"FR(a)ME"

ONESHOOT

a KaiSoo Fanfiction

Mature Content

-ooo-

Starring :

Do KyungSoo | Kim JongIn

Genre :

Angst, Hurt/Comfort

Length :

Oneshoot

Rate :

Mature

Disclaimer :

I own my story. With all credits belong to their life. Just for fun, don't try this at home. Fictionally story, so, don't bash it.

-ooo-

Don'tJudgeMeLikeYou'reRight

Present..

a PWP~Story

-ooo-

Author PoV

Temaram itu menyudutkan dirinya. Terpaku menghadap dinding tebal yang dingin. Memori terbatasnya tengah menyelami nuansa kelabu. Menarik setiap atensinya yang didasari keengganan. Kedua tangannya tertopang menekan dinding basah itu, sementara kepalanya ia biarkan terkulai lemah. Air shower yang terus mengguyur dirinya, sedang dalam mode keras. Seolah siap dengan tusukan bak jarum yang menghujam pori-porinya. Ia biarkan saja air itu menjelajahi setiap inchi dirinya, sebabkan gigil ditengah kalut.

Tsk, setidaknya air ini tidak sekejam orang itu.

Bibirnya yang merekah sudah membiru, lidahnya pun kelu. Antisipasinya mengatakan, ia tak kuat lagi menahan derasnya air yang menerjang tubuhnya. Sementara egonya terlalu kuat untuk memundurkan langkah, ia tetap terpaku disana. Sesekali mengacak rambutnya yang sudah berantakan, meringiskan luka yang terkontaminasi pilu. Dia bukannya sedang ingin menghilangkan sesuatu, bukan sedang ingin menghilangkan bekas yang disembunyikan. Ia rasa, air ini adalah sumber kepekatan dimensi abadinya.

Orang itu adalah kemurkaan tak beralasan.

Cukup, ia putuskan untuk mematikan keran shower yang seolah menjerit-jerit itu. Ia katupkan matanya, pelan. Kembali merasakan auranya terdampar didaratan yang asing. Dengan gerakan lambat, ia menyampirkan bathrobe ditubuh rapuhnya. Tubuh penuh tanda kepemilikan yang tampak begitu menjijikkan dimatanya sendiri. Keluar, langkah kakinya menuntun untuk segera enyah dari sorotan dinding kamar mandi. Membiarkan dirinya kembali terlihat oleh orang itu. Yang duduk bersandar diranjang, yang kini menatapnya dengan tatapan menjemukkan.

"Lama sekali. Aku ingin bermain lagi, Sayang." Ah, kenapa suara itu terdengar sangat berambisi ditelinganya? Mengusik lagi batin yang terkuak perih itu, memaksanya agar memberikan perhatian pada sang pemilik suara. Yang kini tengah menarik ujung bibirnya, sehingga seringaian itu adalah bentuk pertanda kewaspadaan. "Kemarilah, Kyungsoo. Jangan mematung disana. Kau ada disini, untuk kunikmati. Oke?"

Entah kenapa, ia selalu menganggukkan patuh kepala sialannya, yang tak pernah mau menolak perintah si bedebah itu. Tidak, jawabannya akan seklise mimpi, jawabannya akan sesarkasme harapan, dan benar-benar akan membuatmu mati konyol. Karena dia, Do Kyungsoo, begitu mencintai pemuda bejat ini.

Mereka bertemu dalam sebuah situasi. Dulunya semua terlihat baik-baik saja, sampai satu perasaan mencabik dada keduanya tanpa ampun. Yah, namanya Kim JongIn, alter egonya adalah Kai. Dan Kyungsoo lebih suka memanggil pria penuh kesempurnaan itu dengan nama JongIn. Bukan tanpa alasan Kyungsoo jatuh pada pesona bak malaikat itu, JongIn memberinya hal yang tak pernah didapatnya. Bahkan dalam suatu kehidupan yang tak kekal ini, JongIn menawarkan kemeriahan takdir yang menjunjungnya setinggi langit. Saat bibir itu menggumamkan sesuatu, bisikan gairah pun seolah ditiupkan sang kuasa. Mereka..bukannya memiliki sebuah hubungan. Tidak terikat. Hanya sebatas teman. Yah, friends with benefit, bisa dikatakan semacam itu. Tapi ini bukan hubungan mutualisme yang saling menguntungkan, ini hanya rekaan JongIn yang dengan sengaja menjebak Kyungsoo. Agar masuk, terjerumus dalam lubang hitam yang ia kuasai.

Ah, mereka hanya partner. Yang terkadang, kenyataan status itu seolah mencecapkan pil pahit dikerongkongan Kyungsoo. Mereka-ah, Kyungsoo saja, tidak mengharapkan hubungan yang lebih, yang mungkin bisa mendongkrak harga dirinya dimata lelaki itu. Hentikan, semua ini hanya akan memperburuk keadaan.

"JongIn, aku sudah lelah menjadi orang baik." Kalimat itu meyentak Jongin, yang kini menegakkan tubuhnya. Ia berusaha menarik Kyungsoo agar mendekat, tapi gerakan penuh antisipasi itu malah membuat Jongin semakin mengeratkan pegangannya. "Jangan, Jongin. Cukup, hentikan."

Jongin memandang heran pada sosok terapuhnya itu, menelengkan sedikit kepalanya agar bisa menemukan setitik cahaya yang sengaja disembunyikan mata bulat itu. "Kau menolakku untuk menyentuhmu? Mencumbumu? Dan mengorek isi lubangmu dengan kejantananku?" Balasan pedih itu sama sekali tak menyurutkan niat Kyungsoo dalam rontaan magisnya. Ia menunduk, Kyungsoo menatap datar ubin yang menjadi pijakan kakinya.

Sementara iris lapar lawan bicaranya, menatap buas kearah bathrobe yang menyingkap sedikit kenikmatan surgawi dunia. Paha mulus itu, ah..Jongin hanya tak mampu meredam libidonya. Yang selalu terbangkitkan jika ia berdekatan dengan Kyungsoo.

"Kau kira, apa hubungan kita, Jongin? Kau terlalu memanfaatkanku, kau memforsirku, kau bilang kau tidak akan menyakitiku, tepat setelah kau melafalkan maaf. Kenapa, Jongin? Kenapa harus aku yang tertimpa muslihatmu?" Histeris. Kyungsoo mengungkapkan semua arogansinya yang terkurung segan. Jongin tidak terlalu mendengar ocehan, oh atau mungkin umpatan yang dilayangkan Kyungsoo telak diwajahnya. "Hentikan, Jongin. Jangan memerasku lagi.." Setitik liquid kristal itu pun akhirnya luruh juga. Menjadi bentuk kecaman yang sarat ketabuan. Sekaligus merembesi pipi kemerahan yang kini tak lagi mulus.

"Kau mau aku menghentikan ini? Kau kira kau siapa, Do Kyungsoo? Ah, terlambat kalau kau ingin berhenti. Karena kupikir, kau akan selamanya menjadi pemuasku." Jongin takningin membuang waktu lagi, secepag kilat ia menyerang Kyungsoo. Menubruknya hingga tak ada lagi perlawanan yang dilancarkan sang penghasut hasrat itu. Kyungsoo terbaring, lagi. Dibawah kungkungan lengan Jongin, lagi. "Kyungsoo, kau adalah anak yang penurut, bukan? Jadi, turuti saja apa yang kukatakan."

Cumbuan Jongin membungkam reaksinya. Perang lidah yang didominasi Jongin, agaknya memang tersa menyakitkan. Kyungsoo merasakan betapa tubuh lemahnya hanya mengikuti alur ini, tak bergerak.

Ia biarkan saja seseorang diatasnya, menggunakan hak milik atas dirinya. Biarkan saja dia puas. Sekalipun Kyungsoo kan kehabisan nafas, toh orang ini yang akan menanggung jawabnya. Mata bulat itu tak ingin berkedip lagi, tatapan kosongnya pada langit-langit adalah atensinya. Kyungsoo sudah muak dengan persetujuan akan dirinya sendiri. Yang sulit merebahkan diri sambil menendang wajah Jongin. Mengapa tidak bisa? Mengapa sulit sekali baginya untuk melakukan kekerasan pada Jongin, sementara sebaliknya, laki-laki itu selalu menyempatkan diri untuk menghukumnya?

Yah, seperti biasa, atas dasar cinta?

Kyungsoo mencintai, ah..mungkin lebih pada merelakan. Maksudnya, merelakan dirinya terbawa arus yang Jongin lemparkan padanya. Kala itu, mereka bertemu dengan senyuman. Tawa menghiasi wajah mereka. Bukan karena suatu kesalahan jika Jongin memanfaatkannya sedemikian rupa. Satu-satunya pihak yang patut disalahkan dari kejadian ini, hanyalah Kyungsoo sendiri, kenapa ia tak mampu menolak? Ah, seperti yang Jongin bilang, ia sudah terlambat. Terlanjur terjun memang tak bisa ditarik ulur lagi.

"Mmph..Kyungsoo, jangan pernah tinggalkan aku."

Kau yang tidak akan pernah melepasku, bodoh. Seharusnya itu yang ia katakan, tapi Kyungsoo memilih hanya mengulumnya dalam batin.

"Mmph..Kyungsoo, kau yang terbaik, ahh..aku mencintaimu, Kyungsoo."

Omong kosong. Kau hanya ingin tubuhku, sekalipun dibenakmu hanya ada gigolo itu. Seharusnya pula ini adalah balasan sengit yang bisa mendepak Jongin, tapi kemalahan memilihnya untuk membisu.

Kyungsoo hanya membiarkan tangan-tangan busuk itu bebas, bebas merusaknya. Sampai saat ini, ia hanya pusing memikirkan bagaimana akhir cerita mereka, dia dan Jongin tentu saja. Apakah Jongin akan mati karena Kyungsoo memangkas lehernya? Atau Jongin akan hidup bahagia diatas Kyungsoo yang jasadnya termakan rayap? Uh, katakan Kyungsoo sudah gila, tapi hanya dua kemungkinan fantasi itu yang terbersit olehnya. Jongin sudah beralih pada kedua nipplenya, gigitan kasar dari Jongin tak urung membuat Kyungsoo menggelinjang. Bukan karena geli, tetapi karena gigi Jongin terlalu kasar menginvasi dadanya. "AH! Jangan gigit, JongIn!" Tapi Jongin ditulikan, ia tetap berangasan menjilati puting-puting menggemaskan partnernya. Yang tampak bengkak dan memecah satu sama lain, yang tampak begitu menggiurkan bagi Jongin.

"Sialan. Kau ini terbuat dari apa, sih? Ouuuh, Kyungsoo, ah.." Lenguhan itu adalah keseharian yang didengar Kyungsoo. Selain desahan yang disematkan dalam setiap ronde. Juga paksaan yang menjeritkan suara Kyungsoo, agaknya malah membuat Jongin tergelak ngeri dibawah kenikmatannya. Ya, Jongin suka melihat partnernya, dalam hal ini adalah Kyungsoo, yang merintih kesakitan karenanya. Kau sebut itu kelainan? Tapi sekali lagi, Kyungsoo tak mampu menolak. "Nngh..kau nikmat sekali, Sayang..ouuuh..hei, mana suaramu? Keluarkan desahanmu, Kyungsoo. Jangan membantahku."

Salahkan dirinya yang terenggut paksa pada malam pertama mereka bertemu. Harga dirinya yang mati-matian ia pertahankan, semudah itu runtuh terinjak oleh Jongin dalam kurun waktu satu jam saja. Jongin membujuknya, mengatakan kalau mereka akan terbiasa hidup bersama. Karena pada saat itu, hanya Jongin lah yang bersedia menjadi sandarannya. Kyungsoo yang bodoh itu, mempersilahkan Jongin memasuki pintu kehidupannya. Dan pada hari itu, keperjakaan Kyungsoo terambil alih, tanpa ada peringatan apapun darinya. Inikah kepalsuan yang seharusnya mustahil untuk dipercayai? Sayangnya, Kyungsoo terlalu idiot untuk mengakui kekalahannya.

"Jongin..ssh..Jongin, ah, kumohon, hentikan..ssh.." Kyungsoo bukannya sedang merajuk, tapi dasar tubuhnya yang selalu sensitif saat menerima sentuhan impulsif Jongin, ia jadi tak kuasa meliukkan tubuhnya kesana kemari. Dengan kedua tangannya yang sibuk meremas sprei ranjang, lalu beralih kerambut dan pundak Jongin yang ia tekankan dengan jemarinya yang memutih. Kyungsoo pun tak ingin membendung airmatanya yang sudah berkumpul dipelupuk, penyaksian atas keterpurukannya yang tanpa batas. "Jongin, nggh..jangan, jangan, ngh..ssh.."

"Mendesahlah, Kyungsoo. Kenapa kau bertahan dengan gengsimu? Ayolah, kau sangat menikmati ini, kan, hm?" Jongin terus berargumen dengan pemikirannya sendiri, mengharapkan Kyungsoo mengangguk dan lalu memohon padanya. Hanya hisapan jempol semata, karena nyatanya dengan tegas Kyungsoo malah menggeleng. "Ah, ak-aku sama sekali tidak menikmati ini, Jongin. Sampai kap-kapanpun, uhh.."

"Brengsek!" Plak! Tamparan itu turut menyertakan bekas merah dipipi Kyungsoo. Sama sekali tak meredam isak tangis yang ia gaungkan saat ini. Biarkan saja suara Jongin menggema, dan biarkan saja orang itu melukainya sampai cacat atau kalau perlu sampai mati. Kyungsoo tak akan sanggup tinggal lebih lama dalam lembah jahanam milik Jongin. Laki-laki itu memperdayanya, benar-benar menipunya. "Jangan pernah menolakku, Kyungsoo!"

Geraman amarahnya hanya akan semakin menyulitkan Kyungsoo. Sejak semalaman, tubuhnya sudah tak kuat lagi menyangga jiwanya yang tersegel itu. Jongin menggenjotnya habis-habisan, lebih dari sepuluh ronde. Dan saat paginya ia terbangun, laki-laki itu pun sudah siap dengan kendalinya yang mengacung tegak. Lalu siang ini, kembali? Sungguh, Kyungsoo hanya membutuhkan jeda. Sudah terlampau sering ia begini dimainkan, sejak beberapa bulan lalu ia mengungkap sisi tergelap seorang Kim Jongin.

"Jongin, ahh. Hentikan..ah!" Jongin tetap pada aktivitasnya, ia meremas kuat pangkal kejantanan Kyungsoo, membiarkan twinsball partnernya itu menggantung bebas. Berlalunya detik ke menit, Jongin tak memberikan kesempatan bagi Kyungsoo untuk sekedar menarik nafas. Sejurus kemudian, setelah memberikan hukuman kecil pada Kyungsoo, setidaknya agar mulut itu terbuka, Jongin segera memaksa tenggorokan Kyungsoo dipenuhi miliknya.

Tidak ada raut semelas Kyungsoo saat ini, matanya membulat dan berair, bibirnya yang tersedak kemaluan Jongin, dan ia sama sekali tak mampu melawan. Cukup rasa nyeri dibagian belakangnya saja yang ia biarkan terdekam halus dalam pelukan ironis. Jongin pasti akan memasukinya lagi.

"Ssh..lebih dalam, Kyungsoo, aku akan keluar, uhhh.." Jongin meremas kepala Kyungsoo, memaju-mundurkannya agar seirama dengan ritme yang ia buat. Sepersekian detik kemudian, sesuai dengan arahannya, Jongin memang benar. Dia memuntahkan lahar putih itu kedalam mulut Kyungsoo. Yang terasa hangat mengaliri kerongkongannya, "Telan, Kyungsoo!" Sekalipun ia membiarkan rembesan cairan itu tak tertelan oleh mulutnya, Jongin akan memaksanya. Jongin akan mengoleskan sperma itu kewajah Kyungsoo, hingga mmebuatnya tampak mengkila dan lengket.

Kyungsoo menghela nafasnya, pada jangka waktu duapuluh menit ia mengulum penis Jongin. Ia terengah, tersengal sendiri mendapati Jongin masih menyerukan bumerang padanya. Laki-laki itu kini menindih perutnya, berangsur mengangkat kedua kakinya dan menyampirkannya pada bahu. Kyungsoo tidak perlu bertanya-tanya lagi akan apa yang selanjutnya terjadi, melawan pun percuma. Energinya sudah disedot habis-habisan, tak menyisakan sedikitpun kepenatan.

"Jongin, hh..ngh, kumohon jangan lagi, ngh..kau sudah melakukannya padaku semalaman suntuk, Jongin.." Ibaan itu hanyalah setelan klasik yang selalu Jongin abaikan. Ia sibuk dengan persiapannya, tanpa foreplay. Ia suka Kyungsoo terhentak karena hujaman miliknya, yang masuk tanpa peringatan dan tanpa pelumas. "Jongin, dengarkan aku!"

"Kyungsoo, hngh, kau ingin menyetop naluriku? Uh, tidak akan, Sayang. Bukankah kita akan melakukan ini setiap hari? Hm?" Jongin mengendus lubang Kyungsoo, ujung kejantananya pun bagai rudal yang siap dilayangkan. Sementara Kyungsoo mendelikkan matanya, benda tumpul itu sudah lebih dulu mengoyak lubang maksiatnya. Entah untuk yang keberapa kali.

"AAAAH! JONGIN, KELUARKAN! SAKIT! JONGIN!" Tak ada secuil pun kelembutan yang patutnya Kyungsoo rasakan, dan tak ada setitik pun kenikmatan yang harusnya Kyungsoo rasakan pula. Ini hanya masalah pesakitan yang diberikan pendosa padanya. Dan pendosa itu adaah Kim Jongin. Tusukan demi tusukan itu mengeratkan jepitan lubangnya, Kyungsoo menahan gejolak itu tentu saja. Tapi Jongin, tanpa ampun tak membiarkan gerakan brutalnya melengahkan Kyungsoo. Ia terus menghujam, hujaman yang begitu menyakitkan. Bukan sekedar menyakitkan dibagian prostat Kyungsoo saja, tapi lebih pada relung batinnya yang termurkai noda.

"Kyungsoo, ahhh..yah, ahh..kau-ah! Jangan pernah berteriak padaku, seolah kau akan mematahkan leherku! Kau tak punya kuasa apapun atas dirimu sendiri, Kyungsoo!" Amburadul, berantakan. Kyungsoo tak ubahnya mayat hidup yang mangkir dari tugasnya. Kyungsoo tidak diperkenankan memerintah Jongin, tapi laki-laki berkulit tan itu selalu menundukkan kepalanya seolah ia adalah anjing liar yang perlu dijinakkan. Bukankah Kyungsoo manusia? Dia bukan mesin sex, kan?

Tapi, dekapan takdir merengkuhnya, agar belati itu menusuknya lebih dalam bagai sembilu.

Hari dimana ia bertemu dengan Jongin, mungkin memberikan dua penawaran sekaligus. Antara kenaasan atau keberuntungan. Dan Kyungsoo bukannya munafik, kalau ia mengakui Jongin begitu menjeratnya. Ia juga enggan menaifkan diri, kalau saja Jongin adalah sandaran kehidupan terbaik yang pernah ditemuinya. Disaat dunia menghakiminya, sosok Jongin selalu terlihat menyilaukan bagi Kyungsoo. Satu-satunya yang paling terang diantara topeng manusia yang mensejajari langkahnya.

"Jongin! AH!" Masih berlanjut. Milik Jongin itu terus menyodok lubang Kyungsoo yang berkedut kesempitan. Membuat sang pemilik harus melengkungkan tubuhnya dengan anggapan rasa sakit itu hilang, membuat sang pemiliknya harus menggigit bibir bawahnya sampai berdarah, dengan harapan rasa panas itu juga hilang. Tapi, bukankah itu semua tidak berpengaruh apa-apa untuk merubah keadaan? "Keluarkan, Jongin! Cukup! AH!"

Tidak ada kata jeda dalam kamus Jongin. Ia akan membiarkan tubuh rapuh itu tergolek tak berdaya dibawahnya. Hingga kedua mata bulat itu perlahan terpejam, dan ia mensinyalir bahwa Kyungsoo tak sadarkan diri. Mesin Sex-nya sudah hancur berkeping, ia yang merusaknya. Tanpa niatan ingin mereparasi, atau setidaknya merawat porselen kenistaan itu. Jongin tak mau repot-repot bersetubuh dengan segala macam konsekuensi. Ia tak pernah kenal dengan yang namanya resiko. Baginya, Kyungsoo adalah Kyungsoo. Do Kyungsoo yang dengan bodohnya, mempersilahkan penjahat ulung sejenis dirinya, memporak-porandakan sebuah kehidupan miliknya sendiri. "Ngh..Jongin, teruskan, hh..buat aku segera menemui Tuhan, hh.." Dan kalimat pamungkas itu, seketika melemahkan sistem saraf Kim Jongin. Apakah ia sudah keterlaluan?

-ooo-

Ah, dunia tak pernah seburuk itu menelanjangi dirinya. Kyungsoo saja yang menganggapnya berlebihan. Dia bertemu lagi dengan aliran setrum yang seminggu lalu hampir membunuhnya. Orang itu, bersama aura mengerikan yang selalu dibawanya kemanapun. Dia berjalan melewati Kyungsoo, seolah tidak ada kata sapa. Jongin, pria itu berjalan beriringan bersama gigolonya. Kau sebut saja kekasih idamannya, dia bukannya perempuan, tapi dia secantik perempuan. Bukannya ia ingin bertindak gegabah, tapi Kyungsoo muak diacuhkan Jongin setelah laki-laki itu berulang kali membobol lubangnya.

Ia benci disamakan dengan hewan. "Hei, Jongin." Kyungsoo memberanikan diri mengeluarkan suaranya, bukan hanya membuat Jongin menoleh, tapi laki-laki disebelahnya pun mengikuti. Kyungsoo tahu kalau saja hubungannya dengan Jongin tidak berarti apa-apa, tapi tidakkah Jongin sadar bahwa sikapnya sudah sangat kurang ajar? "Kau ingin bayaranmu, hah?" Tak disangkanya, tubuh tegap itu malah berbalik, menjulang tinggi seolah berhak menatap Kyungsoo serendah apapun.

"Ti-tidak, mm, aku hanya..ingin memastikan kalau kau masih mengingatku." Entah kenapa, Kyungsoo malah tergagap. Terbelit oleh kata-katanya sendiri. "Se-Sehun, aku pergi dulu." Uh, kerunyaman akan kondisi yang canggung ini, membuat Kyungsoo berdalih. Ia tak lagi menghiraukan reaksi Jongin yang malah mengungkap tabir dalam benak Kyungsoo.

"Kyungsoo." Panggilan itu, seketika menghentikan pergerakan Kyungsoo. Menguncinya, selalu seperti ini. "Aku membutuhkanmu malam ini." Dan Kyungsoo merutuki kesialannya, atau kebodohannya, yang malah menyerahkan diri secara sukarela didepan muka Jongin. Haruskah ia mengatakan kalau Sehun bukanlah satu-satunya dihati Jongin? Ataukah sebaliknya, Kyungsoo yang harusnya sadar diri, siapa itu Jongin dan apa hubungannya dengan Sehun dan siapa dirinya, yang apa hubungannya dengan Jongin? Kyungsoo hanya perlu alarm, yang kan mengingatkannya pada kenyataan, kalau Jongin hanya memanfaatkan kebodohannya.

"Aku tidak bisa, Jongin." Obrolan samar yang cenderung diterpakan Jongin itu, agaknya sama sekali tak membuat Sehun curiga. Mengenai penolakan Kyungsoo itu, Jongin tahu benar bahwa itu hanyalah gertakan tak berarti darinya. Kerakusan hasrat yang menguasainya, Jongin tahu Kyungsoo terjebak dalam dua dominansi. Kyungsoo yang kelimpungan mencari eksistensinya sendiri. Jongin tahu, Kyungsoo hanya mencoba untuk menghindar. Yang sayangnya, seberusaha apapun ia berkutik, toh nantinya akan kembali. "Aku..aku ada janji dengan Baekhyun, untuk mengajarinya secara privat tentang materi yang diberikan dosen minggu lalu."

Meski ujaran itu terdengar takut-takut, tapi Jongin tak mengindahkannya sama sekali. Ia melirik Sehun disebelahnya, lelaki itu balik menatapnya. "Sehun-ah, bisa kau tinggalkan kami sebentar? Akan kususul kau setelah urusanku selesai, ya." Kyungsoo tahu Sehun bukanlah tipe kekasih yang gemar mencemooh apalagi merajuk manja atas ketidaksukaannya akan suatu hal. Karena Sehun yang maskulin itu, terkenal enggan mencari-cari masalah. "Baiklah, aku menunggumu didepan loker seperti biasa." Berlalunya Sehun, membuat Kai meminimalisir jarak yang ada. Menepiskan kejanggalan hati yang Kyungsoo rasakan, ia hanya tidak suka Jonginnya berdekatan dengan Sehun. Eh? Apakah masih boleh dia menyematkan akhiran -nya- dibelakang nama Jongin?

Jongin mencekal pergelangan Kyungsoo, mencengkeramnya kuat hingga membuat Kyungsoo memekik. "Ah! Jongin, kau menyakitiku!" Bukankah Jongin terlahir untuk selalu menyakiti Kyungsoo? Lantas kenapa Kyungsoo masih mempertanyakan hal itu? Jongin pun tak ingin menjawab sekenanya.

"Kau akan tahu akibatnya jika menolakku, Kyungsoo." Rahang itu mengeras, garis wajahnya yang tegas semakin mendorong Kyungsoo untuk berlutut. "Kau dan Sehun itu berbeda. Aku tidak akan menyentuh Sehun karena ia tidak menginginkannya, tapi aku mencintainya melebihi apapun. Sementara kau, Kyungsoo adalah mesin sex yang kutemukan mengais kasih sayang dijalanan, lalu kupungut untuk kujadikan boneka seks yang bisa kunikmati kapan saja."

Tidak. Tidak menutup kemungkinan kalimat sialan Jongin barusan telah meremukkan Kyungsoo. Bukan main sakitnya. Boneka Seks? Mesin sex? Sehina itukah dirinya? Kyungsoo membelalak, ia mendorong bahu Jongin setelah sebelumnya menyentakkan pegangan laki-laki itu dipergelangannya.

"Jangan mengucapkan kata-kata kotormu, Kyungsoo, tidak ada sumpah serapah disini." Vulgar. Suara itu mengintimidasi letak kecurangan. Seakan tahu Kyungsoo akan memakinya, Jongin terburu melesatkan sentuhan seduktifnya ditelinga Kyungsoo. "Kau teramat rapuh dimataku, Kyungsoo, kau akan tunduk berlutut dibawahku. Hanya aku yang menjadi hidup dan matimu."

Bangsat. Seharusnya Kyungsoo bisa menampar wajah itu, memukul rahangnya. Tapi dasar suasana taman kampus yang tidak mendukung, juga karena alibi Kyungsoo yang menguatkan dirinya sendiri. Agar tidak melawan, agar tidak berbuat macam-macam. Sesadar apapun dia, bahwa saat ini yang berhadapan dengannya adalah Kim JongIn.

"Aku. Membencimu. Kim. Jongin." Penekanan pada tiap kata itu memang satu-satunya jurus yang mampu mengolak-alik pikiran Jongin. Kyungsoo, sang pemuas ini sudah melenggang pergi sejak semenit lalu. Setelah ia mendengarkan celotehan Jongin yang tidak bisa dikatakan enteng itu, Jongin tahu Kyungsoo sakit hati padanya. Lebih dari itu, Kyungsoo pasti memimpikan Jongin mati saat ini juga.

-ooo-

Tebak apa? Ha, Kyungsoo berakhir diranjang ini, lagi. Tanpa perlawanan, tanpa teriakan histeris. Ia hanya menurut. Apartemen Jongin selalu menjadi neraka baginya, mengingat setiap ada kesempatan Jongin akan menyetubuhinya tanpa dasar cinta. Sekedarnya saja. Nyatanya praduga Kyungsoo salah besar, meleset jauh. Jongin tidak merebahkannya, melainkan menariknya kasar agar berdiri. Tubuh telanjangnya menyapu lantai, ikut terseret lengan Jongin yang menghantamkan punggungnya pada dinding.

"Do Kyungsoo, kau ingat bagaimana pertama kali kita bertemu?" Jongin menabrakkan dirinya agar menghimpit Kyungsoo yang setengah berdiri, yang tumpuannya hanya jinjitan dan sanggaannya yang merapat pada dinding. "Ceritakan, Kyungsoo, ceritakan. Aku ingin bernostalgia sebentar, denganmu." Kyungsoo menggeleng, menahan gairahnyanyang tertembus kebiadaban. Jongin melumat bibirnya, memagut ironis rekahan itu.

"Mmmph..hhssh..aku bodoh, Jongin, shh..Kyungsoo bertemu dengan Jongin karena ia mengira Jongin adalah penolongnya yang baik hati. Ssh..mmmph..ah.." Jongin memasang pendengarannya lamat-lamat, seringaiannya terukir jelas sesaat setelah ia melepas ciumannya. Ia memperhatikan mata bulat itu kembali berair, memerah. "Da-dan, de-dengan i-itu, aku menerimamu masuk, la-lalu kau menghancur-kan-ku." Dengan kedok itu, Kyungsoo merasakan perubahan mimik Jongin. "AH!"

BRAK! Kepala Kyungsoo terantuk keras pada dinding dibalik punggungnya, tetapi Jongin mengalihkan fungsinya sebagai bagian dari luka yang merembes dipelipis Kyungsoo. Jongin tak kuasa menahan amarahnya yang membuncah, entah mengapa mendengar penuturan Kyungsoo barusan malah membuat hatinya memanas. "Sialan! Kau sendiri yang membiarkanku masuk dan hei, aku tidak menghancurkanmu, Do Kyungsoo!"

"Kau menghancurkanku, Jongin.." Lirihan Kyungsoo melemah, seiring dengan tubuh polosnya yang ikut merosot. Tapi Jongin tak membiarkan hal itu terjadi, ia kembali menarik Kyungsoo agar berdiri tegak menghadapnya. "Lepaskan aku, Jongin, lepaskan. Kita tidak memiliki sesuatu yang bisa dipertahankan."

"Aku punya, dan aku ingin mempertahankanmu, Kyungsoo." Jongin segera menyeret Kyungsoo menuju cermin disudut ruangan. Lagi-lagi membanting tubuh itu agar menabrak pantulan dirinya yang tak terbungkus sehelai benang. "Lihat dirimu dicermin, Kyungsoo. Berbaliklah."

Kyungsoo hanya menoleh, meratapi refleksi dirinya yang terangguk manis. Meringkuk ditengah sandingan Jongin yang berdiri agung diatasnya.

"Betapa menjijikkannya dirimu, Do Kyungsoo. Tanda kepemilikanku menghiasi tubuhmu, luka lebam terpatri tetap disana. Tidakkah kau merasa sangat rendah? Kau berlutut dibawahku, memohon belasan kasih. Cih.." Dengusan itu menyentak Kyungsoo, terjungkal kebelakang karena kaget. Beraninya Jongin- "Tapi kau adalah berlianku. Yang selalu menjadikanku istimewa hanya karena menyantap lubangmu." -berkata kalimat semenyedihkan itu? Kyungsoo benar-benar gila, kalau kau mau tahu. Ia sudah muak dengan Jongin yang selali menjatuhkannya. Ia merasakan asin itu, yang bercampur dengan anyir darah dan airmata yang menyusup.

"Jongin, hentikan."

"Lalu, kau lupa bagaimana reaksi tubuhmu yang bergerak erotis bagaikan pelacur?"

"Hentikan, Jongin!"

"Kau mendesah gila-gilaan dan lubangmu yang berkedut itu..ah, betapa menjijik-"

"JONGIN, HENTIKAN!" Kyungsoo menutupi dua telinganya dengan dua tangannya. Berusaha mengenyahkan ulasan pesakitan yang Jongin ungkapkan. "Inimsemua karenamu! Aku begini karena kau yang menjerumuskanku, Kim JongIn! Hiks.." Pecah sudah tangisan itu, dan Jongin meraup wajahnya yang sudah sangat sembab. Dengan gerakan terburu, Jongin kembali menyuap pesakitan yang mendera Kyungsoo. Ia menelentangkan Kyungsoo tepat didepan cermin itu, dengan dalih agar saat ia menggenjot Kyungsoo nanti, bocah itu bisa melihat ekspresinya sendiri.

"Sebagai bukti kalau kau menikmati persetubuhan ini, mari lihat dirimu dicermin, Sayang."

Sejurus kemudian, Jongin mengarahkan miliknya agar bersiap memasuki Kyungsoo. Tatapan nyalang yang Kyungsoo berikan itu sama sekali tak membuatnya membaik. Malahan, meningkatkan kinerja Jongin yang semakin membabi buta untuk meloloskan nafsunya. Sampai kapanpun, ia tak akan melepaskan Kyungsoo. Apapun yang terjadi. Biarpun partnernya itu menderita, Jongin bersumpah, Kyungsoo akan mati karena tangannya.

"Bersiaplah, pelacur. Kau akan mengerang kenikmatan karena aku. Kau tahu itu, Kyungsoo."

Dan benar saja, tidak ada foreplay. Kejantanan Jongin sudah melesak masuk separuhnya, dan dia akan terus mendorongnya sampai Kyungsoo terhentakkan berulang kali. Kyungsoo hanya mampu mendongak, menengadahkan kepalanya dan demi mengikuti saran Jongin, ia melihat cermin itu. Disana Kyungsoo melihat dirinya, yang telentang dengan Jongin diatasnya, bergerak brutal tanpa kelembutan. Disana Kyungsoo juga melihat dirinya, wajahnya yang menyiratkan lelah berlebih. Tanpa tuntunan siapapun. Tanpa keluarga, teman. Karena hanya Jongin yang ia punya. Dan disana pula ia melihat kerapuhan hati, dua bola mata itu menatap kosong, tanpa ada gairah. Sendu menguasainya telak-telak. Kyungsoo hancur ditangan Kim JongIn.

"Ahh..bagaimana rasanya, Kyungsoo? Kau masih ingin mengelak? Hah?" Jongin masih pada posisinya memaju-mundurkan pinggulnya sekaligus melakukan gerakan in-out direktum Kyungsoo yang begitu sempit. "Jawab aku, Kyungsoo. Kau tak punya siapapun selain aku, kan?"

Kelabakan, Kyungsoo memang tahu benar bahwa Jongin sepenuhnya abadi. Abadi dalam menghancurkannya.

"Jong-in, hngh, ssh..kau-kau..sialan!" Oke, umpatan itu memang tak sebanding dengan apa yang dialaminya akibat Jongin selama berbulan-bulan ini. Kyungsoo hanya kesulitan mengurangi beban dustanya pada Jongin. Laki-laki itu seperti memegang dirinya, ah maksudnya Jongin seolah memiliki kuasa yang mutlak. Ya, atas dirinya.

PLAK! Sekali lagi tamparan adalah balasannya. Membuat wajah itu terlempar kesamping dan mau tak mau mempertemukannya dengan sisian cermin. Jongin hanya enggan menyadari betapa kelewatan dirinya, yang sudah memprakarsai Kyungsoo secara terus-menerus.

"Aku tidak suka mendengar mulutmu berkata kotor, Kyungsoo!" Jongin menggelakkan tubuhnya, peluh membasahi keduanya, sehingga kilauan mengkilap itu tersebar menyeluruh. "Aku keluar, Kyungsoo..ahhh, sshh..."

Kyungsoo tak merespon. Dia bergeming dengan sejuta kebisuannya. Biarkan saja lelaki itu sepuas nafsu menyetubuhinya, sampai mati pun tak apa. Karena toh, Kyungsoo tak tahu untuk apa dia mempertahankan hidupnya. Demi Jongin? Kyungsoo tidak sebodoh itu. Tapi ia mengakui, kalau Jongin, hanya Jongin yang membuatnya begini bodoh. Terbutakan rasa cinta tanpa balas, tertulikan keramahan kasih sayang semu. Jongin menipunya. Benar-benar menipunya.

Yang selanjutnya terjadi adalah Jongin dengan tembakan bertubinya, berikut cairan yang turut meluber kepaha Kyungsoo. Orgasme mereka tersampaikan tanpa adanya rangsangan. Jongin menyetubuhi Kyungsoo atas dasar ingin. Ingin mempermainkan lebih tepatnya. Tanpa alasan jelas, ia suka melihat Kyungsoo begini rapuh tersandung egonya sendiri.

"Aku mencintaimu, Jongin." Sapuan bisik itu membelai telinga Jongin. Kyungsoo mendekam dalam penjaranya, memejamkan kedua matanya lama sekali. Hingga Jongin membenturkan kepalanya pada marmer, ia pun bergerak pelan. Beringsut mundur. "Aku tahu kau mencintai Sehun."

"Kau hanya pelampiasanku, Kyungsoo. Aku menghormati Sehun yang belum mau disentuh. Jadi, aku akan memanfaatkanmu sampai Sehun benar-benar berserah diri." Kyungsoo tersenyum, senyum yang damai. Menenangkan. Tidak sama sekali Kyungsoo mementahkan ungkapan Jongin, yang dia tahu saat ini adalah dirinya yang terpengaruh maksiat Jongin. Begitu bodoh atas tindakan ini. Yah, Kyungsoo tidak menyangkalnya.

"Aku tahu, Jongin. Maka gunakan aku sepuas hatimu, setubuhi aku sesuka nafsumu. Setidaknya sampai kau siap melepaskanku. Dan dari sana, kau akan bahagia bersama Sehun. Lalu aku akan menghilang, hilang dari peradaban kehidupanmu. Seolah aku memang tak pernah ada, seolah Do Kyungsoo hanya pernah mampir dalam mimpimu."

Jongin terhenyak, menyekat nafasnya sendiri.

"Dan hei, Jongin. Sampai kapan aku terus menjadi mesin dan boneka seksmu? Sekali-kali kau harus memaksa Sehun. Kalau pun nantinya aku pergi, kumohon jangan mencariku lagi, ya. Karena aku malas berurusan dengan masa lalu. Dan sampai saatnya tiba nanti, kuharap untuk saat ini, kau mau menganggapku ada. Hei Jongin, aku Do Kyungsoo yang kau temukan sedang mengais belas kasih dijalanan waktu itu kan?"

Perih, deretan kalimat itu menendang telak ulu hati Jongin.

"Aku tetap mencintai Sehun. Selamanya."

"Aku juga." Jeda sebentar, Kyungsoo tersenyum pahit. "Aku juga akan selalu mencintaimu, Kim JongIn."

-ooo-

END!

HA-AH

Ini cerita aapaaaa?

Yaampun, PWP kan PWP iya

Duh ngga masuk akal ya, ngga ada klimaksnya ngga ada konfliknya. Ngga jelas yah.

Uhlala.

Mind To Review?