhir kata, sampai jumpa lagi di next chapter selanjutnya~ :)