"Raindrops between the Sunflowers"


Author : Belle - Zhi

Warning : OC, OOC, Typo(s) *semoga nggak ada*

Disclaimer : Vocaloid © Yamaha Corp.

Characters : Len Okasaki (Len), Ryuu Okasaki (Ryuu), Mineru Akita (Neru), Miku Hatsune (Miku), dan tokoh tokoh lain yang akan muncul pada waktunya :)

(Pstt, ini Fic pertama saya lho :)

selamat membaca yaa ^ ^


"Aku menyayanginya, karena ia lembut seperti tetesan air hujan dan cerah seperti Matahari…"


"Len.. sampai kapan kau berdiam diri disitu? Ayo turun!"

Aku terkesiap kaget, seraya beranjak dari posisiku semula. Mataku menyapu segala arah, mencari sosok yang baru saja berseru kepadaku.
Beberapa saat kemudian mataku bertatapan langsung dengan pandangan lembut milik Ibuku. Ia melambai ke arahku, dengan senyum kecil tersungging di sudut bibirnya.

"Len, ayo turun, sayang!" seru wanita itu lagi. Segera aku menyusuri tangga kecil di bawah rumah pohon, kemudian berjalan ke arahnya.

"Kau sedang apa? Tidur atau melamunkan Miku-chan lagi?" goda ibuku dengan nada lembut, sesampainya aku tepat berada di hadapannya.

Aku tersenyum. Ibuku selalu bisa mengerti apapun yang sedang kupikirkan. Karena itulah, aku tidak pernah sedikitpun berbohong kepadanya.

"Hehe. Maaf, bu. Aku sedang kelelahan, makanya aku tertidur saat bermain disana." jawabku. Entah mengapa bibirku masih tersenyum. "Dan, err —sedikit memikirkannya."

Mendengar kata kataku barusan, ibuku langsung mengacak-acak rambutku dengan penuh kasih sayang. "Miku-chan gadis yang manis ya.." bisiknya lembut. Aku terkekeh melihat ekspresi Ibuku yang selalu saja menampilkan kebahagiaan. Jarang sekali ia terlihat sedang sedih, marah, atau terlihat sedang memikirkan sesuatu yang berat.

"Tapi sayang sekali.." ia berhenti mengacak rambutku, kemudian tatapannya mengarah pada sebuah rumah di seberang yang letaknya berhadapan dengan rumahku. Tanpa sengaja aku juga ikut menoleh ke arah rumah itu. Seketika itu, aku merasa ingin menangis.

Rumah itu sudah kosong sejak hampir setahun yang lalu. Seluruh penghuninya sudah pindah ke rumah baru mereka yang letaknya cukup jauh dari sini. Ya, seluruh penghuninya—kecuali Miku. Miku tidak pernah pindah rumah. Atau lebih tepatnya, dia tidak sempat untuk pindah rumah bersama keluarganya.

Sekitar setahun yang lalu, Miku meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Ia meninggalkan rumah tersayangnya, kedua orang tuanya, adiknya , neneknya, dan aku. Sebuah kecelakaan kecil telah memisahkannya dari kami semua.

Saat itu, ia sedang mengantar adiknya ke rumah teman.

Tidak terjadi apa apa saat ia berangkat, namun sebuah truk soda tidak sengaja menabraknya ketika ia kembali. Dan sejak itu, ia tidak pernah kembali lagi.

Aku sangat terpukul ketika mendengar kabar itu dari ayahnya. Aku nyaris tidak percaya bahwa kebersamaan kami ternyata hanya sesingkat ini. Miku—ia gadis yang teramat baik, lembut, dan ialah satu satunya gadis yang kusayangi. Ia adalah orang ketiga yang mengajarkanku tentang kasih sayang, setelah ibu dan ayahku. Ia yang membuatku jatuh cinta, setelah 14 tahun kami menjalani masa kecil bersama.

Sebulan setelah kepergian Miku, keluarganya memutuskan untuk pindah ke tempat yang jauh dari rumah mereka. Mereka ingin kembali menjalani kehidupan normal, tanpa terus menerus terbawa oleh duka dan kesedihan. Sejak itu, rumah Miku selalu terlihat kosong dan tidak terawat. Padahal dulunya, rumah Miku terlihat sangat cantik karena ia senang memelihara tanaman bunga di taman kecil di depan rumahnya. Kini semua tanaman kesayangan Miku sudah mati dan mengering.


"Len, aku suka bunga Matahari. Kau suka bunga apa?" tanya Miku tanpa mengalihkan pandangannya dari tanaman di hadapannya. Tangannya sibuk memegang penyiram tanaman.

Aku menoleh ke arahnya, kutatap wajahnya yang begitu lembut dan menenangkan.

"Aku suka bunga Lily.." jawabku. "Kenapa kau suka bunga Matahari?"

Miku mengalihkan perhatiannya. Ia menatap kedua mataku lurus lurus. Kemudian ia menyuguhkan sebuah senyum. "Karena warna bunga Matahari sama seperti warna rambutmu." Ia tertawa kecil. "Karena itulah, aku selalu memikirkanmu ketika aku melihat bunga Matahari.. dan itu membuatku senang.." Miku kembali berkutat dengan penyiram tanaman di tangannya.

Aku tersenyum mendengar penjelasannya. Ia menyampaikannya dengan santai, seolah ia mengatakan hal biasa. Tapi bagiku, kata katanya tadi terus membuatku berpikir..

"Begitu.." kataku kemudian, setelah hening sejenak menyelimuti kami.
"Aku suka bunga Lily karena bunga Lily mirip ibuku. Menurutku, bunga Lily itu cantik, anggun, lembut dan bersahaja, sama seperti ibuku. Bunga Lily menyiratkan sifat pelindung, sama seperti ibuku."

Sejenak Miku memperhatikanku. Terlihat sebuah ekspresi aneh di wajahnya. Antara senang, kagum, namun disana juga tersirat sebuah kesedihan. Aku tidak habis pikir, mengapa Miku terlihat bersedih diantara semua ekspresi yang tengah ditampilkannya.

"Kau benar, Len." ucap Miku dengan nada lemah. "Ibumu seperti bunga Lily. Dan aku selalu ingin menjadi wanita yang baik seperti ibumu, bibi Mineru.."

Aku sedikit terkejut mendengar ungakapan Miku. Kupikir ia akan mengatakan bahwa bunga Lily tidak sebagus bunga Matahari.

"Aku ingin menjadi bunga Lily-mu, Len."

Aku terkesiap. Telingaku pasti salah dengar, apa yang dikatakan Miku barusan? Mendadak jantungku berdegup lebih cepat tanpa bisa kukendalikan. Kurasa, ini..

"Len? Kau mendengarkanku, kan?"

Entah mengapa, saat itu suara Miku terdengar sangat lembut di telingaku.

"Ya.. aku dengar." Jawabku gugup.

Miku meletakkan penyiramnya di tanah. Ia mengambil posisi duduk bersila di atas rumput-rumput hijau. Kemudian ia menataplurus ke arahku, dan itu seketika membuatku salah tingkah.

"Selama ini, kau adalah bunga Matahariku, Len. Bunga Matahari melambangkan sifat hangat dan bersahabat, sama sepertimu." Ucap Miku perlahan. Sekarang kedua mata hijau-nya mengarah pada sekumpulan bunga Matahari di sisi kanan tubuhnya. "Aku juga ingin jadi bunga Matahari. Tapi sepertinya kau lebih suka bunga Lily, jadi.. aku akan berusaha agar aku bisa seperti bunga Lily yang kau maksud."

Tanpa pikir panjang, aku memeluknya. Aku tidak menyadarinya, semua terjadi begitu saja. Miku berada dalam dekapanku, dan ia menitikkan air mata yang akhirnya mengalir lembut di kedua pipinya.

"Kau adalah bunga Lily-ku, Miku-chan. Kau sama seperti ibuku, karena itulah aku sangat menyukaimu."

Setelah hari itu, kami menjalani hari hari selanjutnya dengan berdua.. Semuanya terasa begitu membahagiakan, hingga akhirnya ia harus berpisah dariku.


"Len? Kau menangis?" Tanya ibuku lembut, yang membuyarkan lamunanku. Aku segera menggeleng lemah.

Memori tentang Miku baru saja merasuki pikiranku. Hal itu juga yang terjadi tadi saat aku berada di rumah pohon. Untuk mencegah air mataku yang hampir mengalir, aku lantas mengikuti langkah ibuku menuju ke dalam rumah.


"Len-kun! Untuk apa kau membuat rumah pohon?" seru riang Miku terdengar ketika ia melihat aku dan ayah sedang membangun rumah pohon di halaman kami.

"Ini markas rahasia kita!" sahutku setelah Miku menghampiri kami.

"Eh? Markas rahasia? Len, usia kita sudah 15 tahun! Markas rahasia itu mainan untuk anak anak." canda Miku sambil menepuk pelan punggungku. Ayahku menoleh ke arah Miku dan tertawa kecil.

"Miku-chan, Len berkata padaku bahwa ini akan menjadi tempat kalian berdua." Goda Ayahku.

Miku tertawa. "Ah, paman Ryuu, aku tidak mau naik kesitu. Terlalu tinggi, kecuali jika tangganya berupa escalator." Aku terbahak bahak mendengar candaan Miku. Rupanya ia bisa juga membuat lelucon.

Setelah rumah pohon itu selesai dibangun, aku dan Miku sering sekali mengabiskan waktu berdua disana. Dari atas situ, taman milik Miku terlihat sangat indah dengan berbagai jenis bunga di dalamnya. Selain itu, pemandangan sekitar rumah kami juga terlihat jelas karena letak rumah pohonnya yang cukup tinggi. Rumah kami dikelilingi empat rumah lain di masing masing sisi, dua di kanan dan dua di kiri. Namun hanya keluarga kami yang memiliki anak berusia sebaya, sedangkan tetangga memiliki anak yang masih kecil, sudah bekerja, atau bahkan tidak memiliki anak. Karena itulah, kami hanya berdua saja, karena memang tidak ada anak yang lain. Tapi, setelah kepergian Miku, aku sendirian..


Sore itu, aku tengah memainkan game psp di sofa kecil dekat jendela depan rumah. Cuaca di luar sedikit dingin sehingga aku memutuskan untuk tidak bermain di rumah pohon. Ibuku menawarkan untuk membuatkanku cokelat panas, tapi tadi aku terlanjur menolaknya. Entah mengapa tiba tiba saja aku merasa ingin minum sesuatu yang hangat. Ketika aku berbalik hendak menuju dapur, tiba tiba terdengar deru mesin berat dari arah depan rumah.

Aku berbalik menghadap ke jendela. Kutempelkan wajahku ke kaca untuk melihat asal suara tersebut. Ternyata, tepat di depan rumahku kini terparkir sebuah truk angkut barang pindahan. Truknya tidak terlalu besar, dan disampingnya ada sebuah mobil keluarga berwarna abu-abu.

Karena penasaran, aku membuka jendela dan memperhatikan keadaan di luar. Rupanya akan ada penghuni baru di rumah Miku. Aku sedikit lega karena dengan begitu, rumah Miku akan terawat dengan baik..

Orang orang terlihat mulai mengangkuti barang dari truk ke dalam rumah. Beberapa orang terlihat sangat sibuk, kecuali seseorang yang tengah berada di bagian depan mobil hitam. Orang itu—ah bukan, ia seorang gadis yang sepertinya seumuran denganku—tertidur pulas seraya memeluk boneka beruang besar sementara orang orang di sekitarnya gaduh. Aku bisa melihat wajahnya dengan jelas karena jendela pada sisi tempat gadis itu berada telah terbuka lebar. Tiba tiba saja, jantungku berdegup kencang. Dadaku berdebar debar tanpa bisa kukendalikan. Siapa gadis itu?


Fuh, gimana chapter 1 nya? :)

Pada chapter-chapter selanjutnya akan mulai dimunculkan satu persatu tokoh yang nantinya akan berpengaruh besar dalam jalan cerita ini.

Semoga kalian suka, oh iya silahkan Review ^ ^