Our Unbreakable Bonds

Genre : Friendship, Drama

Summarry : Keinginan untuk diakui, kemarahan karena diacuhkan, kebencian karena tidak dianggap. Semuanya mengalir menjadi dendam. Menutup mata atas hubungan yang tak terputus. Namun apa daya, ketika kebencian lebih penting dari ikatan. Dan nafsu selalu menjadi alasan untuk melakukan semuanya.

CHAPTER 1

Mereka berlari. Walaupun berbeda arah, ketiganya tetap berlari di lorong gelap yang hanya disinari oleh obor obor yang berbaris rapi di dinding. Pintu pintu yang tertutup, dibuka satu persatu. Mencari sesuatu atau lebih tepatnya seseorang. Mencari dia yang mereka rindukan.

"Sasuke, Sakura-chan?", remaja blonde itu bertanya ketika mereka bertemu di persimpangan lorong gelap. Dua orang yang dipanggil namanya menggelengkan kepala. Negatif. Mereka tidak menemukannya. Tidak menemukan dia yang mereka cari.

'Booommm..'

Suara ledakan. Tiga remaja itu terperanjat. Ketiganya menatap ke arah datangnya suara. Sampai wajah pemuda berambut ebony itu mengeras. Sepertinya ia tahu ini ulah siapa.

"Aku tahu, seharusnya sejak awal kita tak mempercayainya," ucapnya marah dengan sharingan yang memandang marah. Berlari, tanpa mengindahkan dua orang temannya yang masih terpaku dengan apa yang baru saja terjadi.

"Sasuke, tunggu," keduanya pun ikut berlari, mengejar Sasuke ataupun ketempat dimana suara ledakan itu berasal.

Cahaya melingkupi tempat yang tadinya gelap. Sinar matahari siang menyinari tempat yang bisa ia masuki dan hangatkan dengan sentuhan hangatnya. Remaja berkulit pucat itu salah satunya. Mata hitamnya memandang tak berkedip ke arah atas. Melihat dia yang berdiri di atas sana.

"Siapa kau?," suara baritone yang tidak familiar di telinganya, bertanya padanya. Ia masih memperhatikan dia di atas sana yang tertutup oleh bayangan hitam di wajahnya .

"Sai!," kali ini suara baritone yang ia kenal. Suara khas seorang pemuda yang sedikit mirip dengannya. Berambut hitam dan sebenarnya bermata onyx, jika saja ia tak mengaktifkan sharingan di kedua mata hitamnya dan membuatnya menjadi merah seperti darah yang tercecer.

"Kau...," pemuda itu menarik pakaiannya dan menatapnya marah dengan mata merahnya. Kemarahan yang sangat jelas terpancar dari wajah yang biasanya sangat tenang dan minim ekspresi seperti dirinya.

"Sasuke, tunggu!," kali ini suara satu satunya kunoichi yang ada dalam timnya saat ini. Gadis berbaju merah dan berambut pink seperti namanya, Sakura. Gadis itu terlihat marah dan juga terkerjut, jika apa yang Sai baca dari buku yang sering dibawanya sekarang itu benar. Namun mata hitamnya kembali memandang ke atas, ketika suara yang tidak familiar itu kembali menyapa mereka, memberitahukan keberadaannya.

"Sakura dan Sasuke rupanya. Lalu bagaimana dengan niichan ku tersayang apa dia tidak ikut?," dua orang itu melihat ke atas bersamaan. Mata keduanya membulat tak percaya. Mereka menemukannya.

"Men..ma..kun..," ucapnya perlahan, hampir tidak mempercayai suara yang keluar dari mulutnya.

"Sakura, Sasuke ada apa?," suara ketiga yang baru saja ia tanyakan. Ia menyeringai kecil, tetap berisik seperti biasanya. Ia ingin tahu, seberapa banyak orang yang ia panggil niichan itu berubah, seperti Sasuke dan Sakura yang sekarang berdiri di bawah sana.

Pemuda berambut blonde itu berhenti tepat ke tempat tiga anggota lainnya berdiri dan memandang ke atas. Iris birunya pun dengan cepat ikut memandang ke atas. Dan ia tercekat. Siluet itu. Mata birunya membesar. Yah tidak salah lagi, siluet itu. Walaupun tiga tahun sudah berlalu sejak saat itu, dia tetap tak akan melupakannya, walau apapun yang mereka katakan. Walau apapun yang mereka nasehatkan padanya untuk melupakannya. Tidak akan ia lupakan, sang adik yang hidup bersamanya, sejak mereka masih bersama sama di dalam kandungan, sampai tiga tahun lalu dia meninggalkan mereka.

"Naruto niichan ka?," ucapnya datar. Mereka tak bisa melihat ekpresi wajahnya yang masih tersimpan di bawah sinar matahari. Seakan mengingatkan mereka dia bukan orang yang berjalan di bawah matahari bersama mereka, melainkan dia yang berjalan sendiri memberikan luka perih di hati ketiganya.

Dan seketika itu juga ia menghilang, bahkan dari mata pemilik sharingan. Ia mendarat tepat di sisi kiri Naruto, memeluk bahu Naruto dengan satu tangannya. Tiga orang lainnya terkejut dengan kecepatannya. Ayolah, apa yang sebenarnya selama ini mereka pelajari di desa daun itu, kalau gerakan seperti itu saja membuat mereka bingung.

Naruto terkejut tapi tak mampu bergerak. Tubuhnya terasa kaku dan lidahnya terasa kelu. Padahal selama ini ia selalu menulis skenario di dalam otaknya jika mereka bisa bertemu lagi. Berlari dan memeluk pemuda yang memiliki wajah hampir mirip dengannya, terlepas dari tiga garis tipis di wajah Menma ataupun rambut hitam Menma yang lurus, tidak seperti rambutnya yang menurun dari touchan keduanya dan sulit sekali untuk dikalahkan. Ia sudah berpikir, kalau ia akan memeluk sang adik tercinta dan pulang bersama ke desa dimana mereka dilahirkan dan dibesarkan. Kembali bersama seperti dulu lagi. Namun melihat Menma yang sekarang, apa itu mungkin?

"Lama tak bertemu apa kau tak mau memberikanku pelukan, niichan?," olokan itu terasa menusuk hati Naruto begitu dalam. Sebegitu mudahnyakah, Menma membaca keinginan hatinya.

"Menma..," suara serak Naruto terdengar begitu kecil, bahkan untuk didengar olehnya sendiri. Apakah ia memang selemah itu?

"Menma," Menma mendelik ke arah pemilik sharingan yang pernah ia sebut teman dekat itu dari ekor matanya. Sasuke sudah melepaskan tangannya yang mencengkram kerah pemuda yang sepertinya pengganti dirinya di tim tujuh, dan memandangnya dengan pandangan penuh harap. Apakah bahkan Sasuke Uchiha juga sudah berubah senaif itu? Dan sharingan itu..

Sasuke berdiri di dalam tempat yang bisa ia sebut mungkin kolam. Dimana mana hanya ada air yang bahkan tak bisa ia lihat dasarnya. Air yang begitu keruh. Namun bukan untuk itu ia kemari. Bukan! Mata merahnya menatap ke arah depan dimana sebuah penjara besar berdiri di depannya. Sebuah lingkaran yang ia pikir segel, terukir di pintu penjara itu. Suara berat membangunkan lamunannya. Suara berat yang bahkan bisa membuatnya gemetar, jika saja ia bukan seorang Uchiha.

"Heh, apa hari ini begitu spesial sehingga aku dikunjungi olehmu, Sasuke Uchiha?," mata merah menyala menatap tajam ke arah Sasuke. Makhluk itu mendekat ke arahnya, melihatnya dengan taring yang menganga. Kemarahan menguar dari pandangannya.

"Jadi kau Kyuubi? Siluman rubah ekor sembilan itu. Aku tak menyangka bisa masuk ke sini hanya dengan melihat mata Menma," ucap Sasuke yang ternyata bahkan tak menyangka kalau ia bisa masuk ke alam bawah sadar Menma sebegitu mudahnya. Tapi tidak, tidak mungkin Menma akan membiarkannya masuk begitu mudahnya alam bawah sadarnya, pasti ada sesuatu.

"Mata itu," makhluk itu menggeram melihat Sasuke nyalang.

"Mata yang sangat kubenci. Kau memiliki mata yang sama dengannya, Madara Uchiha, manusia yang paling kubenci, bahkan melebihi Minato yang mengurungku di sini," Sasuke merasakan hawa hangat dari mulut Kyuubi yang menyemburkan kebencian di setiap kata yang ia lontarkan. Tapi Madara Uchiha? Apa hubungan Kyuubi dengan Madara Uchiha? Kenapa makhluk ini begitu membenci Madara Uchiha?

"Madara Uchiha, satu satunya manusia yang bisa mengontrol Kyuubi dengan matanya. Karena itulah dia begitu membencinya Sasuke," Sasuke terperanjat, melihat ke sisi kanannya. Menma berdiri memandang Kyuubi tanpa ekspresi. Siluman itu beralih menatap manusia yang sekarang menjadi penjara untuknya. Mata merah Kyuubi beralih memandang nyalang ke arah Menma.

"Kenapa kau biarkan dia masuk kesini?," kuku kuku tajam menggebrak teralis penjara yang berwarna merah. Menunjukkan kemarahan yang menggumpal dan hendak dilampiaskan, jika saja penjara ini tidak mengurungnya.

Pertanyaan itu sama sekali tak digubris oleh Menma dan malah beralih menatap Sasuke dingin. Merah bertemu dengan safir biru.

"Menma," ucap Sasuke lemah. Tidak dia bukan lagi Menma yang dulu dia kenal. Bocah yang lebih muda darinya, dengan mata birunya yang sama dengan Naruto, rambut hitamnya dan pandangannya yang hangat. Dengan tubuhnya yang lebih kecil, Sasuke suka sekali mengoloknya bocah.

Tidak dia bukan lagi temannya yang dulu. Dia adalah remaja yang menganggapnya musuh dan hampir membunuhnya di Lembah Akhir dengan Rasengannya dan tak menganggapnya lagi seorang teman. Tapi apakah salah jika Menma menggunakan Rasengan dan dirinyapun menggunakan Chidori?

"Aku adalah orang yang akan membunuh Uchiha Itachi, dan akan kupastikan Akatsuki hancur ditanganku. Dan karena aku pernah tinggal di Konoha no Sato, kuberikan kalian kedamaian sedikit lebih lama dan kuyakinkan padamu akan kuhancurkan Konoha setelah kuhancurkan Akatsuki, dengan tanganku sendiri," kata kata yang dipenuhi dengan racun kebencian menguar dari mulut Menma. Kebenciannya begitu mendalam, dan kebenciannya pada Konohalah yang dirasakan Sasuke begitu dalam. Sedalam itukah Konoha sudah menyakiti sahabatnya itu, bahkan ia tak memikirkan lagi mereka yang pernah menjadi temannya, keluarganya atau tempat kelahirannya dulu.

Dan sedetik kemudian Sasuke kembali ke realita. Matanya tetap beradu pandang, namun bukan dengan mata biru safir yang Sasuke suka, namun mata merah pupil beriris kuning, seperti mata Kyuubi yang dilihatnya tadi, mata yang penuh kebencian dan dendam.

"Naruto nii-san, bukankah kau berniat menjadi hokage? Daripada mengejarku seperti ini, bukankah lebih baik kau berlatih lebih giat untuk menjadi hokage, hmm?," wajah Naruto mengeras. Mata birunya masih menatap ke arah depan.

"Jika aku bahkan tak mampu menyelamatkan saudaraku sendiri, apa aku pantas untuk menjadi hokage Menma?," daripada pertanyaan untuk Menma, sebenarnya pertanyaan itu lebih dia tujukan pada dirinya sendiri. Sesuatu yang sesungguhnya begitu menyiksa baginya. Sementara Menma hanya menyeringai kecil, terpikir sesuatu di otaknya untuk mantan teman temannya ini. Terutama Sasuke yang ditatapnya saat ini.

"Sebagai hadiah pembuka untuk kalian, bagaimana jika aku membunuh niichanku tersayang ini untuk kalian, hmm?," kata kata itu terlontar dengan begitu tajam, namun mata itu tetap menatap Sasuke, seakan hal ini hanya ditujukan untuk Sasuke seorang. Apakah Menma memang hanya ingin menunjukkan hal ini padanya?

"Menma!," teriakan Sakura membuyarkan pandangan Sasuke pada Menma. Terutama dengan sharingannya yang aktif, ia melihat bagaimana Menma menggerakkan chokuto bergagang merah miliknya ke arah Naruto tanpa keraguan sedikit pun di dalamnya.

Tanpa mereka sadari, Sai yang dari tadi terdiam berlari menahan pergelangan Menma yang hendak menikam Naruto. Menahannya, agar tak melukai ikatan yang baru didapatkannya.

"Cara menangkismu benar," ucap Menma datar dan memandang Sai dengan datar.

Sementara Naruto yang terpaku, akhirnya menyadari ia harus melakukan sesuatu. Dengan menggenggam tangan Menma, ia berputar ke belakang, menghindar lebih jauh dari chokuto yang digenggam Menma. Sementara dari ujung sana ketua Yamato yang memperhatikan dari dalam, membuat segel dan melesakkan kayu yang menuju ke arah Menma, dan mencoba mengikatnya dalam tali kayu yang ia buat. Dan Sasuke pun maju mencoba memukulnya dengan tangan kosong. Walaupun itu tidak akan berlaku banyak bagi Menma, tapi ia tak ingin melukainyakan? Tidak akan pernah.

"Sasuke, apa kau pernah merasakan Chidori yang kau buat?," mata merah itu kembali menatapnya.

Pertanyaan yang tak sempat dijawab Sasuke, dijawab dengan suara burung berkeciap di sekitar mereka. Suara chidori yang biasa didengarkan Sasuke jika ia menggunakan jurus itu, dan rasa sakit itupun menyusul.

"Chidori Nagashi*."

"Uaaghhh..."

Empat Konoha nin itu mengerang. Sementara Menma memandang mereka dengan pandangan kosong, mengintimidasi, betapa lemahnya orang orang yang mengatakan ingin membawanya kembali itu. Matanya bertemu dengan satu satunya kunoichi yang berada diantara mereka. Emerald bertemu ruby.

'Mengeluarkan chidori ke seluruh tubuh', matanya memandang takjub sekaligus sedih. Kembali sang kunoichi mengingat kata katanya sendiri sebelum mereka memulai misi ini. Kata kata yang membuktikan kalau iapun sudah tumbuh, dan ia tak ingin lagi tertinggal di belakang teman temannya. Karena itu ia harus maju, dan tak akan mundur ataupun dilindungi lagi seperti tiga tahun lalu yang membuatnya bahkan tak mampu menahan kepergian Menma.

"Kali ini aku akan menghentikanmu, Menma," ucapnya tegas dan berlari ke arah pemuda yang masih menatapnya kosong. Suara kecipan burung burung kecil itu masih terdengar di telinga Sakura. Namun kali ini ia tidak akan menangis, dan ia tak akan mundur.

Ketua Yamato, yang memiliki pengalaman yang lebih dari mereka, mengerti dengan arti tatapan mata ruby itu pada Sakura. Tatapan tanpa belas kasihan itu, tatapan membunuh seorang shinobi. Tidak, Sakura yang sekarang tidak akan mampu menahan Menma, ia harus maju.

'Clang', suara kunai dan chokuto Menma beradu di depan Sakura yang berdiri di belakang ketua Yamato. Gerakan yang cepat dari ketua Yamato yang sudah berdiri di hadapannya dan Menma yang sudah menghunuskan pedang ke arah ketua Yamato dan tanpa ampun menghujam tubuh ketua Yamato ke dinding batu yang ada di belakangnya.

"Ugh," erang ketua Yamato, merasakan kesemutan di sekitar dada kirinya yang ditembus oleh chokuto beralirkan chidori.

"Ketua Yamato!," teriak Sakura terhenti dalam gerakannya. Matanya menatap luka di tubuh ketua tim mereka saat ini.

"Caramu menangkis salah. Pedang Kusanagi-ku sedikit spesial dan tak bisa ditangkis," Yamato mengerling ke arah pedang yang masih menancap di dada kirinya dan mengeluarkan suara berkeciap itu lagi. Seandainya saja Menma menusukkan pedangnya sedikit lebih ke bawah, ia yakin ia akan langsung kehilangan nyawanya. Tak ia sangka, bocah itu mengalirkan chidori ke pedangnya dan membuatnya lebih tajam, sekaligus membuat bekas lukanya tak bisa digerakkan karena kesemutan. Benar benar cerdik, apakah kelakuan bodohnya yang selama ini dia dengar hanya kebohongan belaka?

"Menma," suara panggilan itu membuat Menma memandang ke arah Sasuke, mantan teman satu timnya yang masih berusaha berdiri, menahan rasa sakit dari chidori yang selama ini hanya digunakannya pada musuhnya, namun tak disangka malah merasakannya dari Menma yang tak pernah ia duga akan berhasil menguasai chidori bahkan sampai sejauh ini.

"Kenapa? Kenapa Menma?," pertanyaan yang sama seperti tiga tahun lalu ketika mereka bertarung. Pertanyaan yang sudah pernah dijawab Menma, namun masih tak ingin diterima oleh Sasuke.

Flashback

"Kau yang hidup dengan orang orang yang mengagumimu dan membuka jalan hanya untukmu, tahu apa tentang diriku yang disakiti hanya karena sesuatu yang tak pernah kuperbuat? Kau yang sejak awal diakui keberadaannya tahu apa tentang aku yang tidak pernah diaanggap hah?"

Flashback end.

Menma masih menatap datar ke arah Sasuke yang kini menatap matanya dengan nyalang. Sharingan dan ruby milik Kyuubi bertemu. Ada kesedihan di balik sharingan yang memandang nyalang itu, kesedihan yang menumpuk di hati sang pemilik. Sasuke kembali mengingat sesuatu yang ingin ditanyakannya selain kenapa Menma meninggalkan desa. Pertanyaan yang memberinya harapan, kalau Menma memiliki sesuatu terselubung di balik semua.

Flashback

"Aku memang tak mengerti hal itu Menma."

"Lalu kenapa kau kemari? Kenapa kau peduli padaku?"

"Karena kau adalah ikatan yang akhirnya kudapatkan, bersama Naruto, kalian adalah ikatan yang menarikku keluar dari ikatan kebencianku kepada Itachi. Karena itu aku akan menghentikanmu."

"Kalau begitu akan kuputuskan ikatan itu, seperti aku memutuskan ikatanku dengan Naruto."

Flashback end.

"Kenapa waktu itu kau tidak membunuhku? Apa kau bermaksud hanya memutuskannya begitu saja, Menma?," teriak Sasuke dalam keputusasaannya. Kenapa Menma masih tak bisa merasakan kesedihan mereka, kenapa?

Menma menatap Sasuke tak berkedip, seakan memikirkan sesuatu yang akan diucapkannya sebagai jawaban untuk pertanyaan Sasuke.

"Alasannya mudah," Naruto dan Sakura ikut memandangi Menma, menunggu jawaban yang juga ingin mereka ketahui sejak tiga tahun lalu. Alasan yang mereka ingin temukan sejak dulu.

"Jika aku membunuhmu waktu itu, akan terlalu mudah bagimu juga Naruto. Tapi jika aku melepaskanmu bukankah sekarang kau bisa merasakan bagaimana rasanya tidak dianggap dan dibenci, seperti aku yang dibenci oleh seluruh penduduk desa hanya karena Kyuubi berada di tubuhku tanpa pilihan yang berasal dariku. Bagi kalian yang selama ini diakui, aku pikir satu orang saja tidak mengakui kalian dari ikatan bodoh yang kalian dan orang bodoh itu bicarakan maka kalian akan bisa merasakan rasa sakit dan keputusasaan yang kurasakan sebelumnya," beberapa pasang mata itu memandang ke arah Sai. Orang bodoh? Apakah Sai berbicara mengenai ikatan yang tadi mereka bicarakan? Dan tidak diakui oleh orang yang paling kau ingin diakui? Menma memang telah berhasil melakukannya dengan tepat.

"Kalian tetaplah hanya sekelompok orang lemah yang berlandaskan ikatan tak berharga."

"Tidak, itu tidak benar!," semua mata memandang ke arah ninja Konoha berstatus ANBU dari Ne, Sai yang kali ini memandang Menma dengan tatapan tajam.

"Misiku kemari adalah untuk membunuhmu Namikaze Menma! Tapi, aku tak peduli lagi pada perintah dan saat ini aku ingin bergerak dengan kemauanku sendiri. Sepertinya Naruto mengingatkanku pada emosiku yang dulu, sesuatu yang rasanya begitu penting," Sai berdiri menghadap ke arah Menma dengan tatapan yang kuat.

"Aku tak begitu mengenalmu, tapi, pasti ada alasan tertentu kenapa Naruto, Sasuke dan Sakura sampai mengejarmu mati matian begini, agar ikatan denganmu tidak terputus dan tetap tersambung. Mereka berjuang keras untuk mempertahankan itu. Aku masih belum begitu mengerti, tapi Menma kau pasti mengerti," mata hitam kelam Sai tetap menatap mata ruby milik Menma yang masih bertahan karena pengaruh cakra Kyuubi. Tak ada keraguan di perkataan Sai ataupun pandangan matanya. Menma menyeringai kecil, sepertinya pengaruh Naruto memang masih sama seperti yang dulu, membuat seorang ninja bahkan menggagalkan misinya sendiri. Hal yang ia akui dari Naruto.

"Ya, aku mengerti, karena itu ikatan itu kuputuskan, karena aku punya ikatan yang lebih kuat, ikatan yang bernama kebencian dengan dunia ini. Ikatan lain akan menggoyahkan seseorang, melemahkan keinginan yang lebih kuat dan tekad yang penting, karena itulah aku tak butuh ikatan seperti itu," rasa sakit itu kembali tertanam. Ketika tiga tahun lalu Menma menancapkan luka yang sama dan sekarang ia menambah dalam luka yang telah ia buat. Sedalam itukah kebencian Menma, bahkan pada mereka?

"Karena itulah akan kutunjukkan pada kalian, betapa kalian tidak ada apa apanya lagi bagiku. Akan kubunuh kalian semua di tempat ini," ucapan itu tentu saja menyadarkan ketua Yamato yang memperhatikan anggota timnya yang dari tadi mencoba mencari penjelasan dari Menma. Dan perhatian Menma yang masih teralih merupakan saat yang tepat baginya untuk menyerang.

Dengan tangan yang gemetaran ketua Yamato mengeluarkan segel dan menghempaskan kayu yang keluar dari luka tusukan Menma, mendorong pedang itu menjauh dari tubuh ketua Yamato. Dan hal itu cukup untuk sesaat memukul mundur Menma yang terkejut dengan gerakan Yamato. Kembali ketua Yamato membuat segel dan mengurung Menma ke dalam penjara kayu tak bercelah yang tak bisa Menma hindari.

Namun, itu belumlah cukup kuat. Dengan mudahnya Menma menerobos penjara itu dan melompat ke atas tebing. Kembali mereka memandang waspada pada Menma yang berdiri di atas tebing.

"Menma," bisik Naruto lagi, berharap ia bisa merengkuh Menma yang ada di atas sana.

"Kenapa kau tak mengerti Menma? Sebentar lagi Orochimaru akan mengambil tubuhmu!," Naruto berteriak keras, berharap sang adik mau mendengarkannya.

"Kalau itu harus terjadi terjadilah," Naruto terhenyak dengan jawaban yang ia dapat. Tidak, kenapa Menma?

"Kau masih saja seperti anak anak, nii-san. Bagiku balas dendam adalah segalanya. Kalau dendamku bisa terbalaskan, aku tak perduli apapun yang terjadi di dunia ini. Kukatakan terus terang, walau hanya untuk mengalahkan Uchiha Itachi dan Akatsuki, aku ataupun Orochimaru tak akan bisa melakukannya. Tapi dengan menyerahkan tubuhku pada Orochimaru, aku bisa mendapatkan kekuatan yang tak mungkin kudapatkan itu. Nyawa seperti ini, jika untuk membalas dendam, berapapun juga akan kuberikan," kembali semuanya terdiam, masih tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Menma.

Sementara ketua Yamato, bangkit dari posisinya dan berdiri dengan tegap. Walaupun sesungguhnya ia tidak ingin melakukannya, tapi apa boleh buat, hal ini tidak akan pernah terselesaikan hanya dengan bicara. Dan itu berarti ia harus bertindak, mulai saat ini.

"Pembicaraan selesai, Naruto, Sasuke, Sakura. Aku tak ingin memperlakukan dia dengan kasar di depan kalian, tapi, maaf saja aku harus bertarung serius," Yamato memandang mata merah beriris kuning itu dalam. Kali ini ia tak akan menahan diri lagi.

"Konoha," suara Menma kembali menambah ketegangan diantara mereka, "Aku sudah tak peduli lagi. Selesai sudah," Menma pun membuat gerakan tangan, bersiap melakukan sesuatu pada orang orang dibawah sana yang pernah ia sebut saudara.

Tapi, semuanya terhenti.

"Hentikan jurus itu Menma," suara yang familiar di telinga tim tujuh. Suara seorang laki laki yang mereka benci selama ini. Suara seorang laki laki yang telah membuat Naruto kehilangan saudara tercintanya.

"Lepaskan," ucap Menma datar pada sannin yang memegang tangannya yang telah terangkat. Kenapa ia menahannya di saat ia bisa melakukan sesuatu yang setidaknya busa menghilangkan kebosanannya. Orochimaru hanya menatap Menma tanpa menjawab, dengan tangan yang tetap memegang pergelangan tangan Menma.

"Hei, hei, lagi lagi bicara seperti itu pada Orochimaru-sama," Kabuto yang entah sejak kapan juga sudah berdiri didekat mereka, memecahkan ketegangan kecil diantara Orochimaru dan Menma.

"Tak ada alasan untuk berhenti," kali ini ruby yang telah kembali menjadi safir biru itu menatap pria berkaca mata yang berdiri di sisinya.

"Kau juga tahu gerakan Akatsuki yang sekarang kan? Aku ingin orang orang Konoha ini membereskan Akatsuki. Walaupun cuma dua orang lebih banyak. Kalau diganggu anggota Akatsuki lainnya, balas dendammu juga tak bisa berjalan lancar kan?," penjelasan Kabuto itu sepertinya masih belum bisa diterima oleh Menma. Tangannya masih ditahan oleh Orochimaru.

"Itu untuk meningkatkan presentase keberhasilan, meskipun cuma 1%, benar begitu kan?," Menma masih memandang pria berkaca mata itu sambil terdiam. Dan kemudian beralih ke arah shinobi Konoha dibawah sana. Orochimaru yang melihat sedikit perubahan ekspresi di wajah Menma, melepaskan pergelangan tangan yang sempat ia tahan.

"Kita pergi," ucapnya, tak ingin dibantah. Sementara Menma masih menatap para Konoha nin, terutama Sasuke dan Naruto dalam diamnya, dan dalam asap yang tebal, sang ninja pelarian itu kembali menghilang dari pandangan mereka.

"Sialan," erang Sasuke pelan. Apakah ia masih sama seperti tiga tahun lalu? Masih sama tak sebandingnya dengan Menma yang berhasil hampir membunuhnya tiga tahun lalu di lembah akhir. Padahal ia pikir saat ini ia akan berhasil menyeret Menma kembali ke Konoha no Sato, dengan Naruto dan Sakura disisinya. Ia pikir ia tak akan melakukan kesalahan kedua seperti sebelumnya. Tapi kenyataannya, bahkan hanya untuk menyentuh Menma pun ia tak mampu, jadi bagaimana mungkin ia bisa membawa Menma pulang? Selemah itukah dirinya? Setidak mampu inikah dirinya? Dan betapa tidak bergunanya dirinya.

"Walau menangis Menma tak akan kembali," dirinya menangis? Seorang Uchiha seperti dirinya menangis? Merasakan tubuhnya yang bergetar dan rasa hangat yang mengalir di wajahnya, yah Sasuke sedang menangis. Bahkan malam ketika orang tuanya meninggal Sasuke sama sekali tidak menangis, tapi sekarang kehilangan Menma untuk kedua kalinya benar benar membuatnya terpukul dan menyadari betapa tidak berdayanya dirinya. Betapa jauh Menma telah meninggalkan mereka.

"Aku juga ada. Aku akan jadi kuat bersama sama dengan kalian, Sasuke, Naruto," walaupun ia mengatakan pada mereka untuk tidak menangis, tapi pada kenyataannya Sakura pun tak mampu menahan emosinya yang membuncah. Kehilangan dua kali orang yang kau anggap teman dan saudara, jika kau tidak menangis, kau memang tidak berperasaan. Tapi setidaknya sekarang ia bisa menanggubg beban yang juga selama ini ditanggung Sasuke dan Naruto, ya kan, Menma-kun?

"MENMAAAA...!"

Tbc

Selesai... author newbie disini. Pertama kali bikin ff Naruto hehe. Monggo direview 😊..