Naruto bukan milik saya mereka punya Masashi Kishimoto, begitu pun X-Men mereka punya Marvel. Saya tidak mengambil keuntungan apapun dari ini.


Summary : Kesal. Marah. Benci. Gagal dalam percintaan, Sasuke memutuskan untuk memutilasi perasaannya dengan bunuh diri. Tapi, saat napas di dalam dada sudah hampir habis, ia bertemu seorang pria yang bisa membaca pikiran dan memberinya sebuah reward mustahil.


- Feeling -

Waktu itu Sasuke ingat. Ketika gejolak pertarungan antara dirinya dan Kaguya hampir berakhir ia menantang Naruto untuk berduel. Ia paham betul apa yang dia lakukan ini adalah kesalahan besar, ia telah begitu banyak menangis di dalam hati, meminta maaf pada semua atas khilaf yang sudah tak terbendung lagi. Tapi, penyakit untuk menjadi nomor satu selalu singgah di dalam dada.

Sasuke mencoba bertumpu pada dahan yang hampir keropos tapi semuanya terasa biasa saja ketika dirinya menantang duel, dia bilang hatinya ingin lega. Menguji apakah ia cukup pantas membuat lelaki pirang itu tunduk pada pukulan pertama yang sebenarnya hanya untuk menyombongkan diri di depan Sakura dan Kakashi.

Tidak ada yang menang dalam duel ini, hanya air mata yang tak terbendung lagi. Sakura menangis di hadapannya, membuat sembilu kelewat takjub...

Semuanya berlalu dengan kebodohan dan waktu terus berlayar. Dan terus berlayar...

Saat itu, ketika seluruh dunia sudah kembali membaik, di mana hati dan perasaannya bersemayam pada seorang gadis merah muda yang selalu ia perhatikan sejak lama, hati dan sanubari Sasuke mulai melebur, selembut sebuah satin dan sutera. Secara tidak sengaja, pertemuan pertama mereka di akademi melahirkan perasaan yang sangat berarti hingga sekarang.

Ia tahu apa yang selanjutnya ia lakukan jika hati sudah berlabuh.

Menikahi adalah sebuah solusi. Ia tahu jika ia tak pandai menggombal, membuat kata-kata halus yang merangkai menjadi sebuah lamaran yang sakral. Tentu saja ia sudah membayangkan apa yang akan terjadi, Sasuke sudah tahu sejak lama bahwa Sakura mencintai dirinya, entah siapa yang memiliki perasaan duluan.

Tapi, Tuhan berkata lain. Perasaan Sakura tidak seperti dulu lagi. Sasuke juga tahu, perasaan cinta yang dibiarkan menggantung akan luntur seiiring berjalannya waktu.

Dan sejauh apapun ia mencoba, gadis merah muda itu menolak dengan serangkaian kata yang tak masuk akal, hingga membuat hatinya sakit tertusuk oleh sukma.

Sebuah penolakan.

Penolakan untuk seorang Uchiha itu terlalu buruk. Tentu saja. Ia merasa dihina karena perasaannya ini.

Tidak ada yang tahu seperti apa sifat manusia dan apa yang akan terjadi padamu di masa depan, meski kau sudah berdebat hebat dengan Tuhan jika diri-Nya tidak berkendak, kau tidak akan mendapatkan sepeserpun.

Putus asa dan tak mau menerima, bunuh diri menjadi solusi akhir bagi Sasuke. Ia tahu ini salah, tapi ia tak tahu harus berbuat apa. Satu-satunya harapan yang tak pernah layu dari dalam dirinya adalah mendamba hati seorang Sakura, tapi ia tak kuasa.

Hingga akhirnya memutuskan untuk bunuh diri...


"Itu hanya kelakar, kau tahu? semua orang di sini merasakan hal yang lebih menyedihkan ketimbang kau.."

Xavier tertawa seperti kesetanan, ia memantapkan hati untuk menolong seorang lelaki muda di pinggir sungai malam itu, ya dia Sasuke. Saat itu dia melakukan travel singkat antar dimensi bersama lelaki logam yang tak pernah akur dan gadis biru yang berubah-ubah wujud. Sasuke tak ingat kenapa dia bisa ada di tempat ini, di sebuah mansion yang penuh dengan anak-anak, remaja dan orang tua, seperti di akademi.

Namanya Charles Xavier, dia lumayan oke dan sangat pintar. Sasuke merasa lelaki di kursi roda dengan semangat mentari itu seumuran dengan Kakashi atau Nagato. Xavier itu baik, ramah walau kadang dia sering nampak frustasi. Rambutnya sebahu, cokelat keemasan bermanik biru, mengingatkannya pada Naruto.

Xavier satu-satunya orang yang memberi senyum pada Sasuke, memberi sesuap makanan dan kehangatan selimut kala ia berniat bunuh diri. Yah, Sasuke berniat bunuh diri dan jangan tanya bagaimana ekspresi Erik dan Raven saat tahu Xavier bersikeras membawa anak lelaki bermata aneh itu ke rumah.

Erik pikir Sasuke itu bukan mutan, hanya lelaki yang di anugerahi kekuatan super yang tak layak di bawa Xavier. Tapi, Xavier bilang siapapun boleh dia ajak pulang ke rumah, bahkan manusia sekalipun. Mungkin, dia hanya terlalu baik.

Banyak yang mengajak Sasuke berkenalan, termasuk si jenaka Pietro yang selalu tertawa, memakai goggles dan melesat kesana kemari. Pietro bilang dia pencuri handal, pernah masuk Pentagon dan menepuk bahu pembunuh presiden. Pietro itu unik, mengingatkan Sasuke pada Konohamaru atau Kiba.

Pietro bilang Sasuke itu salah satu dari "mereka" memiliki kekuatan khusus yang orang lain tak punya. Tapi, Sasuke bilang hal ini sangat lumrah di "tempatnya" Sasuke menyebutkan itu karena dia dan Pietro memang berbeda dimensi.

Rencananya Xavier akan menahan acara bunuh diri Sasuke, meski ia tak terlalu paham apa motif dari Sasuke untuk bunuh diri. Putus cinta itu tidak lucu dan jangan tanya sudah kali berapa Xavier putus cinta. Tanya saja.

"Uh, kau tahu sendiri lah profesor itu seperti apa. Dia tidak begitu dulu, yah sekitar beberapa tahun lalu setelah katanya, Logan melakukan travel ke masa lalu. Kau tahu? di sini ada yang memiliki kemampuan seperti itu, menarik 'kan? Tapi Logan hilang, aku tak tahu dia ada di mana.."

Sasuke mengeryit, tak paham dengan rangkaian kalimat yang baru saja Pietro katakan. Terlalu luas dan berbelit, Sasuke menginginkan sesuatu yang logis, bukan pulang ke Konoha tapi sesatu yang menarik.

"Aku akan mengajakmu jalan-jalan. Dan kau akan paham bagaimana rumitnya orang-orang di tempat ini.."

"Rumit?"

Di tepuknya dengan keras punggung Sasuke. "Yap. Orang-orang di sini aneh jika di sandingkan dengan manusia lainnya yang lebih kelihatan normal, hahaha. Kau akan betah di sini, selain kau bisa makan gratis! Kau bisa berteman dengan siapapun dan memanfaatkan kekuatan yang lain.."

"Pietro. Itu kriminial..."

"Tapi itu asik. Selagi kau hidup, boy! Memangnya kau ini siapa, siluman? Umur hanya sedikit jadi bersenang-senanglah..."

"Bermain?"

"Tentu saja, Uchiha. Jangan terlalu kaku lah, biar dapat teman. Jangan minta untuk pulang, karena profesor pasti menolak itu.."


Waktu itu, saat ia mengobrol dengan Xavier. Sasuke meminta lelaki itu untuk membawanya pulang ke Konoha. Sempat terjadi kegemparan secara sepihak, Xavier tidak setuju tapi ia malah bersikap santai dan mengatakan jika ini adalah tempat Sasuke yang seharusnya. Walau mereka berbeda dimensi, setidaknya masih ada orang yang mau menampung orang sejenis Sasuke.

Mengingat ini semua, Sasuke sedikit bimbang juga bingung. Awal bertemu, Sasuke bercerita kalau dia adalah kriminal yang tak termaafkan, sudah membunuh jutaan orang dan menghancurkan sebuah desa dengan sekali sikut. Xavier bilang, "Tidak apa, semua makhluk bisa di maafkan..."

Yang di lanjutkan dengan bercerita panjang lebar soal Sakura, Naruto, Kakashi, kakaknya dan kegundahan hatinya selama ini, yang di respon oleh Xavier dengan senyum manis penuh teka-teki.

Jangan tanya kenapa, dia selalu seperti itu..

"Nak, Uchiha, meski perasaanmu tak sampai pada Sakura, kau seharusnya senang, karena dia masih mengingatmu meski hanya sebuah nama.."

"Aku tahu prof, aku telah kembali ke Konoha dan ingin merasakan sebuah hangat. Tapi, ketika aku mendapatkan itu aku malah di hempas hingga kapasitas kesabaranku langsung habis.."

"Semua ada hikmahnya, Uchiha muda.."

"Apa ini sebuah ujian?"

Xavier tertawa kecil. "Siapa yang tahu? Ada banyak hal terjadi di tempat ini dan mereka yang ke sini mempunyai cerita yang berbeda-beda. Kekurangan bagi manusia, menjadi kelebihan bagi mutan sejenis kami. Meskipun kami di anugerahi sebuah kekuatan, tapi kami tidak pernah jadi pahlawan. Bahkan di benci dan di kucilkan. Apa menurutmu itu ujian dari Tuhan?"

Sasuke menggeleng, tak tahu. Di Konoha ia paling merasa sempurna, menjadi orang paling kuat setelah Naruto, meski tidak di sanjung-sanjung. Tapi orang-orang mulai menyebut dirinya sebagai pahlawan baru, sebuah legenda. Ia paham betul dedikasi dan taruhan nyawa yang ia persembahkan untuk dunia ninja, meski tak sepeserpun hati yang ia dapat.

Sebuah senyum hangat Xavier tampilkan. "Berkaca dari itu semua. Aku mungkin akan paham apa yang terjadi padamu. Putus asa bukan jawaban, tapi pelarian. Kau akan mengerti, tapi mungkin bukan sekarang. Bagiku, hidup itu indah.."

Sasuke tersenyum kecil, pertamakalinya ia merasa sedikit lega setelah melakukan percakapan singkat dan curhat dengan Charles Xavier. Mungkin ini menjadi alasan yang cukup logis kenapa Pietro betah di tempat ini.

"Aku mungkin akan lama di sini, profesor..." kata Sasuke begitu bersahaja.

"Um, itu terdengar baik..." yang di balas dengan seulas senyum dan secangkir kopi dari Xavier.

"Thank you. Mungkin ini yang Pietro maksud sebagai reward..."

Xavier menaikan sebelah alis. "Anak nakal itu, Pietro. Harusnya kau bertemu dengan yang lainnya. Teman yang lain, mereka pasti mau berbicara denganmu. Dan.. satu lagi. Kurasa mata spiralmu itu jadi fenomena ya? Kau bisa menyombongkan diri.."

Sasuke tersipu. Menutup mata sebelah kanannya sembari tertawa. "Ah. Hanya mata biasa, aku bisa teleportasi..."

Sebentar saja, Sasuke sudah melupakan. Apa itu artinya...

Konoha.

Sakura dan Naruto.


Malam itu Sasuke melamun memikirkan bagaimana caranya pulang ke Konoha, ia masih memikirkannya meski sebenarnya sudah tak mau pulang. Sulit rasanya pergi, orang-orang di sini kelewat baik, mengasyikan, usil dan jenaka.

Saat itu juga, sayup-sayup ia mendengar suara guntur dan kehebohan di lantai bawah. Di tambah teriakan keras, amarah, tawa dan suara kembang api juga petasan. Sasuke menoleh ke jendela, melihat anak-anak lain di luar sana yang bermain kembang api, membuat gurat cantik di atas langit.

Terpesona Sasuke di buatnya..

Indahnya...

Sasuke ingin bangun dan bergerak, dia tahu itu siapa. Pasti, Pietro. Tapi, Sasuke tidak tahu apakah guntur itu juga yang di bawa Pietro?

Di liputi rasa penasaran, Sasuke akhirnya bangkit dari kasur. Duduk sejenak di pinggiran, menikmati langkah jejak pijak kaki dari seseorang yang menuju kamarnya. Ada seseorang yang mendekati kamarnya, dengan langkah kurang sabaran.

Pintu berderit.

"Hei, mau lihat bintang? Pietro tadi berisik.."

Perempuan berambut putih berkulit eksotis.

"Bin-bintang?"

"Iya, bintang. Kau tahu bintang 'kan? Nah, sekarang langit tidak ada kabut..."

"Boleh.."

Perempuan itu menarik tangan Sasuke. Ia tahu jika tangan Sasuke yang satunya sudah tak utuh lagi. Tapi, perempuan itu tak mempermasalahkan ini, dia tetap bergerak ke depan. Tangannya yang hangat menuntun Sasuke sampai ke area luar rumah.

Jujur saja, gapaian tangan orang itu bagi Sasuke seperti mengingat kasih sayang ibu. Ibu yang paling Sasuke sayang dan semuanya ada pada perempuan berambut putih itu.

"Ini pesta tahun baru..." begitu kata si perempuan. "Ayo kita makan sesuatu yang Pietro bawa..."

Saat itu, ketika genggaman tangan mulai lepas, Sasuke berlari, menebarkan aura ungu sendiri. Di bawah tabur bintang. Bertelanjang kaki di atas lapangan dan menuai tawa yang lebih keras dari barusan. Anak-anak lain saling tertawa, mengejek, mengeluh akibat kegaduhan ini. Tapi, Sasuke tidak peduli. Ia tak peduli sama sekali. Ia hanya merasa sedikit lebih senang.

"Benar 'kan, kau bakalan betah!" Itu Pietro yang bilang, ia berbicara tepat di telinga Sasuke, kegaduhan bocah lainnya membuat suara tersamarkan.

Sebenarnya benci mengakui ini, tapi Sasuke menjawab. "Benar.."

Pietro tertawa. "Kau tahu? Profesor selalu bisa membujuk orang. Jika kau bicara dengannya kau akan tahu seberapa beruntungnya kita memiliki dia. Maksudku, hei, lihatlah! Kau yang berbeda dimensi saja masih bisa ia ajak ke sini.."

"Dia baik sekali.."

"Tentunya ia bisa memurnikan pikiranmu, Sasuke. Dia bisa melihat dari titik mana bahagiamu itu, tapi aku tidak tahu apa dia senang dengan hidupnya atau tidak.."

Sasuke tertawa. "Benar. Kata-katanya membekas.."

"Karena prof yang menanamkannya! Jadi, apa kau berniat pulang?"

Sasuke menggeleng. "Tidak.."

Pietro mengacungkan jempol. "Bagus. Lalu, apa bahasa jepang untuk aku pulang?"

Sasuke tersenyum geli. "Tadaima..."


Oke, ini adalah Fanfik crossover yang pertama saya buat. Yup.. ini mungkin jadi alasan kenapa Sasuke gak balik-balik ke Konoha sampe Gaiden xD oh buat yang nanya ini ngambil setting kapan. Ini adalah kejadian sebelum Apocalypse, yang artinya kejadian ini setelah Future Past...