The Most Diferrent
Cast : Sasuke Uchiha & Naruto Uzumaki
Rated : T
Genre : Romance/Drama
Naruto ©Masashi Kishimoto
The Different World ©Zeafdy
.
Seorang pria tengah sibuk dengan komputer miliknya. Ia terlihat tengah berpikir dengan sebuah buku di hadapannya. Pandanganya selalu bergantian. Dari layar monitor ke buku. Terus menerus dan terkesan monoton. Ia hanya mendesah lelah ketika jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Ia berkutat dengan makalah-makalah menjengkelkan itu selama hampir lima jam tanpa berhenti. Tubuhnya mungkin sudah merengek meminta istirahat karena kegiatannya ini.
"Namikaze-san, kau tidak istirahat?" seorang pria mendekatinya. Pria berambut nanas itu hanya mengernyit heran melihat rekan sejawatnya yang masih sibuk dengan komputernya. Pria yang menepuk bahunya itu mendudukkan diri di sebelah pria pirang yang tidak mempedulikannya.
"Jangan memanggilku dengan nama itu Shikamaru. Aku tetap teman sejawatmu." Desis pria yang biasanya terlihat ceria dan ceroboh itu. polisi muda itu tengah sibuk dengan beberapa dokumen yang membuatnya sedikit tertawa karena hal yang termuat di dalam dokumen itu terlihat sangat menarik namun lucu disaat bersamaan.
"Oke Naruto, tapi aku disini sebagai asistenmu memang sangat mengharapkan kau pulang karena aku benci harus merasa repot menunggumu." Desisnya tidak suka. Pria nanas itu memutar bola matanya malas. Ia jadi tidak bisa segera pulang dan mengistirahatkan tubuh letihnya.
"Hei, Shikamaru, bukannya aku menolak permintaanmu. Tapi, disini aku adalah kepala kepolisian. Aku tidak mau kasus yang sudah kuurus selama tiga bulan ini menggantung begitu saja." Ucapa pria Namikaze itu keras kepala.
BLETAK!
"Kenapa kau memukulku, Nara Shikamaru?!" raungnya marah. Pria berambut pirang itu menatap tidak suka kepada asistennya yang hanya memasang wajah cool. Ia tidak begitu menyukai atasannya yang terlihat terlalu kekanakan seperti ini. Sangat berbeda jika sedang memburu penjahatnya.
"Aku tidak memukulmu, tanganku licin. Baiklah, kalau begitu silakan lembur. Aku mau pulang. Sai sudah menunggu di rumah." Shikamaru menepuk bahu Naruto-tanda memberi semangat dan berbalik pulang. Pria pirang itu hanya menggumam tidak jelas dan kembali sibuk mengolah tugasnya. Ia tengah sibuk mengumpulkan data-data yang dikirim oleh divisi investigasi tadi sore. Ia tidak bisa pulang secepat ini. Toh di rumah otousannya belum pulang karena beliau masih di luar negeri.
"Oh Tuhan, sampai kapan tugas ini selesai?" Naruto melakukan sedikit peregangan untuk merilekskan otot tubuhnya yang terasa sangat pegal.
Piiip!
Alarm kantor kepolisian itu berbunyi nyaring. Pria dua puluh lima tahun itu itu melepas seragam resminya. Ia hanya menggunakan celana panjang dan kaos putih yang sering ia gunakan untuk tidur. Malam ini ia yakin kalau ia tidak akan tidur.
"Namikaze-san, anda harus istirahat. Besok pagi akan ada penerimaan polisi baru di divisi saya." Seorang pria mendatanginya dengan wajah mengantuk yang dipaksa untuk melihat. Rock Lee terlihat sangat letih. Naruto hanya mengangguk dan mempersilahkan bawahannya itu untuk kembali beristirahat di rest room yang berada di dekat dapur.
"Haah, aku akan mati muda!" gerutunya kesal.
...
Naruto baru saja keluar dari kamar mandi yang berada di dekat ruangannya. Ia menggeliat tak nyaman. Badannya pegal semua. Tapi, setidaknya ia akan memuaskan diri dengan mengawasi polisi baru yang masih terlihat polos-polos. Akan sangat menarik jika ia membentak mereka karena masalah sepele, meskipun itu tidak perlu.
"Namikaze-san, apa anda sudah siap? Beberapa dari anggota polisi baru dari akademi sudah datang dan sedang dikumpulkan oleh Nara-san." Seorang bawahannya membungkuk hormat kearahnya. Naruto hanya mengangguk dan tersenyum ramah. Ia sedang dalam mood baik, setidaknya setelah lembur terlalu lama dan ia hanya melakukan sendiri.
"Ayo, kita kesana." Pria berpangkat sersan itu mengangguk. Ia mengikuti Naruto yang berjalan di depannya. Pria dengan tinggi seratus delapan puluh lebih itu hanya mendengus ketika melihat Shikamaru tengah menegur polisi baru yang terlihat membungkuk karena terlambat.
"Ebisu-san, aku ingin mereka sudah siap ketika aku tiba. Ada urusan yang harus kuurus sebentar." Ebisu hanya mengangguk patuh. Ia pergi mendahului Naruto yang tengah mengubak-ubak nomor kontaknya.
Piiip!
"Ya, Naru, ada apa meneleponku pagi-pagi?" suara yang terdengar sangat tidak elit itu menyambutnya. Naruto hanya mengernyit. Ia menduga kalau orang yang ia telepon ini baru saja bangkit dari singgasana nyamannya.
"Bangun, Kakashi! Aku tidak percaya kau terlambat." Naruto sedikit heran mengingat pria yang mengurusnya sejak kecil itu tengah terkekeh santai.
"Hei nak, aku libur hari ini. Ayahmu menyuruhku untuk tinggal. Makanya, aku tidak berangkat. Toh kau bisa urus sendiri kan? Tidak perlu memanggil kepolisian Osaka juga kan?" protes pria di seberang yang Naruto panggil Kakashi itu.
"Oh baiklah, jangan harap kau akan menemukan aku pulang ke Yokohama Natal nanti." Dan Naruto mematikan ponselnya. Moodnya menjadi turun. Dasar orang aneh. Akhirnya, kepala kepolisian itu pergi menuju lapangan.
Ketika ia tiba di lapangan, ia melihat sekitar lima puluh siswa hasil akademi yang sudah dilantik menjadi polisi baru. Kepolisian Kyoto memang mendapat kehormatan untuk melatih polisi baru-yang menurut Naruto dan Shikamaru merepotkan meski mereka hanya tersenyum seadanya.
"Semuanya berbaris! Beri salam kepada Ketua!"
"Selamat pagi, Ketua Kepolisian Kyoto!" ucap lima puluh polisi baru itu serentak. mereka membungkukkan badan sembilan puluh derajat dan kembali berdiri tegak. Seragam biru mereka terlihat sangat apik dengan topi putih dengan baret satu di tepi bagian kanan. Menunjukkan pangkat mereka.
"Baik! Perkenalkan, namaku Namikaze Naruto. Disini tugasku hanya untuk.."
"Sumimasen deshita, saya terlambat." Seorang polisi baru datang tergopoh-gopoh. Baju seragamnya dipenuhi dengan keringat. Ia membungkuk dalam-dalam ke arah Naruto yang memasang wajah datar.
"Angkat wajahmu." Perintah Naruto datar. Ia menyilangkan tangannya di depan dada. Menatap lurus ke arah pemuda yang masih diam tak bergeming dari posisinya membungkuk.
"Saya tidak akan mengangkat wajah saya, jika anda belum memaafkan saya." Ujarnya tegas. Naruto dan semua yang ada di lapangan itu tersentak kaget. Pemuda berambut raven itu sangat berani. Ia tidak menyangka kalau ada seorang polisi muda yang begitu idealis.
"Bagaimana bisa aku memaafkanmu? Kau terlambat di hari pertama kau mulai bekerja, polisi baru!" sentak Naruto, kejam. Ia bukan bermaksud untuk kasar kepada polisi di depannya ini, tapi, ia hanya khawatir kalau anak bimbingannya menjadi tidak bisa diandalkan ketika mereka sudah bersama tim mereka masing-masing.
"Maafkan saya, Ketua!" polisi baru itu mengangkat wajahnya. Ia memandang wajah ketuanya tanpa ragu. Mata onyx miliknya langsung tertumbuk ke dalam biru langit yang terlihat tidak bersahabat.
"Uchiha Sasuke. Aku akan menghafal namamu. Setelah pertemuan hari ini, kau harus menulis surat permintaan maaf kepada orang yang sudah mengirimmu kemari. Kutunggu di ruanganku besok. Jangan sampai lupa. Sekarang, masuk ke barisanmu." Naruto melunak ke arah pemuda yang wajahnya sudah memerah karena kepanasan. Dasar polisi baru.
"Baiklah, para polisi baru! Aku ingin kalian membuktikan kepadaku selama satu tahun ini, bagaimana kinerja kalian di Kantor Kyoto. Karena setelah kalian selesai, aku akan memberikan rekap nilai kalian kepada Kantor Nagano yang sudah mengirim kalian ke sini untuk memilih tempat dinas kalian! Apa kalian mengerti?!" teriak Naruto.
"KAMI MENGERTI KETUA KEPOLISIAN KYOTO!" dan setelah itu, semua polisi baru itu membubarkan diri. Bersiap ke meja kerja mereka masing-masing.
...
"Heh, Uchiha, kau terlalu berani dengan Ketua yang terlihat seram itu." seorang pemuda berambut biru dengan gigi tajam dan runcing itu menatap kagum ke arah Sasuke yang tengah menata meja kerjanya. Si pemuda raven hanya mengangguk. Ia tidak bicara banyak. Karena sejujurnya ia juga masih gemetaran karena sangat berani menantang ketuanya.
"Suigetsu, lakukan saja tugasmu." Sasuke melirik ke arah Suigetsu yang buru-buru mengangguk karena Shikamaru berada di belakangnya. Pria berambut nanas itu hanya geleng-geleng, sebelum kembali menerima telepon.
"Iya, Sai, aku janji, setelah semua kasusku selesai, aku akan pulang.." dua polisi baru itu menatap aneh ke arah ketua divisi mereka yang terlihat tengah berbicara dengan kekasihnya.
"Heh, Sasuke, kau tahu siapa Sai?" tanya Suigetsu ke arah pemuda raven yang mendudukkan dirinya di kursi miliknya.
"Untuk apa aku mencari tahu?" tanyanya sinis. Membuat Suigetsu benar-benar jengkel melihat kelakuan teman yang menjadi roomatenya di akademi.
"Setidaknya aku berbaik hati mau memberi tahu siapa ketua Divisi Pengolah Data yang jago menggambar itu." Suigetsu hanya mengendikkan bahu. Membiarkan pemuda raven itu terbang dengan khayalannya sendiri. Tidak bergeming dari posisinya.
"SEMUA POLISI BARU BERKUMPUL SESUAI DENGAN TIM YANG SUDAH DIBENTUK!" dan panggilan nyaring itu membuat semua orang dalam satu ruangan itu segera berkumpul dengan kelompoknya. Tak terkecuali Sasuke dan Suigetsu.
Dua pria itu dengan segera berlari menuju aula utama. Disana, sudah dua orang yang berkumpul di kelompok mereka. Sasuka hanya mendengus ketika melihat Karin dan Juugo yang menjadi kelompoknya, ditambah Suigetsu. Hah, dosa apa ia satu kelompok dengan mereka.
"Wah! Ternyata aku memimpin kelompok yang ada Sasuke Uchiha didalamnya!" Seorang pria yang cukup tampan itu terkekeh senang. Membuat empat orang yang masih dalam masa transisinya itu mengerutkan kening.
"Perkenalkan, namaku Rock Lee. Panggil saja Lee. Yoroshiku." Pria berkacamata itu tersenyum ramah. Ia melanjutkan, "Namikaze-san ingin aku mengawasi Sasuke Uchiha, supaya ia tidak melakukan hal memalukan seperti tadi." Ia meringis melihat Sasuke hanya mendecih tidak suka.
"Baik, berhubung aku belum kenal kalian, bisakah kalian memberitahu nama kalian padaku?" tanya pria itu.
"Juugo, dari kepolisian Nagasaki." Kata pemuda berambut oranye dengan tubuh lumayang kekar itu.
"Uzumaki Karin, dari kepolisian Nagoya." Gadis berambut merah yang disanggul rendah itu tersenyum elegan.
"Suigetsu, dari kepolisian Nagoya." Pria yang terlihat sedikit lebih pendek dari Lee itu meringis, memperlihatkan gigi kecil dan runcingnya.
"Uchiha Sasuke, dari kepolisian Yokohama." Sasuke menatap tajam Ketua Lee yang cemberut.
"Baiklah, karena kita sudah saling kenal, aku ingin menunjukkan ruangan kerja kita. Ayo ikuti aku." Lee membimbing mereka ke lantai tiga kantor itu. Ia dengan ramah menyapa setiap rekan yang ia kenal. Membuat tiga anak didiknya sedikit kikuk mengingat betapa ramahnya pria dihadapan mereka ini.
"Lee, kau sudah menangani mereka?" pria pirang itu menghadang perjalanan tim yang dipimpin Lee. Naruto tersenyum tipis ketika mengetahui rencananya berhasil. Ia sudah mendapat peringatan dari atasannya untuk mengawasi siswa dari Yokohama yang satu ini.
"Sudah Ketua." Jawab Rock Lee, mantap.
"Baguslah kalau begitu, aku ingin kalian mengurus laporan pembunuhan yang baru saja masuk." Naruto menyerahkan stofmap kepada Lee dan beranjak pergi. Pria itu sadar kalau ada sepasang onyx yang memperhatikan dia sedari tadi.
...
Sasuke, Karin, Suigetsu, dan Juugo hanya mengikuti Lee dalam diam. Mereka berlima dengan cepat berjalan menuju lobi kantor untuk mengambil surat perintah dan membawa mobil yang sudah terparkir di halaman kantor.
Sasuke yang tengah tidak fokus menyadari kalau ia tertinggal di luar lift. Terpaksa pemuda itu menungu lift selanjutnya dengan menggerutu. Setelah tiba di lantai satu, pemuda itu bergegas menuju mobil yang sudah bersiap.
"Sasuke, kau bersama mobil berikutnya, kami akan menyelidiki terlebih dahulu." Perintah Ketua dengan rambut berbentuk bulat itu. Sasuke mengernyit heran.
Tiin..Tiin..pemuda itu menoleh mendengar klakson mobil di belakang tubuhnya. Bersikap sopan dan mundur beberapa langkah memberi jalan. Tapi, mobil itu malah berhenti tepat di depan Sasuke. Plat milik kepolisian. Mungkin orang yang mengendarai mobil ini juga akan pergi ke lokasi, pikirnya. Tanpa pikir panjang, Sasuke segera masuk dan memasang sabuk pengaman.
"Kau sudah siap?" suara serak itu menyapa indera pendengarannya. Pria pirang yang tadi pagi menegurnya karena terlambat sekarang malah satu mobil dengannya. Sang Uchiha itu mendengus.
"Ketua Namikaze? Maaf, saya salah masuk." Pemuda itu menggerakkan tangannya untuk membuka pintu mobil, Sasuke merasakan sesuatu mencengkeram lengan kirinya, dan menarik pemuda raven itu untuk duduk ke posisinya.
"Tetap disini. Tak kusangka kau juga akan terlambat dan ditinggal oleh timmu." Mendengar kalimat yang cukup sinis dari atasannya, Sasuke hanya melirik ke arah Naruto yang dengan santainya mengemudikan mobilnya membelah jalanan Kyoto pada siang hari.
"Maaf menyusahkanmu, seharusnya kau membiarkan 'Tukang Terlambat' ini untuk naik taksi dan tidak mengganggumu." Jawab Sasuke sarkasme.
"Masalah akan semakin besar kalau aku membiarkan kau pergi sendiri. Kau bisa tersesat di Kyoto, apalagi, kau merupakan polisi baru yang tidak tahu apa-apa." Ujar Naruto angkuh. Melirik Sasuke yang mendengus dan menggerutu kesal. Senang juga mengerjai pemuda raven ini.
"Terima kasih, Namikaze-sama." Balas pemuda Uchiha itu geram. Mungkin perempatan imajiner akan muncul di dahinya.
"Sama-sama." Jawab Naruto acuh. Pria pirang itu tersenyum, ah lebih tepatnya menyeringai jahil. Ekor matanya melirik pemuda di sampingnya yang mengacuhkannya dengan menatap luar jendela.
...
"Korban bernama Shiragana Senju. Laki-laki, berusia 29 tahun. Waktu kematian sekitar 10 jam yang lalu. Penyebab kematian, kehabisan nafas." Jelas anggota penyidik itu.
"Riwayat sakit?" tanya Sasuke singkat. Tidak ada tanda pembunuhan atau semacamnya. Racun? Tidak ada deteksi racun dari tubuh korban. Atau mungkin korban bunuh diri?
"Tidak ada riwayat penyakit serius, bahkan korban jarang terserang penyakit." Jelas penyidik itu lagi.
Shiragana Senju tinggal bersama adik laki-lakinya di apartemen kecil ini. Shizuki Senju, usia 22 tahun pekerjaan mahasiswa. Para polisi itu awalnya curiga dengan adiknya, tapi adiknya terus mengatakan kalau kakaknya itu bunuh diri. Dia juga tidak mau mengatakan apa penyebab kakaknya melakukan hal seekstrim itu. Tidak ada tanda-tanda apapun dari tubuh korban.
"Sudah kubilang, kakakku bunuh diri." Shizuki masih saja mencoba membela diri, ketika ia dipaksa ikut ke kantor polisi.
"Bekerja samalah, man, agar kau bebas." Ujar Rock Lee kalem. Shizuki mengacak rambutnya frustasi, kemudian menarik nafas kasar.
"Kakakku akan menikah tapi tiba-tiba dipecat dari kantornya, dan ia sangat stress akan hal itu." ucap Shizuki pada akhirnya. Nafas pemuda itu terlihat memburu. Ia berusaha melepaskan tangannya yang masih dicengkeram oleh kedua petugas.
"Menikah?" Sasuke mengernyit. Pemuda raven itu sangat tertarik dengan kasus ini. Bukan apa-apa, pembunuhannya terlalu bersih. Benar-benar tanpa jejak. Shizuki hanya mengangguk kemudian berjalan sendiri menuju dapur.
"Aku mau minum, apa aku harus izin terlebih dulu?"tanya Shizuki, sewot. Pria itu menatap Sasuke tidak suka. Pemuda raven itu melihat di meja makan masih terdapat tiga piring bekas ramen lengkap dengan tiga gelas air tidak berisi.
"Kalian selalu makan diluar?" tanya Sasuke, mengamati meja makan itu.
"Hn." Jawab Shizuki. Jawaban yang diberikan pria itu membuat Sasuke menggerutu sebal. Seharusnya yang menggunakan kata 'hn' hanya dirinya.
"Dan kakakku yang selalu membeli makanannya." Tambah pria itu, sebelum ia semakin dicurigai.
"Apa ada orang tadi malam?"
"Pacar kakakku datang, makanya ada tiga piring."
"Kotor sekali, aku jamin kau adalah orang pemalas. Kenapa tidak dibersihkan?"Sasuke, tetaplah Sasuke. Ia berdecak sebal melihat reaksi pria yang tengah meminum air putih itu.
"Kran airnya rusak. Kakakku melarangku untuk membersihkannya. Dia bilang akan memanggil orang untuk memperbaiki kran terlebih dahulu." Sasuke mengendikkan bahu. Ia menoleh ke belakang dan mendapati Karin tengah berkutat dengan sebuah gelas.
"Hei, Sasuke-kun, apa kau merasa aneh dengan gelas ini?" wanita itu menggoyangkan sedikit gelas yang berada di meja makan. Sasuke tidak mengetahui daerah ini dengan tepat, maka dari itu ia hanya mengira-ngira kalau ini merupakan susu, atau mungkin vitamin.
"Coba kau periksa." Wanita itu menyerahkan gelas berisi cairan itu kepada pemuda raven berbentuk emo tersebut.
"Botulinustoxin..." desis Sasuke. Ia melirik Karin yang tidak begitu paham apa yang ia maksud. Racun ini bisa membunuh lebih dari 50 juta orang hanya dengan satu gram saja! Racun ini dapat diperoleh dari protein alami bakteri clostridium botulinum. Memiliki bentuk bubuk tanpa bau atau rasa. Mencegah sistem saraf untuk mengontrol otot. Digunakan dalam jumlah kecil sangat anti keriput, botox.
Efek racun dimulai setengah hari atau penuh tonil. Pada awalnya, sulit untuk berbicara. Kemudian terjadi kelumpuhan pada sistem pernafasan. Setelah beberapa hari, korban akan meninggal karena sesak nafas, meskipun dalam kesadaran penuh. Efeknya dapat ditemukan di TKP, tapi tidak di tubuh korban.
Naruto terus memperhatikan kedua polisi baru itu. Karin dan Sasuke. Dua orang itu tidak sadar jika ia terus memperhatikan tingkah laku mereka berdua. pria pirang itu tertarik melihat Sasuke yang mungkin sudah menyadari apa penyebab kematian Shiragana. Ketua Kepolisian Kyoto itu tidak mengalihkan atensinya kepada pemuda bermarga Uchiha yang tengah mengeluarkan berbagai macam ekspresi yang jujur, bisa dikatakan manis. Jika tidak mengingat sifatnya yang ketus dan sedikit judes.
"AAAAaaaaa...!" suara teriakan wanita membuat Karin refleks langsung pergi meninggalkan Sasuke yang masih berpikir.
"Tidakkah terlalu berlebihan?" Naruto menepuk bahu Sasuke. Membuat pemuda itu terperanjat dengan gaya khas seorang Uchiha. Menatap tajam si pelaku.
"Apanya yang berlebihan? Tangisannya? Menurutku, itu lebih dari kata 'tidakkah terlalu berlebihan', Ketua Namikaze." Dengus Sasuke. Ia meletakkan gelas kembali ke meja makan.
"Apa kau pernah mengalami hal seperti itu?" tanya Naruto lagi. Entah kenapa perubahan emosi yang terjadi dalam wajah pemuda dihadapannya membuat ia tertarik.
"Hn." Sasuke pergi meninggalkan Naruto yang mengernyit heran. Dasar polisi baru penuh misteri.
...
Aku menatap punggung polisi baru itu yang tergesa-gesa menuju ke depan. Tidak bermaksud menahannya untuk menyakan lebih lanjut tentang masalah yang tadi kutanyakan. Terbaca dengan jelas kalau Sasuke memiliki masa lalu yang mungkin membuat dirinya trauma dan enggan membicarakannya lagi.
Aku menatap dingin wanita yang masih menangis histeris ketika mengetahui kekasihnya sudah tewas. Tidak merasa kasihan atau iba sedikitpun. Orang pertama yang harus dicurigai adalah orang yang menurut kasat mata tidak mungkin melakukannya. Seseorang yang tidak pantas dicurigai sedikitpun. Itulah prinsip pertama dalam menentukan pelaku suatu kejahatan. Aku mengerti cara ini ketika Kakashi mengajariku menembak, waktu aku masih kanak-kanak.
Arisa Kurosanji. 27 tahun. Ia bekerja sebagai pegawai di salah satu herbal market yang terkenal di daerah ini. Saat ini hanya terbatas itu saja informasi yang kudapat. Berhubung wanita itu masih menangis dan belum bisa diinterogasi. Tapi, kecurigaanku padanya tidak berkurang sedikitpun. Tentu tidak sulit untuknya menemukan racun yang tidak memiliki bau dan rasa kalau dilihat dari tempat kerjanya.
Wanita itu memegang tas di lengan kirinya dengan erat, dan itu terkesan mencurigakan bagiku. Ada keuntungan karena aku sempat terlibat dalam tes psikometrik anggota kepolisian yang baru dan itu cukup sebagai pengalaman, karena dengan itu aku mampu menilai ekspresi yang dikeluarkan seseorang. Apakah itu jujur, atau tengah menyembunyikan sesuatu. Aku memperhatikan Juugo yang dengan hati-hati ingin menyimpan tasnya, tapi, wanita itu terus saja memegang tas itu dengan erat. Kita lihat kemampuanmu, Sasuke, apa lagi yang bisa kau lakukan.
Aku menepuk bahu Sasuke. Pemuda raven itu terlihat tersentak. "A-ada apa?" tanyanya sedikit dalam masa transisi.
"Tak ada." Jawabku penuh misteri. Aku menahan senyumku ketika melihat Sasuke mengernyitkan keningnya dan menatapku aneh.
"Lanjutkan saja penyelidikanmu, anggap aku tak ada." Ujarku menyuruhnya. Aku mendudukkan diri di sebuah kursi lipat di dekat pintu masuk apartemen kecil itu. aku bisa mendengar gumaman 'hn' dari bibirnya.
"Sudah lanjutkan." Perintahku.
"Kau menyuruhmu menganggapmu tak ada? Dengan tinggi badanmu yang mencapai 185? Kau mau kuanggap tiang?!" jawabnya ketus. Anak ini benar-benar tidak bisa diajak bercanda sedetikpun. Ucapannya selalu ketus.
"Setidaknya aku tiang antik berharga ratusan juta yen." Balasku acuh. Membuat Sasuke mendengus.
"Namikaze-san, apa kau merasa kalau Arisa tengah berpura-pura?" tanya Sasuke tiba-tiba. Ia menatapku, seolah meminta persetujuan.
"Maksudmu, kau mencurigai Arisa Kurosanji?" tanyaku langsung. Pemuda raven itu mengangguk. Aku paham tentang ini jika orang di depanku memang pernah kehilangan orang yang ia sayang.
"Hn." Dan jawabannya membuatku menatapnya sebal. "Kalau orang itu sangat penting dan memiliki pengaruh besar bagimu, mungkin kau akan menangis." Lanjut Sasuke. Menatap remeh ke arahku. Heh, polisi baru, apa kau tahu sedang berhadapan dengan siapa?
"Tapi hanya air matamu yang keluar. Pita suaramu akan putus mendadak dan kau hanya bisa mengeluarkan air mata tanpa suara sedikitpun. Begitulah seharusnya." Sasuke mengangguk.
"Tapi, bukankah ekspresi setiap orang akan berbeda?" Sasuke mencoba membantahku.
"Coba saja kau tanya langsung."
...
"Maaf, boleh aku melihat kartu identitasmu?" tanya Sasuke sopan. Arisa menatap pemuda di hadapannya yang tersenyum tipis. Wanita itu mengangguk. Sasuke terus mengamati ketika wanita itu membuka resleting tasnya dan memberikan kartu identitas kepadanya. Mata pemuda raven itu dengan jelas bisa melihat botol kecil berisi bubuk putih yang mungkin tidak dicurigai oleh siapapun. Ia mengambil kartu nama itu dan pura-pura membacanya.
"Kau sakit?" tanya Sasuke tanpa menatap lawan bicaranya.
"Tidak." Jawan Arisa. Berusaha meredakan tangisannya.
"Lalu botol yang ada didalam tasmu itu?" tatapan Sasuke berubah tajam. Ia menatap Arisa dingin.
"Apa botulinustoxin?" Sasuke menikmati perubahan wajah Arisa yang menjadi tegang.
"Aku tidak tahu apa maksudmu? Dan kenapa kau menuduhku?" tantang wanita itu. ketiga rekan setimnya hanya menatap Sasuke heran.
"Kalau kau menuduhku ingin meracuninya dengan racun tadi itu, untuk apa aku membawa barang bukti ke tempat kejadian?" tanya Arisa.
"Kau sudah lama bekerja di pasar herbal. Mana mungkin kau tidak tahu tanaman yang bisa dialihfungsikan dari obat menjadi racun." Ucap Sasuke santai. Ia menoleh, mendapati Shizuki yang menatap sedih ke arah Arisa.
"Tidak mungkin onee-san yang melakukannya, bukan?"
"Kau tak tahu bagaimana kejadiannya?!" Arisa akhirnya membuka indentitasnya.
"Memang aku yang membunuh Shiragana. Ia berkencan dengan putri pemilik perusahaan dan karena itu ia dipecat. Mungkin, jika ia kembali diterima di perusahaan itu, aku akan dibuang begitu saja." Desis Arisa, membuat Shizuki terperanjat. Ia tidak percaya dengan yang dikatakan wanita di hadapannya.
"Tidak mungkin onii-chan melakukannya." Bantah Shizuki.
"Aku melihatnya dan mendengarnya sendiri. Untuk apa mempertahankannya. Hubungan kami sudah hancur. Aku mencintainya dan sudah memberikan segalanya, kalau dia tidak membalasnya, maka dia harus mati." Semua anggota kepolisian menatap ngeri ke arah wanita yang tengah tertawa seolah tanpa beban.
"Ingat Arisa, perilakumu tidak bisa mengembalikan Shiragana untuk hidup lagi. Sekali seseorang mati, maka ia tidak bisa bangkit kembali." Sasuke menatap wanita yang masih tertawa itu dengan dingin dan menusuk. Wanita itu tiba-tiba terdiam, tertegun.
"Bawa dia." Naruto menengahi. Ia memperhatikan Sasuke yang masih diam tidak bergeming. Juugo terlihat membantu rekan setimnya untuk tetap berdiri.
"Juugo, Karin, Suigetsu, kalian bersama Ketua Lee. Biar Sasuke aku yang mengurus." Naruto menyuruh teman satu tim Sasuke untuk pergi terlebih dahulu. Pria pirang itu menahan bahu polisi muda yang terlihat bergetar itu dengan perlahan. Tidak berniat menyakitinya.
"Istirahatlah sejenak, Sasuke.."
...
Perlahan, onyx itu mulai menampakkan cahayanya. Sasuke merasakan kalau ia tengah tertidur di tempat yang sangat nyaman. Ia tengah mengumpulkan nyawa dan memperhatikan sekelilingnya. Ia tengah berada di ruang perawatan di kantornya. Dengan perlahan, ia mencoba bangun, tapi ia mengurungkan niatnya ketika ia merasa kepalanya semakin berdenyut. Oh, Tuhan, anemianya benar-benar menyiksa.
"Kau sudah baikan, Sasuke-kun?" Ketua Lee masuk dengan membawa nampan berisi bubur. Sasuke menghargai ketua timnya. Dengan perlahan, ia menata bantalnya untuk bersandar. Dengan senang hati ia menerima bubur itu. Kebetulan sekali karena sejak pagi tadi ia tidak makan apapun.
"Terima kasih, Ketua Lee." Rock Lee tersenyum hangat. Ia mengusak rambut anggota timnya dan beranjak pergi, membiarkan Sasuke sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia hanya menangani satu kasus. Tapi, entah kenapa ia merasa sangat lelah.
"Hah, aku melupakan pil anemia milikku lagi." Sasuke memakan bubur itu setengah, dan membaringkan tubuhnya ke pembaringan. Kepalanya masih terasa berat dan berdenyut.
"Saske-kun!" dan Karin, Suigetsu, dan Juugo datang ke ruang perawatan. Tiga orang yang cukup berisik itu mendudukkan dirinya di kursi yang tersedia.
"Bagaimana keadaanmu, Saske? Mau makan jeruk?" dengan segera wanita berambut merah itu mengupas sebuah jeruk yang berada di nakas dekat pembaringan.
"Karin, Sasuke baru saja memakan bubur. Tak baik jika langsung dengan buah." Ucap Suigetsu sebal. Wanita di depannya itu hanya tersipu malu. Membuat Juugo hanya nyengir ke arah Sasuke.
"Kenapa kau baru memberi tahuku sekarang Suigetsu?!" teriakan Karin cukup membuat tiga orang di ruangan itu menutup telinga.
SREET! BRAK!
"Bisakah kalian diam?! Aku sedang istirahat!" dengan tiba-tiba tirai yang berada di sebelah ranjang pembaringan Sasuke tersibak. Naruto menatap tajam ke arah empat orang polisi baru yang tengah menatapnya terkejut.
"Kalian bertiga lebih baik keluar. Aku ingin istirahat." Dan tiga polisi itu dengan segera keluar dari ruangan. Mereka bertiga benar-benar tidak menyangka kalau Kepala Kepolisian ada disini, dan tengah tertidur.
Setelah kepergian mereka bertiga, Naruto kembali membaringkan badannya. Ia merasa sedikit rileks setelah punggungnya menyentuh ranjang kembali. Sasuke hanya memperhatikan ketuanya yang terlihat sangat kelelahan dan membutuhkan istirahat.
"Kenapa kau terus memandangiku, Sasuke?" Naruto menoleh ke arah polisi baru itu. membuat yang ditatap hanya menunduk. Belum memasang topeng stoic dan tegasnya seperti ketika pertama kali mereka bertemu.
Pria pirang itu bangkit dan mendekati ranjang tempat polisi baru itu berada. Dengan lembut, Naruto memegang tangan Sasuke. Pemuda raven itu tidak dalam mode judes. Mungkin karena kelelahan.
"Istirahatlah, aku tak akan mengganggu."
...
Keesokan paginya, Sasuke merasa tidak enak badan. Pemuda itu dengan perlahan bangkit dari tempat tidurnya. Alarmnya masih belum berbunyi. Syukurlah ia tidak lembur di hari pertama seperti Karin dan Juugo.
"Lebih baik aku berendam." Pemuda itu beranjak menuju kamar mandi. Menyiapkan keran dalam kondisi air hangat. Sasuke melakukan peregangan badan. Membuat tubuhnya senyaman mungkin. Ia membuka kaos putih dan celananya. Dengan tidak berperikebajuan, ia melempar kaosnya ke keranjang yang berada di sudut kamar mandi.
Dengan semangat yang tinggi, ia masuk ke dalam bathtup dan mulai merendam kepalanya. Sungguh sangat rileks. Terlebih, jika ada Naruto disini.
BRASH!
"Apa yang baru saja kupikirkan?!" pemuda itu terlihat panik. Ia menggosok-gosok wajahnya dengan kedua tangannya. Berusaha menghilangkan bayangan Ketua Kepolisian Kyoto yang sangat menyebalkan-menurutnya. Meskipun ia aku kalau pria tan itu termasuk tampan.
"Sasuke.." desis pemuda itu lagi. Menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghilangkan bayangan pria menyebalkan itu.
Sasuke mengatur nafasnya. Merilekskan tubuh dan pikirannya. Ini masih pukul lima pagi, dan ia ingin berendam hingga pukul enam. Ia mendapat tugas siang. Jadi, masih banyak waktu ia habiskan di rumah, mengingat shift kerjanya pukul sembilan.
Pemuda itu menikmati air hangat yang mengalir dari pancuran kran tepat di hadapannya. Matanya mengedari kamar mandi miliknya, sebelum tertuju kepada sebuah bingkai foto yang berada di dekat westafel.
Bingkai yang berisi foto empat orang yang terlihat sangat bahagia, dan terlihat sudah sangat lama. Sasuke hanya menatap foto itu dalam diam. Tidak mengatakan hal apapun yang mampu membuat memorinya kembali terbuka. Meninggalkan bekas yang sulit untuk ia hilangkan.
Ayah, Ibu, dan Kakaknya tewas karena kecelakaan yang terdengar seperti sabotase karena rekan-rekan ayahnya mengatakan kalau kabel rem di mobil Uchiha itu terputus. Kemungkinan besar kalau ada orang yang melakukan hal yang 'tidak-tidak' kepada mobil itu semakin besar.
Untung saja Sasuke sudah masuk ke dalam akademi kepolisian setingkat SMU yang memiliki sistem asrama. Meski begitu, pemuda itu juga cukup terguncang dengan keadaan ini. Dan sejak saat itu, Sasuke memutuskan untuk menjadi polisi yang hebat. Ia berjanji akan membalaskan dendam kedua orang tuanya kepada siapapun yang menyabotase mobil yang digunakan keluarganya.
Pemuda itu tanpa sadar mengusap airmatanya. Setiap menatap foto itu, ia selalu diam dan merenung. Membayangkan jika ia ikut tewas bersama mereka, maka ia tidak akan sendirian di dunia yang menurutnya sangat tidak adil bagi dirinya. Ditambah, ia merasakan masa sulit di akademi tanpa bantuan 'pemasok mental' dari orang tuanya. Tapi, ada satu hal yang masih bisa ia syukuri, ia sudah pernah merasakan kasih sayang keluarga dan mendapat beasiswa karena otaknya yang cukup encer ini dari akademi. Dengan begitu, ia bisa menghemat biaya hidup.
...
"Sasuke! Kau dipanggil Ketua Kepolisian di ruangannya!" teriakan Suigetsu di pagi menjelang siang di kantor polisi itu membuat seluruh anggota polisi baru menatap Sasuke terkejut. Sedangkan para polisi yang sudah senior menatap Sasuke dengan horor dan prihatin. Ia pernah mendengar desas-desus tentang Naruto yang walaupun sangat ramah dan terlihat bersahabat, jika pria itu meminta bawahannya untuk menghadap langsung ke ruangannya, maka itu adalah bencana. Karena keesokan harinya, polisi yang dipanggil itu akan dipindah tugaskan ke daerah terpencil.
"Kau melakukan kesalahan apalagi Uchiha?!" salah seorang seniornya terlihat geleng-geleng prihatin. Melihat rekan yang berstatus juniornya itu selalu terlibat masalah dengan pimpinan Kyoto itu.
"Entahlah, doakan aku Sui." Balas Sasuke singkat. Mengerling ke arah Suigetsu yang membuat pemuda itu mengangguk menyemangati. Ruangan dua puluh kali dua puluh itu penuh dengan polisi yang memperhatikan seorang polisi baru menghadap ke pimpinannya. Sungguh kejadian langka dan sangat horor jika pimpinan Kyoto itu marah.
"Kau harus semangat, Sasuke!" Rock Lee tersenyum lima jari. Menyemangati anak buahnya. Sasuke hanya menatap mereka semua heran. Entah kenapa ini terlalu berlebihan menurutnya.
...
"Uchiha Sasuke? Silahkan duduk." Datar. Nada yang digunakan Naruto tedengar datar dan tidak bersahabat. Pria tan itu menatap Sasuke yang mendudukkan dirinya di kursi di seberang meja kerjanya. Obsidian biru langitnya tajam menghunus onyx yang masih terkejut dan bingung.
"Untuk apa anda memanggil saya, Ketua Namikaze?" tanya Sasuke langsung. Ia melihat pria tan itu menyodorkan sebuah map kearahnya.
"Baca itu." Sasuke mengernyit bingung ke arah Naruto. Pria itu hanya mengangguk.
Sasuke dengan segera membuka map berwarna hijau itu dan membacanya. Naruto diam-diam was-was ketika melihat perubahan emosi di wajah Uchiha muda itu. Naruto tidak mungkin tidak menyadari ada kesedihan yang mampu ia lihat meskipun pemuda itu berusah menutupinya dengan wajah stoic miliknya yang membuat siapapun tidak bisa membaca emosinya.
Naruto perlahan bangkit dan mendekat ke arah pemuda raven itu. ia mengambil map itu dan memutar kursi yang sedang diduduki oleh Sasuke.
"Sasuke, keluarkan emosimu. Tidak perlu kau tahan." Setelah menyelesaikan kalimatnya, Naruto dengan cepat meraih tubuh kurus itu ke dalam rengkuhannya. Dan ketika wajah Sasuke menyentuh bahu pria tan yang tengah memeluknya, emosinyapun terlihat.
"Keluarkan semua yang kau pendam." Naruto semakin mengeratkan pelukannya. Matanya menatap nyalang ke arah map itu. Artikel di map kuning memiliki headline: Kepolisian Berduka, Uchiha Fugaku dan Uchiha Itachi tewas kecelakaan. Sedangkan artikel di baliknya berjudul: Sabotase,Jenderal besar Kepolisian, Uchiha Fugaku dan Ketua Kepolisian Tokyo, Uchiha Itachi tewas.
"Sasuke.." Naruto melonggarkan pelukannya. Pemuda ia yang peluk itu masih dalam masa transisinya. Naruto melihat dengan jelas kalau Sasuke sangat terguncang. Bagaimana bisa kepolisian menyelidiki kasus ini setelah tiga tahun berlalu? Jika ia yang menjadi Sasuke, entah apa yang akan lakukan setelah ini.
"Jangan balas dendam." Dan Naruto tidak tahu kenapa tiba-tiba mulutnya mengucap kalimat seperti itu. pemuda raven itu sejurus kemudian langsung menatapnya tajam. Setajam tatapan seorang pembunuh kepada mangsanya. Dan bukannya takut, Ketua Kepolisian Kyoto itu malah semakin tertarik dengan pemuda Uchiha dihadapannya.
"Kau tidak perlu ikut campur urusanku." Jawab Sasuke dingin. Ia menyentakkan tangan Naruto yang masih mencengkeram lengan kirinya. Pria tan itu menatap datar Sasuke.
"Dasar anak-anak. Kembali ke ruanganmu. Nanti malam, datanglah ke ruanganku. Aku ada perlu denganmu mengenai kasus keluargamu." Naruto menatap Sasuke yang seolah mendapat cahaya. Pemuda itu terlihat sedang menahan emosinya. Ia mengangguk dan beranjak pergi.
"Oh ya Sasuke.." panggilan Naruto membuat pemuda itu menahan langkahnya.
"Sampai jumpa nanti malam." Kalimat ambigu milik Naruto memutus pembicaraan dua polisi berbeda pangkat itu. satu hal yang tidak Naruto lihat adalah-
-Rona merah di pipi seputih salju Sasuke..
...
"Kalian yakin Sasuke tidak apa-apa?" di depan pintu ruangan Ketua Kepolisian Kyoto itu, Suigetsu, Karin, Juugo, beserta polisi lainnya tengah mencuri dengar pembicaraan antara atasan dan bawahan itu. kalau boleh jujur, mereka sedikit khawatir akan ada polisi yang dipindahtugaskan seperti beberapa polisi baru beberapa tahun lalu.
"Anak bermasalah itu benar-benar merepotkan." Pria ketua Divisi Penyelidikan itu memasang wajah cool meski dalam hati cukup khawatir juga, mengingat Sasuke termasuk jajaran polisi baru yang mahir dalam melacak dengan komputer. Dan itu sangat dibutuhkan dalam Divisi Penyelidikan yang ia pimpin saat ini.
"Dalam hati kau juga ingin anak itu tetap di sini, kan Shika?" Sai menatap sinis pacarnya yang hanya menggumam tidak jelas.
CKLEEK!
Pintu cokelat itu terbuka dan menunjukkan Sasuke yang menatap heran kearah rekan-rekannya.
"Sasuke! Katakan pada mereka yang diluar untuk memberikan laporan kepadaku tentang kasus mereka masing-masing. Setidaknya lima kasus! Kutunggu satu jam lagi!" dan perintah dari Namikaze itu membuat seluruh polisi yang berada di depan pintu itu langsung kembali ke tempat mereka masing-masing.
"Naruto ini benar-benar." Sai dan Shikamaru menatap para polisi baru itu kasihan. Mereka berdua dengan segera membawa dokumen-dokumen penting itu ke ruangan Sang Ketua.
...
"Sasuke-kun! Kau tadi membicarakan apa saja dengan Ketua?" tanya Karin ketika wanita itu melihat Sasuke sedang mengantri makanan di kantin. Pemuda itu hanya menggumam dan kembali fokus dalam mengambil makan siangnya.
"Apa kau tahu kalau kau termasuk orang yang beruntung?" ucapan Karin yang terkesan bangga membuat Sasuke menyelesaikan antriannya dengan cepat, sedikit bingung dengan pertanyaan yang ditujukan wanita itu kepadanya.
"Maksudmu?" Sasuke hanya menatap wanita berambut merah yang tengah mengambil lauk pauk ke nampan makannya. Setelah selesai, Karin menggiring pemuda Uchiha itu ke salah satu meja yang sudah dipesan Suigetsu, dan Juugo.
"Duduk diam dan dengarkan." Karin memulai ceritanya. Wanita Uzumaki itu menyumpit nasinya untuk mengawali makan siangnya, sembari mengatur cerita.
"Hn."tiga pria yang satu meja dengannya mengangguk. Sedikit penasaran dengan cerita dari satu-satunya wanita di tim mereka.
"Namikaze Naruto, adalah Ketua Kepolisian termuda di Jepang. Ia merupakan anak dari Namikaze Minato, salah satu pebisnis yang paling berpengaruh di Asia Timur. Keluarga ini terkenal bersih.."
"Kita bicara tentang Sasuke, bukan tentang Ketua itu." protes Suigetsu. Wanita itu menggeram jengkel, membuat polisi muda itu mengkeret. Memilih patuh dan membiarkan wanita itu bercerita.
"Baik, keluarga Namikaze itu cukup berpengaruh di dunia kepolisian. Setiap generasi dari mereka pasti ada yang masuk kepolisian. Tetapi, hanya Minato yang tidak. Pria itu dengan berani menentang tradisi keluarganya, dan menjadi pebisnis yang sangat sukses seperti sekarang ini." Karin menghela nafas.
"Pria itu memiliki seorang putra, kalian-tahu-siapa dan seorang lagi bernama Namikaze Menma. Dari yang kudengar, Menma memilih meneruskan bisnis ayahnya, sedangkan kalian-tahu-siapa masuk kepolisian. Ketika itu, Menma selalu menyempatkan menjenguk adiknya.." menghela nafas sejenak, Karin menyeruput jus jeruknya sebelum melanjutkan.
"Hal itu berlangsung tiga bulan. Tapi, beberapa hari kemudian, dua saudara itu bertengkar hebat di ruangan Ketua. Menma keluar ruangan dengan badan babak belur, sama halnya dengan Naruto. Dan sejak saat itu, Ketua selalu menghindar jika ada orang lain meminta masuk ke ruangannya, kecuali dipanggil langsung olehnya." Jelas Karin.
"Lalu, hubungannya dengan Sasuke dipanggil?" Juugo benar-benar tidak menangkap maksud dari wanita rekan satu timnya.
"Huft..sejak saat itu juga, Ketua selalu memanggil orang yang menurutnya mengganggu kinerja kantor ke dalam ruangannya. Meski tidak babak belur, orang itu pasti selalu dipindahtugaskan ke daerah terpencil. Itu yang membuatmu diperhatikan tadi. Banyak senior yang menyebut ruangan Ketua sebagai ruang eksekusi. Sama seperti waktu Menma, kakaknya." Jelas Karin. Ia mengakhiri ceritanya dengan menyumpit kubis di nampan makanannya.
"Beruntung kau tidak berakhir seperti para senior dan Menma."canda Suigetsu. Pemuda itu kembali menikmati makanannya.
"Berarti menurut Ketua, Menma itu sangat mengganggu. Nyatanya, Ketua selalu memanggil orang yang mengganggu kinerja kantor ke ruangannya."Juugo menatap Karin bingung.
"Mungkin saja, dan kebetulan Menma memang tidak ia undang." Tambah Suigetsu. Karin hanya mengendikkan bahu. Tiga orang itu kembali fokus kepada makanannya. Membiarkan Sasuke sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Kau tahu banyak tentang dia? Padahal kan kau polisi baru." Tanya Suigetsu, memecah keheningan. Ucapannya diangguki Sasuke dan Juugo.
"Tentu saja. Ibuku adalah adik dari Kushina, ibunya Naruto. Otomatis, aku sepupunya."
...
Naruto meregangkan otot-otot tubuhnya yang kaku. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh, tapi pemuda yang ia suruh datang belum juga menampakkan diri. Hah, ia terkekeh ketika melihat Sasuke keluar dari ruangannya dengan wajah khas Uchiha. Sangat berbeda dengan dugaan semua polisi yang ada di luar ruangannya.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk." Balas Naruto datar. Pria tan itu tersenyum tipis ketika mendapati Sasuke di depan pintu. Pemuda itu membawa map berwarna kuning, dan meletakkannya di meja atasannya.
"Ada perlu apa kau memanggilku kemari?" tanya Sasuke langsung.
"Kau tidak sopan dengan atasanmu, polisi baru." Desis Naruto tidak suka. Ia memperhatikan Sasuke yang dengan santainya hanya menggunakan celana training dan kaos hitam. Naruto berdecak. Anak ini sekali-kali haru diberi pelajaran.
"Hei-hei, ingat siapa yang tadi menangis seperti anak kecil tadi siang." Ejek Naruto. Pria itu menikmati perubahan emosi Sasuke. Pemuda itu terlihat jengkel.
"Kau yang memulainya, Dobe!" cetus Sasuke tanpa pikir panjang. Tapi, sejurus kemudian ia terdiam. Onyx miliknya menatap Naruto dengan horor. Pria di hadapannya menyeringai kejam.
"Wah, kau bahkan berani mengejek atasanmu, hm? Polisi baru?" dan demi Dewa Jashin! Sasuke benci ketika Naruto mengatakan 'polisi baru' memang apa salahnya dengan jabatan itu? bukankah Naruto juga pernah mengalami keadaan 'polisi baru'?
"Aku tidak pernah mengalaminya, polisi baru." Naruto bersilang tangan di depan dada. Berusaha memancing emosi pemuda di hadapannya agar lebih terlihat.
"Sebenarnya kita sedang membahas apa, Dobe?!" dan kata terkutuk itu kembali keluar dari mulut sang Uchiha. Sasuke benar-benar ingin mengguyur wajah pria di hadapannya dengan kotoran ular peliharaannya. Oh, sekalian saja dijadikan makan siang oleh Aora dan Manda-ular piton albino peliharaannya.
"Jangan jadikan aku makan siang peliharaanmu. Aku masih terlalu tampan, Uchiha Sasuke." Naruto menatapnya dingin. Pria itu tertawa dalam hati ketika melihat wajah cemberut polisi baru itu. wajah Sasuke terlihat ingin marah dan takut sekaligus.
"Kau bisa membaca pikiran ya?" tanya Sasuke tiba-tiba. Pemuda berambut raven itu seperti sedang siaga dengan tidak memikirkan hal aneh yang dapat dibaca Ketua Kepolisian Kyoto itu.
"Wajahmu terlalu mudah untuk ditebak, polisi baru.." Sasuke benar-benar jengkel. Akhirnya ia hanya diam dan membiarkan Naruto diam sendiri.
"Baiklah, kembali ke pembicaraan utama. Aku ingin meminta keterangan darimu tentang peristiwa tewasnya polisi Uchiha." Nada suara yang digunakan Naruto sudah berbeda jika dibandingkan beberapa menit yang lalu. Mungkin, pria itu masih dalam mode seriusnya. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh pemuda berambut raven itu.
"Kau mau memulainya darimana?" tanya Sasuke, berusaha mengatur suaranya.
"Dari awal. Ceritakan semua padaku." Kata Naruto, tegas sekaligus yakin.
"Sebelumnya, untuk apa kau menanyakan hal ini kepadaku? Apa kau mau-" perkataan Sasuke dipotong oleh atasannya.
"Ya, aku ingin mengungkap kasus itu. Toh, Kepolisian Osaka dan Yokohama sudah setuju dengan usulku. Jadi, kasus ini resmi kubuka dan kuselidiki." Jelas Naruto. Pria tan itu mendudukkan dirinya di bangku kebesarannya. "Jadi, bisa mulai cerita?"
...
TBC
Ini fanfiksi Narusasu pertamaku. Maaf kalau terlihat sedikit OOC, terutama di bagian penggambaran karakter Naruto. Terinspirasi dengan Skyfallnya James Bond dan 3 daysnya Park Yoochun. Kritik dan saran sangat membantu.
MIND TO REVIEW?
