The Princess Project
Disclaimer : Hei, siapa yang namanya Aoyama Gosho! Detective Conan harus jadi punya saya lhooo! ^^ Atau…. *smirk* #bletak!
Prolog : Shiho berhasil membuat penawar APTX 4869 setelah menyusup dan menghancurkan markas Black Organization, meskipun Gin, Vodka dan Vermouth berhasil melarikan diri meninggalkan jenazah Anokata, bos mereka. Shiho baru menyadari perasaannya pada Shinichi pada saat yang tidak tepat. Benarkah Aoko mencintai Kaito? Apakah Shiho akan memberitahukan perasaannya pada Shinichi. Benarkah mereka sudah benar-benar aman? Bagaimana dengan Saguru yang ditinggal menikah oleh Akako?
Ch. 1 : Kembali? Kenapa tidak?
Semua orang yang ada di ruangan itu menahan nafas. Ran dengan jari-jari saling bertaut di depan dada. Sonoko yang menggenggam erat tangan Makoto. Yukiko yang memeluk Yusaku. Professor Agasa juga terlihat tegang. Inspektur Megure, Opsir Takagi-Sato-Chiba-Yumi. Lalu Saguru Hakuba, Akako, Aoko, Eri-yang memeluk lengan Kogoro-, Jodie Starling, Rena Mizunashi, Tomoaki Araide, bahkan Kaito KI-.. Ehm! Maksudnya Kaito Kuroba pun ada. Mereka semua menatap ke satu arah. Ke arah seorang anak kecil yang tengah maju mendekati meja yang di tengahnya ada piring kecil perak berlapis kain putih. Tempat sebuah kapsul berwarna merah berada.
Hanya ada satu orang yang mukanya datar dan tenang. Dia tegak dengan anggunnya di sebelah Professor Agasa. Dialah yang menyebabkan semua orang berkumpul di sini. Dialah Ai Haibara.
"Ck, cepatlah, Kudo-kun. Ran-neechan sudah tidak sabar sepertinya." Kata Ai dengan nada sarcasm seperti biasa. Entah kenapa, rasa sakit kembali menyergap dadanya. Bukan di jantung, bukan. Entah tepatnya di mana. 'Mungkin aku bisa minta diperiksa oleh Araide-san nanti.' Pikirnya.
"Ada yang aneh." Conan memasang pose berpikir, kali ini tanpa memainkan bola –yang disita oleh Ai kemarin karena sudah mengganggunya-.
"Apa? Kau ingin obat berbentuk sirup karena tidak bisa minum kapsul?" Sindir Ai tajam. Sedikit mencairkan kebekuan di ruangan itu.
"Bodoh. Maksudku kenapa obatnya cuma satu?" Tanya Conan dengan ketus.
"Oh, apa aku belum memberitahumu bahwa obat itu berbeda efek pada laki-laki dan perempuan karena perbedaan hormon dan struktur organ tubuh." Jawab Ai.
"Begitu? Kenapa tidak kau selesaikan semuanya dulu dan minum bersama-sama?" tanya Conan menyelidik.
"Ck, siapa bilang belum selesai? Aku hanya kurang yakin saja. Ini kan pertama kalinya obat yang jenis ini diminum manusia." Sahut Ai masih dengan muka datarnya.
"Hei-Hei! Kau tidak berniat menjadikanku kelinci percobaanmu bukan?" protes Conan.
"Tepatnya tikus percobaan mungkin. Anggap saja begitu. Oh, jangan marah Ran-neechan." Ai melangkah sambil menatap Ran dengan pandangan menusuk dengan raut muka tak terbaca sampai akhirnya ia sampai di sofa dan duduk di sebelah Kaito KI- ehm! Kaito Kuroba maksudnya.
"Sudahlah, Tantei-kun, turuti saja mau Tuan Putri ini." Kaito menoleh ke arah Ai yang dibalas dengan pandangan menyelidik yang terlalu menusuk. Aoko yang di belakang Kaito, entah kenapa terkikik geli. Ai sempat melihatnya.
Conan menghela nafas. Dan meminum kapsul di hadapannya. Tiba-tiba Ai terperanjat dan berlari ke dalam ke arah kamar Shinichi Kudo.
"Ai! Kamu kenapa?" Profesor Agasa berteriak, tentu saja tanpa jawaban karena Ai keburu pergi.
Semua orang fokus pada Conan yang tengah menggeliat. Sebenarnya bukan kesakitan karena Ai sudah menambahkan obat pereda sakit. Hanya saja Conan merasa geli dan tidak nyaman. Tiba-tiba Ai datang kembali, menyelimuti tubuh Conan yang masih menggeliat di lantai, dan menaruh seperangkat pakaian di sampingnya.
"Apa kalian ingin melihat tubuh asli Kudo-kun?" Sindir Ai tajam. Ran dan yang lainnya tampak salah tingkah. Aoko dan Sonoko memandang dengan pandangan tertarik. Jangan lupakan Kaito yang tengah menyeringai dengan mata menyelidik. Yukiko juga tersenyum tipis.
Tak berapa lama, tubuh Conan membesar. Wajahnya tampak berkeringat. Dan ucapkan selamat tinggal pada dunia seorang Conan Edogawa, lalu ucapkan selamat datang kembali pada kehidupan Shinichi Kudo, sang detektif arogan yang hobi ikut campur urusan orang. *ditabok Shinichi*
Co- ehm! Shinichi maksudnya, kini bangkit dengan badan berselimut dan menenteng pakaian.
"Terima kasih, Haibara. Atau Shiho?" Geez, nada arogannya sudah kembali.
"Memangnya aku terlihat seperti siapa sekarang? Dan apa kau benar-benar ingin ganti baju di sini, Kudo-kun? Atau ingin langsung memeluk istrimu?" Ai kembali menyindir tajam sembari melirik Ran. "Untuk itu, kusarankan kau mencari tempat yang lebih pribadi." Dan, BLAMM! Pintu ruangan itu tertutup. Ai keluar dari ruangan itu secara dramatis. Yang ada di ruangan itu hanya melongo secara tidak elitnya.
"Errr… sepertinya dia tertekan karena rumus formula kapsul penawar itu." Kata Professor Agasa terpatah-patah.
"Kau yang paling tau kalau itu tidak mungkin, Profesor Agasa." Sahut Yusaku Kudo.
"Jangan pura-pura tidak tahu atas hal yang sudah jelas." Kata Yukiko.
"Orang paling tidak peka pun pasti bisa menganalisanya." Sahut Kaito.
"Benar tidak apa-apa nih, Yukiko?" tanya Eri.
"Tenang saja Eri." Jawab Yukiko sambil bersandar di bahu suaminya.
"Heeeiii! Kalian ini membicarakan apa sih?" Teriak Shinichi dengan wajah memucat.
.
Di rumah Profesor Agasa, tepatnya di lantai dua, di sebuah kamar yang menghadap ke jalan, sorang gadis yang terlihat berumur enam tahun tengah duduk memeluk lututnya di tengah ranjang. Sejujurnya dia tidak sakit. Atau terkena gangguan jiwa atau apa. Dia hanya sedang bingung dengan apa yang tengah dirasakannya kini.
"Ini sangat aneh." Gumamnya.
Ai Haibara merasa sangat bingung dengan dirinya sendiri. Aneh, harusnya dia senang bukan, sahabatnya sudah kembali ke tubuh aslinya dan bisa berkumpul dengan kekasihnya. 'tidak! Mereka belum pacaran! Oh, lebih tidak lagi! Kenapa aku merasa tidak suka mengingat Kudo akan bersama dengan Mouri lagi? Kenapa! Kenapa dadaku terasa sesak dan sakit? Apa aku sakit parah?' teriak Ai dalam hatinya.
Air matanya meleleh mendapati ketidakberdayaannya. Oh, bukan tidak berdaya di depan Kudo. Tapi tidak berdaya pada dirinya sendiri. Dirinya yang jenius, dirinya yang berhasil dengan sukses membuat racun paling bahaya di dunia yang bahkan bisa mengalahkan waktu dan membuat penawarnya sekaligus, kini tidak berdaya dan tidak mengerti akan pikiran dan jalan perasaannya sendiri.
Baru kali ini dia merasakan sakit yang seperti ini.
'Sebenarnya aku ini kenapa?' jeritnya dalam hati.
"Ai-chan. Kau tidak apa-apa?" Suara Profesor Agasa menggema dari arah lantai satu.
"Profesor bicara apa?" Sahut Ai dengan suara lelah yang tidak dibuat-buat.
"Kau meninggalkan kami begitu saja tadi. Boleh aku masuk?" Suara Profesor Agasa sarat kekhawatiran. Ai jadi merasa bersalah. Dia menghapus air matanya dan berbaring.
"Masuk saja. Maaf kalau tadi tidak sopan. Sebenarnya aku tidak tidur kemarin malam."
"Hei-hei! Berapa kali kubilang untuk tidak memaksakan diri." Professor Agasa masuk dengan cemas.
"Aku justru tidak ingin memaksakan diri untuk tidur saat tidak bisa tidur Professor." Sahut Ai yang entah kenapa sudah tak sanggup lagi untuk menambahkan nada dingin di suaranya. Ia terlalu lelah, mungkin, atau sakit? Ai sendiri tidak tau.
"Tapi sepertinya kau terlalu tertekan, Ai-chan. Apa kau benar-benar baik-baik saja?" Professor Agasa menanyakannya lagi.
"Apa alasan Professor untuk tidak percaya padaku? Aku tidak selemah itu." Ai memalingkan wajahnya. Nada dingin pada suaranya kembali terpasang.
"Baiklah, baiklah. Aku keluar, istirahatlah Ai-chan." Professor Agasa menyerah dan keluar.
Sepeninggal Professor Agasa, Ai menutup dan mengunci kamarnya dengan kunci otomatis dan berbaring kembali. Merasakan kebingungan hatinya dan sakit di dadanya, membuat gadis berambut keemasan itu menangis tanpa suara.
.
"Ai-chan. Hari ini jadi ikut, kan?" tanya Mitsuhiko dengan wajah memerah. Mereka tengah dalam perjalanan pulang sekolah. Mereka hanya berempat, tanpa Conan pastinya.
"Oh, ya? Kemana?" Balas Ai dengan nada dingin seperti biasa.
"Apa Professor tidak memberitahu Ai kalau dia mengundang kita?" tanya Ayumi.
"Ya, katanya penghuni rumah hantu disebelah rumah Professor baru datang kemarin dan mengundang Profesor. Dan Professor Agasa mengajak kita. Osh! Semoga ada belut panggang!" seru Genta.
"Oh, begitu ya? kurasa aku ikut." Putus Ai. Kemarin dia sudah mengurung diri di kamar bukan? Apa salahnya ikut kali ini?
"Ah, ngomong-ngomong, Conan-kun pindah kemana ya? Jahat sekali dia, pindah tidak pamitan dengan kita." Mata Ayumi berkaca-kaca.
"Mungkin dia menemukan daerah penuh kasus. Hingga tak sempat pamitan pada kita." Jawab Ai dengan mata irisan semangka.
"UWAAHH!" Ayumi, Genta dan Mitsuhiko terbelalak. Ai yang sedang menghadap mereka jadi bingung, apa yang membuat mereka berseru kagum seperti itu. Saat Ai berbalik, ia baru sadar jika mereka sudah berada di depan rumah Kudo. 'tidak ada yang aneh, kecuali pagarnya yang terbuka.' Pikir Ai.
"Rumahnya ternyata rapi dan bersih, ya?" kata Ayumi.
"Benar. Kalau begini sih tidak seram dan terlihat nyaman." Sahut Mitsuhiko.
"Rumah seperti ini pasti makanannya enak-enak." Sahut Genta.
"Oh, kalian sudah datang." Suara Professor Agasa. "Ayo masuk!" yang lain segera berlari masuk, kecuali Ai yang berjalan dengan tenang. Professor Agasa terus menatap Ai dengan cemas hingga yang ditatap menoleh dan bertanya, "Apa?" Professor Agasa hanya menunduk.
.
Ai tegak sendirian dengan tenang. Dia sedang berada di teras halaman belakang sekarang ini. Sendirian. Menatapi punggung Ran yang tengah menyiapkan meja di halaman belakang tempat mereka akan makan siang bersama.
'Ini terlalu membingungkan.' Pikir Ai. Kurang apa sih Ran padanya? Dia baik dan perhatian. Bisa dibilang berhati malaikat meskipun Ai selalu bersikap dingin padanya. Ran yang berkali-kali menyelamatkan nyawanya. Ran yang membuatkan bubur ketika dia sakit. Ran yang menghajar Vermouth dengan karatenya ketika Organisasi Hitam menculik dirinya. Lalu kenapa hatinya merasa tidak suka pada Ran? Kenapa dia tidak bisa sedikit saja ramah pada Ran? Kenapa dia tidak mampu bersikap biasa seperti anak-anak pada umumnya jika di hadapan Ran? Dan…
…kenapa hatinya terasa sakit dan dadanya terasa sesak setiap kali melihat Ran berdua dengan Conan maupun Shinichi…..
"Menyendiri lagi. Apa kau tidak bosan, Shiho?" Suara Shinichi di sampingnya menyentakkan gadis berambut keemasan itu dari lamunannya. Ai segera menguasai dirinya.
"Hoo.. jadi karena kau sudah kembali menjadi Shinichi, lantas kau bisa seenaknya memanggilku Shiho ya?" Ai menyindir sinis. Yang diartikan Shinichi bahwa gadis itu dalam keadaan baik-baik saja dan tidak perlu ada yang dikhawatirkan.
"Terserahmulah. Hei, Haibara. Apa kau tidak ingin kembali?" Wajah Shinichi berubah menjadi serius.
"Kembali? Kenapa tidak?" Ai menjawab secara diplomatis.
"Wajah dan sorot matamu mengatakan yang sebaliknya. Apa alasanmu untuk tetap seperti ini?" Shinichi menatap Ai dengan mata menyelidik.
"Aku… hanya ingin menjaga mereka secara langsung. Karena Conan Edogawa sudah tak bersama mereka lagi." Ai tidak balas menatap Shinichi tetapi hanya melihat ke arah Mitsuhiko dan Ayumi yang tengah mengejar Genta karena mengambil snack mereka.
"Hei-hei. Justru karena Conan tidak bersama mereka, mereka tidak akan kena masalah lagi dan mereka bisa bersekolah dengan tenang." Balas Shinichi mencoba berargumentasi.
"Hoo.. jadi begitu ya? Benar juga. Ternyata selama ini yang menimbulkan masalah adalah Conan Edogawa. Mengaku juga kau akhirnya." Ai berdiri menghadap Shinichi dengan satu senyum tipis yang mirip seringai menghiasi wajahnya.
"Hei-hei! Aah~~ sudahlah…! Susah bicara denganmu!" Seru Shinichi putus asa sambil melangkah cepat ke arah Ran dan mencoba membantunya. Beberapa saat kemudian seruan-seruan perdebatan antara 'Sang Detektif Arogan' dan 'Sang Malaikat Karate' memenuhi halaman belakang.
Ai terdiam ditempatnya, melihat mereka berdua dari belakang. Rasa sesak dan sakit kembali memenuhi dadanya. Rasa sakit itu bertambah saat melihat Shinichi mengacak rambut Ran dan Ran membalasnya dengan tonjokan main-main diperutnya. Tanpa sadar, butiran kristal bening keluar dari mata berbola keemasan itu, menuruni sisi wajah sang gadis.
Seseorang memeluk Ai dari belakang secara tiba-tiba,Yukiko.
"Maaf, sudah membuatmu mengalami semua ini." Lirih Yukiko. Ai menyusut air matanya dan berbalik.
"Bicara apa?" jawabnya sarkas.
"Jangan tutupi perasaanmu, Sweetheart. Itu membuatku makin merasa bersalah. Aku tau hatimu. Kau bisa mencurahkannya padaku." Kata Yukiko tanpa mengendurkan pelukannya. Air mata Ai menetes kembali tanpa suara. Beruntung mereka berada di sudut yang gelap dan semua orang sibuk dengan kegiatan masing-masing.
"Semua siap….!" Teriakan Ran menggema. Ai yang merasa agak lega, tersenyum tipis melihat Ran yang ceria. Semuanya segera mengambil tempat di meja makan berbentuk bundar itu. Yusaku dan Yukiko mengapit Sinichi. Di sebelah Yusaku ada Kogoro dan Ran mengapit Eri. Secara mengejutkan, Ai mengambil tempat di antara Ran dan Profesor Agasa, yang mana disebelah Profesor Agasa berturut-turut Genta-Ayumi-Mitsuhiko duduk dengan manis. Oh, kecualikan Genta yang matanya terpaku pada belut panggang special di piringnya.
"Ran-neechan, ada apel merah tidak?" Ai memasang wajah polos ke arah Ran, seperti wajah Conan saat menginginkan sesuatu dan itu mengejutkan semua orang dewasa di situ.
"Eh, a-ada. Tapi cuma jus apel merah. Buahnya untuk dessert nanti. Mau ku ambilkan?" Ran tergagap, tapi dia senang, Ai tidak dingin lagi padanya.
"Boleh. Ah, tapi sepertinya merepotkan Ran-neechan nih." Ai memiringkan kepalanya dengan ekspresi anak manis. Wajah mungilnya jadi semakin imut menggemaskan. Shinichi terpana dengan wajah sedikit merah.
"Ah, tidak kok. Aku saja yang tidak tau minuman kesukaan Ai-chan. Sini kutukar jusnya." Sahut Ran dengan ceria. 'Malaikat Karate' itu bangkit untuk mengambil jus apel merah.
"Nah, ini minuman special untuk Ai-chan." Ran muncul setelah beberapa saat.
"Terima kasih. Maaf sudah merepotkan." Shinichi melongo dengan tidak elitnya. Seorang Ai Haibara mengucapkan 'terima kasih' dan 'maaf' dalam satu tarikan nafas dengan nada manis? Errr… mungkin sekolah seluruh Jepang libur empat bulan besok….!
"Ano, kalau tidak keberatan. Boleh Ai dan Shinichi bertukar tempat duduk?" Yukiko berhasil membuat Ai dan Shinichi tersedak bersamaan dan yang lain melongo. Dengan muka watados Yukiko melanjutkan, "Kenapa? Kupikir Shinichi mau duduk di sebelah Ran. Ayo Ai, bawa jus apelmu…!"
Tanpa bersuara apa-apa, Ai membawa jus apelnya an berdiri diiringi deathglare dari Shinichi. Bicara tentang deathglare, Yukiko juga mendapatkannya secara gratis dari Profesor Agasa. Mau tak mau Shinichi beranjak juga. Untuk kemudian mereka makan dengan canggung, kecualikan Ai yang pandai menguasai diri dan Genta yang tak memikirkan apa-apa selain belut di piringnya.
Selesai makan, Yukiko menahan mereka untuk tetap duduk.
"Ada apa Yukiko?" tanya Eri heran.
"Aku ingin bicara. Mungkin ini agak mengejutkan, tapi mohon dengarkan dan jangan marah." Kata Yukiko hati-hati.
"Baiklah." Yusaku mewakili mereka semua, tersenyum lembut pada istrinya.
"Aku ingin mengangkat Ai sebagai anak." Kata Yukiko dengan kalem dan tenang.
"APAAA!" Semua orang terkejut termasuk Grup Detektif Cilik, kecualikan Ai.
"Ka-kau serius, Yukiko?" Tanya Profesor Agasa terpatah-patah. Yukiko menganggukkan kepala sebagai jawaban.
"Hmm… benar-benar masalah yang serius, ya?" kata Kogoro memasang raut wajah sok serius.
"Bisa dijelaskan?" Pinta Eri.
"Yah, sejak dulu aku ingin punya anak perempuan. Kupikir, tidak apa-apa mengangkat Ai sebagai anak. Daripada mengurung diri di basement rumah Professorr, kupikir kalau dirumah ini dia punya teman bicara. Kau setuju kan, Yusaku?" Yusaku tersenyum mendengar penuturan istrinya.
"Kupikir, itu tidak masalah jika Ai dan Professor setuju. Bagaimana dengan Professor?" Tanya Yusaku sambil mengelus rambut keemasan Ai dengan tulus. Ai yang merasa nyaman memejamkan matanya.
"Err..kupikir yang dikatakan Yukiko ada benarnya. Aku setuju. Baagaimana dengan Ai?" Kata Professor Agasa. Ai membuka matanya dengan cepat sampai Shinichi yang tengah memandanginya berjengit kaget.
"Tapi aku masih ingin melanjutkan penelitian!" Ai keceplosan bicara bahkan di depan Detektif Cilik. Matanya menyorot tajam tanpa sadar.
"Penelitian apa?" Mitsuhiko tertarik.
"Oh, kalau penelitian tentang iritasi mata kucing yang merebak belakangan ini, kau kan bisa mengerjakannya hari sabtu dan minggu?" Professor yang menjawab agar anak-anak –yang benar-benar anak-anak- tidak curiga.
"Hmmm… Tapi, apa Ran-neechan setuju?" Ai mengubah tatapan tajamnya menjadi tatapan polos kekanak-kanakan saat menoleh kearah Ran, tanpa mempedulikan Shinichi yang entah kenapa masih memandanginya.
"Eh, kok malah nanya Ran-neechan? Kok tidak tanya Shinichi-niichan?" tanya Ayumi polos. Mata Ai melirik tajam ke arah Shinichi seketika.
"Aku tidak akan mempertimbangkan pendapat atau persetujuan Detektif Bodoh yang Arogan itu." Jawab Ai dengan nada sarkas, menyeringai melihat Shinichi yang mendengus kesal.
"Err… aku sih setuju saja. Alasan Yukiko-obaasan yang sebenarnya adalah kesepian, kan? Makanya…" Kata Ran dengan santai.
"Eeh… tau juga, ya?" potong Yukiko. Yang lain sweatdrop massal.
"Baik, aku setuju. Dengan dua syarat." Kata Ai memutuskan.
"Eeh…! Benarkah? Apa? Apa syaratnya?" tanya Yukiko antusias.
"Pertama, Proffesor makan di sini setiap hari. Karena tidak ada yang masak kalau aku tidak di rumah. Dan yang kedua…" Ai menahan nafas. 'ini demi penelitian. Aku harus mencari tau apa yang terjadi sampai dadaku sering sakit melihat Kudo-kun berdua dengan Mouri-san.' "Yang kedua aku minta Ran-neechan datang kemari paling tidak tiga kali seminggu. Dan harus pergi kencan dengan… 'Shinichi-niichan' paling tidak seminggu sekali." Ai mengakhiri kalimatnya dengan satu seringaian.
Semuanya terkejut terutama Yukiko.
"Kok, syaratnya aneh? Kalau minta sarapan omelet dan belut panggang tiap pagi sih wajar." Kata Genta.
"Ge-Genta sih yang diingat cuma makanan." Ayumi sweatdrop.
"A-Ai… jangan-jangan kamu…." Mitsuhiko seperti membuat kesimpulan sendiri.
"Apa?" tanya Ai dengan mata irisan semangka.
"Ti-tidak." Mitsuhiko menunduk takut-takut.
"Baiklah, dengan begini diputuskan. Hari ini Haibara Ai, menjadi bagian dari keluarga Kudo. Aku akan mengurus surat-surat yang diperlukan secepatnya." Yusaku memutuskan. Yukiko memeluk Ai dengan linangan airmata haru.
"Tu-tunggu! Tentang kencan dan kunjungan itu aku belum bilang setuju kan?" teriak Ran dan Shinichi bebarengan. Muka Ran sudah semerah jus tomat yang diminum Yusaku. Sementara yang lain sibuk dengan gembira. Ada seseorang yang tengah menelungkupkan muka dimeja makan dengan kedua tangan sebagai bantalan. Dengkuran yang tidak bisa dibilang halus memenuhi udara disekitarnya. Yang lainnya sudah berpindah kedalam rumah setelah membereskan peralatan makan. Tak lama kemudian hujan turun dengan derasnya. Adakah yang kasihan dengan Kogoro Mouri yang langsung basah kuyup begitu dia bangun?
To be Continued
