Attention: Shoai. Ga Jelas. OOC MAX. Typo(s). Rusuh, dan kawan-kawannya.
Disclaimer: Tadoshi Fujimaki, kalau saya yang punya Kurobas udah jadi anime yaoi.
You Play Drama You Get Karma
I
"Akashi-sama demi semua tujuh ke ajaiban dunia ini jadikalah aku kekasihmu!"
Wow, Akashi Seijurou memang patut di acungi dua jempol dalam memancarkan kharismanya. Matahari baru saja mengintip dari ufuk timur ketika kakinya melangkah memasuki gerbang, seorang gadis manis menghalangi jalannya, setengah memaksa menyeretnya ke gedung belakang sekolah—cara pernyataan cinta yang mainstream. "—tolonglah." gadis itu memohon dengan pancaran sinar memelas—jurus yang dipakai setiap gadis saat menyatakan cinta pada kapten teikou tersebut.
"Maaf sekali, tapi aku sudah memiliki tunangan." Akashi berkata, jawaban yang selalu ia gunakan dalam menolak—tentu saja ia memiliki seorang tunangan itu hanya alasan, maaf-maaf saja ia masih terlalu muda untuk terikat dengan yang namanya perjanjian.
Kalau kata Kise sih YOLO guys, you only live once—hey! Meski Akashi terlihat dewasa namun kadang kala ia masih suka dengan guyonan macam anak seusiannya.
Dan setelah itu si pemilik mata dwi warna dapat mendengar suara hati potek imajiner. Si gadis ternganga, menutupi mulutnya lalu mulai berlari meninggalkan Akashi dengan cara berlebihan.
Akashi Seijurou. Siapa yang tidak kenal dengan Akashi Seijurou?
—katakan dengan lantang bila ada yang tidak kenal dengannya.
Pewaris Akashi corp yang diwarisi wajah rupawan, kepribadian yang tegas, otak encer, disegani banyak orang, ketua dari organisasi intra sekolah, ketua di tim basket, bentuk tubuh yang sempurna—minus tinggi badan tentu saja, tidak perlu diperdebatkan lagi—disenangi oleh kaum adam dan hawa, benar-benar calon pasangan impian.
Mungkin keternarannya tidak terlihat semenyilaukan ketenaran Kise Ryouta yang mana memang seorang idola.
—kasat mata memang terlihat seperti itu, tapi asalkan kalian tahu saja fans Akashi itu tidak kalah banyak, dan... uh harus dikatakan fans si pria bersurai merah menyala ini sedikit fanatik.
Bayangkan saja bila setiap harinya ia harus menerima kiriman voice note melalui handphone pintarnya yang mengerikan, berisi ungkapan cinta tak terdefinisi.
"Akashi-sama aku selalu memikirkanmu, dimanapun, kapanpun, sampai maut menjemputku."
—oke yang itu masih biasa, standar.
"Halo Akashi-sama hey ini Nina, masih ingatkan temanmu semasa kecil. Yups! Ia Nina. plis jangan bilang kalau ga ingat. Hah? Apa kamu ga punya temen yang namanya Nina? Jahat! Tega! Kau jahat Akashi-sama, kamu jahat! Kita putus hubungan!"
—mulai absurd.
"Hai Seijurou kamu lagi apa? Iiih aku kangen deh, padahal baru aja kita ga ketemu tadi gara-gara fansmu ituloh garangnya luar biasa rawr~ mau deketin kamu aja susah. Aku mau tidur nih kasih kecupan cinta selamat malam dulu dong sama pacarmu~"
—demi maibou Murasakibara diganyang habis, ia tidak pernah punya kekasih! Apalagi seaneh itu. Demi tuhan.
"Akashi ssssh~ aahn~ iyaa akashi~ ouch~ ahh~"
—what the hell!
Mimpi buruk, terkadang jadi terkenal itu mimpi buruk—tanyakan Kise jika tak percaya, pria pirang itu pernah tercengang luar biasa ketika mendapati celana coughdalamcoughnya yang hilang beberapa hari lalu tengah dilelang dengan harga tinggi di sebuah toko online terkenal—Akashi mulai tidak tahan dengan semua 'ombak cinta' yang dikirimi oleh para fans-fans terkasihnya.
—seriously, terkadang kaum hawa bila sudah mengagumi seseorang keliaran imajinasinya tidak bisa lagi terkendalikan.
"Ditolak lagi eh?" Tanpa menolehpun Akashi tau siapa yang sedang berbicara dengannya, akashi berkacak pinggang, Kiseki no Sendai memang tidak punya batasan privasi. "Sayang sekali Akashi, padahal dada cewe itu besar." otak mesum Aomine kumat rupanya.
"Hanya dada sajakah yang ada dipikaranmu Daiki?" Akashi berlalu tanpa kesan, maksud hati tidak ingin mendengar jawaban, namun Aomine malah mengekori.
Aomine menggangguk semangat meski menyadari sang kapten tidak akan melihatnya, masa bodoh sih sebenarnya, pria kulit hitam itu sudah terlalu imun dengan sikap Akashi yang pongah-sadis-dingin, "Booby is every where~" bah, Aomine mular tertular cara bicara Kise.
"Berhenti membuat kepalaku berdenyut Daiki, atau mauku sobek mulutmu dengan gunting huh?" ups, Akashi mengamuk itu lebih menyeramkan dari kucing betina yang sedang mengandung.
"Baiklah-baiklah tapi sekarang aku serius loh Akashi, kalau kau terus menerus menolak setiap gadis dan—uh, beberapa pria yang datang kepadamu nanti kau bisa kena karma." Aomine masih mempertahankan sikap santainya, tidak peduli dengan bibirnya yang siap-siap dicium gunting sakti. Akashi memang tidak berprikeguntingan.
"Karma itu tidak ada."
"Hell to the o, Karma still exist Akashi Seijurou," mari kita beri tepuk tangan untuk Aomine karena bisa berbicara bahasa inggris dengan sangat acak-acakan—akashi tidak mengerti kenapa teman setimnya itu hanya bisa menggunakan kosa kata yang tidak penting. "Aku bertaruh demi dada yang paling gede di muka bumi ini, pasti kau belum pernah merasakan betapa tersiksanya kena karma kan?"
"Ya dan tidak akan pernah."
Diam-diam Aomine berdoa dalam hati semoga saja kaptennya bisa mencicipi apa itu karma HAHAHA—katakanlah Aomine Daiki adalah orang paling mencari mati.
Sayangnya sang maut tidak mau mencarinya.
Penggemar yang menggila adalah mimpi buruk.
Suatu hari Akashi saking tidak kuatnya, mengeluarkan seluruh keluh-kesah kepada Kise dan Aomine, "Aku ini terlalu tampan ya?"
—Aomine memuncratkan susunya ke depan wajah Midorima.
—Kise tersedak permen.
"Uh-uh." Gumanan tidak jelas tanda setuju sebagai jawaban, mereka masih sayang nyawa. Dari pada gunting menancap lebih baik menjawab seadanya.
"Susah ya jadi orang tampan." Akashi menopang dagunya dengan sebelah tangan, menghela nafas, sebelah tangannya lagi ia gunakan untuk menyapit sosis gurita lalu melahapnya.
Kepercayaan diri yang membeludak karena strees out tak terbendung? Bisa jadi.
"Akacchin memang tampan kok." Ah, si ungu cerah ini memang paling pintar mengambil hati kapten, ternyata nyawanya masih lebih penting dibandingkan tumpukan snack menggunung di depan sana sehingga mengiyakan buru-buru ketika mendapat lontaran tatapan meminta jawaban.
"Jadi apa yang harus aku lakukan untuk menanggulangi kerupawanan wajahku ini?"
"—pasang dada palsu Akashi!" Aomine cengar-cengir dengan tampang mesum, dihadiahi gilasan kaki. "OUCH!"
"—Menjadi jelek ssu."
"Mau wajahmu ku hias dengan sebuah goresan manis hmm Ryouta?" tandas Akashi mengacungkan kedua sumpitnya menggunakan satu tangan menggerakannya seolah sumpit itu gunting, ia mulai dongkol. Kise bergidik, Aomine terbahak.
Akashi mendesah, terlalu tampan memang bisa menjadi pemicu tindakan kriminal—itu memang benarkan? Untungnya Akashi menikmatinya—wajah rupawan termaksud kekuatan absolut, dengan wajah rupawan semua orang akan bertekuk lutut padamu.
Solusi, ia membutuhkan solusi, sayangnya menurut Akashi tidak ada satupun dari solusi dari Kiseki no Sendai yang cukup waras ia coba—setelah ia pikir-pikir kenapa juga ia mau-maunya dikelilingi oleh mahluk-mahluk tak jelas seperti ini.
"Cari kekasih nanodayo—"
"—tidak, aku tidak mau terikat." Tolak Akashi cepat, terlalu mengerikan baginya untuk terikat dengan seseorang. Ayolah pasti tau kan bagaimana kelakuan remaja yang sedang masa-masanya diterpa penyakit cinta?
Sedikit-dikit, 'sayang kamu lagi dimana?'
Atau, 'sayang udah makan belum?'
Lagi, 'sayang kamu lagi sama siapa?'
Lalu, 'sayang kamu jelek kalau pakai baju itu.'
BIG NO for Akashi.
"—kekasih palsu." Tambah Midorima, solusi asal dari otak cemerlangnya, jika kaptennya tidak mau punya kekasih sungguhan mengapa tidak kekasih palsu saja? Tentu saja tidak diberitahukan kepada orang yang akan menjadi kekasih palsu Akashi nanti—bila merah setuju.
"Geez, Midorima itu namanya pembohongan." Mulut kise membentuk bulat sempurna, ketidak percayaan ternyata seorang Aomine yang bar kecabulannya hampir mencapai maksimal masih memiliki hati nurani, lawak.
"—tidak, Daiki menurutku itu ide bagus."
Midorima geleng-geleng kepala memutuskan kembali membaca kumpulan ramalan oha-asa yang sempat terhenti hanya karena perdebatan tidak jelas, Murasakibara membuka bungkusan pocky kedelapannya, Kise hanya mengeluarkan senyuman happy-go-lucky, juga Aomine yang tidak habis pikir terkadang kaptennya bisa sangat tidak rasional.
Ada yang tau cara menanggulangi kerupawanan?
Bagai sebuah adegan opera sabun, di sore hari yang cerah Akashi tidak sengaja menyenggol seseorang hingga buku-buku tebal yang dibawanya terjatuh. Sifat dasar Akashi yang gentle tak bisa untuk tidak membantu memunguti buku yang tergolek akibat ulahnya.
"Ah, maaf biarku bantu."
"Terimakasih."
Tiga buah buku tebal di tangannya, mengangkat wajahnya agar dapat sekali lagi meminta maaf. Tepat saat itu, matanya dwi warnanya bertabrakan langsung dengan mata biru jernih—bukan biru dalamnya lautan milik Aomine, biru ini seolah menerbangkannya ke awang-awang—dan Akashi bersumpah seperti ada sengatan listrik ketika mata mereka bertemu.
"Um—maaf bukunya."
Akashi masih tidak bergeming ditempatnya berpijak, baru setelah persekian detik lewat, ia sadar dari ketertegunannya. "Oh, ya maaf silahkan."
Seorang pria, tidak manis, tidak cantik, mungil—lebih pendek daripada dirinya, dan Akashi bersyukur—namun ada satu kata yang dapat mendeskripsikan orang berambut biru muda dihadapannya. Menarik.
"Namamu?" khas Akashi, sekali jalan langsung sergap.
"Kuroko Tetsuya."
Akashi menilik Kuroko dari ujung kepala sampai ujung kaki, orang yang cukup unik, kelihatannya Kuroko tidak memiliki ketertarikan apapun terhadap si merah. Lihat saja mimik mukanya yang datar—biasanya orang yang berhadap-hadapan dengan Akashi seperti ini langsung saja pipinya merah merona—langka.
"Hey, mau jadi kekasihku Tetsuya?"
Oh luarbiasa, Kuroko seharusnya merasa beruntung karena dari seluruh manusia yang pernah mendekatinya, baru padanyalah Akashi mengucapkan kata 'mau jadi kekasihku?' meski yeah terdengar luarbiasa pongah—ini pertamakalinya bagi Akashi menembak seseorang, bila bisa dikatakan menembak.
Pria dihadapannya mengerjap bingung, alisnya mengkerut, sedikit. "Maaf?"
"Aku tidak suka mengatakan dua kali, jadi dengarkan sekali lagi," tolong siapapun tuliskan ini dibuku guinness world record, "Jadilah kekasihku." Dengan nada pemakasaan yang kental.
Hening tercipta.
Yang satu terlalu bingung.
Yang satu lagi menunggu jawaban.
Yang dipatahkan dengar suara rendah Kuroko, "Maaf, tapi aku tidak ingin menjadi kekasih seseorang yang sudah memiliki tunangan."
Akashi mengumpat keras dalam hati, Heck!—Karma still exist.
A/N: Cerita yang saya buat dengan rusuh, padahal besok harus bangun jam 2 pagi dan sempet-sempetnya saya bikin ff AkaKuro. Salahkan doujin AkaKuro yang ergh~ sweet maksimal bikin saya kayang ga kuat pingin bikin AkaKuro, juga saya yang kelewat bahagia liat Kuroko di Kurobas season 2 yang kadar senyumannya itu uhh~ manissss, berkali-kali saya ngomong "anjirrrrrr lucuuu pisan xD" /iya saya telat nontonnya penyuplai anime langganan saya baru ngasih/ /dor/ btw, Kuroko makin kecil ya ._. apa cuma perasaan saya?
Akhir kata, terimakasih sudah membaca ;D
Mind to gimme some review maybe?
