Halo semuanya!

Ini fic terbaruku... moga2 kalian suka ya sama ceritanya...

enjoy! :)

WARNING: alur cepat! OOC!

Dont like dont read!


CHAPTER 1

"SAKURAAA-CHAAAANN!"

Langkah kakiku terhenti ketika mendengar suara memekakkan telinga itu. Sekujur tubuhku bergidik, memerintah otakku untuk mempercepat langkah kakiku.

"Sakura-chan! Tunggu aku!"

Wajahku memucat ketika suara itu terdengar lagi. Sampai kapan cowok bodoh itu akan mengikutiku? Langkah kakiku semakin cepat dan tanpa kusadari, kedua kakiku mulai berlari pelan, mencoba menghindar dari sumber suara yang sangat kubenci itu.

"Tunggu, SAKURA-CHAN!"

Merasa tidak sanggup menahan suara menjijikkan itu, aku mulai berlari kencang. Dengan sengaja, aku melesat masuk ke lorong yang sangat sempit. Aku tahu kalau cowok itu tidak akan bisa masuk ke dalam lorong ini. Demi menjauh dari si hentai itu, aku rela menahan perasaan jijik karena harus menempel tubuhku di tembok yang kotor ini. Aku menghembuskan napas lega ketika aku menatap gedung sekolahku dari kejauhan. Tanpa membuang waktu lagi, aku melesat masuk ke dalam sekolah.

Syukurlah, sekolahku ini sekolah cewek, jadi cowok gila seperti dia tidak akan bisa masuk sampai kesini.

"Hahh… akhirnya aku sampai juga di tempat aman ini…" aku tersenyum sambil duduk dengan nyaman di kursi kelas.

"Sakura, kau dikejar si Uzumaki lagi?" Ino menggeser kursi dan duduk di depanku. "Cowok itu memang gila ya," dia menunjuk ke luar jendela. Aku ikut menoleh dan meringis jijik ketika melihat cowok berambut pirang melompat-lompat sambil melambaikan tangannya ke arah kelasku.

"Sakura-chan! I LOPHE YOU!" dia menjerit sambil melompat-lompat riang. Keningku berkerut semakin dalam ketika melihatnya mulai menari dan menggoyang-goyang pinggul. Jika ada perlombaan dengan tema 'manusia yang paling mirip dengan monyet' tentu dia bisa menang dengan mudah. "I lophe you! I lophe you!" dia menari-nari sambil membentuk tanda hati dengan tangannya. Tali kesabaranku mulai putus ketika mendengar pernyataan cintanya yang tidak selesai itu. Aku langsung membuka jendela kelas dan berteriak kencang.

"Dasar bodoh!" bentakku. "Cepat pulang ke planet-mu! Alien hentai!"

Cowok gila itu tidak merasa terusik dengan umpatan yang kukeluarkan. Wajahnya langsung berseri-seri dalam seketika dan dia membuka mulutnya lagi, siap untuk berteriak.

"I LOPHEE YOU, Sakura-chan!"

"Kalimat yang benar itu 'I love you'! Dasar bod…" kata-kataku terputus ketika menatap wajahnya yang mulai bersemu merah.

"Ahhh… Sakura-chan bilang kalau dia cinta padaku…" dia menyentuh dadanya dengan mata tertutup, menikmati bentakan yang kulontarkan tadi. "I lophe you, too! Sakura-ch…"

Kursi yang kulempar dari jendela mendarat dengan mulus di wajah tolol-nya itu. "Huh! Rasakan!" aku menyeringai penuh dengan kemenangan. "Cepat pergi!"

Tidak mempedulikan darah yang mengucur deras dari hidungnya, dia meraih kursi itu dengan tangan bergetar. "Ahh… Kursi yang diduduki Sakura-chan!" dia menjerit kegirangan. Aku bisa melihat air mata kebahagiaan yang meluncur dari mata birunya itu. "Benda ini akan kubawa mati sampai ke lubang kuburku!" Dia memeluk kursi itu dan tanpa ragu dia menempelkan bibirnya di benda itu.

Saraf-saraf di kepalaku serasa meledak. Jika tidak dihentikan oleh Ino, aku pasti sudah melempar meja ke arahnya.

"Tenang, Sakura! Lihat! Cowok hentai itu sudah ditangani oleh para satpam!" Ino menahanku sekuat tenaga. Aku berhenti meronta dan mendengus ketika melihat lima satpam sekolah yang berusaha menyingkirkan cowok gila itu.

"Dasar! Kenapa sih, bisa ada cowok seperti itu yang suka padamu?" sahabatku itu dengan segera kembali ke tempat duduknya ketika melihat guru kami yang sudah memasuki kelas.

"Entahlah!" aku mendengus, kesal. Sambil mengeluarkan semua peralatan sekolahku, aku duduk di kursi, siap untuk mengikuti pelajaran.

"Lho?" Ino menatapku dengan mata terbelalak. "Kenapa kursimu masih ada disana? Tadi kau melempar si Uzumaki dengan kursi siapa?"

Aku menyeringai licik. "Entah? Aku tidak tahu?"

"Siapa yang absen hari ini?" guruku bertanya.

"Saiko-chan tidak masuk ke sekolah, sensei! Dia bilang kalau dia terkena diare lagi karena salah makan!" ketua kelas kami berseru.

"Ohh…" Kurenai-sensei menatap ke tempat duduk Saiko yang kosong. "Lho? Dimana kursi Saiko-chan?"

Ino melongo ketika mendengar pertanyaan Kurenai-sensei. Dia cepat-cepat menoleh dan menatap ke tempat Saiko biasanya duduk. Matanya terbelalak ketika dia sadar bahwa kursi siapa yang sebenarnya kulempar ke wajah Naruto.

"Sakura…" dia menatapku dengan mata terbelalak. "Saiko kan… selalu terkena diare…"

"Entahlah?" aku mengangkat bahu dengan santai. "Pasti sekarang cowok itu sedang menikmati 'aroma' khas kursi itu."

Aku dan Ino saling bertatapan dan di detik kemudian, tawa kami meledak, membuat Kurenai-sensei melompat kaget. Dengan gerakan kaku, dia memutar kepalanya dan mendelik ke arah kami berdua.

"Ino, Sakura! Keluar dari kelas!"

.

.

.

.

.

Aku membolak-balik buku kesehatan yang sejak tadi kubaca. Sambil mengerutkan kening, aku menutup buku yang sudah kubaca puluhan kali itu. "Mm.. tidak ada buku yang bagus…" gumamku sembil menelusuri lemari buku di perpustakaan. Aku berlajan pelan, masih menelusuri rak-rak buku. Pandanganku terhenti pada rak buku bagian fiksi. "Mmm… 'Pembunuhan Tersadis di Dunia'?" tanganku meraih buku itu. Sambil menyeringai licik, aku mulai membuka halaman pertama buku itu.

Siapa tahu aku bisa mendapat ilham tentang bagaimana cara membunuh cowok hentai itu.

Wajah tolol Uzumaki Naruto kembali muncul di kepalaku. Aku masih ingat akan pertemuan pertamaku dengannya. Pada waktu itu, aku sedang berjalan menuju rumah dan aku melihatnya tergeletak di jalanan. Dia terus bergumam 'aku lapar' dan pada saat itu, aku tanpa sengaja membeli roti aneh dengan rasa ramen. Karena ajaran turun menurun dari kakek nenek buyut yang menyatakan 'dilarang membuang makanan', aku tidak tega membuang roti ramen yang aneh ini, jadi aku memberikan roti ini pada cowok yang kusangka gelandangan itu.

Sampai sekarang aku masih menyesal akan tindakan baik hati yang kulakukan waktu itu. Kalau saja aku tidak mempedulikan cowok itu, tentu aku tidak akan dikejar-kejar sampai sekarang. Aku tidak tahu bagaimana caranya dia sampai bisa tahu namaku, sekolahku dan bahkan rumahku! Dia dengan bangga memperkenalkan dirinya waktu itu.

"Namaku Uzumaki Naruto, dattebayo!"

Urat-urat kemarahan mulai muncul di keningku ketika aku mengingat suaranya. Nama aneh itu cocok untuk cowok muka monyet seperti dia.

"Sakura! Sakura! Kau dimana?" Ino tiba-tiba menghambur masuk ke dalam perpustakaan. Semua orang yang berkonsentrasi membaca buku mulai melotot ke arahnya. "Ah! Sakura! Kau disana rupanya!" Ino berlari ke arahku, membuat semua orang di perpustakaan ikut melotot ke arahku.

"Ah! Bodoh!" aku mendesis dengan wajah merah padam karena malu. Dengan panik, aku menyeret Ino keluar perpustakaan. "Apa maumu, sih!" aku nyaris berteriak karena kesal.

Ino mengabaikan kejengkelanku dan dengan gesit, dia mengeluarkan HP-nya. "Aku dapat informasi tentang cowok hentai itu!" Ino sibuk membuka folder-folder di HP-nya. "Kabarnya, dia itu diincar para gengster!"

Mataku terbelalak ketika mendengar ucapan Ino. "Geng… apa?"

"Aku serius!" Ino tiba-tiba menyodorkan HP-nya kepadaku. "Coba lihat video ini!"

Aku menangkap sosok seorang pria kekar dengan tattoo di sekujur tubuhnya. Pria itu berdiri di depan taman Konoha sambil berteriak-teriak. "Uzumaki Naruto! Keluar kau! Jangan jadi pengecut yang cuma bisa sembunyi!" Pria itu berteriak sambil mengancungkan tongkat besi. Di belakang pria itu, berbarislah segerombolan gengster lain dengan wajah yang tidak kalah buas.

"Semalam, salah satu teman cowok-ku diam-diam merekam video ini ketika dia sedang berjalan melewati taman Konoha!" Ino menatapku dengan cemas. "Sakura… pria yang ada di video ini terkenal di daerah sekitar sini karena keganasannya! Dia itu suka membuat keonaran dan para polisi saja tidak sanggup mengatasinya! Dan dia membawa anak buahnya untuk menghajar cowok hentai itu!"

Mataku terbelalak dan tanpa kusadari, kedua tanganku sudah bergetar hebat.

"Sakura… kau mengerti kan bagaimana seriusnya masalah ini?" Ino menatapku lekat-lekat.

Dadaku berdetak kencang, memekakkan telinga. Aku membekap mulutku dengan tangan yang bergetar. Tiba-tiba, air mataku meluncur begitu saja, membasahi wajahku. Ino menatapku dengan tatapan prihatin. Dia meletakkan tangannya di bahuku, mencoba menghibur.

"Sakura… ternyata kau peduli dengan cowok…"

"Akhirnya…" aku terisak sambil menghapus air mataku. "Akhirnya dia akan mati juga!"

"…hentai… Eh?" Ino menatapku dengan mata terbelalak. "Tadi… kau bilang apa?"

"Akhirnya dia akan mati!" aku melompat girang. "Ah! Air mata kebahagianku ini tidak bisa berhenti mengalir! Ahahaha! Semoga para gengster itu akan menemukan dia hari ini!" aku masih bergetar karena rasa girang yang tak tertahankan ini. "Ah, Tuhan! Terima kasih banyak! Aku tidak perlu lagi membaca buku 'Pembunuhan Tersadis di Dunia'!"

Ino hanya bisa melongo menatapku. "Aku benar-benar tidak menyangka bisa bersahabat dengan cewek sadis sepertimu," gumamnya.

Aku tersenyum lebar ke arahnya. "Sudahlah, Ino! Sekarang hidupku sudah tenang! Ayo, kita baca buku dengan bahagia di perpustakaan," aku bersenandung pelan sambil menyeret Ino yang masih melongo ke dalam perustakaan. "Koran, koran," senandungku sambil meraih koran hari ini.

"Mmm?" Ino ikut membaca koran itu. "Gengster terbuas di Konoha dibasmi secara misterius?" Ino mengerutkan kening dan memperhatikan foto para gengster yang babak belur. "Astaga! Ini kan gengster yang mengincar cowok hentai itu!"

Mataku terbelalak ketika aku menyadari hal itu. "Astaga! Jadi, mereka gagal membunuh si hentai? Aduh! Payah sekali mereka!" aku nyaris saja merobek koran itu karena perasaan kesal dan kecewa.

"Bukan itu, Sakura!" Ino merampas koran itu dari tanganku. Matanya dengan gesit menjelajahi isi berita itu. "Menurut saksi mata, yang membantai para gengster itu adalah anak remaja dengan rambut jabrik, pirang!"

Aku dan Ino saling bertatapan. "Jangan-jangan... yang membantai mereka adalah…" ucapan Ino terhenti ketika guru perpustakaan berdiri di depan kami dengan berkacang pinggang.

"Ino, Sakura! Keluar kalian!"

.

.

.

.

.

"Sialan… gara-gara cowok hentai itu aku jadi dihukum berkali-kali hari ini!" aku menggerutu kesal di dalam perjalanan pulang. "Masa cowok itu membantai para gengster buas seorang diri? Yang benar saja!" aku mendengus. Tidak mungkin cowok yang kelihatan lemah seperti dia bisa mengalahkan para gengster.

Langkahku terhenti ketika aku sudah sampai di depan pintu rumah. Naruto Uzumaki… dia memang terlihat lemah, tapi belum pernah sekali pun dia pingsan karena semua pukulanku. Aku mulai menerawang, mengingat sudah berapa kali aku melayangkan tinjuku ke arahnya.

"Mmm… aku sudah menendangnya kira-kira 56 kali… meninjunya kira-kira 89 kali… melemparnya dengan batu kira-kira 11 kali… menjatuhkan pot bunga dari lantai dua kira-kira 3 kali… melempar kursi dari lantai tiga baru sekali…" aku mengusap daguku, berpikir keras. Tidak banyak orang yang bisa selamat dari tinju mautku. Aku yang mendapat gelar juara satu di pertandingan nasional karate ini tidak bisa membuat cowok hentai itu tergeletak pingsan?

"Jangan-jangan… dia benar-benar mengalahkan gengster itu?" gumamku, mulai merasa salut. Cepat-cepat kubuang semua dugaanku. Apa pun yang terjadi, aku tidak boleh tertarik pada cowok hentai itu! "Aku pulang!" seruku.

"Sakura!" ibuku langsung memelukku erat-erat, membuatku melongo karena kaget. "Sakura! Kau sudah 17 tahun kan? Kau sudah dewasa, kan? Kau bisa mengurus dirimu sendiri kan?" ibuku menatap wajahku lekat-lekat.

"I-iya?" jawabku, bingung. Kenapa tiba-tiba ibu menjadi aneh begini?

"Aduh, Sakura! Ibu dan ayah ada urusan penting di luar negeri! Kami harus berangkat sekarang!" ibu mengecup kedua pipiku. Aku masih melongo karena sifat ibuku yang aneh ini. Tiba-tiba, ayah ikut berjalan ke arahku sambil menyeret empat koper raksasa.

"Kami pergi dulu, ya Sakura! Jangan cemas, ayah sudah menyewa seorang bodyguard untukmu!" ayah menepuk dadanya dengan bangga.

"B-bodyguard?" aku semakin melongo. Apa-apaan ini? Mengapa semuanya tiba-tiba terjadi begini cepat? "A-aku tidak menger…"

"Jangan khawatir, putriku yang cantik! Ayah menyewa bodyguard yang paling kuat di Konoha! Dia akan melindungimu dengan segenap nyawanya!" ayah tiba-tiba bersiul nyaring. "Ayo, kemarilah, Mr. Bodyguard!"

Aku mendengar langkah kaki yang mulai mendekati kami. Mataku terbelalak ketika aku menatap cowok dengan rambut pirang jabrik dan mata biru jernih berdiri di hadapanku. Aku menggosok mataku berkali-kali, mencoba untuk menghilangkan ilusi ini, tapi entah mengapa ilusi ini masih belum lenyap.

"Sakura, ini dia bodyguard yang akan melindungimu dengan segenap nyawanya!" ayah dengan bangga menunjuk ke arah 'ilusi' itu.

'Ilusi' itu menyeringai lebar dan menatapku dengan mata bersinar-sinar. "Namaku Uzumaki Naruto, dattebayo!"

Uzumaki… Naruto? Datteba..yo?

"Mohon kerja samanya, Sa. Ku. Ra. Chan!"

Saraf kesadaranku langsung pulih ketika mendengar dia menyebutkan namaku dengan nada centil itu. Dengan tangan bergetar, aku menunjuk cowok yang menyeringai lebar di depanku ini.

"C-cowok hentai! Me-mengapa kau ada di sini?"

Si hentai hanya menyeringai dan membungkuk di depanku. "Sakura-chan," dia menatapku lekat-lekat. "Apa pun yang terjadi, aku pasti akan melindungimu!" dengan kecepatan yang tak terlihat, dia meraih tanganku dan menempelkan bibirnya di punggung tanganku.

Dunia tiba-tiba terasa berputar di atas kepalaku begitu aku teringat kalau bibir itulah yang tadi menempel di kursi Saiko. Di detik berikutnya, kegelapan menenggelamkanku, membuatku kehilangan kesadaran.

Oh Tuhan…

Kalau saja ini hanya mimpi, tolong bagunkan aku!


TBC

Moga-moga para pembaca suka sama crita ini...

mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan...

mind to review? :)