FF ini adalah remake dari novel yang di tulis oleh Nureesh Vhalega dengan judul Imperfect saya hanya mempublish ulang tanpa menambah atau mengurangi alur cerita yang hanya mengganti beberapa nama tempat untuk menyesuaikan,Dan mengganti nama tokoh dengan cast member EXO didukung juga oleh member SNSD,SUJU and SHINEE .Sekali lagi saya tidak plagiat hanya meremake.
Enjoy reading
pairing :CHANSOO
cast: -Layho -Daemin -Kaibaek -Hunhan
AVERA DAELAN: DO KYUNGSOO
CALVERT ELLEGRA : PARK CHANYEOL
JILL VOLETTA : XI LUHAN
HESTERLY KEANE: BYUN BAEKHYUN
DANIEL : OH SEHUN
KELLY ELLEGRA : ZHANG YIXING (OH)
LEO : KIM JUNMYEON
GENAN : KIM JONGDAE
LAREVTA : KIM MINSEOK
IVANDER : KRISS
SIENNA: TAO
DARESON : KIM JONGIN
JAVIER KEANE : LEE EUNHYUK (BYUN)
FIXSON KEANE :JUNG DAEHYUN (BYUN)
PATRICIA : LEE TAEMIN
DION : CHOI MINHO
RIANA: KIM TAEYEON
BOBBY SYACHRIL : LEE SOOMAN
LAUREN VOLETTA: KWON YURI (XI)
LAURA VOLETTA : IM YOONA (XI)
ANDRIENNA : SEOHYUN
LILYANA : SUNNY
TREY : KEY
JAMES DAELAN : CHOI SIWON (DO)
JONATHAN : HANGENG
JOSHUA : LEE DONGHAE
Do Kyungsoo
Seoul, Desember 2007~
Kyungsoo menghentikan mobilnya, lalu melangkah keluar menuju rumahnya yang bercat putih sempurna. Rumah yang baru enam bulan menjadi tempatnya untuk pulang. Setelah melalui negosiasi yang panjang, akhirnya ibunya bersedia menetap di negara asal ayahnya ini. Bukan berarti Kyungsoo lebih memilih Seoul dibanding New York; Kyungsoo suka keduanya karena itu adalah bagian tak terelakkan darinya. Kyungsoo hanya menyukai perubahan dan rumah baru juga lingkungan hidup baru merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang disukainya.
Masih dengan langkah ringan juga bibir yang bersenandung, Kyungsoo memasuki rumah. Segalanya tertata rapi juga harmonis. Sebuah foto keluarga berbingkai indah berisi dirinya juga kedua orangtuanya-Siwon dan Yoona-menjadi titik sentral dari tema ruang tamu itu. Kyungsoo tersenyum ketika melihatnya. Foto itu juga baru diambil beberapa minggu yang lalu. Ia nampak begitu bahagia, diimbangi dengan senyum orangtuanya yang terlihat amat menenangkan. Mengisyaratkan bahwa kehidupan mereka akan terus seperti itu; bahagia dan tenang.
Kyungsoo mengerutkan kening ketika melihat pintu ruang keluarga terbuka lebar. Mengikuti bisikkan hatinya, Kyungsoo mengubah arahnya dan berdiri di depan pintu. Segalanya nampak aneh di mata Kyungsoo, ayahnya berdiri kaku, sementara ibunya duduk dengan wajah pucat juga tangan terkepal di dada. Kemudian ada Donghae -kakak ayahnya-yang berdiri menghalangi pintu.
Kyungsoo tidak mengerti apa yang menjadi penyebab keganjilan itu, hingga Donghae bergeser dan memberi Kyungsoo pandangan yang lebih luas. Ada seorang gadis berdiri di tengah ruangan itu. Seorang gadis yang mungkin seusianya, dengan tubuh tinggi juga rambut merah gelap.
Dengan perasaan familiar yang aneh, Kyungsoo terus mengamati gadis itu bersama suasana tegang yang mewarnai ruang keluarganya. Seakan-akan mereka semua sedang berada di tengah medan pertempuran. Kyungsoo tersentak ketika gadis itu berbalik menatapnya, dengan mata berwarna hitam kelam yang merefleksikan warna mata Kyungsoo sendiri.
Perlahan, seulas senyum tersungging di wajah gadis itu. Ada sesuatu dalam dirinya yang membuat Kyungsoo merasa tidak tenang. Pertanyaan demi pertanyaan datang memenuhi benak Kyungsoo. Dan seluruh pertanyaan Kyungsoo terjawab dengan satu sapaan ramah dari gadis itu.
"Halo, Kyungsoo "
Seluruh mata di ruangan itu beralih pada Kyungsoo dengan ekspresi syok dan panik menjadi satu. Kyungsoo membeku sepenuhnya, tak memercayai pendengarannya. Tiba-tiba segalanya nampak kabur. Ibunya berseru memanggilnya, sementara Donghae berusaha meraihnya ke dalam pelukan.
Namun Kyungsoo menolaknya. Ia melangkah mendekat dan terus menatap gadis itu, yang kini senyumnya berubah menjadi lebih dingin.
"Apa maksudmu?" tanya Kyungsoo dengan suara yang dipaksakan datar.
Lalu penjelasan itu mengalir dengan lancar. Selayaknya cerita pengantar tidur lengkap dengan nada yang terkontrol. Kyungsoo tetap mendengarkan dengan seksama, tak peduli pada rasa sakit yang terus menggerus hatinya seiring berjalannya cerita itu. Cerita yang terasa seperti mimpi buruk, namun memberi fakta tak terbantahkan; segalanya masuk akal.
Gadis berambut merah gelap itu bernama Luhan dan mengaku sebagai anak dari Do genap delapanbelas tahun tiga bulan yang lalu. Hanya tiga bulan lebih tua dari Kyungsoo yang akan berulang tahun besok. Sekarang Kyungsoo mengerti perasaan familiar yang dirasakannya, karena ternyata mereka berbagi darah yang sama.
Seakan fakta itu belum cukup menghancurkan, Luhan mengatakan fakta lainnya. Bahwa ibu kandungnya adalah Xi Yuri-adik kandung dari Yoona, ibu Kyungsoo-yang menghilang bahkan sejak sebelum Kyungsoo lahir. Yuri pergi untuk menyembunyikan fakta bahwa dirinya mengandung anak dari suami kakaknya. Kini, semua benar-benar masuk akal.
Setelah Luhan menyelesaikan ceritanya, yang ditutup dengan kesediaannya untuk menjalani tes DNA, keheningan membalut dengan sempurna. Keheningan yang menyimpan duka, sesak, juga jeritan. Keheningan yang menggambarkan satu realita tanpa bantahan bahwa hidup tak selalu berjalan sesuai harapan. Keheningan yang sekali lagi, membuat mereka semua membeku tak berdaya sementara luka menganga jauh di lubuk hati terdalam.
Suara pecahan barang yang diikuti jeritan penuh amarah kembali memenuhi rumah itu. Tak ada lagi bahagia, apalagi ketenangan. Semuanya terbakar habis bersama perdebatan demi perdebatan yang seakan tak menemukan titik akhir. Selembar kertas berisi pernyataan bahwa ayahnya benar-benar memiliki anak selain dirinya menjadi inti dari segala perdebatan itu. Sudah hampir dua minggu dan tetap tak ada harapan bahwa badai yang kini sedang menerjang keluarga mereka akan berlalu.
Kyungsoo memeluk lututnya erat-erat sementara air mata mengaliri wajahnya. Kalimat-kalimat yang diucapkan kedua orangtuanya terasa bagaikan sayatan pisau di dadanya. Mereka saling menyalahkan dan mengucapkan sumpah serapah. Seumur hidupnya, Kyungsoo tidak pernah mendengar ayahnya berteriak apalagi mendengar ibunya menyumpah. Seburuk apapun masalahnya, mereka selalu bisa menyelesaikannya dengan tenang. Kyungsoo tidak percaya, dua orang dengan cinta yang begitu pekat bisa bertengkar hingga saling menyakiti dengan begitu dalam. Ke mana perginya semua cinta itu?
Kembali terdengar suara barang yang pecah dan Kyungsoo berjengit. Terlebih ketika didengarnya jeritan histeris ibunya, Kyungsoo menggigit bibirnya kuat-kuat demi mengalihkan rasa sakit dari dadanya.
Ini semua tidak mungkin terjadi. Kyungsoo pasti bermimpi.
Hanya saja mimpi itu telah berlangsung selama dua minggu dan menerakan luka tak tertanggung di hatinya.
Kyungsoo mencoba menulikan pendengarannya, namun pertengkaran itu justru semakin jelas terdengar. Sekali lagi ibunya mengutuk ayahnya, lalu tak terdengar apa pun. Kyungsoo tersentak. Secepat kilat ia berlari keluar dari kamarnya. Tak lagi dipedulikannya segala barang yang menghalangi langkahnya; Kyungsoo hanya tahu ia harus segera melihat orangtuanya.
Pemandangan yang menyambut Kyungsoo sama sekali tidak diduganya; ibunya tergeletak pucat di lantai bersama genangan darah. Kedua mata ibunya tertutup rapat dan pergelangan tangannya tersayat dalam hingga darah terus mengalir keluar tanpa henti.
Kyungsoo jatuh berlutut. Dengan tangan gemetar Kyungsoo menyentuh wajah ibunya. Bulir-bulir air mata semakin deras melintasi wajahnya dan Kyungsoo berusaha sekuat tenaga menelan isaknya. Kyungsoo mendongak untuk menatap ayahnya, tak percaya ketika ia melihat ayahnya hanya berdiri membeku tanpa ekspresi apa pun di wajahnya. Tak ada kecemasan, apalagi air mata. Seakan-akan ayahnya telah menyerah.
Betapa Kyungsoo berharap semua ini hanya mimpi.
Namun cairan merah gelap yang kini ikut menggenanginya memberitahu Kyungsoo bahwa semua ini bukan mimpi.
Dan detik itu juga Kyungsoo tahu, ia benar-benar telah kehilangan hidupnya.
Kyungsoo memandang ibunya yang duduk tak bergerak dengan nanar. Sudah satu bulan berlalu sejak insiden percobaan bunuh diri yang dilakukan ibunya dan kini keadaannya semakin memburuk. Dokter bahkan tidak memperbolehkan siapapun masuk ke kamar rawat ibunya selain petugas medis. Depresi yang dialami ibunya begitu parah hingga dorongan untuk menyakiti diri sendiri sangat besar. Dan karena itu, dalam waktu beberapa hari ibunya akan dipindahkan ke panti rehabilitasi.
"Ia pantas mendapatkannya," ucap seseorang di sisi Kyungsoo.
Kyungsoo menoleh dan matanya segera memancarkan amarah yang menyala pada orang di sisinya itu. Luhan, tentu saja. Gadis itu tak henti menghantui Kyungsoo.
Luhan tersenyum manis, tak memedulikan ekspresi Kyungsoo yang seperti ingin mencabiknya.
"Setelah semua hal yang ia lakukan padaku-delapan belas tahun hidup penuh penderitaan- pembalasan semacam ini tidak ada apa-apanya. Kau akan melihat bahwa semua ini hanyalah awal, karena aku baru saja mulai. Aku akan mengambil segala hal yang kau renggut dan aku tidak akan berhenti hingga aku mendapatkan semuanya. Aku tidak akan berhenti hingga kau merasakan rasa sakit yang sama dengan yang kurasakan. Hidupmu yang sesungguhnya baru saja dimulai. Bersiaplah, Kyungsoo" lanjut Luhan tenang.
Kyungsoo baru saja melewati pintu utama rumahnya ketika ia mendengar suara tawa dari ruang makan. Mengabaikan rasa lelahnya setelah satu hari penuh mengurusi kepindahan ibunya ke panti rehabilitasi, Kyungsoo melangkah menuju ruang makan.
Kyungsoo berdiri diam selama beberapa saat, terpana melihat ayahnya tertawa bersama Luhan di tengah kegiatan makan malam. Kyungsoo tidak menyangka ayahnya bisa menerima Luhan semudah itu setelah segala hal yang terjadi. Tidakkah ayahnya tahu seperti apa Luhan sebenarnya? Bagaimana bisa ayahnya duduk dan menikmati makanan, sementara ibunya kini terkurung di rumah sakit jiwa?
Tanpa berpikir Kyungsoo menghampiri Luhan dan menarik tangannya hingga gadis itu berdiri. Kyungsoo tidak memedulikan teguran ayahnya, ia tetap hanya melihat Luhan.
"Cepat pergi sebelum aku mengusirmu," ucap Kyungsoo penuh amarah.
Luhan mengangkat alisnya, lalu kembali duduk.
"Apa kau tuli? Pergi sekarang juga!" Seru Kyungsoo seraya kembali menarik tangan Luhan.
Luhan menarik kembali tangannya, bersikeras tetap duduk. Kyungsoo segera meraih gelas berisi air di dekatnya kemudian menyiram Luhan tanpa ragu.
"Apa kau masih tidak mau pergi? Kau lihat, aku masih memiliki banyak air di sini."
"Kyungsoo, hentikan!"
Kyungsoo menoleh pada ayahnya dengan pandangan tidak percaya.
"Mulai saat ini Luhan akan tinggal di sini. Rumah ini adalah rumah Luhan juga. Kau harus bisa menerimanya, suka tidak suka. Sekarang, minta maaf pada Luhan," lanjut Siwon dengan nada tak terbantahkan.
Ketika Kyungsoo tidak juga meminta maaf, Siwon mengulangi perintahnya.
"Apa yang terjadi padamu, Appa?" tanya Kyungsoo dengan nada terluka.
Kyungsoo menolak untuk menangis meski gumpalan di tenggorokannya terasa amat menyakitkan. Baginya, semua itu tidak sebanding dengan rasa sakit yang kini menggerogoti hatinya. Kyungsoo menatap ayahnya, yang selama delapanbelas tahun ini selalu melindunginya, juga membuatnya merasa sebagai anak paling bahagia di dunia. Kyungsoo pikir ia telah mengenal ayahnya sebaik ia mengenal dirinya sendiri, namun jawaban yang ia dengar selanjutnya membuat Kyungsoo sadar bahwa ia sudah salah besar.
"Aku menjadi realistis. Luhan adalah anakku. Ia bagian dari keluarga DO dan kau harus memperlakukannya seperti itu. Luhan akan mendapatkan haknya, sama sepertimu," jawab Siwon
"Aku tidak percaya kau lebih memilih anak yang sama sekali tidak kau kenal dibandingkan dengan anak yang telah bersamamu selama ini," balas Kyungsoo
"Jika kau tetap ingin menjadi pewarisku, kau harus menerima keputusanku," sahut Siwon
"Aku tidak peduli pada hartamu, Appa!"
"Maka kau bisa keluar dari rumah ini sekarang juga!"
"Apa?" tanya Kyungsoo syok.
"Kau mendengarku. Jika kau tidak peduli pada hartaku, maka kau bisa keluar dari rumah ini sekarang juga. Tinggalkan semua fasilitas yang kau dapatkan dariku. Aku tidak membutuhkan pewaris yang bahkan tidak berminat sejak awal. Kini kau bukan satu-satunya anakku. Aku bisa memberikannya pada anakku yang lain," jawab Siwon tanpa ragu.
Kyungsoo membeku seutuhnya.
"Semua keputusan ada di tanganmu. Kau hanya harus mengingat satu hal; sekali kau pergi dari rumah ini, kau tidak akan pernah bisa kembali. Dan jangan harap kau bisa bertemu dengan ibumu. Begitu kau pergi, kau bukan bagian dari keluarga DO lagi," ucap Siwon sebelum melangkah keluar dari ruang makan.
Suara tawa pelan mengisi keheningan ruangan itu sesudahnya. Kyungsoo tetap diam, membiarkan Luhan terus tertawa. Bahkan ketika Luhan menghampirinya dan membisikkan kata-kata itu, Kyungsoo tetap diam.
"Terima kasih. Kau baru saja mempermudah jalanku. Tidak kukira mengalahkanmu akan semudah ini. Kau lihat, aku bisa merebut segala hal yang kau miliki dengan mudah. Berhenti meremehkanku atau kau akan menyesal."
Kyungsoo mengepalkan tangannya erat-erat. Tanpa mengatakan apa pun, bahkan tanpa melihat Luhan sedikit pun, Kyungsoo melangkah pergi menuju kamarnya. Begitu masuk ke dalam kegelapan dan mengunci pintunya, Kyungsoo jatuh terduduk. Namun kali ini, tak ada lagi air mata. Kyungsoo hanya terus duduk. Memandangi kegelapan di sekitarnya seraya menerima tanpa perlawanan rasa sakit yang berkecamuk di hatinya.
Kini Kyungsoo mengerti. Inilah hidupnya sekarang. Ibunya berada di rumah sakit jiwa, ayahnya berubah menjadi kejam, dan ia memiliki seorang kakak yang mengerikan. Dengan segala sesuatu yang berubah, Kyungsoo berusaha menyerapnya menjadi satu pemahaman.
Dan ketika pemahaman itu datang, Kyungsoo memutuskan bahwa ia akan bertahan. Ia akan tetap berdiri, memperjuangkan seluruh haknya. Ia tidak akan pergi hanya karena seseorang datang dan menghancurkan hidupnya.
Do Kyungsoo akan mengajarkan Xi Luhan arti kehancuran yang sesungguhnya.
Jeju, Januari 2012~
Kyungsoo menatap pantai yang terbentang luas di hadapannya dengan pandangan kosong. Jemari kakinya yang menyatu dengan pasir hampir tidak merasakan apa pun kecuali tekstur uniknya; lembut sekaligus kasar. Matahari telah lama terbenam di langit barat, namun Kyungsoo masih enggan untuk beranjak. Kyungsoo bahkan tidak peduli pada pesta-pesta ulang tahunnya yang ke-22-yang saat ini berlangsung di belakangnya.
Kyungsoo suka sendiri, karena dengan begitu ia tidak perlu berpura-pura bahagia.
Sudah empat tahun berlalu sejak perubahan besar dalam hidupnya dan Kyungsoo menemukan dirinya kehilangan segala hal yang ia percayai dalam hidup. Sejak saat itu, Kyungsoo belajar lebih banyak juga berusaha lebih keras. Ia bahkan merelakan pendidikan seni rupa yang selalu menjadi impiannya dan pindah ke jurusan arsitektur. Kyungsoo menata dirinya kembali dari awal.
"Aku benci penyihir itu. Ia benar-benar menyerupai Bellatrix Lestrange dari film Harry Potter. Hanya warna rambut saja yang membedakan mereka. Rasanya aku ingin memukulnya dengan sepatuku. Bagaimana mungkin gadis mengerikan itu adalah kakakmu? Pasti terjadi kesalahan bencana di sini."
Kyungsoo tersenyum bahkan sebelum melihat orang yang menyapanya dengan rentetan kalimat itu. Ketika Kyungsoo berbalik, sebuah pelukan hangat menyambutnya. Kyungsoo mengurai pelukan dan tertawa ketika melihat ekspresi kesal yang ditampilkan sahabatnya itu.
"Berhenti melucu, Byun Baekhyun. Cepat berikan hadiahku," ucap Kyungsoo.
"Kau bercanda, bukan? Kau lebih tua tiga tahun dariku-sudah bekerja pula-maka kau yang harus memberiku hadiah," balas Baekhyun tak mau kalah.
"Aku rasa aku melupakan hadiahmu. Kau tahu, dengan semua kesibukan mengurus pesta ini, bagaimana mungkin aku sempat memikirkan hal lain?" sahut Kyungsoo dengan wajah polos.
Mereka terus menggoda satu sama lain hingga Baekhyun kembali memeluk Kyungsoo dan mengucapkan selamat ulang tahun dengan tulus. Kyungsoo mengatakan hal serupa, dalam hati menambahkan ribuan terima kasih atas kesabaran Baekhyun untuk terus menemaninya selama masa-masa terburuk dari perubahan hidupnya.
Kyungsoo telah mengenal Baekhyun seumur hidupnya. Dulu, ibu mereka merupakan sahabat karib. Diikuti oleh ayah mereka yang kemudian mendapat banyak keuntungan dengan menjalin kerjasama; ayah Baekhyun menjalankan perusahaan konstruksi sementara ayah Kyungsoo memiliki perusahaan desain arsitektur. Ketika ibu Baekhyun meninggal saat melahirkannya, ibu Kyungsoo bersikeras untuk merawat Baekhyun hingga ia cukup besar untuk bisa dipercayakan pada pengasuh. Sejak itu, ibu Kyungsoo menganggap Baekhyun juga Eunhyuk-kakaknya- sebagai anaknya sendiri dan mereka hampir tak terpisahkan.
Kini, sementara Kyungsoo sibuk mengurusi segala hal di perusahaan ayahnya bersama kakaknya yang mengerikan, Eunhyuk sudah melakukan konser piano ke berbagai negara dan Baekhyun direkrut langsung oleh penari hebat Julliard. Lebih hebatnya lagi,Byun Daehyun-ayah mereka-mendukung sepenuhnya. Terkadang Kyungsoo begitu iri melihat Baekhyun dan Eunhyuk yang meskipun tidak memiliki keluarga sempurna, namun selalu mampu untuk berbahagia.
"Kau akan bahagia, Kyungsoo. Suatu hari nanti, kau akan menemukannya. Seperti yang selalu dikatakan ayahku. Percayalah," ucap Baekhyun lembut.
Meski dalam hati Kyungsoo tak memercayai ucapan Baekhyun sedikit pun, Kyungsoo tidak mengatakannya. Kyungsoo telah berhenti percaya pada banyak hal sejak waktu yang lama. Kyungsoo bahkan tidak ingat kapan terakhir kali ia berkenalan dengan orang baru tanpa perasaan curiga di hatinya. Kyungsoo sudah menyerah pada kata percaya. Ada banyak kemungkinan untuk semakin terluka dalam satu kata sederhana itu. Dan Kyungsoo sudah memiliki cukup banyak luka untuk mampu ditanggungnya sendiri.
"Bagaimana kabar bibi Yoona?" tanya Baekhyun.
Kyungsoo mengangkat bahu, "Seperti biasa," jawabnya datar.
"Aku tahu kau merindukannya. Aku juga merasakannya," balas Baekhyun sedih.
Kyungsoo memeluk bahu Baekhyun dengan satu tangannya, lalu berkata, "Aku selalu berharap memiliki saudara sepertimu. Mungkin hidupku tidak akan sekacau ini."
Baekhyun menyikut Kyungsoo dengan main-main, "Dan membiarkan penyihir itu mengambil tempatku untuk memiliki kakak sehebat Eunhyuk? Oh, tidak. Langkahi dulu mayatku."
Kyungsoo tertawa.
"Jadi, bagaimana pekerjaanmu? Jika kau membutuhkan bantuan dalam bentuk apapun, kau bisa menghubungi ayahku. Kau tahu ia selalu berada di pihakmu. Begitu juga denganku dan Eunhyuk. Kami akan melakukan apa pun untuk membantumu mengalahkan penyihir itu," ucap Baekhyun.
"Aku tahu. Terima kasih. Sejauh ini semuanya nampak lancar dan Luhan tidak melakukan apa pun yang mengancam. Namun mengingat kepribadian Luhan yang tidak bisa ditebak, aku tidak tahu berapa lama semua ini akan bertahan," sahut Kyungsoo.
Hening sesaat.
Baekhyun menoleh untuk menatap Kyungsoo, mencoba mencari tanda-tanda kelelahan di wajahnya seperti yang ia dengar dalam nada suaranya. Namun Baekhyun hanya menemukan kesungguhan. Baekhyun dapat melihat dengan jelas tekad kuat Kyungsoo untuk tetap bertahan.
Baekhyun tahu betapa sulit hidup Kyungsoo setelah kedatangan Luhan. Jika saja bisa, Baekhyun ingin menghapus Luhan dari muka bumi agar hidup Kyungsoo menjadi lebih baik. Baekhyun tidak suka melihat rangkaian penderitaan yang melekat pada Kyungsoo. Demi Tuhan, Kyungsoo adalah saudarinya. Meski tidak memiliki hubungan darah, Baekhyun sudah menganggapnya seperti itu sejak ia bisa mulai mengingat segala hal tentang hidup. Namun sekali lagi, Baekhyun hanya bisa berdiri dan memberi dukungan.
Juga berdoa, agar Do Kyungsoo akan kembali berbahagia suatu hari nanti.
TBC.
next or delete?
Jangan lupa vote dan tinggalkan jejak lainnya :)
