1st World: She said, "World is Mine!"

"Onii-chaan!"

"Onii-chaaan, cepat bangun! Kalau tidak kau gak dapat sarapan!"

"Ng..."

"Mou! Karena inilah aku gak suka disuruh membangunkanmu!"

"Ohayou, Miku..."

"Ayo, cepat! Bukannya kau punya janji hari ini?"

"Ha?"

"Kau lupa?"

"Ah! Iya, iya, aku ingat..."

"Makanya cepat bangun, papa dan mama sudah menunggu di ruang makan!"

"Aa..."

"Ohayou, Shion."

"Aa, ohayou, Kaa-san..."

"Ayo, cepat duduk dan sarapan!"

"Tou-san, kau tak ada kerjaan hari ini?"

"Hmm? Tidak, sabtu ini aku cuti."

"Oh..."

"Shion, katanya hari ini kau akan menemani Miku belanja lagi?"

"Ah, ya."

"Kau memang kakak yang perhatian, tapi jangan terlalu memanjakan Miku."

"Mama!"

"Hahaha...maaf, maaf. Tapi, Miku juga, kenapa selalu minta ditemani belanja sih. Kan kasihan kakakmu."

"I-itu...!"

"Tak apa, Kaa-san. Aku juga sedang tak ada kerjaan."

"Aku sudah selesai!"

"Onii-chan, ayo cepat! Aku gak mau nunggu bus lama-lama!"

"Iya, iya!"

"Hati-hati ya!"

"Itekimasu, Kaa-san, Tou-san."

"Itekimasu, Mama, Papa."

"Shion, jaga adikmu baik-baik!"

"Hai, Tou-san."

"Ayo, cepat!"

"Iya, iya!"

"Mereka benar-benar akrab ya," samar aku mendengar perkataan ibuku.

Akrab? Seperti itulah mungkin belakangan ini kami terlihat. Padahal sebelumnya kami tak pernah seperti itu.

Aku dan adikku tak sedarah. Ibuku menikah dengan ayahnya setengah tahun yg lalu. Awal pertemuanku dengannya, dia hampir-hampir tak mau bicara bahkan menatap wajahku. Aku berpikir mungkin aku dibencinya.

Tapi, sebulan lalu, aku mendapat pengakuan luar biasa darinya...

"Suki da..."

"Haa?"

"Aku bilang aku suka padamu! Jangan buat aku bicara berulang-ulang!"

"Eh? Apa kau tak salah ngomong? Aku ini-"

"Iya, aku tahu! Tapi apa boleh buat!"

"Aku sudah terlanjur suka padamu!"

Sambil menarik nafas, aku menatapnya dengan pandangan tak percaya. Sempat terlintas di pikiranku kalau dia mungkin mengerjaiku.

"...begini ya. Aku ti-"

"Tidak boleh!"

"Eh?"

"Kau tidak boleh bilang 'tidak'!"

"Haaa?"

"Aku sudah mengumpulkan keberanian seperti ini untuk bilang suka padamu! Jadi kau tak boleh menolak!"

Aku sungguh tak mengerti jalan pikirannya.

"Jadi kau ingin aku berbuat apa?"

"Bertanggungjawab! Jadianlah denganku! Ah, tidak, pokoknya kau harus jadian denganku!"

Aku hanya bisa terbelalak mendengar perkataannya. Aku tak tahu harus menjawab perkataannya.

"Miku, aku-"

"Yosh! Mulai hari ini kita pacaran!"

"Haa?"

"Kau dengar tidak? Aku bilang kita pacaran!"

"Ah! Lalu, aku punya peraturan untukmu selama kita pacaran!"

"Eh?"

"Pertama, perlakukan aku seperti Tuan Putri. Kedua, kau harus memperhatikan apa yang kupakai dari atas sampai bawah, tentu saja termasuk gaya rambutku. Ketiga, kau hanya boleh menjawab perkataanku dengan 3 kata saja. Mengerti?"

Aku ternganga mendengar perkataannya.

"Chotto, kau dengar gak sih!"

Aku memandanginya. "Aa, aku dengar."

"Ka-kalau begitu, sudah ditetapkan! K-kita pacaran..." katanya dengan wajah yang memerah.

"Ah? Dan jangan sampai ini ketahuan papa dan mama, juga teman-teman di sekolah!"

Aku memandangi wajahnya yang memerah seperti sedang demam. Raut wajahnya yang berpura-pura cuek itu, dan perkataannya yang egois, berhasil menerbangkan keraguanku.

"Hmm..."

"A..apa? Kenapa kau senyum-senyum begitu?"

"La-lalu, mana jawabanmu!"

Aku tak bisa menahan diriku untuk tersenyum. Untuk pertama kalinya, aku merasa telah melihat sisi manis dari adikku itu.

Lalu, bagaimana mungkin aku bisa menolaknya?

Aku membungkukkan badanku di hadapannya dan berkata, "Hai, Ohimesama!"

Dengan menyimpan sebuah rahasia besar di antara kami, kami pun menjalani hari-hari kami yang baru yang penuh dengan kebohongan yang manis...

to be continue