Peringatan sebelum membaca : hehehe, bukan peringatan serius kok. Tapi supaya tidak membuat kebingungan dan kericuhan di mana-mana, saya akan menjabarkan di sini. Fanfic ini tentang Sasuke dan Naruto dengan timeline ketika Sasuke telah menetapkan hatinya untuk bergabung dengan Orochimaru. Malam dia berangkat, Sakura yang menahannya, tapi di sini saya GANTI jadi Naruto. ( pikiran aneh ini memang gila dan ga bener )…Mohon dimaafkan dan dinikmati aja…Review pliz!

POV : Sasuke Uchiha.

P.S : bukan yaoi, jadi boleh usap dada sebelum membaca, atau mencak2karena ternyata suka pairing NaruSasu :P

P.S.S: coba baca sambil mendengarkan lagu yang mellow biar waktu baca juga ikut terenyuh ( terenyuh sama lagunya:p ).


Aku melirik tas perbekalanku.

Tergeletak acuh di atas meja belajar.

Isinya hanyalah perlengkapan normal sebagai seorang shinobi. Tapi apa aku benar-benar memerlukannya? Alat hanyalah alat. Tidak bisa membuatku menjadi kuat. Kurasa aku melakukan hal yang tidak berguna.

Mata yang menelusuri setiap inchi kamarnya untuk terakhir kali terhentikan satu-satunya pigura yang menggantung kaku di dinding yang seluruhnya tiada kecacatan.

Selama ini aku telah bertahan sendirian. Menjadi kuat sendirian. Demi dendam yang terus kupanggul. Meskipun memberatkan punggung dan bahu, serta menegangkan otot-otot pada kaki, karenanya aku bertahan.

Lalu tiba-tiba tiga orang itu masuk dalam kehidupanku. Tidak berlagak seperti penyusup, tapi terang-terangan menghadapkan wajahnya padaku. Aku kehilangan pegangan. Dendam yang selalu kurasakan, seolah lepas meninggalkanku. Menjadi bagian hidup hampir sepanjang hidup, membuatku takut kehilangan 'beban' itu. Tanpa 'beban' itu aku tidak bisa menjadi kuat. Kakiku terlalu ringan untuk melompat hingga aku takut tidak berada di atas tanah lagi. Walaupun alasan kuatku adalah untuk 'beban' itu sendiri.

Aku terlibat dalam tipuan khayali

Supaya tetap berada di atas tanah, supaya 'beban' itu kulepaskan seorang diri, dan supaya aku tidak lupa siapa diriku sebenarnya aku harus pergi dari sini.

Seperti halnya alat, tipuan pun akan kutinggalkan di belakangku. Dan kakiku akan melangkah berat namun pasti menapak setiap lira permukaan bumi, bahkan kalau perlu sampai ke dasar bumi.

Saat bulan purnama bersinar, dia memanggilku keluar dari kenyamanan ini.

Kembali menghadapi perjuangan kesendirianku.

Aku hampir melalui perbatasan. Ketika semuanya hampir kulepaskan, ada rasa yang menghantui. Dada terasa kosong.

Keputusan terbaik yang pernah kubuat.

"Sasuke!"

Aku tidak terkejut dengan siapa yang berniat menghalangi niatku. Dia salah satu tipuan khayali. Bahkan yang terparah di antara semuanya.

Kenapa harus dia?

Kami berpandangan. Mata birunya mempertanyakan diriku. Dengan sorot mataku, dengan intensitas yang kurasa paling tepat sudah kuisyaratkan aku tidak mau dia menghalangiku apalagi mencampuri urusanku. Masalahnya dia juga menatapku dengan intensitas yang sama…Tidak, aku merasakannya jauh di dalam sorot matanya dia mempersiapkan apapun untuk menahanku.

"Jangan pergi! Kau tidak boleh pergi!"

Itu dia, keluar juga.

"Bagaimana kalau aku tetap pergi? Mau melawanku?" aku masih yakin aku berada di atas angin. Meskipun kemampuannya terus berkembang, dia belum cukup dewasa untuk mengendalikan semua kekuatan potensial dalam dirinya.

Aku jadi menemukan alasan lain.

"Aku akan menahanmu!"

"Bagaimanapun caranya!" tambahnya emosional.

Untuk mencari kekuatan.

Aku tidak bisa menahan senyumku. Senyum sinis. Bocah tidak akan mengerti. Sebenarnya bukan karena dia bocah, tapi karena dia bodoh. "Simpan saja energimu, belajar yang giat sampai aku kembali lagi. Saat itu kita bertarung sampai salah satu dari kita mati."

Demi menekan cemburu pada kekuatan yang tidak pernah bisa kumiliki.

"Ke-Kenapa harus pergi!?" suaranya bergetar. "Kalau kau mau bertarung denganku, kapan saja kulayani! Mau babak belur, pingsan, sekarat, atau mati…Semuanya boleh!"

Namun ada pada dirimu.

"Kau pikir kita ini umur berapa?" aku agak jengah juga. "Ini bukan pertarungan antar anak kecil…

Tapi sesama laki-laki." Aku menatapnya, melihat reaksinya yang mematung terdiam.

Supaya aku bisa melepaskan 'beban' ini.

"Ka-Kalau kau tidak pergi, aku akan mentraktirmu ramen! Aku tahu rasa ramen kesukaanmu! Biarpun aku tidak punya banyak uang, aku pasti akan mengusahakannya! Pokoknya," dia menyerocos tidak keruan dengan wajah memerah padam, "SASUKE, JANGAN PERGI!"

Tambahan catatan: dia bodoh, idiot, dan tolol.

"Dasar kau…Paling bodoh sedunia."

Entahlah, aku tidak bisa berpikir lagi. Tapi sepertinya dia melihatku tersenyum padanya. Anggap saja sebagai salam perpisahan. Aku menyelinap ke belakangnya dengan kecepatan yang belum bisa dikejar matanya. Memukul tengkuknya.

"Sa…Su…Ke…," kesadarannya hilang perlahan. Aku menahan tubuhnya sebelum dia akan bangun di pagi hari dengan rematik.

Supaya aku tidak memalukanmu pada pertarungan antara lelaki kita.

"Mata ne, Naruto…."

---HFSmile---