**PROLOGUE**

"Reva, temani aku ke kantin, yuk!" Ajak Yuutsu kepada Reva, seorang gadis berambut putih dengan panjang sepinggang. Reva adalah seorang ketua di kelas mereka.

"Aduh, aku masih sibuk nyalin catatan. Tunggu bentar lagi, atau ajak yang lain deh, ntar aku nyusul!" Balas Reva sambil tetap fokus pada menulis catatannya.

"Ampun, bentar doang, kok!" Kata Yuutsu ngotot. "Aku laper, nih... emang kamu nggak mau makan juga? Ayo dong..."

"Aduh..." Gerutu Reva. Tak lama kemudian, Reva akhirnya pasrah pada rayuan Yuutsu. Ia berkata, "Ya sudah, ayo deh..." Akhirnya, mereka berdua ke luar dari kelas untuk pergi ke kantin.

"Gimana persiapan ujianmu, Reva?" Tanya Yuutsu di perjalanan.

"Yah... dengan kesibukanku sekarang, agak sulit untuk bisa mengikuti pelajaran yang ketinggalan..."

"Suruh siapa sibuk..." Kata Yuutsu. "Tapi, Reva kan pintar... Aku yakin kamu bisa mengikuti ujian dengan baik!"

"Ahehehe... aku tidak sepintar itu, kok..." Kata Reva sambil tersipu.

Setelah itu, mereka sampai di kantin dan memesan makanan masing-masing. Di kantin itu tak ada banyak pilihan makanan yang dijual, sekolah mereka memang bukan sekolah yang besar. Hanya saja, reputasi prestasi dari alumni menutupi kekurangan tersebut, walaupun berada di negara yang musim dinginnya panjang.

Yuutsu adalah salah seorang siswi di sekolah tersebut, dan ia berteman baik dengan Reva. Mereka cukup pintar dan memiliki tampang yang menarik. Pada saat itu, Yuutsu memiliki rambut warna cokelat yang selalu ia ikat kepang dan menaruhnya di depan tulang selangkanya. Warna matanya hijau gelap, sedangkan Reva memiliki warna mata abu-abu pucat. Rambutnya berwarna putih panjang dan terurai sampai menggapai pinggang.

Sekolah yang ditempati Reva dan Yuutsu adalah sekolah terpadu, artinya sekolah tersebut mendidik tingkat dasar sampai menengah atas. Agak aneh ketika sekolah terpadu memisahkan posisi masing-masing tingkatnya, namun itulah yang terjadi pada sekolah tersebut. Kondisi geografis negara tersebut tidak mendukung untuk pembangunan yang terlalu maju.

Waktu itu tahun 711 pada penghitungan tahun setempat, Yuutsu dan Reva masih memasuki semester genap mereka pada tingkat menengah pertama. Mereka bisa saling mengenal karena mereka satu kelas, paling tidak untuk tahun pertama. Sebagai siswa baru, mereka masih belum mengenal banyak siswa lain. Selain karena sekelas, mereka juga berasal dari tempat yang sama. Mereka berdua bukan berasal dari negeri ini, dan terpaksa mengemban pendidikan di negara tetangga karena alasan mereka masing-masing.

"Jadi, kapan kamu bakal pulang kampung?" Tanya Yuutsu sambil memakan udang goreng pesanannya.

"Kapan, ya... setelah bagi raport aku bakal langsung pulang kampung, kayaknya..." Jawab Reva. Ia masih menunggu kentang bakarnya matang.

"Hooo, cepet amat?"

"Iya, aku gak ada urusan lagi di sini, soalnya..."

"Setelah ujian, nanti kita bakal berpisah dengan teman-teman sekelas, ya, kan."

"Eh?" Balas Reva bingung.

"Nanti tingkat dua kita bakal diacak lagi anggota kelasnya," Jelas Yuutsu. "Kamu lupa?"

"Oh, jadi itu benar? Ya ampun... gak kerasa aja dong kita mau berpisah lagi."

"Cuma pisah kelas, Reva. Gak bakal sejauh yang kamu pikirin..." Kata Yuutsu. "Kira-kira, kalau boleh milih, kamu bakal sekelas sama siapa aja?"

"Hmmm... kamu kali, ya..." Jawab Reva.

"Oh... kalau aku, sih, inginnya bisa kenal dengan banyak orang."

"Maksudnya, kamu gak mau sekelas lagi sama aku, gitu?"

"Aku gak bilang gitu," Kata Yuutsu serius. Pesanan Reva akhirnya datang, tapi Reva tidak langsung menjamah kentang bakar itu. "Yang penting bisa kenal banyak orang, gak berarti kalau aku harus gak sekelas sama kamu, Reva."

"Kalau gitu, kamu harus coba gabung organisasi. Pasti banyak orang yang bisa kamu kenal di sana."

"Gak mau, organisasi membosankan. Lebih bagus juga kalau aku tebar pesona nanti di pentas seni."

"Hahaha, bisa aja. Terserah kamu sih," Kata Reva, tertawa kecil sambil mulai memakan kentang bakarnya. "Ada banyak hal yang bisa kamu pelajari dari organisasi, makanya aku menyarankan itu."

"Yah, bukan itu tujuanku sebenarnya..." Kata Yuutsu sambil mendesah pendek.

"Kamu hanya perlu wadah, sebenarnya kamu berprestasi dan sangat menarik. Kalau dimanfaatkan sebaik mungkin, pasti bisa dikenal banyak orang. Dengan kata lain, keinginanmu tercapai."

"Entahlah..? Terdengar seperti pecundang," Kata Yuutsu sembari menghabiskan sisa makanannya.

"Duh, kedengerannya kejam sekali," Kata Reva. "Kalau gitu, lakukan saja sesukamu, ada banyak waktu sebelum kita lulus, kok."

"Betul, aku gak perlu terburu-buru."

"Yeah!"

Setelah Reva menghabiskan makanannya, Yuutsu membeli air mineral dalam kemasan, dan mereka kembali ke kelas untuk meneruskan kegiatan belajar mengajar.

(Setahun kemudian)

Reva dan Yuutsu memasuki semester awal pada tingkat akhir di sekolah menengah pertamanya. Suatu waktu, Yuutsu mengajak Reva untuk bertemu kembali di kantin, di tempat yang sama di mana mereka biasa mengobrol ketika masih tingkat pertama. Pada tingkat dua dan akhir, mereka dipisah kelasnya. Yuutsu menggunakan momen ini untuk saling menyambung persahabatan yang sudah agak lekang.

"Hai, bagaimana kabarmu?" Tanya Yuutsu yang sudah menunggu di kantin sambil ditemani segelas jus melon.

"Baik sekali, Yuutsu, aku senang bisa bertemu denganmu lagi," Jawab Reva, kemudian ia duduk di kursi seberang Yuutsu.

"Kamu masih sibuk seperti biasanya," Kata Yuutsu. "Belakangan aku hampir tak pernah melihatmu di kelas ketika jam pelajaran usai."

"Iya, ada banyak program kerja yang harus kudiskusikan dengan anggota lain."

"Wah, wah, wah. Sulit dipercaya kalau kamu bisa datang ke sini."

"Jangan bilang begitu, kamu itu sahabatku." Kata Reva. "Oh, ya, bisa tunggu sebentar? Aku mau beli minuman."

"Silahkan," Kata Yuutsu. Setelah beberapa saat, Reva kembali dengan membawa sekotak susu. Dia menancapkan sedotan pada kotak susu tersebut, dan mengisapnya perlahan. "Kamu rajin minum susu, ya? Tampaknya, ukuran dadamu bertambah," Komentar Yuutsu sambil tersenyum lebar.

"G-gak ada hubungannya, Yuutsu!" Kata Reva. Dalam sekejap, mukanya memerah.

"Ahahaha, kamu memang selalu terlihat manis kalau marah," Goda Yuutsu. Reva tidak membalasnya, dan memalingkan pandangannya. "Aku sebenarnya mengajakmu ke sini, karena ada seseorang yang kukira harus kukenalkan padamu."

"Siapa?" Tanya Reva singkat.

"Adik kelas tingkat dua," Kata Yuutsu. "Harukawa Racchie. Dia orang yang menarik, kamu harus tau orangnya."

"Kayak penah denger..." Gumam Reva.

"Dia orang Buenos, kota yang tak jauh dari kota asalku."

"Wah? Pantas rasanya aku pernah melihat seseorang selain kita menggunakan seragam di perjalanan pulang..."

"Bisa jadi itu dia, rambutnya panjang berwarna merah muda. Padahal, dia cowok!" Kata Yuutsu. "Dia mengidap heterochromia, mata kirinya berwarna merah tapi sebelahnya hitam bak normal. Makanya, orang itu sangat menarik!"

"Itu manusia atau makhluk apaan..."

"Bisa saja dia sebenarnya berasal dari Norad..." Kata Yuutsu.

"Norad?"

"Kalau aku lebih suka menyebutnya dunia fantasi," Kata Yuutsu, sambil menatap lekat wajah Reva. "Negara di sebelah Timur Laut, dipenuhi oleh kekuatan bernama 'runes.'"

"Oh, jadi itu beneran?"

"Yah, setidaknya itu informasi yang bisa kudapatkan."

"Oke..." Balas Reva pelan, lalu ia mengisap susu kotaknya lagi. "Terus, cerita lagi dong, kenapa si Harukawa ini menarik bagimu?"

"Ooh, akhirnya kamu tertarik juga," Kata Yuutsu. "Dia itu multitalenta. Pada tahun pertama, dia sudah menunjukkan bakatnya itu dengan menjadi sepuluh besar peringkat tertinggi di sekolah. Namun, kamu tahu tidak, kalau kasus perkelahian yang terjadi baru-baru ini adalah ulahnya?"

"Hah?! Dia yang berkelahi melawan Rean dan menang?"

"Betul sekali..." Kata Yuutsu, sambil tetap tersenyum. "Aku gak tau apa yang dipikirkan dalam otaknya yang cemerlang itu. Karena penasaran, aku sempat berkenalan dengannya. Dan kupikir, aku juga harus mengenalkannya padamu!"

"Yah, lagian, baru kali ini ada yang bisa mengalahkan Rean dalam perkelahian. Apalagi, sama adik tingkat..." Kata Reva. Rean adalah teman satu angkatan dengan Reva dan Yuutsu. Ia sekelas dengan Reva, dikenal sebagai 'gladiator' terhebat satu sekolah. Dengan kekuatan seperti itu di sekolah, membuatnya memiliki banyak pengikut baik dari kalangan adik tingkat maupun kakak tingkat.

"Kamu tahu kan apa yang bakal dilakukan angkatan kita kalau berita ini tersebar satu sekolah? Makanya, aku rasa, sebagai ketua perwakilan siswa, kamu perlu berbicara dengannya."

"Uh... merepotkan sekali. Kira-kira, kapan aku bisa bertemu dengannya?" Tanya Reva, mulai tertarik.

"Sore ini pun tak masalah, dia bukan tipe orang yang langsung pulang selepas sekolah."

"Di mana?"

"Kamu tunggu saja di atap gedung kelasku," Kata Yuutsu, sambil menghabiskan segelas jus melonnya. "Nanti akan kubawa dia padamu."

"Hmmm, baiklah..."

"Oke, nanti sore begitu pulang sekolah, aku tunggu di atap, ya."

Reva sudah menunggu di atap, sesuai rencana Yuutsu siang tadi. Sore itu, cahaya matahari sudah hampir tenggelam sehingga menimbulkan warna cahaya yang jingga (karena musim dingin juga sudah dekat).

"Yuutsu masih belum datang juga... aku sampai izin datang pertemuan dengan perwakilan siswa..." Gumam Reva. Tak lama kemudian, Yuutsu datang dengan seseorang yang sesuai dengan gambarannya terhadap Harukawa Racchie. Dia datang sambil menenteng tas selempang berbahan kanvas yang ukurannya tidak terlalu besar. Warnanya hijau tosca, dan dengan rambutnya yang berwarna merah muda terang, orang itu tampak sangat mencolok.

"Halo, Reva! Maaf kelamaan," Kata Yuutsu. "Anak ini keras kepala, makanya aku tarik paksa!"

"Aduh, ada apa, ini?! Sekalipun kalian kakak tingkat, ini tindakan yang kurang layak pada adik tingkatnya," Kata Racchie.

"Jadi, ini Harukawa?" Tanya Reva pada Yuutsu.

"Ya, kan, sesuai yang aku deskripsikan tadi siang."

"Apa yang sebenarnya kalian inginkan?" Tanya Racchie.

"Reva, kau yang bicara, ya." Kata Yuutsu.

"Hah, aku?" Jawab Reva, wajahnya kebingungan. "Sebenarnya, aku sendiri tak tahu kepentinganku dengan Harukawa. Yuutsu mengenalkanmu padaku. Jadi, kurasa... senang bisa mengenalmu."

"Yah, kurasa semua orang mengenalmu. Mulai sekarang, panggil saja aku Racchi." Katanya.

"Uh, ya. Salam kenal, mohon maaf kalau harus menarikmu di jam-jam pulang seperti sekarang," Kata Reva. "Di luar dugaan, kamu cukup sopan. Mengingat apa yang kamu lakukan belakangan ini..."

"Tidak baik membicarakan itu," Balas Racchi dengan tatapan yang tajam. "Sebutkan saja alasanmu memanggilku ke sini. Aku gak akan macam-macam."

"Bagaimana, ya, aku sendiri tidak kepikiran apa-apa karena baru tahu tentang kasus ini tadi siang..." Kata Reva. "Pertama-tama, aku perlu mengklarifikasi soal kasus itu dahulu."

"Anda mengurus masalah itu? Sudahlah, aku dan Rean sudah melupakan masalah ini."

"Tidak, kalau berita ini tersebar ke seluruh sekolah, angkatan saya yang akan banyak tingkah. Makanya, aku perlu mencari jalan ke luarnya bersamamu."

"Hahahaha, benar! Seperti yang aku harapkan dari seorang ketua perwakilan siswa!" Kata Yuutsu tiba-tiba.

"Apa maksudmu, Yuutsu?"

"Kalian sudah cukup memenuhi ekspektasiku," Kata Yuutsu. "Kalian benar-benar orang terpilih dari negara yang sama. Aku ingin kalian membantuku untuk bisa menguasai sekolah ini dan mendapatkan beberapa dukungan untuk pertarungan politik Hamondunt yang akan dilakukan tahun depan!"

"A-apa..? aku tidak paham..." Kata Reva. Racchi hanya terdiam dan sejenak menengok pada Yuutsu.

"Reva, posisi kita sekarang sangat terancam di sekolah ini. Aku berharap kerja sama denganmu dan Yuutsu," Kata Racchi. "Untuk melindungi angkatan kita, dan kebijakan pemerintah yang mengizinkan kita sekolah di Northern Area."

"Ah, begitu..." Gumam Reva. "Belum ada adik kelas seberani dan secerdas ini. Aku mulai menghormatimu, aku akan ikut membantu mewujudkan tujuan itu."

"Terima kasih, sesuai yang kuharapkan dari seorang ketua perwakilan siswa," Kata Racchi. "Kamu gak bantu apa-apa, Yuutsu."

"Bicara apa kamu sama kakak tingkat?!"

"Yuutsu, kali ini posisi kita sama," Kata Reva. "Kita sama-sama terancam. Kita perlu membenahi semua ini."

"Hahaha, tenang saja. Aku akan dengan senang hati membantu kalian," Kata Yuutsu. "Luxotics, berjayalah selama-lamanya."

"Dan terangilah kami dengan ilmu yang kamu berikan," Lanjut Reva.

Pada akhir tahun, banyak hal berubah. Racchi sudah berhasil menebus 'dosanya' pada sekolah dan pemerintah Hamondunt. Reva juga berhasil mengalihkan isu berbahaya yang akan membuat angkatannya barbar. Sementara Yuutsu hanya memerankan penengah mereka berdua, menjadi double agent untuk ikut serta menyelesaikan permasalahan angkatannya dan tujuan utamanya. Dalam menjalankan tugasnya, Yuutsu menggunakan adik tingkat yang paling bungsu untuk dijadikan biang pengalihan masalah. Korban Yuutsu yang tidak beruntung itu adalah si kembar Zone dan Zero Yukishiro. Pada akhirnya, mereka dapat bergabung dan mengetahui tim inti dari permasalahan ini. Rean juga terlibat dengan Racchi, dan bersama-sama ingin mencegah pertikaian lebih lanjut.

Suatu saat, pada sebuah study trip ke pegunungan di perbatasan Norad dan Northern Area, Reva mengajak Yuutsu dan kawan-kawan yang membantunya pada satu waktu bebas untuk berkumpul. Dalam pegunungan itu, sekalipun sudah musim dingin, sama sekali tidak ditutupi salju. Makanya, tempat ini dijadikan tempat wisata yang ajaib.

"Lama juga gak bisa ketemu kalian secara langsung," Kata Reva, membuka percakapan dengan mereka. "Yah, kecuali Rean, kau sekelas denganku. Kalian bagaimana?"

"Aku baik-baik aja," Kata Yuutsu dengan nada yang melambai.

"Seperti biasa, ya," Balas Reva. "Pasti kalian baik-baik saja, bahkan Harukawa dan Rean bisa berteman dengan baik sampai sekarang!"

"Panggil Racchi saja, duh," Kata Racchi menimpali perkataan Reva. Sementara Rean tidak mengatakan apa-apa. Dari dulu dia memang sediam itu.

"Gila juga, apa yang membuat kalian bisa akur seperti ini?" Tanya Yuutsu.

"Sudahlah, Yuutsu. Lagipula, dengan begini kita sudah bebas, bukan?" Kata Reva.

"Yah, paling tidak untuk sekarang. Kita gak tau apa yang bakal terjadi nanti di SMA," Kata Yuutsu.

"Nah, Racchi. Zone, Zero. Tak lama lagi kita bakal meninggalkan sekolah ini. Setelah itu, buatlah lingkungan sekolah menjadi lebih tentram, oke?"

"Aku bukan anggota perwakilan siswa, tahu..." Kata Racchi. Sementara si kembar hanya mengangguk polos.

"Masalahnya selepas ini kita mau sekolah di mana? Aku terpikir ingin sekolah di Hamondunt saja," Kata Yuutsu.

"Hmm, hmm. Kalau gitu, sekalian saja, ini perpisahan buat kita," Kata Reva. "Aku, Yuutsu, dan Racchi berasal dari negeri Hamondunt. Kita gak tau bakal sekolah di sini lagi atau nggak. Kalau sanggup, berkunjung saja ke tempat kami!"

"Momennya pas, ya, Reva. Semester depan mungkin kita gak akan keliatan lagi, karena sibuk belajar untuk ujian," Kata Yuutsu.

"Terima kasih bantuan kalian selama ini, ya," Kata Reva.

"Huuu, aku jadi sedih!" Kata Yuutsu.

Setelah itu, mereka memutuskan untuk mengabadikan momen dengan berfoto bersama. Mereka berfoto menggunakan kamera polaroid milik Yuutsu. Setelah itu, Yuutsu mengambil fotonya dan menuliskan sesuatu di belakang gambar.

"Apa yang kamu tulis?" Tanya Reva.

"Bukan aneh-aneh, cuma menuliskan tahun," Kata Yuutsu. "712 tahun NA... kira-kira kapan kita bisa bertemu lagi, ya?"

"Kurasa, sebulan waktu yang tidak cukup untuk menahan rindu," Kata Reva. "Kita akan bertemu secepat mungkin, oke?"

Setelah itu, mereka bubar dari tempat mereka untuk bersiap pulang. Hari semakin sore, pemandangan kala itu tampak sangat indah. Padahal masih musim dingin, tapi langit sangat bersih dan cahaya matahari terasa begitu hangat.

"Yuutsu, boleh gak kalau aku yang menyimpan foto itu?" Tanya Reva, di kendaraan dalam perjalanan pulang.

"Uh, ya, gak masalah," Balas Yuutsu. "Kamu jadi tiba-tiba sentimental?"

"Nggak juga... Intinya aku senang bisa bertemu dengan mereka," Kata Reva, sementara Yuutsu mengambil foto tersebut dari dalam tasnya. "Nanti aku akan memberimu salinannya, gak masalah, kan?"

"Lakukan saja sesukamu," Balas Yuutsu. Dia menyerahkan foto tersebut ke tangan Reva.

"Makasih!" Kata Reva sambil tersenyum lebar. Dia melihat lagi foto tersebut dengan wajah bahagianya. Namun, beberapa saat kemudian, senyuman itu mengendur setelah ia sempat menajamkan pandangannya.

"Reva," Panggil Yuutsu yang sadar dengan perubahan raut wajah Reva. "Apa ada sesuatu?"

"... Tidak," Balas Reva. "Lupakan sajalah."

To be Continued

**PROLOGUE END**