Sepucuk Surat
Oneshoot
By Yuya Matsumoto
Inspirasi: Video 'Sepucuk Surat' yang diperlihatkan oleh papaku.
Thanks to creator wherever you are and whoever you are.
Cast: Heechul (GS), others
Desclaimer: Sungmin is always MINE… forever
Warning: FF ini terinspirasi oleh sebuah Video luar biasa yang membuat saya teringat kepada nenek saya. Saya hanya meminjam untaian kata dari video itu. Semoga FF ini bermanfaat untuk semua pembaca. Cerita murni dari inspirasi Yuya.
Summary: Sepucuk surat dari orang terkasih. Betapa ia mencintaimu setulus hatinya.
Note: Kalimat yang digaris bawahi adalah isi surat eomma Heechul
.
.
\(^w^)/~ Happy Reading ~\(^0^)9
.
.
KRIEEEET! Aku membuka pintu kamar. Aroma tubuhnya melekat pada setiap benda yang terletak di dalamnya. Kamar ini sunyi, menyimpan begitu banyak misteri. Aku mendudukkan tubuhku di atas ranjang, membelai pelan seprai yang tertata rapi. Mataku menjelajah ke setiap sudut kamar ini. Baru kusadari, aku terlalu lama tak menjamahnya.
Aku menarik sebuah bantal yang biasa ia pakai sebagai alas kepalanya. SREEEET! Sepucuk surat jatuh tepat di bawah kakiku. Aku mengambilnya dengan perlahan. Napasku tercekat saat melihat untaian kata yang tergores di dalam kertas putih itu. Tulisan tangan miliknya.
Anakku,
Ketika aku semakin tua, aku berharap kamu memahami dan memiliki kesabaran untukku.
Suatu ketika aku memecahkan piring, atau menumpahkan sup di atas meja, karenapenglihatanku berkurang.Aku berharap kamu tidak memarahiku.
.
.oOo. Flashback .oOo.
.
PRAAAAANG! Suara gaduh menggema di dalam ruang makan. Aku bergegas ke asal suara itu. Seorang yeoja tua sedang menunduk dengan tubuh yang bergetar. Ia berusaha membereskan kekacauan yang dibuatnya.
"Ya! Eomma! Sedang apa sih?", bentakku kesal. Aku baru saja pulang dari kantor, tapi eomma-ku yang tua itu mengacaukan rumah. Ia sudah terlalu sering memecahkan piring dan gelas yang aku miliki. Lama-kelamaan aku bisa makan dan minum dengan daun pisang. Aish! Menyusahkan sekali.
"Mianhae. Eomma hanya ingin memberikan teh hangat untukmu. Eomma pikir Heenim pasti capek. Mianhae. Eomma akan segera bereskan.", katanya memohon maaf kepadaku beberapa kali sambil membungkukkan badan beberapa kali.
Aku menarik napas panjang. "Sudahlah, eommanim. Biar Cho-ahjumma yang merapikannya nanti. Ayo, eomma masuk ke dalam kamar saja.", ucapku sambil menuntun tubuh rapuh eomma-ku.
Sejak appa-ku, Kim Youngwoon meninggal, eomma tinggal bersamaku. Adik-adikku sudah memiliki keluarganya sendiri, sedangkan aku masih asyik hidup sendiri. Mereka semua menolak untuk merawat eomma. Akhirnya aku terpaksa menerima eomma di rumahku, mereka beralasan aku tidak memiliki beban sebanyak mereka untuk mengurus eomma yang semakin tua itu. Argh! Sebenarnya aku juga keberatan untuk menjaga eomma yang semakin hari semakin merepotkan saja. Hanya saja… Aish! Sudahlah! Aku juga tidak paham!
PRAAAAANG! BYUUUUR!
"AAAAARGH! EOMMA!", jeritku stress. Aku membanting sendok ke atas piringku. Nafsu makanku hilang saat eomma memecahkan mangkuk berisi sup—menu makan siang ini. Air sup mengenai kakiku. Meja makan berantakan. Aku muak seperti ini.
"Bisakah eomma bertindak yang benar sehari saja? Bisakah eomma tidak membuat kekacauan sehari saja? Bisa tidak, eomma?".
Eomma menunduk. Tubuhnya bergetar. "Mian. Eomma tidak melihatnya tadi. Mianhae, chagi. Biar eomma yang bereskan.", jawabnya sambil mengumpulkan pecahan mangkuk ke satu sisi meja makan.
"Itu sudah kewajibanmu membereskannya!", bentakku tepat di telinga eomma, sebelum bergegas pergi ke kamarku.
.
.oOo. Flashback End .oOo.
.
Airmataku mengalir di pipi. Hatiku teriris pilu. Kenapa aku bisa sekasar itu kepada eomma? Usianya sudah menginjak delapan puluh lima tahun kala itu. Wajar jika penglihatannya sudah berkurang. Aku kembali membaca bait demi bait yang dituliskan di dalam surat ini.
Orang tua itu sensitive selalu merasa bersalah saat kamu berteriak.
Ketika pendengaranku semakin memburuk dan aku tidak bisa mendengar apa yang kamu katakan, Aku harap kamu tidak memanggilku "Tuli!".
Mohon ulangi apa yang kamu katakan atau menuliskannya.
.
.oOo. Flashback .oOo.
.
"Eomma, tadi boss-ku memuji hasil kerjaku. Ia akan memberikan bonus kepadaku.", ceritaku senang, sepulang kerja. Aku langsung menghampiri eomma yang sedang menonton acara drama kesukaannya.
"Eh, ada apa, sayang?", tanya eomma saat ia baru menyadari kedatanganku.
Aku duduk di sampingnya, lalu memeluk tubuhnya yang berkeriput. "Boss-ku memujiku. Ia akan memberikan bonus kepadaku.", ulangku senang.
"Ah? Apa?", tanya eomma sambil mendekatkan telinganya ke sisiku.
Aku cemberut melihat sikapnya itu. "Boss-ku akan memberikan bonus kepadaku. Apa eomma senang?", ulangku sekali lagi dengan suara yang lebiih keras dan pengucapan yang lebih lambat.
Eomma tersenyum, lalu memelukku. "Chukkae!".
"Ne, nanti kita jalan-jalan ya!".
Eomma cemberut. "Aku tidak suka ketan.".
Oh, Tuhan! Rasanya aku ingin mengubur diriku hidup-hidup! "JALAN-JALAN, EOMMA!", teriakku di telinganya.
"Aigoo! Jangan teriak-teriak! Eomma bisa dengar.", katanya kesal sambil mengelus-elus telinganya.
"TIDAK! EOMMA ITU TULI! APA YANG CHULLIE BILANG EOMMA NGGAK DENGAR. CHULLIE SEBAL DENGAN EOMMA!", jeritku kesal. BRAAAAK! Aku membanting pintu kamarku, meninggalkan eomma-ku sendirian di ruang tamu.
.
.oOo. Flashback End .oOo.
.
Napasku tercekat ketika ingatanku memutar kembali apa yang pernah aku ucapkan pada eomma-ku. Aku menyebutnya tuli. Padahal eomma berkali-kali meminta maaf kepadaku atas pendengarannya yang berkurang. Eomma selalu menyodorkanku buku kecilnya, agar aku bisa menuliskan kata-kata yang tak terdengar oleh inderanya. Tapi apa yang aku lakukan? Aku justru membuang buku itu dan memaki-maki eomma! Aku ini anak yang bodoh! Sekalipun eomma tidak pernah mengeluhkan sikap kasarku padanya. Eomma, mianhae!
Aku menghapus airmata yang terus membasahi pipiku. Aku menarik napas panjang, berusaha membaca curahan hati dari eomma-ku.
Maaf, Anakku.
Aku semakin tua
Ketika lututku mulai lemah, aku harap kamu memiliki kesabaran untuk membantuku bangun. Seperti bagaimana aku selalu membantu kamu saat kamu masih kecil, untuk belajar berjalan.
.
.oOo. Flashback .oOo.
.
Hari ini aku mengajak eomma ke pusat perbelanjaan. Dari aku kecil sampai remaja, eomma adalah sahabatku dalam urusan berbelanja, walau eomma bisa dikatakan sangat pelit mengeluarkan uangnya. Kemarin aku baru saja mendapatkan gaji dan aku pikir tidak ada salahnya memanjakan eomma sesekali.
"Nanti kita beli banyak barang ya, eomma! Aku akan membelikan apapun yang eomma minta deh!", kataku setelah kami turun dari dalam mobil. Kami baru saja sampai di pusat perbelanjaan. Aku benar-benar tak sabar memborong habis semua barang di dalamnya.
Eomma hanya tersenyum menanggapi ucapanku. Ia berjalan pelan di belakangku. Aku berkeliling mencari pakaian mana yang menarik untuk kukenakan. Beberapa kali aku meminta pendapat eomma, yang pastinya akan mendapatkan jawaban terbaik. Eomma selalu tahu apa yang pantas kupakai dan yang tidak.
"Heenim-ah, eomma duduk di sini saja ya! Eomma capek.", keluhnya sambil duduk di salah satu bangku di dalam toko.
"Yaaaah, eomma! Tapi aku belum selesai berbelanja.", jawabku sebal. Aku ingin ditemani eomma seperti masa remaja dulu.
"Mianhae. Eomma lelah, chagi.", ucapnya sedikit tersendat, seperti kesulitan mengatur napasnya.
Aku cemberut, lalu membalikkan badanku—memunggungi eomma lebih tepatnya. "Ya sudah kalau begitu. Jangan mengeluh kalau Chullie lama!", ujarku sebelum meninggalkan eomma. Aku pergi dari sana tanpa menanti jawaban eomma. Yang terpenting saat ini, aku tidak boleh kelewatan sale barang branded.
.
.oOo. Flashback End .oOo.
.
Aku memandang hampa ke arah kursi roda milik eomma. Sejak saat itu aku seringkali meninggalkan eomma di rumah ataupun pusat perbelanjaan. Aku tidak pernah menuntun eomma dan membantunya berdiri saat ia berjongkok karena lelah. Kursi roda itu pun dibeli karena pemintaan dokter. Eomma, kenapa selama ini kamu tidak mengeluh? Waeyo, eommanim?
Aku mohon jangan bosan denganku.
Ketika aku terus mengulangi apa yang ku katakan, seperti kaset rusak.
Aku harap kamu terus mendengarkan aku.
Tolong jangan mengejekku, atau bosan mendengarkanku.
.
.oOo. Flashback .oOo.
.
"Kemarin cucuku membelikanku permen. Ia lucu sekali, Heenim-ah.", cerita eomma setelah dua hari tinggal di rumah Sungmin dan Kyuhyun.
Aku hanya bergumam sebagai tanggapan, karena saat ini aku sedang mengerjakan tugasku yang belum terselesaikan di kantor. Eomma terlihat senang sekali setelah bermain-main dengan anak KyuMin, cucunya. Kim Sunghyun dan Kim Hyunmin, si kembar itu selalu bisa menyenangkan hati eomma. Setiap kali ia pulang dari keluarga kecil itu, eomma pasti menceritakan tentang pola tingkah keduanya. Terus-menerus sampai aku pengang mendengarnya.
"Sunghyun itu nakal sekali seperti baby Kyu. Dia seringkali membuat Hyunmin menangis dan mengambil permen milik adiknya itu. Eomma heran sekali dengan sikap keduanya yang sangat berbeda itu. Ya ampuuuuun! Tapi keduanya menggemaskan sekali. Aku ingat saat keduanya membuat rencana mengerjai eomma-appanya bersama-sama. Kyu dan Sungmin diusili habis-habisan. Kamu harus lihat wajah…".
"CUKUP EOMMA! Eomma sudah menceritakan hal itu berkali-kali setiap hari. Aku bosan dan aku pusing mendengar suara eomma yang seperti kaset rusak itu. Sudahlah! Eomma nonton televisi saja sana!", potongku sebelum eomma terus-terusan membuatku muak. Kepalaku pusing sekali. Rasanya pekerjaanku tidak akan selesai jika seperti ini. Huft!
"Mianhae. Eomma tidak akan mengganggu lagi.", ucapnya pelan, namun masih bisa kudengar dengan jelas. BRAAAK! Eomma masuk ke dalam kamarnya. Baguslah, sekarang aku bisa berkonsentrasi.
.
.oOo. Flashback End .oOo.
.
"Hiks… Hiks… Bukan sekali aku menolak eomma. Aku seringkali membentaknya karena merasa ia mengangguku. Aku tidak pernah memikirkan perasaan eomma. Hiks… Hiks… Eomma!"
Apakah kamu ingat ketika kamu masih kecil dan kamu ingin sebuah balon?
Kamu mengulangi apa yang kamu mau berulang-ulang sampai kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan.
.
.oOo. Flashback .oOo.
.
"Eomma! Eomma! Chullie mau itu! Chullie mau yang berwarna merah, eomma!", teriakku sambil menunjuk balon berwarna merah berbentuk kelinci.
Eomma menggeleng, lalu menggendongku. "Aniya, Chullie-ah. Kita harus cepat pulang. Kasian baby Kyu di rumah.", tolak eomma. Kami berjalan menjauhi penjual balon itu.
"Huaaaa… Eomma jahat! Chullie mau balon itu! Huaaaa… Aku nggak peduli sama Kyu. Pokoknya Chullie mau balon! Balon! Balon!", tangisku dalam gendongan eomma. Aku meronta-ronta agar eomma menurunkanku. Aku ingin balon itu segera.
Eomma menurunkanku dari gendongannya. "Ssst… Chullie diam ya. Baiklah. Eomma akan membelikanmu dan Kyu. Jangan berebutan ya nanti. Sekarang Chullie diam di sini. Eomma belikan balonnya dulu.", kata eomma pasrah pada akhirnya. Yeah! Aku dapat balon, biar nanti Kyu nggak akan aku kasih balonnya. Hihihi~!
.
.oOo. Flashback End .oOo.
.
Aku tersenyum saat ingatan masa kecilku terputar kembali. Eomma selalu bertindak adil padaku, Kyuhyun dan adikku yang lainnya. Aku dan Kyuhyun memang yang paling dekat, karena aku paling senang menjahili Kyuhyun, sedangkan Kyuhyun pasti menjahili kakaknya yang lainnya. Sama-sama evil, eoh?
Maafkan juga bauku.
Tercium seperti orang yang sudah tua.
Aku mohon jangan memaksaku untuk mandi
Tubuhku lemah
Orangtua mudah sakit karena mereka rentan terhadap dingin. Aku harap, aku tidak terlihat kotor bagimu.
.
.oOo. Flashback .oOo.
.
"Ya! Eomma mandilah! Sudah berapa lama kamu tidak mandi. Baumu busuk sekali!", keluhku saat eomma duduk di sampingku. Aku sedang menonton televisi. Hari ini hari libur, jadi aku ingin bersantai di rumah.
"Aku baru saja mandi.", jawab eomma pelan. Aku melirik eomma-ku. Rambutnya basah dan pakaiannya memang sudah berganti. "Kamu tuh yang belum mandi.", sindir eomma.
Aku cemberut. "Aniya! Eomma tuh yang bau. Lagian kenapa sih pake baju kayak gitu. Ini musim panas, eomma. Kenapa pakai sweeater tebal dan jadul seperti itu. Euh! Bau orang tua, tau!", balasku sebal. Walau aku belum mandi, aku ini pasti wangilah. Huuuh!
Eomma menunduk lesu. "Ini pemberian appa-mu.".
"Sudahlah, eomma! Mandi lagi sana! Biar nggak bau! Hush! Hush! Hush!", usirku padanya, agar aku bisa selonjoran lagi di atas sofa empukku.
"Nggak mau! Dingin!", tolak eomma. Eh, eomma sudah bisa melawanku rupanya.
"Ya udah sana ke kamar saja! Aku bisa muntah kalau eomma di sini terus!".
.
.oOo. Flashback End .oOo.
.
Apakah kamu ingat, ketika kamu masih kecil?
Aku selalu mengejar-ngejar kamu, karena kamu tidak ingin mandi
.
.oOo. Flashback .oOo.
.
"Shirreo! Shirreo! Chullie benci mandi! Aniya!", teriakku menghindari kejaran eomma. Aku berlari keluar rumah, berharap eomma tak dapat menangkapku. Aku benci mandi. Aku mau seperti champagne yang tidak perlu mandi sering-sering. Untuk apa ada parfume kalau kita harus mandi tiap hari? Iiiih~ Aku nggak mau mandi.
"Ayolah, Chullie. Nanti eomma kasih permen yang banyak ya!", rayu eomma setiap kali aku menolak mandi. Kali ini rayuannya nggak mempan! Aku memanjat pohon mangga di rumah tetangga.
"Aigoo! Chullie, turun! Jangan disitu! Nanti kamu bisa gatal-gatal!", teriak eomma dari bawah pohon.
"Aniya! Chullie nggak mau mandi!", tolakku lagi. Lagian nggak mungkin saja aku gatal-gatal. Emangnya di sini banyak ulat bulu kayak di pohon jambu Lee Ahjussi? Eh? Itu bukannya… "HUAAAAA! ULAT BULU! EOMMA!".
.
.oOo. Flashback End .oOo.
.
"Eomma selalu sabar menghadapiku. Ia selalu menasihatiku untuk mandi, membuatku menjadi yeoja yang cantik dan pintar. Ia tidak pernah mengataiku bau, walau aku tahu tubuhku bau busuk melebihinya. Aigoo! Eomma, bisakah aku mengulang waktu? Maafkan aku!", ucapku pelan sambil membaca kembali surat terakhirnya.
Aku harap kamu bisa bersabar denganku, ketika aku selalu rewel.
Ini semua bagian dari menjadi tua, kamu akan mengerti ketika kamu tua
Dan jika kamu memiliki waktu luang, aku harap kita bisa bicara
Bahkan untuk beberapa menit
Aku selalu sendiri sepanjang waktu dan tidak memiliki seorang pun untuk diajak bicara
Aku tahu kamu sibuk dengan pekerjaan.
Bahkan jika kamu tidak tertarik pada ceritaku, Aku mohon berikan aku waktu untuk bersamamu.
.
.oOo. Flashback .oOo.
.
"Chullie, bisakah eomma bicara padamu?", kata eomma sebelum aku berangkat kerja.
Aku meneguk susuku cepat, lalu melangkah pergi ke pintu depan. "Mianhae, eomma! Aku terburu-buru. Love you, eomma! Nanti malam kita ngobrol.", janjiku padanya. Aku mengecup kening eomma, lalu berlalu masuk ke dalam mobil.
"Eomma?", kagetku ketika aku menemukan eomma-ku masih terjaga di depan televisi. "Kenapa tidak tidur? Ini sudah malam sekali!".
"Aku menunggumu."', jawabnya singkat.
Aku merangkul bahu eomma. "Ayo, tidur! Aku lelah, eomma. Besok saja cerita-ceritanya ya!", ucapku seraya meminta maaf karena tidak bisa menepati janjiku pagi tadi.
"Baiklah. Tidur yang nyenyak, Heenim-ah!", pamit eomma sebelum menghilang di balik pintu kamarnya.
.
.oOo. Flashback End .oOo.
.
Apakah kamu ingat, ketika kamu masih kecil?
Aku selalu mendengarkan apapun yang kamu ceritakan tentang mainanmu.
"Mianhae, eomma. Seharusnya aku bisa memberikan waktu untukmu. Seharusnya aku lebih mementingkanmu dibandingkan pekerjaan membosankan itu. Mianhae, eomma. Aku merasa sepi tanpamu, eomma. Kembalilah, eomma! Hiks…". Airmataku kembali mengalir seiring dengan penyesalan yang merasuki dadaku.
Ketika saatnya tiba…
Dan aku hanya bisa berbaring, sakit dan sakit
Aku harap kamu memiliki kesabaran untuk merawatku
.
.oOo. Flashback .oOo.
.
"Bagaimana keadaannya saat ini, uisanim?", tanyaku pada dokter yang menangani eomma.
"Nyonya Kim sudah terlalu tua. Ia memiliki berbagai penyakit di dalam tubuhnya. Saya sarankan untuk membelikannya kursi roda dan melarangnya mandi terlalu sering. Jaga asupan makanannya. Saya yakin nyonya Kim adalah orang yang sangat kuat dan pengertian. Dia pasti bisa diberi pengarahan.", jelas sang dokter sebelum keluar dari kamar rawat eomma.
Eomma tertidur pulas di atas ranjang. Raut wajah lelah terpatri jelas. Aku duduk di samping ranjangnya. "Cepat sembuhlah, eomma. Jangan merepotkan kami lagi.".
Bukan hanya sekali eomma masuk rumah sakit, aku harus berkali-kali mengurusnya di rumah sakit. Eomma seringkali pingsan mendadak atau mendapat serangan asma. Sampai pada akhirnya aku lelah harus bolak-balik rumah sakit, jadi aku meminta perawat pribadi untuk menjaga eomma di rumah dan sesekali dokter datang memeriksa keadaannya.
.
.oOo. Flashback End .oOo.
.
MAAF
Kalau aku sengaja mengompol atau membuat berantakan
Aku harap kamu memiliki kesabaran untuk merawatku, selama beberapa saat terakhir dalam hidupku.
Aku mungkin, tidak akan bertahan lebih lama
Ketika waktu kematianku datang, aku harap kamu memegang tanganku dan memberikanku kekuatan untuk menghadapi kematian.
.
.oOo. Flashback .oOo.
.
Aku berlari saat menerima telepon dari rumah. Semua itu tidak mungkin terjadi. Aku tidak akan membiarkan Kyuhyun menjahiliku lagi.
BRAAAAK! Aku membanting pintu kamar eomma. Kyuhyun, Sungmin, Eunhyuk, Donghae, Kibum, Siwon, Yesung dan Ryeowook berkumpul di dalam kamar sempit itu. Mereka menangis, lalu memandang ke arahku dengan tatapan menyesal. Aku mengalihkan pandanganku ke atas ranjang dimana eomma-ku berbaring. Eomma menutup matanya lekat, terlihat damai dalam mimpinya.
"Eomma.", panggilku pelan, sambil mengelus bahunya. Aku berusaha membangunkannya. "Eomma…". Tidak ada jawaban. Aku menggoyangkan tubuhnya beberapa kali. "YA! EOMMA! IREONA! EOMMA!", teriakku beberapa kali. Aku tidak peduli tindakanku ini akan menyakiti eomma. Aku hanya ingin eomma bangun. Aku ingin melihat senyumannya lagi.
"EOMMAAAAAAAA! ANDWAAAAAAAAAAAAAAAAE!", jeritku frustasi saat semua usahaku tak membuahkan hasil. Eomma tetap memilih tidur, mengacuhkanku—anak kesayangannya. Andwae! Ini tidak mungkin. Eomma tidak mungkin meninggalkanku. Andwae! Aku menggelengkan kepalaku berkali-kali, berjalan mundur menjauhi jasad eomma. "Andwae! Ini pasti lelucon. Eomma tidak mungkin. Eomma masih hi…". BRAAAAK! Dan kegelapan menyelimuti hatiku yang kelam.
.
.oOo. Flashback End .oOo.
.
"Eomma! Kenapa kamu memendam perasaanmu seperti ini? Seharusnya eomma yakin bisa bertahan lebih lama lagi. Apa eomma tidak memikirkanku? Jika eomma pergi aku sama siapa? Eomma… Dorawa… Jebal dorawa, eomma!", tangisku kembali pecah. "Aku menyesal, eomma! Aku menyesal telah bersikap jahat selama ini kepada eomma. Aku… Aku… Maafkan aku, eomma! Mungkin kata maaf ini tidak akan berguna. Hiks… hiks… hiks… Bahkan aku tidak ada di sampingmu saat eomma pergi. Hiks… Eomma…".
Dan jangan khawatir
Ketika aku bertemu dengan Sang pencipta, aku akan berbisik pada-Nya untuk selalu memberikan BERKAH padamu
Karena kamu mencintai, ibu dan ayahmu.
Terima kasih atas segala perhatianmu, nak.
Kami mencintaimu dengan kasih yang berlimpah,
Ibu dan Ayah.
Aku memeluk sepucuk surat terakhir yang eomma tuliskan untukku. Pesan terakhirnya yang ia sampaikan bagaikan pesan dari eomma-appa atas rasa sayangnya kepadaku. Aku benar-benar menyesal telah menghabiskan hariku tanpa mempedulikan mereka. Sekarang apa yang bisa kulakukan selain menangis dan menyesali hidup? Aku hanya bisa mendoakan kebahagiaan kepada eomma dan appa di surga.
"Oh, Tuhanku. Jagalah kedua orangtuaku di sana. Sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku. Seandainya aku bisa memutar waktu, aku pasti akan membalas kasihnya dengan segenap perasaanku. Seandainya mereka masih di sampingku aku pasti akan membahagiakan mereka dan membiarkan lengkungan senyum senantiasa di kedua pipi mereka. Seandainya aku masih bisa memutar waktu, aku tidak ingin menyia-nyiakan mereka dan menyesali hidupku seperti ini. Seandainya…"
.
("^0^)/..::The End::..\(TwT")
.
~~Sayangi dan cintailah kedua orangtua kita setulus hati. Sampai kapan pun kita tidak akan bisa membalas kasihnya selama ini, tapi buatlah mereka selalu tersenyum sepanjang akhir hidupnya. Bahagiakan mereka! Jangan biarkan penyesalan itu datang, karena kita hanya bisa mengenang mereka dan mendoakan mereka setelah mereka pergi~~ Happy Mother's Day! I love you, Mom! . . . .
Finished at 10/12/2012 04:50 pm in Jakarta, Indonesia
First published at 22/12/2012 00:10 am in yuyalovesungmin . wordpress . com
