Brown Afternoon "Perjanjian Hati" (Markmin Ver)

1

Cast :

Na Jaemin

Mark Lee

Jung Jaehyun

Kim Doyoung

Na Dohyun (OC)

Lee Haeun (OC)

Dll..

Summary:

Jaemin dan Mark. Kedua anak manusia ini akhirnya terikat oleh perjanjian pernikahan, yang membuat mereka hidup bersama sebagai suami istri, tanpa rasa cinta. Akankah perjanjian yang semula hanya sebagai perlindungan terhadap orang yang mereka cintai, bisa berubah menjadi perjanjian hati?

Genre:

Romance, Hurt/Comfort

Rate: T (kayaknya sih)

Warning:

BL, Yaoi, out karakter, mungkin kalian udah banyak tuhh nemu remake novel ini dari berbagai pairing. Cerita ini bukan asli punya aku, aku hanya meremakenya jadi versi MARKMIN , cerita asli punya Kak Santhy Agatha judul novelnya Perjanjian Hati... Jadi kalo nemu crita yg sama dengan pair yg beda, itu wajar.. Harap maklum karna critanya emang bagus.. Jadi banyak yg meremake..

.

.

"Tak pernahkah kau mengerti? Hatiku ini sudah ada dalam genggamanmu, lalu kau buang begitu saja. Begitu saja..."

.

.

Bahagianya ketika jatuh cinta.

Jaemin tersenyum sambil membaringkan tubuhnya di kamar sepulang kuliahnya. Jaehyun baru saja mengantarnya pulang, tadi mereka menghabiskan waktu bersama sepulang kuliah, berburu buku-buku lama, menonton dan menikmati es krim sebagai penutupnya. Oh astaga. Hari ini sangat menyenangkan baginya. Meskipun Jaehyun tampak agak aneh dan murung tadi, tetapi Jaehyun bilang dia hanya sedang tak enak badan dan berjanji bahwa sepulangnya nanti dia akan langsung beristirahat agar kondisinya pulih.

Jaemin mencintai Jaehyun, sangat cinta. Mereka menjadi dekat begitu saja seolah sudah ditakdirkan untuk bersama. Dan Jaemin tidak pernah menyangka mereka bisa seserius ini. Dulu dia menyangka Jaehyun sombong karena berasal dari keluarga kaya, tetapi ternyata tidak. Lelaki itu yang menyapanya duluan, bahkan sangat baik dan ketika pertama kali ke rumah Jaemin, tidak ada sikap mencemooh atau pun menghina rumah mungil itu. Status Jaemin yang berasal dari keluarga sederhana tampaknya tidak masalah bagi Jaehyun.

Mereka sudah merajut impian untuk masa depan. Menikah dan punya anak, lalu berbahagia untuk selamanya. Bahkan Jaehyun sudah menunjukkan keseriusannya dengan mengajaknya ke rumahnya, bertemu dengan ibunya.

Meskipun sikap ibunya tidak bisa dikatakan ramah... Jaemin mengernyit, teringat betapa malunya dia ketika Ibu Jaehyun menolak untuk membalas jabatan tangannya. Setidaknya Jaehyun bilang bahwa ibunya memang galak kepada siapa saja, bukan hanya kepadanya.

Ponselnya berkedip-kedip. Jaemin segera mengangkatnya begitu melihat nama Jaehyun di layar ponselnya, "Iya Jaehyun hyung?"

"Aku baru saja sampai rumah." Suara Jaehyun di seberang sana nampak berbeda, membuat Jaemin bergumam dengan cemas.

"Kau tampaknya sakit... Syukurlah kau sudah sampai rumah... Istirahatlah ya, supaya besok kondisimu membaik."

Hening... Seolah Jaehyun sedang mencari kata-kata.

"Jaemin...?" Jaehyun bergumam ragu.

"Ya hyung?"

"Bisakah besok kita bertemu di taman yang biasa? Besok aku tidak bisa datang kuliah, tetapi aku akan menunggumu di sana di sore hari. Kau menyusul ke sana ya."

Taman tempat mereka biasa bertemu itu terletak dekat dari kampusnya, Jaemin hanya perlu berjalan ke sana. Dia tersenyum sambil membayangkan bahwa mungkin Jaehyun punya rencana romantis untuknya, "Iya hyung, aku akan datang besok."

"Okay." dan telepon pun ditutup di seberang sana. Membuat Jaemin mengerutkan keningnya atas penutup yang dingin dari Jaehyun, biasanya mereka mengakhiri percakapan dengan kata-kata cinta yang lembut. Tetapi kemudian dia menghela napas, Jaehyun kan sedang sakit, jadi wajar saja kalau sikapnya terasa berbeda...

.

.

Jaemin menangis, sungguh-sungguh menangis mendengarkan alunan lagu itu dari pemutar musik miliknya. Hujan turun dengan derasnya di luar, tetapi sederas apapun hujan itu, tak akan bisa mengalahkan derasnya darah yang mengalir dari hatinya yang remuk redam, dihancurkan begitu saja oleh kekasihnya, tanpa ampun.

Ingatannya melayang pada kejadian tadi sore yang berhujan, saat itu hanya ada dia dan Jaehyun, kekasihnya.

"Kita sudah tidak boleh bertemu lagi."

Jaemin mengernyit dan mendongak menatap Jaehyun yang lebih tinggi darinya, "Apa maksudmu?" dia benar-benar terkejut mendengar kata-kata Jaehyun itu. Tadi dia datang menemui Jaehyun dengan senyum dan bahagia, mengira bahwa dia akan

mendapatkan kejutan romantis dari kekasihnya. Dia memang mendapatkan kejutan. Tetapi ini bukan kejutan romantis.

"Aku sudah tidak bisa menemuimu lagi Jaemin-ah, mianhae."

"Waeyo, Hyung?" Jaemin mulai gemetaran, menyadari bahwa semua ini benar-benar nyata.

"Kau tahu kenapa, aku sudah tidak kuat dengan desakan ibuku dan sebagainya, dia tidak menyukaimu... Kau tahu dia kolot, dia berdarah biru dan dia ingin aku mendapatkan pasangan yang sederajat..." Jaehyun menelan ludah, menatap Jaemin dengan menyesal, "Maafkan aku Jaemin-ah, aku menerima pertunangan dengan Doyoung. Selamat tinggal."

Hanya seperti itu, tanpa penjelasan apa-apa, tanpa pelukan perpisahan dan Jaehyun pergi meninggalkan Jaemin dengan hati hancur.

.

.

Dua Tahun Kemudian.

Suara bel di taman kanak-kanak yang indah itu berbunyi. Jaemin segera mengatur agar semua murid-muridnya duduk dengan rapi dan berdoa. Sangat susah mengatur anak-anak TK yang begitu aktif dan tak bisa duduk diam itu, tetapi Jaemin senang, karena mereka adalah sekumpulan bocah tanpa dosa, yang penuh rasa ingin tahu dan kegembiraan murni dalam memandang dunia.

Selesai berdoa, anak-anak berjalan dengan rapi menyalami Jaemin, lalu berhamburan menuju orang tua masing-masing yang sudah menunggu di luar. Jaemin merapikan tasnya ketika ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya.

"Selamat siang Seonsaengnim, jemputan sudah datang."

Jaemin tersenyum, menatap laki-laki yang berdiri di pintu ruang kelasnya dengan tatapan jahilnya, "Selamat siang juga, apa yang kau lakukan di sini siang-siang Dohyun?" sambil meraih tasnya, Jaemin menghampiri sang adik yang telah tumbuh dewasa menjadi lelaki yang begitu tampan.

"Aku tidak sengaja lewat sini sepulang mengantar teman kampus dan menyadari bahwa aku lewat taman kanak-kanak tempat hyung mengajar, jadi kupikir ada baiknya aku menjemput hyung daripada hyung harus naik bus."

"Naik bus sebenarnya juga tidak apa-apa." Jaemin berjalan menuju parkiran, diiringi oleh Dohyun dan menghampiri mobil tua warna hitam, warisan dari almarhum appa mereka yang sekarang dipakai oleh Dohyun ke kampusnya.

Mereka masuk dan Dohyun menjalankan mobilnya keluar dari halaman Taman kanak-kanak itu.

"Aku ingin minta bantuan hyung." Dohyun mengernyitkan keningnya sambil menatap ke arah jalanan yang ramai.

"Bantuan apa?"

"Tentang Haeun."

Jaemin ingat tentang Haeun. Perempuan itu adalah teman kuliah Dohyun yang pernah diajak Dohyun ke rumah beberapa hari yang lalu.

Haeun adalah perempuan cantik dan tentu saja anak dari orang kaya, pikir Jaemin pahit, berusaha menahan goncangan masa lalu yang tiba-tiba saja dia anak orang kaya, Haeun datang ke rumah mereka dengan mengendarai mobil sport keluaran terbaru yang harganya mungkin saja mencapai sepuluh kali lipat harga jual rumah mungil keluarga Jaemin.

"Kenapa dengan Haeun-ah?" batin Jaemin berteriak, dia sebenarnya tidak ingin Dohyun berdekatan dengan Haeun. Orang kaya selalu memandang rendah orang miskin. Itu fakta, itu pula yang dilakukan keluarga Jaehyun kepadanya dulu. Jaemin hanya tidak mau Dohyun mengalami kekecewaan seperti dirinya sesudahnya. Tetapi semua larangannya tertahan, dia tak tega mengatakan semua itu kepada adiknya yang sekarang sedang berbinar-binar matanya, mabuk kepayang kepada perempuan impiannya.

"Haeun dan aku, kami saling mencintai dan berniat menjalin hubungan serius." Dohyun mendesah, "Tetapi ada masalah dengan keluarganya."

Jaemin mengernyit. Pasti akan selalu ada masalah, ketika keluarga kaya menemukan anaknya berpacaran dengan keluarga miskin, pasti akan selalu ada masalah.

"Keluarganya mengundang kita dalam sebuah makan malam mewah di rumah mereka, pesta itu diadakan oleh kakak Haeun, seorang pengusaha yang kaya raya... Kakaknya, ingin bertemu denganku dan aku... Aku agak ngeri karena desas-desus yang berkembang, kakaknya itu sangat kejam dan jahat." Dohyun menatap Jaemin dengan tatapan memohonnya, yang selalu berhasil digunakannya untuk meluluhkan hati hyungnya, "Kau mau menemaniku ke pesta itu kan ya?"

"Kenapa harus denganku?" Jaemin merengut, mencoba berkelit.

"Karena kakaknya ingin bertemu dengan salah satu keluarga kita, kau hyungku satu-satunya, aku kan tidak mungkin mengajak eomma, penyakit rematiknya parah dan tidak bisa keluar malam."

"Apa yang ingin dilakukan kakak Haeun-ah? Kenapa dia ingin bertemu dengan salah satu keluarga kita?" Jaemin menerka-nerka dan sebuah pikiran pahit berkecamuk di benaknya, jangan-jangan si kakak itu ingin mencemooh dan menghina mereka di pesta itu?

"Yah... Aku adalah pacar Haeun, kakaknya itu sangat protektif kepada Haeun, mengingat sebelum-sebelumnya banyak lelaki yang mendekati Haeun demi mengincar harta keluarga mereka, aku maklum kalau kakaknya ingin mengenal kita dan memastikan aku baik untuk Haeun."

Tentu saja Dohyun baik untuk Haeun. Jaemin mengernyit, dialah yang akan maju pertama kali kalau ada yang meragukan kebaikan hati Dohyun. Mereka berdua adalah anak yang dibesarkan dari seorang ibu yang berjuang seorang diri karena suaminya telah meninggalkannya dengan dua anak yang masih kecil. Eommanya berjualan kue basah dan menitipkannya ke toko-toko kecil dekat rumah mereka. Jaemin masih ingat ketika dia dan Dohyun sepulang dari sekolah dasar membantu sang eomma menarik wadah-wadah titipan dari toko-toko kecil tersebut sambil berjalan kaki.

Dan hidup dengan keprihatinan dan kesederhanaan telah membuat Jaemin dan Dohyun tumbuh menjadi pribadi yang bersahaja, mereka membantu sang eomma dengan bekerja sambilan untuk membiayai pendidikan. Akhirnya setelah Jaemin lulus dan menjadi guru di sebuah TK, Dohyun mendapatkan beasiswa di sekolah teknik ternama di kotanya, dan kepandaiannya membuatnya mempunyai masa depan yangcukup cerah. Kepandaian otaknya, ketampanan fisiknya dan kebaikan hati Dohyun membuat Jaemin yakin bahwa adiknya adalah pasangan paling sempurna bagi siapapun.

.

.

"Selamat datang." Haeun menyambut Dohyun dan Jaemin dengan bahagia di pintu, pipinya bersemu merah dan matanya berbinar ketika melihat Dohyun. Jaemin mengamatinya dan mau tak mau tersenyum. Bagaimanapun juga, Haeun benar-benar tampak seperti perempuan yang baik dan sungguh-sungguh mencintai Dohyun.

"Terima kasih Jaemin oppa mau menemani Dohyun-ah kemari," dengan sopan dan ramah, Haeun menyalami Jaemin, "Mari silahkan masuk, pestanya sudah dimulai."

Pesta itu benar-benar pesta mewah yang elegan, yang memang diperuntukkan untuk kelas atas. Semuanya berpakaian indah dan syukurlah meski tidak mahal jas hitam Jaemin yang sederhana tampak begitu manis dipakainya.

"Sendirian di sini?" seorang lelaki tiba-tiba sudah ada di sebelahnya dan menyapanya.

Jaemin menoleh dan menemukan lelaki paling tampan yang belum pernah dilihatnya. Dengan rambut disisir rapi, dagu yang sudah dicukur bersih, dan pakaian yang sepertinya dijahit khusus untuknya, lelaki muda itu tampak seperti pangeran dari negeri dongeng.

"Tidak... Saya bersama pasangan saya." tiba-tiba Jaemin merasa gugup. Penampilan lelaki itu dan aura yang dibawanya entah kenapa membuatnya merasa gugup dan tiba-tiba saja ingin melarikan diri.

"Oh? Benarkah? Sepertinya aku tidak melihatnya." lelaki itu menatap ke arah Jaemin tajam meskipun bibirnya tersenyum, "Sungguh pasangan anda orang yang sangat ceroboh membiarkan pemuda cantik sendirian di sini."

Jaemin mengernyitkan keningnya, "Maaf... Saya akan mencari pasangan saya."

Dengan buru-buru Jaemin membalikkan badannya dan mencoba pergi, aura lelaki membuatnya gelisah tidak tertahankan lagi, cara lelaki itu menatapnya bagaikan harimau mengincar mangsanya.

"Jaemin-ah?"

Jaemin langsung tertegun mendengar suara itu, suara yang dikenalnya, suara dari masa lalunya yang sudah bertahun-tahun berusaha dilupakannya. Suara Jaehyun.

Dengan gugup didongakkannya kepalanya, dan tertegun, itu memang benar Jaehyun yang sama, hanya sekarang lebih tampan, lebih dewasa. Dan hati Jaemin luar biasa sakitnya mengingat kenangan itu. Ketika Jaehyun meninggalkannya begitu saja tanpa penjelasan apa-apa, karena dorongan keluarganya.

Jaemin ingat sekali ketika itu eomma Jaehyun, seorang nyonya besar yang kaya raya tidak menyetujui hubungan Jaemin dengan Jaehyun, karena Jaemin hanyalah pemuda biasa, dari keluarga biasa, apalagi eomma Jaehyun sudah menyiapkan calon untuk Jaehyun, anak dari temannya, keturunan kolongmerat yang saat itu sedang menyelesaikan magisternya di Australia, bernama Doyoung.

"Hai Jaehyun hyung, apa kabar?" Suara Jaemin terdengar lemah, terlalu terkejut.

Jaehyun tersenyum miris. "Kabar baik Jaemin-ah, kau sendiri? Bagaimana kabarmu?"

"Aku baik." Tiba-tiba saja Jaemin ingin menangis, kenapa dia harus bertemu Jaehyun di sini? Jaehyun adalah satu-satunya lelaki yang tidak ingin ditemuinya di dunia ini, "Dimana Doyoung-ssi?" Jaemin mencoba tegar.

"Ah, Doyoungie..." Jaehyun tampak salah tingkah, "Dia ada di sana, sedang berbicara dengan temannya, eh... Kami sudah bertunangan, tanggal pernikahan kami ditentukan 2 bulan lagi, segera setelah Doyoung mengurus kepindahannya dari Australia, aku harap kau mau datang."

Bagaimana mungkin Jaehyun tega mengucapkan kalimat menyakitkan itu tanpa rasa bersalah sedikitpun? Tidak ingatkah dia betapa dia telah menyakiti hati Jaemin dengan begitu kejam, meninggalkannya tanpa perasaan? Membuat Jaemin akhirnya tidak bisa mencintai lelaki lain...

"Aku... Aku tidak bisa berjanji... Aku..."

"Jaehyun, teman-temanku ingin berbicara denganmu, dear." pemuda cantik itu tiba-tiba datang dan mengglayuti lengan Jaehyun dengan manja, dia lalu menatap Jaemin dan mengangkat alisnya, "Eh... Nuguseyo?"

Jaehyun tampak gugup dan menelan ludah. "Ini Jaemin, teman kuliahku dulu, kami sudah lama tak bertemu dan kebetulan bertemu di sini."

"Oh." Doyoung menatap Jaemin dari kepala sampai kaki dengan pandangan meremehkan, "Aku pernah dengar dari eommamu kalau kau dulu pernah punya kekasih bernama Jaemin yang kau tinggalkan, hmmmm..." Doyoung tersenyum mencemooh, "Pantas saja kalau begitu, dia tidak selevel dengan kita, bukan begitu dear?"

Jaehyun tampak kehilangan kata-kata sedangkan Jaemin berdiri dengan muka merah padam atas penghinaan terang-terangan yang diucapkan dengan lantang tersebut.

Sebelum mereka dapat berkata-kata, sosok pria tampan yang tadi menyapa Jaemin tiba-tiba melangkah mendekat dan mengamit lengan Jaemin dengan mesra."Kau tidak mengenalkan mereka kepadaku, sayang?"

Jaemin mendongak, mengernyitkan alisnya sambil menatap lelaki tak dikenal itu. apa katanya tadi?

Tetapi kemudian perhatiannya teralihkan oleh wajah Doyoung dan Jaehyun yang memucat, "Kau mengenal Tuan Mark, Jaemin-ah?" tanya Jaehyun seolah tak percaya.

Pria bernama Mark itu semakin mendekatkan tubuhnya pada tubuh Jaemin, "Tentu saja, Jaemin adalah kekasihku, dan sepertinya kalian mengenalku ya?"

"Keluarga kami menjalin hubungan bisnis dengan anda Tuan Mark." Kali ini Doyoung yang menyahut sambil tersenyum manis, "Sungguh suatu kehormatan bisa bertemu dan bercakap-cakap langsung dengan anda di sini."

Mark ganti menatap Doyoung dengan pandangan mencemooh, "Hmmm... Kehormatan bagimu juga mungkin bisa berbicara dengan kekasihku yang luar biasa ini." Lalu Mark tersenyum pada Jaemin, tidak mempedulikan muka Doyoung yang memerah karena jawaban kasarnya itu, "Ayo sayang kita pergi, masih banyak tamu-tamu penting yang harus kita temui."

Kemudian Mark membalikkan tubuh Jaemin, membawanya dalam gandengan lengannya, meninggalkan Jaehyun dan Doyoung yang berdiri dengan terhina di sana.

.

.

"Kenapa kau membantuku?" Jaemin berbisik pelan setelah mereka menjauh dari pasangan Jaehyun dan Doyoung.

Mark tergelak dan kemudian melepaskan genggaman lengannya, "Aku melihat seorang pemuda yang hampir dipermalukan oleh kekasih yang dengki, dan aku merasa harus turun tangan untuk membantu." Kemudian lelaki itu mengulurkan tangannya, "Kita tidak sempat berkenalan tadi karena kau buru-buru kabur."

"Oh." pipi Jaemin memerah, "Te... terima kasih atas bantuannya, aku..."

"Oppa?" kali ini suara Haeun yang menyela. Mark dan Jaemin menoleh serentak, dan berhadapan dengan Haeun yang sedang bersama Dohyun.

Haeun tersenyum ceria ketika melihat Jaemin, "Ah... Kulihat oppa sudah berkenalan dengan Jaemin oppa, hyungnya Dohyun-ah... Jaemin oppa ini oppa aku yang kuceritakan ingin berkenalan."

Sedikit terkejut atas informasi baru itu, Jaemin melirik ke arah Mark. Sekilas Jaemin menyadari rona wajah Mark yang hangat berubah menjadi dingin. Apakah lelaki itu menjadi dingin ketika mengetahui bahwa Jaemin adalah hyungnya Dohyun? Jaemin masih ingat cerita Dohyun bahwa oppanya Haeun ini sangat mencurigai orang miskin sebagai pengincar harta mereka.

Apakah kisahnya bersama Jaehyun akan terulang pada Dohyun? Dicemooh dan diremehkan hanya karena mereka berasal dari keluarga sederhana?

"Oh... Ini Dohyun yang kau ceritakan itu?" Mark berucap lambat-lambat dan kemudian membalas uluran tangan Dohyun, setelah selesai berjabat tangan, dia menoleh lagi kepada Jaemin, "Dan kau Jaemin, hyungnya Dohyun... Senang berkenalan denganmu." lelaki itu mengulurkan tangannya kepada Jaemin, dan mau tak mau Jaemin menerima uluran tangan itu.

Seketika Mark menggenggam tangannya yang mungil itu dengan kuat dan dominan, seperti mengisyaratkan sesuatu.

"Well, sepertinya kita akan banyak bertemu nanti Jaemin-ssi," gumamnya penuh arti.

Nada suaranya ramah, tetapi entah kenapa Jaemin merasa ngeri. Membuat Jaemin bertanya-tanya apa yang ada dibenak Mark sebenarnya.

Mereka berdiri berempat sambil mengamati pesta. Haeun dan Dohyun berpegangan tangan dengan penuh cinta, sementara Jaemin berdiri dengan canggung di sebelah Mark. Tiba-tiba musik lembut dansa dimainkan dan beberapa pasangan tampak turun ke lantai dansa, menikmati dansa romantis di antara kelap-kelip cahaya temaram dan suasana pesta yang elegan.

Mark menoleh ke arah Jaemin dan memasang senyumnya yang paling manis, "Mau berdansa?"

Jaemin tertegun, lalu menggelengkan kepalanya, "Tidak... Saya tidak bisa berdansa," tolaknya cepat.

Tetapi Mark menatapnya dengan keras kepala, "Oh ayolah, aku akan mengajarimu. Lagipula kau tidak kasihan kepadaku, aku tidak punya pasangan dansa." Dan sebelum Jaemin bisa menolak, lelaki itu sudah menariknya ke lantai dansa.

Mark bohong. Dia bisa memilih banyak pasangan dansa kalau mau, dilihat dari banyaknya mata yang memandang Jaemin dengan iri. Jaemin begitu gugup ketika Mark dengan tenang melingkarkan tangannya di pinggang Jaemin dan meletakkan tangan Jaemin di pundaknya. Lelaki itu membawa Jaemin melangkahkan kaki dengan lembut, mengikuti irama.

"Lihat, gampang kan?" bisiknya sambil tersenyum, menatap Jaemin dengan matanya yang tajam.

Jaemin memalingkan muka dengan wajah merah padam, tidak tahan ditatap seperti itu. Dia hanya menganggukkan kepalanya dan kemudian memusatkan perhatiannya kepada gerakan dansa mereka.

Ketika tanpa sengaja Jaemin memutarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, matanya bertabrakan dengan mata Jaehyun, lelaki itu sedang berdansa dengan Doyoung yang sekarang berada dalam posisi membelakangi Jaemin, membuat Jaehyun leluasa menatap Jaemin.

Ada sesuatu di tatapan mata Jaehyun itu, sesuatu yang mirip dengan penyesalan dan kepedihan... Membuat dada Jaemin terasa sesak. Dia memalingkan kepala, dan mencoba untuk tidak menoleh ke arah Jaehyun lagi.

.

.

Seperti biasa Jaemin melangkah keluar kelas setelah memastikan semua muridnya benar-benar pulang dalam jemputan keluarga mereka.

Taman kanak-kanak itu tampak lengang dan sepi. Yah biasanya yang membuat ramai adalah kehadiran murid-murid kecilnya yang berceloteh riang kesana ke mari. Sekarang tinggal guru-guru yang sibuk merapikan barang-barang mereka di ruang guru.

Jaemin mendesah dan mengambil tasnya lalu melangkah ke lorong TK itu, entah kenapa sejak pesta itu batinnya kembali terasa sakit, sakit hati yang telah coba dilupakannya begitu lama. Sakit hati karena kepedihan ketika Jaehyun meninggalkannya dengan kejam, kini semua itu kembali lagi.

Mungkin ini semua karena di pesta itu dia bertemu kembali secara langsung dengan Jaehyun, melihat langsung bagaimana Jaehyun sudah melupakannya dan berbahagia dengan tunangannya.

Pernikahan mereka dua bulan lagi...

Tiba-tiba saja batin Jaemin berdenyut dan terasa sakit. Kenapa hatinya sakit? Apakah dia masih menyimpan cinta itu kepada Jaehyun? Bahkan setelah dia dicampakkan dan dikhianati sedemikian rupa?

"Hati-hati, nanti kau tersandung."

Suara maskulin itu tiba-tiba muncul, tak disangka-sangkanya. Begitu mengejutkan hingga Jaemin mengeluarkan suara pekikan kaget. Dia mendongak ke arah suara itu dan menemukan Mark, oppanya Haeun, sedang bersandar di tiang lorong taman kanak-kanak itu, masih mengenakan setelan jas kantornya yang elegan.

"Kenapa anda ada di sini?" Tiba-tiba Jaemin merasa waspada.

Mark tersenyum misterius. "Ada yang ingin kusampaikan kepadamu, kalau kau tidak sibuk."

"Darimana anda tahu tempat saya bekerja?" Kali ini perasaan Jaemin di dominasi oleh rasa curiga, jangan-jangan lelaki ini sudah membayar orang untuk menyelidiki Dohyun dan keluarganya.

Mark terkekeh melihat tatapan curiga Jaemin, "Jangan menatapku seperti itu, aku tidak mengambil informasi lewat jalan belakang." Dengan elegan dia mengangkat bahunya, "Aku mendapat informasi dari Haeun bahwa kau bekerja di sini, dia sering bercerita tentang Dohyun dan tentang kau."

"Oh." Jaemin tercenung, "Apa yang ingin anda sampaikan kepada saya?" Mendengar pertanyaan Jaemin, tatapan Mark berubah serius, "Mungkin kau bisa ikut aku ke suatu tempat untuk membicarakannya?"

Alarm peringatan langsung berbunyi di benak Jaemin, mengingatkannya. Entah kenapa, meskipun tersenyum ramah, aura Mark tampak mendominasi dan menyimpan sesuatu yang misterius. Jaemin tidak mau pergi kemanapun dengan lelaki itu. "Kalau memang bisa kenapa tidak kita bicarakan di sini saja?"

Mark menatap tajam, kemudian sekilas tampak geli melihat ketakutan Jaemin yang berusaha disembunyikannya dengan baik. "Oke kalau begitu, meskipun aku sebenarnya ingin membicarakannya di tempat yang lebih pribadi." Tatapannya berubah serius dan dalam sekejap auranya berubah dingin, "Begini Jaemin-ssi, aku ingin menawarkan sejumlah uang kepada keluargamu supaya kalian semua menjauhi Haeun."

.

.

TBC

Dilanjut?

Sign

Minnie