Grey Morning "Sweet Enemy" (Noren Version)
PROLOG
Author : Cho Minseo (lebih tepatnya editor)
Cast :
Huang Renjun
Lee Jeno
Member NCT
Summary:
Semua orang menganggap Renjun beruntung karena bisa mendapat beasiswa dan bisa tinggal di mansion keluarga Lee. Tetapi tidak ada yang mengerti bahwa yang paling diinginkan Renjun adalah bisa lulus sekolah dan kemudian bisa hidup mandiri tanpa bergantung pada orang lain. Dan hubungannya dengan Jeno membawa sebuah masalah rumit di kehidupannya sekarang.
Genre:
Romance, Hurt/Comfort
Rate: T mungkin T+
Warning:
BL, Yaoi, out karakter, mungkin kalian udah banyak tuhh nemu remake novel ini dari berbagai pairing. Cerita ini bukan asli punya aku, aku hanya meremakenya jadi versi NOREN , cerita asli punya Kak Santhy Agatha judul novelnya Sweet Enemy... Jadi kalo nemu crita yg sama dengan pair yg beda, itu wajar.. Harap maklum karna critanya emang bagus, jadi banyak yg meremakenya...
.
.
"Itu dia orangnya baru datang," Yuta menunjuk dari jendela di lantai paling atas mansion itu, "Dia anak miskin itu, yang dipungut oleh eomma Jeno."
"Mana?" Kun ikut-ikutan mengintip di jendela dan mengernyit, "Sepertinya dia biasa-biasa saja? Apa yang membuat eomma Jeno memungutnya?"
"Karena dia anak kesayangan di sekolah yang didirikan oleh eomma Jeno, nilai-nilai pelajarannya paling sempurna, dan otaknya jenius, meskipun dia datang dari keluarga miskin, dengar-dengar appanya baru meninggal karena kecelakaan di tempat kerja, dan dia tidak punya siapa-siapa lagi, karena itulah Nyonya Lee memutuskan menjadi penyandang dananya."
Kun melirik ke arah Jeno yang tampak tidak tertarik, sedang menenggelamkan diri dalam buku bacaannya. Lelaki itu tampak begitu dingin, muram dan tidak tersentuh, hanya beberapa orang yang bisa berdekatan dengannya, Lee Jeno putera dari konglomerat nomor satu di negara ini.
Kun dan Yuta adalah sebagian yang beruntung. Mereka dekat bukan karena Jeno membuka diri, tetapi karena kedua orangtua mereka memang bersahabat dan mereka sudah berkenalan sejak kecil. Jeno bukanlah orang yang dekat dengan kedua orangtuanya. Appanya tidak pernah ada di mansion, sibuk dengan bisnisnya, dan Eommanya lebih senang berkeliaran di luar dengan kegiatan amal dan kebaikan hatinya, merasa bahagia karena dipuja orang sebagai pribadi yang darmawan. Meskipun Jeno sangat menghormati kedua orang tuanya itu.
Dan Renjun lebih tepatnya Huang Renjun, orang yang mereka bicarakan itu tentunya menjadi subjek terbaru eommanya untuk menuai pujian dari semua orang. Jeno mengernyit kesal. Eommanya selalu membuatnya repot, dan sekarang, dia menampung anak gelandangan itu di sini, di mansionnya. Jeno harus selalu berinteraksi dengan anak gelandangan dari keluarga miskin itu.
"Tapi dia cantik," Yuta bergumam lagi, kali ini mengamati dengan lebih intens, "Jeno, kau benar-benar tidak ingin melihatnya?"
"Tidak." Jeno mengangkat kepalanya dari buku, merasa terganggu karena kedua temannya itu mengganggu konsentrasinya membaca, "Toh aku akan bertemu dengannya nanti, dia akan tinggal di mansion ini."
Yuta mengernyit, "Eommamu memutuskan supaya dia tinggal di mansion keluarga Lee? Aku pikir dia hanya akan menanggung biaya hidup dan pendidikannya."
"Renjun tidak punya rumah, karena appanya begitu miskin dan tidak mampu membayar hutang, rumah mereka disita oleh Bank, karena itu eomma memutuskan menempatkannya di sini," Jeno mencibir, membayangkan betapa senangnya Renjun mendengar keputusan eommanya. Anak gelandangan itu pasti tidak akan melepaskan kesempatan sekalipun supaya bisa tinggal di mansion mewah, mansion keluarga Lee. Tinggal tunggu waktu saja sebelum anak gelandangan itu mencoba menggerogoti harta eommanya. Semua orang sama, semuanya mengincar harta keluarga Lee. Begitupun anak gelandangan itu, Jeno sangat yakin Renjun punya rencana buruk untuk menggerogoti kekayaan keluarganya.
"Kau tidak menyukainya ya?" Kun menangkap sorot kebencian di mata Jeno.
Dengan acuh Jeno mengangkat bahunya, "Aku tidak suka semua gelandangan miskin pengincar harta."
Kun dan Yuta saling melemparkan pandangan tahu sama tahu, akan gawat bagi Renjun, kalau Jeno tidak menyukainya. Karena Jeno terkenal kejam dan tak berbelas kasihan kepada orang-orang yang tidak dia suka.
.
.
Renjun turun dari Limousine yang dikirimkan Nyonya Lee kepadanya, dan tertegun menatap mansion yang begitu indah di depannya. Astaga. Mansion ini besar sekali, seperti istana di negeri dongeng. Ini adalah mansion terbesar yang pernah Renjun lihat, yang bisa Renjun bayangkan. Tetapi kemudian Renjun mengernyit, mansion ini terlalu besar, terlalu mewah dan Renjun merasa tidak nyaman kalau harus tinggal di sini. Dia sudah berusaha menolak ketika Nyonya Lee memintanya tinggal di Mansion keluarga Lee yang terkenal itu, setelah Renjun tinggal sebatang kara karena kematian appanya. Tetapi Nyonya Lee bersikeras, dan Renjun tidak bisa menolaknya, Nyonya Lee sudah membiayai sekolahnya, Renjun sangat berhutang budi kepadanya.
Saat ini, sebatang kara di dunia ini Renjun sepenuhnya tergantung kepada kebaikan hati Nyonya Lee. Dia masih ingin sekolah, dan menyelesaikan pendidikannya. Itulah impian appanya, supaya Renjun menjadi anak pintar dan berpendidikan, sehingga bisa hidup lebih baik daripada appanya yang tidak mengenal bangku sekolahan. Digenggamnya kalung perak di lehernya, kalung itu sederhana, dengan liontin bulat yang bisa dibuka, di dalamnya ada foto Renjun bersama appanya. Kalung perak itu adalah benda miliknya yang paling berharga, satu-satunya peninggalan appanya, hadiah ulang tahunnya yang ke tujuh belas, dan dibeli appanya dari seluruh uang tabungannya selama bekerja sebagai buruh bangunan.
Seorang pelayan menjemputnya ke depan pintu dan membungkukkan tubuhnya dengan formal.
"Selamat datang, Nyonya Lee sudah menginformasikan kedatangan anda, silahkan masuk, kamar anda sudah disiapkan."
Renjun menatap pelayan itu dengan gugup,"Emm... Apakah Nyonya Lee ada di mansion?"
Pelayan itu menggeleng, "Beliau tidak ada di mansion jam-jam segini, biasanya di malam hari beliau baru ada, itu pun kalau tidak ada undangan-undangan jamuan makan malam penting, tetapi saat ini Tuan Muda ada di mansion. Mari saya antar anda ke kamar anda."
Renjun mengangguk gugup, membiarkan pelayan itu mengambil kopernya, sejenak Renjun merasa malu karena koper bututnya tampak tidak pantas berada di dalam mansion semewah ini. Tetapi pelayan laki-laki itu tampaknya tidak memperhatikannya.
Dengan ragu Renjun mengikuti pelayan itu melangkah menaiki tangga lingkar dengan pegangan keemasan yang berkilau menuju lantai dua.
"Ini kamar anda, semoga anda betah di sini." pelayan itu membukakan sebuah pintu besar dan mempersilahkan Renjun masuk.
Renjun masuk, lalu terpesona. Astaga. Luas kamar ini mungkin sama dengan luar mansion kecil yang dia tinggali bersama appanya dulu, bahkan mungkin lebih besar. Interiornya mewah, bergaya Eropa dengan nuansa keemasan. Karpet yang melingkupi seluruh lantainya juga begitu tebal, sampai-sampai Renjun merasa malu karena sepatu jeleknya tampak tidak pantas untuk menginjak karpet kamar itu.
"Silahkan anda beristirahat dulu, kalau anda butuh sesuatu tinggal tekan intercom di samping ranjang, kami akan menyediakannya. Oh ya, nanti malam silahkan turun ke bawah untuk makan malam, Nyoya Lee ingin bercakap-cakap dengan anda nanti."
Renjun mengangguk, dan pelayan itu melangkah pergi setelah meletakkan koper Renjun di kamar, meninggalkan Renjun sendirian, berdiri ditengah ranjang dan terpana, seolah-olah sedang berada di negeri dongeng.
Suara pintu terbuka mengagetkan Renjun dari lamunannya, dia menoleh ke pintu dan terpana. Sosok yang berdiri di depannya adalah sosok yang paling tampan yang pernah Renjun lihat. Lelaki itu bersandar di pintu kamarnya yang sudah ditutup dan menatap Renjun dengan pandangan penuh penghinaan.
"Kuharap kau nyaman di kamar ini," suara yang keluar begitu dingin, dan tanpa sadar Renjun memundurlan langkah menjauh.
"Kau... Kau siapa? Kenapa kau masuk ke kamarku tanpa permisi?"
Jeno mengangkat alisnya jengkel, "Kenapa aku harus meminta permisi kepadamu? Ini mansionku."
Renjun tertegun, jadi inilah dia, Lee Jeno, pewaris tunggal kerajaan bisnis keluarga Lee yang terkenal itu. Renjun sering mendengar namanya disebut-sebut di berita atau di majalah-majalah. Lee Jeno putera mahkota kerajaan bisnis Lee yang berkepribadian buruk dan sering bertengkar dengan wartawan. Renjun dulunya tidak pernah tertarik dengan berita-berita itu, dia terlalu sibuk belajar di pagi hari dan kerja sambilan di malam harinya, tetapi satu yang pasti. Lee Jeno yang asli jelas lebih tampan dari apa yang ditayangkan di televisi atau di majalah-majalah.
"Aku kesini untuk memperingatkanmu." Jeno melemparkan pandangan mencemooh kepada Renjun, "Kau pasti merasa beruntung sekali karena eommaku mengizinkanmu tinggal di mansion kami. Tapi kau jangan terlalu berbesar hati, aku akan menendangmu langsung dari mansion ini segera setelah kau lulus sekolah nanti, karena tempat yang pantas untukmu bukanlah di mansion ini, tetapi di tempat kumuh, bersama para gelandangan sejenismu!" Jeno mengernyit menatap Renjun, lalu membalikkan tubuh dan melangkah pergi meninggalkan kamar Renjun, dengan pintu berdebam di belakangnya.
.
.
"Sepertinya kalian sangat rukun," Kun tertawa geli ketika dia dan Jeno berpapasan dengan Renjun di lorong mansion, lalu Renjun hanya menganggukkan kepalanya dan bergegas menjauh, sementara Jeno hanya menatap dengan pandangan dingin.
Jeno melemparkan pandangan marah kepada Kun, "Jangan bercanda, aku benar-benar terganggu dengan kehadirannya di mansion ini."
"Tapi kau tidak berbuat apa-apa untuk mengusirnya dari sini."
"Hmmm..." Jeno tampak berpikir, "Jangan salah, aku sedang membuat sebuah rencana."
"Rencana apa?" Kun menatap Jeno dengan pandangan tertarik.
"Rencana yang bisa membuat eomma mengusirnya dari mansion ini."
.
.
Mansion itu heboh, ketika di pagi harinya Nyonya Lee berteriak marah karena salah satu kalung rubi favoritnya hilang. Kalung itu adalah benda yang berharga, selain karena harganya yang tak ternilai, kalung itu adalah kalung warisan yang diturunkan secara turun temurun kepada pengantin keluarga Lee. Seluruh isi mansion begitu heboh, seluruh pelayan ribut mencari kalung itu, dan ketika tak juga ditemukan, mereka mulai saling menuduh.
"Dulu tidak pernah ada barang yang hilang di mansion ini."
"Iya dulu mansion ini sangat aman."
"Atau jangan-jangan karena anak itu? Kau pernah lihat kan? Anak angkat Nyonya Lee yang ditempatkan di lantai dua itu, kemarin dia datang dan kalung Nyonya hilang, sungguh suatu kebetulan."
"Betul juga, sebelum kedatangan anak itu, mansion ini tidak pernah terdengar ada kejadian pencurian apapun."
Jeno kebetulan lewat dan mendengar percakapan para pelayan yang saling berbisik-bisik itu. Dia tersenyum. Bagus. Bara sudah dinyalakan, tinggal menunggu angin menghembus supaya apinya membakar Renjun. Dengan langkah tenang Jeno melangkah memasuki ruang kerja eommanya yang kebetulan sedang ada di rumah.
"Aku dengar kalung eomma hilang," Jeno langsung menyapa dan duduk di kursi, di seberang meja kerja eommanya.
Nyonya Lee mengangkat kepalanya dari berkas dihadapannya dan mengerutkan alisnya, "Benar-benar kecerobohan luar biasa, kalung itu warisan turun temurun keluarga Lee, kalau para pelayan itu tidak bisa menemukannya, eomma akan memecat mereka semua."
"Eomma sudah lapor polisi?"
"Belum," Nyonya Lee bersedekap, "Eomma ingin para pelayan mencarinya dulu, kalau sampai malam mereka tidak bisa menemukannya, eomma akan menghubungi polisi."
Jeno mengangkat bahunya, "Bukankah ini suatu kebetulan?"
"Kebetulan apa?"
"Bahwa kalung eomma hilang setelah anak gelandangan itu masuk ke rumah ini"
"Lee Jeno! Jaga bicaramu." suara Nyonya Lee meninggi, "Kau tidak tahu apa yang kau tuduhkan. Renjun adalah anak baik di sekolah, dan dia jenius dengan nilai tertinggi, bagaimana mungkin kau mencurigainya mengambil kalung itu?"
"Aku tidak mencurigainya, aku hanya berpikir bahwa itu suatu kebetulan." Jeno menatap eommanya dengan penuh perhitungan, "Kalung itu tidak ketemu sampai sekarang, dan kamar anak gelandangan itu adalah satu-satunya tempat yang belum diperiksa pelayan, tidak ada ruginya kan eomma memeriksa kamar anak itu?"
Nyonya Lee termenung mendengar perkataan anak tunggalnya itu. Benar juga, tidak ada ruginya kan kalau dia memerintahkan pelayannya memeriksa kamar Renjun?
.
.
Renjun sedang belajar dan mencoba memecahkan soal aritmatika yang rumit ketika pintu kamarnya terbuka dan beberapa pelayan masuk, diikuti Nyonya Lee sendiri dan Jeno yang menatapnya dengan sinar kebencian yang aneh di belakangnya.
"Nyonya Lee?" Renjun langsung berdiri dari kursi belajarnya.
Nyonya Lee hanya menatapnya datar, "Kau tidak keluar ya seharian ini?"
"Iya Nyonya Lee, sepulang sekolah saya langsung belajar di kamar." Renjun menatap wajah-wajah yang menatapnya itu dengan bingung. Ada apa? Kenapa semua orang menatapnya dengan aneh.
Nyonya Lee berdeham sebentar dan menggumam, "Kalau begitu kau mungkin belum dengar, kalung rubiku hilang entah kemana pagi tadi, dan seluruh penjuru rumah sudah dicari, tinggal kamar ini yang belum." Tiba-tiba pandangan Nyonya Lee tampak malu, "Maafkan aku Renjun, mungkin kami terpaksa memeriksa kamarmu, aku harap kami tidak akan menemukan kalung itu disini."
Wajah Renjun pucat pasi antara perasaan terhina dan sedih. Kalung Nyonya Lee hilang, dan dia sebagai pendatang yang datang dari kelas miskin, harus menghadapi penghinaan karena dicurigai. Dengan pedih Renjun mengangkat dagunya, "Silahkan periksa kamar ini."
Ketika para pelayan bergerak memeriksa seluruh bagian kamar, Renjun sungguh yakin bahwa mereka tidak akan menemukan aappapun di kamar ini. Renjun sungguh tidak mengambil kalung rubi itu, bahkan dia tidak terpikirkan sama sekali akan bentuk kalung rubi itu.
Tetapi kemudian, seorang pelayan membuka laci pakaian Renjun dan terkesiap. Semua menoleh ke arah suara itu dan tertegun. Di laci baju itu, dibawah pakaian-pakaian Renjun, ada kalung rubi itu tergeletak di sana.
Wajah Nyonya Lee berubah-ubah antara kekecewaan dan kemarahan,"Aku sudah berbuat baik kepadamu, aku tidak menyangka kau melakukan perbuatan yang begitu tidak terpuji."
Renjun pucat pasi, sungguh tidak menyangka kenapa kalung itu ada di sana, dia sungguh tidak tahu. Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin?
Kemudian dia menangkap sinar kemenangan dan seringai menghina sekilas dari Jeno dan dia sadar. Lelaki itu pernah mengancam akan mendepaknya keluar dari mansion ini. Renjun sangat yakin ini adalah pekerjaan Jeno untuk memfitnahnya.
"Nyonya... Saya sungguh-sungguh tidak mengambil kalung itu." suara Renjun bergetar karena semua pelayan dan Nyonya Lee menatapnya dengan menuduh, "Saya tidak tahu bagaimana bisa kalung itu berada di sana."
"Apa kau pikir kalung itu bisa jalan sendiri?" Gumam Jeno dengan pandangan menghina.
Nyonya Lee menghela nafas panjang. "Kita bicarakan ini nanti, Renjun, kau ikut ke ruanganku, aku harus mengevalusi kebijakanku memberikan bantuan kepadamu, kau sungguh-sungguh mengecewakanku!"dengan marah Nyonya Lee membalikkan badannya dan pergi, para pelayan langsung mengikutinya.
Sementara itu Jeno tetap tinggal di sana, bersedekap dan menatap Renjun dengan santai, "Well sepertinya kau akan lebih cepat didepak dari sini, tidak perlu menunggu sampai kau lulus sekolah," gumamnya mengejek.
Mata Renjun berkaca-kaca antara perasaan malu dan marah luar biasa,"Kau sungguh jahat!"desisnya penuh emosi.
Tanpa perasaan Jeno terkekeh dan kemudian matanya berubah kejam ketika melangkah mendekati Renjun, membuat Renjun memundurkan langkahnya setengah takut.
Jeno terus mendekat sampai Renjun terjebak di tembok, "Tempatmu bukan di sini, tempatmu di sana di tempat kumuh bersama para gelandangan, aku sudah pernah bilang kan? Jadi jangan bermimpi kau bisa tinggal dan menikmati kemewahan di mansion ini." tatapan Jeno tiba-tiba tertarik ke kilatan cahaya dari dada Renjun, matanya beralih dan menemukan kalung perak yang sangat bagus di sana.
"Kalung apa itu?" tangannya meraih kalung itu dan Renjun dengan defensif berusaha melindungi kalung peninggalan appanya, tetapi Jeno memaksa sehingga rantai kalung itu lepas, dan Jeno merenggut kalung itu dalam genggaman tangannya.
"Andwae!" Renjun berusaha berteriak dan meraih kalung itu, tetapi tubuh Jeno terlalu tinggi.
Jeno menatap kalung itu, lalu dengan jahat mengantonginya, "Sepertinya kalung itu sangat berharga ya? Aku akan mengambilnya, sebagai hukuman karena kau mencuri kalung eommaku."
"Aku tidak mencuri kalung itu, aku tahu kau yang memfitnahku!" Renjun berteriak, berusaha mengejar Jeno, "Kembalikan kalungku!"
"Tidak, aku memutuskan akan memilikinya,"dengan kejam Jeno membalikkan langkah dan meninggalkan Renjun yang menangis di belakangnya.
.
.
Sore sudah beranjak malam ketika Renjun turun dari bus. Dia diusir dari mansion itu karena di tuduh mencuri, dan Nyonya Lee mengatakan akan mencabut semua bantuannya kepada Renjun, serta Renjun harus berterima kasih kepadanya karena Nyonya Lee memutuskan tidak akan melaporkan Renjun kepada polisi, karena kalau tidak, Renjun akan dipenjara. Sekarang Renjun berdiri di dekat kompleks rumah kumuh, rumahnya yang dulu. Dan bingung harus berbuat apa. Dia tidak punya rumah karena rumahnya bersama appanya dulu sudah disita, dan dia tidak punya siapa-siapa. Dan... Perutnya lapar, tapi dia juga tidak punya uang, yang dia bawa ketika keluar dari mansion Nyonya Lee hanyalah pakaian-pakaiannya. Sambil menekan perutnya yang mulai terasa perih, Renjun melangkah ke teras sebuah toko yang sudah tutup. Dan duduk di sana. Seperti melengkapi kepedihannya, hujan turun dengan derasnya, meniupkan hawa dingin dan cipratan air yang mulai membasahinya, teras toko itu ternyata tidak cukup melindunginya.
Lapar dan sakit hati, Renjun teringat akan appanya dan menangis. Diingatnya ketika appanya pulang sambil membawa jatah makan siang di proyek bangunannya untuk Renjun, appanya rela tidak makan siang supaya bisa membagi jatah makan siangnya dengan Renjun, mereka lalu makan sepiring berdua, meskipun hanya makanan sederhana, tetapi karena dimakan dengan penuh rasa syukur dan bahagia, makanan tersebut terasa begitu nikmat. Appanya adalah sosok malaikat dalam hidup Renjun, meskipun mereka tidak beruntung dalam hal keuangan, tetapi mereka berbahagia dalam kesederhanaan, bisa memiliki satu sama lain. Renjun selalu mengingat pesan appanya supaya dia selalu menjaga hatinya.
"Kita ini orang miskin Renjun, tetapi jangan sampai kita juga miskin hati. Isilah hatimu dengan kebaikan, maka kau akan menjadi orang kaya di hadapan Tuhan."
Dan sekarang appanya sudah tiada. Kecelakaan di tempat kerja, appanya tertimpa batu ketika sedang mengopernya ke atas, appanya berkerja sebagai buruh bangunan di sebuah proyek pembangunan apartment, dan appanya meninggal seketika.
Di tengah hujan deras ini, hati Renjun hancur mengingat appanya, dan kalung liontin kenangan appanya sudah direnggut oleh Jeno yang jahat itu. Air mata Renjun mengalir deras. Rasanya lebih baik dia mati saja.
.
.
"Eomma masih kecewa dengan Renjun, eomma tidak menyangka dia akan berbuat seperti itu." Nyonya Lee mendesah sedih sambil menatap makan malamnya, hujan deras turun di luar, dan dia hanya berdua dengan Jeno di meja makan yang besar itu. Tuan Lee sedang dalam perjalanan bisnisnya di luar negeri.
Jeno mendengus kesal, "Yah, eomma seharusnya tahu, orang miskin biasanya memang tergoda menjadi pencuri ketika mereka dihadapkan pada barang-barang berharga."
Nyonya Lee menggelengkan kepalanya, "Dulunya eomma berpikir Renjun akan berbeda," Nyonya Lee mendesah, "Kau tahu, kita berhutang budi kepadanya."
Hutang Budi? Jeno mengernyit
Nyonya Lee menatap Jeno dan tersenyum lembut, "Kau masih kecil waktu itu, mungkin kau lupa."Nyonya Lee mulai bercerita, "Dulu ada seorang pemain biola terkenal, namanya Huang Zitao, dia berasal dari keluarga miskin, tidak mengenal sekolah, tetapi sangat berbakat, dia sahabat appamu."
Jeno tidak mengingatnya, tetapi entah kenapa ada dorongan samar-samar ingatan di benaknya.
"Suatu hari, ada penculik, kau waktu itu sedang berumur 5 tahun, kau bermain-main sendirian di lorong kantor appamu. Di saat yang sama, Zitao sedang mengunjungi appamu untuk persiapan kunjungannya ke Austria, dia menerima kontrak kerja untuk tampil di konser-konser besar di seluruh dunia, masa depannya sangat cerah." Tatapan mata Nyonya Lee menerawang, mengenang masa lalu, "Dan dia menemukan penculik itu sedang berusaha menculikmu, penculik itu sudah menyekap dan membawamu, tetapi Zitao mencegahnya..." Nyonya Lee menghelanafas panjang. "Penculik itu membawa pisau...dan melukai Zitao... Tetapi dia berhasil menyelamatkanmu, petugas keamanan datang dan penculik itu ditangkap, kau selamat, kembali dalam pelukan kami."
"Dimana paman Zitao sekarang, eomma?" Jeno mengernyit, dia tidak pernah mendengar pemain biola terkenal bernama Huang Zitao sampai sekarang. Kalau dia memang berbakat dan bermasa depan saat itu, pasti sekarang dia sudah di elu-elukan dan terkenal sampai penjuru dunia.
Nyonya Lee menyusut air matanya, "Zitao... Penculik itu mencabik tangan kirinya dengan pisau, dan mengenai saraf yang paling penting, luka itu membuat Zitao tidak akan pernah bisa bermain biola seumur hidupnya. Karirnya hancur dan seluruh masa depannya hancur, appamu sebenarnya berusaha menolongnya, tetapi dia menolak semua bantuan dari appamu, dia menghilang." Nyonya Lee menatap Jeno sendu, "Dua puluh tahun kemudian, tanpa sengaja aku bertemu dengan Renjun dan melihat kemiripannya dengan Zitao..."
"Apakah maksud eomma...?" wajah Jeno memucat ketika berhasil menarik kesimpulan.
"Ya Jeno, Renjun adalah anak laki-laki Zitao, dan kita punya hutang budi yang begitu besar kepada keluarga mereka, karena menyelamatkanmulah Zitao kehilangan masa depannya, membuatnya dan anak lelakinya hidup miskin selama ini." Tiba-tiba tatapan mata Nyonya Lee berubah tajam, "Eomma tahu bukan Renjun yang mencuri kalung eomma."
Wajah Jeno yang sudah pucat mendengar informasi itu semakin memucat, "Apa?"
"Kau yang melakukannya."
Nyonya Lee menatap tajam, "Eomma tahu Renjun tidak akan berbuat begitu, dia terlalu jujur dan polos untuk mencuri."
"Kalau begitu kenapa eomma mengusirnya dari mansion ini?" suara Jeno berubah cemas. Dia telah salah paham selama ini, dia telah membuat Renjun terusir dari rumah ini, karena pandangan jahatnya pada kemiskinan Renjun. Padahal semua penderitaan yang menimpa Renjun, semuanya berakar kepadanya! Karena appa Renjun berusaha menyelamatkannya!
"Eomma ingin kau belajar dari kesalahanmu, supaya kau tidak gegabah bertindak,dan menilai orang dari kaya dan miskinnya... Jeno, mau kemana kau."
Jeno bahkan tidak menoleh ketika tergesa meninggalkan ruangan,"Aku akan mencari Renjun!" Dan Nyonya Lee duduk di ruang makan itu, melap bibirnya dengan elegan dan tersenyum, Jeno rupanya telah belajar menjadi dewasa
.
.
Jeno mengumpat-umpat sepanjang perjalanan, hujan deras ini menghalangi perjalanannya mencari Renjun ke daerah perumahan kumuh, tempat rumah Renjun dulu berada, Jeno tahu alamat ini dari eommanya. Ketika sampai, Jeno makin frustrasi, karena lokasi perumahan kumuh itu sangat jelek, dan penuh dengan gang sempit yang saling berdesak-desakan, dan tidak bisa dimasuki mobil. Dengan marah Jeno keluar dari mobilnya, membiarkan tubuhnya diterpa hujan, lalu berdiri mengitarkan pandangan ke sekeliling.
Bagaimana aku bisa menemukan Renjun di sini? Bagaimana aku bisa menemukan alamat lama rumah Renjun?
Jeno yakin Renjun pasti kembali ke sini, dia tidak punya siapa-siapa, bekas rumahnya bersama appanya dulu pasti menjadi tujuan utamanya. Sejenak rasa cemas dan bersalah menyesaki dadanya. Tuhan, kalau sampai Renjun kenapa-kenapa, maka Jeno akan menanggung rasa bersalah seumur hidupnya. Matanya menyipit ketika menemukan sesuatu yang bergerak-gerak di emperan toko di sudut sana, dengan penuh harapan, Jeno berlari menembus hujan ke sana. Di temukannya Renjun sedang duduk meringkuk kedinginan di emperan toko itu, bekas-bekas air mata ada di pipinya.
Semula Renjun tidak mengenali lelaki yang tiba-tiba berdiri menjulang di depannya, seolah muncul begitu saja dari tirai hujan, tetapi begitu mengenali bahwa lelaki itu adalah Jeno, tatapannya berubah waspada.
"Kenapa kau kemari?"
Jeno langsung berlutut sampai kepala mereka hampir sejajar,"Maafkan aku."
Renjun mengernyit,"Apa?"
"Aku sungguh menyesal, maafkan aku, kuharap kau mau pulang kembali ke mansion bersamaku."
Pulang ke mansion? Untuk kemudian disiksa oleh Jeno kembali dengan kebenciannya? Tidak!
"Shireo! Aku tidak mau!" wajah Renjun berubah keras kepala, "Aku bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang-orang kaya seperti kalian, aku akan mencari pekerjaan sambilan dan rumah sementara besok, kau... kau tidak akan pernah bisa menyakiti dan menghina orang-orang miskin sepertiku lagi!"
Hati Jeno terasa dirobek oleh perkataan Renjun yang penuh kepedihan itu,"Renjun, aku minta maaf." bisiknya lembut, "Aku telah salah paham selama ini, Eomma sudah menjelaskan semuanya kepadaku, dan aku menyesal, ini..." Jeno mengeluarkan liontin Renjun dari tangannya, "Ini liontinmu, aku lihat ada foto appamu di sana, ini pasti sangat berharga untukmu, kukembalikan padamu,"dengan tak kalah lembut Jeno menggenggamkan liontin itu di jemari Renjun. Renjun langsung menerima kalung itu dan menggenggamnya erat-erat. Oh Terima kasih Tuhan! Kalung itu akhirnya kembali kepadanya.
Tetapi dia tetap menatap Jeno dengan waspada, "Ke...kenapa kau berubah pikiran secepat itu?" pikiran buruk berkecamuk di benak Renjun, apakah Jeno punya rencana jahat yang lain untuknya.
"Renjun, percayalah, aku sungguh menyesal, kumohon kau ikut aku pulang kembali ke mansion, akan aku ceritakan semuanya, aku bersumpah akan memperlakukanmu dengan baik sekarang." Jeno mulai frustrasi, berusaha meyakinkan Renjun.
"Kalau begitu...Kau tidak akan berbuat jahat kepadaku lagi?"
"Aku berjanji, kau bisa pegang kata-kataku."
Renjun menghela nafas panjang.
"Aku... Aku bisa hidup sendiri tanpa bantuan keluarga kalian."
"Aku tidak akan mengizinkanmu melakukannya!" suara Jeno meninggi, "Kumohon Renjun, apakah kau ingin menyiksaku dalam penyesalan? Kumohon ikutlah pulang ke mansion bersamaku, izinkan aku membalas budi dan menebus kesalahanku."
Renjun termenung.
"Kumohon Renjun." nada frustrasi mulai mewarnai suara Jeno, lelaki itu tampak benar-benar tersiksa.
Ahkirnya Renjun menganggukkan kepalanya yang langsung disambut dengan desahan lega Jeno, lelaki itu melepaskan jaketnya dan memakaikannya di kepala Renjun.
"Tapi kau akan basah..."
"Tidak apa-apa, aku lebih kuat daripada kau,"dengan lembut Jeno menghela Renjun dan mereka berlari menembus hujan masuk ke mobil.
Aku akan memperlakukanmu dengan baik Renjun. Mungkin aku tidak bisa mengucapkan terima kasih secara langsung kepada appamu, tetapi appamu akan tenang di sana, karena kau ada dalam penjagaanku. Janji Jeno dalam hati.
.
.
"Bukan begitu caranya." Jeno mengerutkan alis, dan dengan tidak sabar meraih tangan Renjun lalu memposisikan jemari Renjun dengan benar memegang garpu dan pisau itu, "Begini cara memegangnya, kalau kau salah memegang. Tuan dan Nyonya besar yang terhormat itu akan menyadarinya dan mempermalukanmu."
"Aku tidak akan mempermalukan Renjun, meskipun aku termasuk di golongan Nyonya besar yang kau maksud Jeno." Nyonya Lee yang sedang duduk membaca di sudut ruangan menyeletuk, sedari tadi dia hanya duduk di sana, geli memperhatikan Jeno yang dengan tidak sabaran mengajari Renjun tata cara makan resmi di jamuan makan malam terhormat.
Jeno menoleh ke arah eommanya dan mengerutkan kening,"Eomma mungkin tidak akan melakukannya. Tetapi teman-teman eomma akan berbisik-bisik dengan hidung mereka yang angkuh dan memuakkan." Lelaki itu lalu menatap Renjun lagi, "Coba pegang garpu itu dengan lebih elegan, Renjun!"
Jeno tampak tidak sabaran, pemarah dan kaku sedangkan Renjun lebih tampak ketakutan dengan sikap Jeno. Nyonya Lee tersenyum, anak laki-lakinya ini memang terbiasa bersikap kasar, bahkan meskipun tujuannya baik, Jeno tetap membungkusnya dengan sikap kasar. Semoga saja Renjun menyadari dan terbiasa dengan sikap Jeno. Jeno sudah membuatnya terkejut dengan bersikap baik kepada Renjun selama ini, meskipun masih kaku dan kadang sinis, anak lelakinya itu tampak sudah menerima kehadiran Renjun sebagai bagian dari mansion ini. Dari malam itu, sejak Jeno menjemput Renjun dengan penuh tekad pada malam berhujan itu, anak lelakinya benar-benar memegang teguh pendiriannya bahwa dia akan menjaga Renjun dan menjadi kakak yang baik.
Meskipun mereka berdua tampak begitu serasi lebih daripada kakak dan adik. Ditatapnya Jeno yang begitu tampan, berdiri dan menggenggam jemari Renjun mengatur cara jemari Renjun menggenggam dengan baik, kemudian ditatapnya Renjun yang begitu cantik dibalik penampilan rapuhnya yang menyimpan kekuatan tersembunyi itu. Mereka begitu cocok bersama, Nyonya Lee membatin, lalu tersenyum sendiri. Mungkin kalau tentang hal itu, lebih baik diserahkan kepada yang muda-muda saja untuk memutuskan…
.
.
TBC
Dilanjut? Atau dihapus saja?
Kn udah banyak tuhh yang remake novel ini, kalau kalian bosan didelete aja.. hehehe
Sign
Minnie
