Title: Affection

Writer: Shou

Fandom/Characters: Kuroko no Basket/Aomine Daiki, Kise Ryouko (Kise-fem), Kagami Taiga, Kuroko Tetsuna (Kuroko-fem)

Pairing(s): AoKise. KagaKuro

Disclaimer: Kuroko no Basuke adalah milik Fujimaki Tadatoshi. Yang saya miliki hanyalah fanfic ini.

Rating: M

Summary: Jatuh cinta adalah hal yang begitu indah. Namun pernikahan membuat segalanya menjadi lebih indah.

Warnings: AU—Fluff attack! Fluff. Fluff everywhere.

A/N: Dan seperti author-author lain, aku pun 'gatal' ingin membuat fanfic AoKise meski masih ada hutang fanfic di tempat lain. Yeah, tak ada yang bisalepas dari jeratan maut Aomine dan Kise ini. Ini fanfic pertamaku di fandom ini, yahuu~


Pria berkulit gelap itu memutar bola matanya. Jari kelingkingnya pun tengah menggaruk telinganya yang tidak gatal.

Siang hari, di salah satu sebuah universitas swasta di Jepang.

Banyak sekali mahasiswa maupun mahasiswi berlalu-lalang di lingkungan universitas tersebut. Ada yang hanya berbincang-bincang ringan dengan teman, adapula yang mengulang pelajaran yang telah dipelajari pagi tadi. Pemandangan istirahat siang kali ini, seperti biasa. Ramai.

Namun, dari sekian banyak pemandangan yang ada, entah mengapa, semua pasang mata hanya tertuju pada sejoli yang tengah berjalan berdampingan itu.

Sang pria, menggandeng tangan seseorang di sebelahnya dan tengah menatap tajam ke arah pasangannya. Matanya yang tajam, hanya menatap sang wanita seolah hanya ialah yang berada di sekelilingnya. Terlihat sedikit marah, namun kasih sayang tetap terpancar dari tatapannya. Tubuh tinggi tegapnya, dengan sigap menuntun pasangannya untuk berjalan ke arah yang ia mau, terlihat protektif namun tidak berlebihan. Terik matahari yang menyengat, membuat tubuh tegap dengan kulit berwarna gelapnya hanya dilapisi kaos tipis berwarna biru tua. Membuat tubuhnya yang atletis dengan samar terlihat.

Sementara sang wanita, ia menatap balik sang pria dengan sedikit mengerucutkan bibirnya. Terlihat manja, sekaligus mempesona. Rambut pirang ikal sepunggung dan blouse pendek broken white yang dikenakannya pun menari perlahan ketika ia berjalan menyamai langkah tungkai pasangannya. Bola mata emasnya terpejam sesekali seperti meminta persetujuan dari lawan bicaranya bersamaan dengan bulu matanya yang lentik memperindah matanya. Dan meski pada akhirnya terlihat kalah dalam perdebatan dengan pasangannya, ia hanya mengerucutkan bibir plum-nya dan terdiam, menunduk untuk beberapa saat.

"Kise-chan, ada apa?" tanya Kuroko Tetsuna, gadis manis bersurai biru muda sebahu itu akhirnya mendekati sejoli tersebut—setelah tak kuat menahan rasa penasaran akibat perkelahian kecil mereka—yang tentunya sedari tadi menarik perhatian semua orang yang ada di sekelilingnya. Sambil meneguk vanilla shake yang tengah ia genggam dengan tangan kanannya, ia bertanya dengan raut wajah datar dan segera ditanggapi dengan raut wajah manja si pirang.

"A, Kurokocchi! Ano ne, Aominecchi bilang bahwa ia tak bisa menemaniku belanja hari ini. Hidoi—ssu ne?" jawab Kise Ryouko—yang kembali mengerucutkan bibirnya, meminta persetujuan dari sahabatnya tersebut. Namun orang yang diajak 'berkomplot' tetap mempertahankan raut wajahnya—sambil sesekali meneguk vanilla shake-nya, lalu beralih menatap Aomine Daiki.

"Aomine-kun.."

"Huh?" tanggap Aomine, acuh tak acuh sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan tangannya yang bebas. Ia menatap langit di atasnya, tidak ia tujukan pada Kuroko yang mengajaknya bicara, ia sudah yakin bahwa Kuroko hanya 'menasihatinya' agar lebih 'berperasaan' terhadap Kise.

"Sebaiknya kau—"

"Kuroko!" merasa dipanggil, Kuroko berbalik menghadap ke arah suara itu berasal. Tak jauh dari tempatnya berdiri, sang kekasih, Kagami Taiga, menghampirinya sambil melambaikan tangannya—sekaligus memotong perkataan Kuroko yang ditujukannya kepada Aomine. "Kau dipanggil sensei, ada yang kurang dari makalah yang kau buat" lanjut Kagami. Sementara Kuroko yang telah mengerti akan masalah yang dihadapinya, hanya berbalik sesaat ke Aomine, "Temani dia, Aomine-kun" perintahnya dan tak lama kemudian ia berlari ke arah Kagami, lalu sosoknya hilang bersama dengan sosok Kagami.

"Sebaiknya kau menemaninya. Kau tak mau ada hal buruk terjadi lagi padanya, bukan?"

"Akh, baiklah. Kau mau belanja kemana hari ini?"

Shibuya. Malam hari.

Aomine yang sudah tampak terlihat begitu lelah, kini berjalan lunglai dan tentu, tengah membawa beberapa kantong belanja yang membuat tangannya penuh. Sementara si pirang, bersenandung riang. Tungkai kecilnya, yang terbalut jeans sebatas betis, melompat-lompat kecil mendampingi Aomine di sebelahnya—tanpa membawa kantong satupun, hanya membawa tas pundak yang sedari tadi ia bawa ke kampus.

"Kise, kau sudah selesai belanja, bukan? Ayo pulang" ajak Aomine, dengan wajah letih dan setengah sadar setelah berjam-jam menemani Kise berbelanja yang—well, rutinitas wanita. Melelahkan. Sedangkan di sebelahnya, Kise menengadahkan wajahnya ke atas serta menaruh jari telunjuknya di depan bibir mungilnya—memikirkan apakah masih ada yang telupakan sebelum mereka menyelesaikan rutinitasnya hari ini.

"Ah! Aku lupa," ujar Kise tiba-tiba—yang dengan segera dibalas dengan desahan pasrah oleh Aomine, "Aku lupa membeli bahan untuk makan malam kita. Kau mau makan apa malam ini, Aominecchi?" lanjut Kise sambil melangkahkan kakinya ke dalam supermarket di hadapan mereka, tentunya diikuti oleh Aomine di belakangnya yang tengah menggerutu.

"Teriyaki burger saja" jawab Aomine, asal. Sedangkan Kise yang tengah mengambil keranjang tempat menaruh barang belanjaan, menoleh padanya dengan cepat disertai kedua alisnya yang bertaut.

"Lagi? Kau tak boleh makan itu terus menerus. Kau seorang atlet, ingat? Kau harus menjaga keseimbangan makananmu dan makan makanan yang sehat. Apa kau tahu itu?" bantah Kise sambil mengambil seporsi salad yang sudah terbungkus rapi ke dalam keranjangnya. Melihat hal itu, Aomine memutar bola mata biru pekatnya, menaruh sebagian kantong belanja—yang membuat tangannya penuh, dan mengeluarkan kembali salad yang baru saja Kise masukkan ke dalam keranjang.

"Dan kau tak boleh diet lagi, Kise"

"Tapi aku seorang model, ingat? Aku harus menjaga bentuk tubuhku ini"

"Aku tak suka melihatmu lebih kurus dari ini. Tidur di pangkuanmu tak lagi menyenangkan. Keras" bantah Aomine yang akhirnya dituruti oleh Kise. Sambil mengerucutkan bibirnya, ia berjalan perlahan sambil mengamit beberapa bahan makanan dan memasukkannya ke dalam keranjang. Sudah menetapkan apa yang akan ia buat untuk makan malam.

Melihat isi keranjang yang dibawa Kise, Aomine mengerutkan dahinya.

"Goya*? Kau tahu bahwa aku tak menyukai goya, bukan? Huh, Kise?" tanya Aomine sambil memicingkan matanya, membuat Kise melangkahkan kakinya mundur beberapa langkah. "Uh, uh, oke. Ini makanan yang sehat! Yosh, bahan sudah lengkap. Aku ke kasir dulu ya, Aominecchi. Tunggu aku di depan supermarket~" ujar Kise sambil berlari kecil menuju kasir, sementara Aomine hanya mendesah pasrah mengingat betapa akan menyiksanya makanan malam ini.

Meski begitu, ia tersenyum sambil melihat si pirang yang terlihat begitu bahagia.

Disini, mereka berdiri, di depan apartemen mereka yang sederhana.

Aomine tengah merogoh tas ranselnya, mencari dimana keberadaan kunci kamar mereka. Sementara Kise, tengah memperhatikan papan nama yang tertera di sebelah pintu kamar. Iapun tersenyum ringan dan kembali bersenandung kecil.

"Oi, Kise! Masuklah, pintu sudah kubuka" ajak Aomine yang sudah berada di dalam apartemen mereka, membuka sepatunya di genkan, dan segera masuk ke dalam untuk menaruh semua kantong belanjaan mereka.

"Kise?" tak melihat Kise berada di belakangnya untuk memasuki ruangan, Aomine kembali ke luar dan mendapati Kise tengah termangu menatap papan nama di depan kamar apartemennya yang bertuliskan 'Aomine'.

"Ne, Aominecchi. Bahkan ketika marga kita sudah sama, kenapa kau masih memanggilku 'Kise'?" tanya Kise—dengan masih menatap papan nama tersebut. Sementara pria berkulit gelap yang diajak bicara hanya mengacak-acak rambut pendeknya, terlihat bingung menjawab pertanyaan si pirang.

"Ugh, uhm, karena belum terbiasa?"

"Tapi bulan ini sudah bulan ketiga. Kau masih belum terbiasa, Aominec—"

"Bahkan kau pun belum bisa memanggilku 'Daiki', bukan?"

Mereka berdua terdiam.

"Masuklah, Ryouko. Tidak baik berada di depan pintu" ujar Aomine memecahkan keheningan yang tentunya membuat wajah Kise berseri-seri mendengar nama kecilnya dipanggil. Kise berjingkat-jingkat ringan ketika membuka sepatunya di genkan, lalu melompat ringan ke dalam ruangan ketika sepatunya selesai dibuka.

"Tadaima~" seru Kise dengan suara manjanya, dan dibalas oleh Aomine yang membisikkan kata 'Okaeri' di telinga Kise. Yang tentu membuat dada Kise berdesir mendengar bisikan—yang-dianggapnya-mesra-itu.

"Ah, aku akan menyiapkan makan malam. Tunggu disini" pinta Kise yang segera meluncur menuju dapur dengan membawa beberapa bahan makanan di tangannya. Iapun segera mengambil celemek bergambarkan matahari yang tergantung di dekat kulkas, lalu berusaha memakainya.

"Ugh, ugh.." Kise yang tengah mencoba mengikatkan tali celemek di pinggangnya merasa kesulitan begitu menyadari talinya tersangkut satu sama lain. Melihat itu, Aomine bangkit mendekati Kise dan meraih tali celemeknya lalu mengikatnya dengan baik.

"Nah, sekarang cepat buatkan aku makan. Aku lapar" gerutu Aomine halus—yang lebih menyerupai bisikan, tepat di belakang telinga Kise. Mendengar suara rendah itu di balik telinganya, wajah Kise bersemu.

"Ah, baik, baiklah. Duduk di tempatmu dan aku akan segera menyiapkannya untukmu!" balas Kise dengan semburat merah di wajahnya lalu mengikat rambut panjangnya. Dan Aomine pun hanya bisa nyengir melihat Kise bersemu seperti itu.

Sambil menunggu Kise membuatkannya makan malam, Aomine mengamit remote TV yang berada di atas meja di hadapannya dan menyalakan TV. Ia memangku dagunya dengan tangan kirinya dan tangannya yang lain memegang remote—sesekali mengganti channel-nya jika dirasa acaranya kurang menarik. Teringat akan sesuatu, ia merogoh tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah majalah dari dalam tasnya. Majalah yang diam-diam ia beli tanpa sepengetahuan Kise. Dan ketika ia melihat cover majalah tersebut, ia segera menyunggingkan senyum di wajahnya. 'Kau begitu cantik', gumamnya, terlihat bergitu bahagia dan puas. Ia kembali memangku dagunya dengan tangan kiri dan tangan lainnya membalikkan kertas majalah tersebut perlahan-lahan. Tentu masih dengan senyum menghiasi wajahnya.

"Aominec—Daiki! Apa yang sedang kau baca itu?" seru Kise—yang tengah membawakan makan malam mereka, lalu melepaskan ikatan di rambutnya, menggerai kembali rambut pirang indahnya— membuyarkan 'kebahagiaan sesaat' Aomine. Mendengar seruan Kise, Aomine berusaha segera menyembunyikan majalah yang tadi ia baca di belakangnya.

"Hanya majalah biasa"

"Ja-Jangan-jangan.. Perlihatkan padaku!" perintah Kise sambil berusaha mengambil majalah itu dari belakang Aomine. Ketika Kise ingin mengambilnya dari sisi kanan, Aomine memindahkan majalahnya ke sebelah kiri. Ketika Kise ingin mengambilnya dari sisi kiri, Aomine memindahkan majalahnya ke sebelah kanan. Begitu seterusnya sampai pada akhirnya Aomine menyerah pada olahraga-tak-berguna ini dan pasrah saja melihat Kise merebut majalahnya.

"…ini.."

"Huh?"

"Daiki, ini kan.." mata Kise membelalak melihat majalah yang telah berada dalam genggamannya. Ia segera menoleh ke arah Aomine. Meminta jawaban darinya.

"Ya, ya. Itu majalah dimana kau menjadi model utamanya"

"Lalu, kenapa kau menyembunyikannya? Kukira kau membaca majalah Mai—"

"Ugh, sudah kubilang, bukan? Aku tak pernah membaca majalah seperti itu lagi. Sejak ada kau.."

"Eh? Uhh, umh. Lalu, sejak kapan kau membeli majalah dimana di dalamnya ada aku?"

"Ugh, umh.. sejak.. kita mempunyai hubungan khusus..?" jawab Aomine, semburat merah pun muncul di kulit gelapnya. Ya, dia selalu menyembunyikan keberadaan majalah-majalah dimana terdapat Kise di dalamnya karena ia tak mau disudutkan seperti ini. Aomine tidak suka jika ia disudutkan mengenai hal-hal romantis macam ini.

"…uhu..huhu" mata Aomine membelalak. Ia segera menoleh dan mendekati Kise yang mulai menitikkan air matanya, lalu memutar kedua bola matanya."Cih, kenapa kau menangis? Aku salah?" tanya Aomine, tak tahu harus berbuat apa.

"Uhu..huhu.. aku tak menyangka kau begitu peduli padaku, Daiki. Bahkan dulu, ketika aku selalu memberi majalah-majalahku padamu, kau sama sekali tak menanggapinya. Tapi sekarang.. uuh.." mendengar pernyataan Kise, Aomine hanya mendengus. Iapun membelai rambut pirang ikal milik Kise dan menariknya perlahan, membiarkannya bersender di dadanya. Tangannya yang bebas pun ia pindahkan ke tubuh Kise untuk memeluknya.

"Itu kan cerita lama. Apa salahnya jika aku ingin mengetahui pekerjaan istriku?"


Note : Goya : Pare

Um, well, karena Kise adalah seorang wanita, jadi kayaknya kurang pas kalau Kuroko manggil pake –kun, apa boleh buat, diganti jadi –chan yaa.

Ah, debutku dif fn, jadi, yoroshiku onegaishimasu~ `w`/

Dan aku menunggu review untuk menentukan apakah pantas untuk dilanjutkan atau tidak, hehe.