MIRROR

Chapter 1

Halo semua… Saya baru di FFn (baru malem ini, ehehehe)… Saya fansnya EXO, nggak fanatik sih… Tapi saya suka. Makanya saya bikin FF yang tokohnya member EXO.

Eum… Karena masih baru, saya belum terbiasa dengan dunia FFn. Jadi saya mohon bantuan & masukan dari teman-teman sekalian. Silahkan review kalau suka. Dan tolong, jangan diplagiat, jangan ngebash, jangan pake kata-kata kasar. Gak papa buat yang siders, saya nggak marah (~_~). Tapi karena masih baru, jadi saya sangat memerlukan review.

Itu saja dari saya. Terima kasih.

Author : naunau01

Length : Chaptered

Genre : Supernatural & Mystery

Rating : PG+14

Main Cast : EXO Member

Supporting Cast : Muncul satu persatu seiring berjalannya cerita

Warning : OOC (Out Of Character), genre & rating ditiap chapter berbeda. Genre utama/dominan saya sebutkan lebih awal. Latar tempat dan waktu menggunakan tanggal, bulan, dan jam. SANGAT PENTING UNTUK LEBIH MEMPERHATIKAN & MENGINGAT-INGAT LATAR TEMPAT & WAKTU.

Kalau Anda tidak suka/jenuh/benci/apalah, Anda boleh keluar dari FF saya. Kalau suka, silahkan dilanjut. ^_^

" SELAMAT MENIKMATI!"

Tubuhnya membeku. Bibirnya terkunci rapat dan matanya terpaku pada cermin besar di hadapannya. Ia sama sekali tidak memercayai hal-hal mistis. Jika cermin datar bersifat memantulkan bayangan benda dengan sama persis, lantas, siapa yang ada di cermin itu?

Dia hanya tidak mengerti. Sehari sebelumnya, bahkan bertahun-tahun lalu, hanya dirinya yang dia lihat di cermin. Dia mengenal betul siapa dirinya, sebaik dia mengenal garis telapak tangannya sendiri. Tak pernah lupa apa yang telah terjadi seperti halnya udara yang terus dia hirup tanpa disadari. Selalu hanya dirinya, bukan orang lain.

Namun sekarang, yang muncul di cermin itu adalah orang asing. Seorang pria, berambut gelap, kulit agak coklat, dan berwajah cukup manis dengan sebuah lingkaran hitam seperti kantung mata di bawah matanya. Walau itu terlihat menyeramkan, tetapi aura bayangan itu memancarkan kepolosan seorang anak kecil.

Itu jelas bukan dirinya. Dirinya itu berkulit putih, berambut pirang blonde, mempunyai bentuk tubuh atletis yang langsing dan tinggi, dan berwajah tampan. Yang terakhir memang terkesan berlebihan, tapi itu memang benar. Tatapannya juga tidak menyeramkan seperti orang asing di cermin, sebab tatapannya adalah tatapan yang memesona dan memancarkan daya tarik serta keseksian gentleman. Tapi entah kenapa, walau ini terdengar janggal dan aneh, dia tak kuasa menyangkal bahwa tatapan orang asing di cermin tersebut seolah mencerminkan dirinya sendiri dalam arti lain.

Seolah dia terhubung dengannya.

Seolah bayangan itu adalah nyawanya sendiri.

Dan dia sangat membenci fakta itu.

Continue

Thirty days later

09.45 P.M

" Jangan konyol, Kris. Kau sudah kalah taruhan lebih dari 3 kali. Dan sekarang kau ingin nambah lagi?!"

Kris—namja berusia 23 tahun dengan rambut pirang blonde dan wajah sangat rupawan—hanya mendengus mendengar perkataan Suho, sahabatnya. Tapi dia membenarkan perkataan Suho dalam hati. Bukan berarti dia kaya raya—sangat kaya raya—serta mempunyai banyak koneksi, hal itu membuatnya menjadi seseorang yang gila harta dan rakus seperti ini. Dia bukan orang seperti itu.

Harta itu hanya belatung dan kalajengking menyusahkan baginya.

" Aku nggakberminat lagi, kok," kata Kris sambil melonggarkan dasinya dan menyenderkan tubuhnya pada sofa empuk yang tengah ia duduki.

" Hhh… Kau tidak berubah, Kris," sahut Suho pelan namun masih bisa didengar oleh Kris sehingga namja itu membuka matanya lalu mendelik.

" Maksudmu apa?!" tanya Kris jengkel.

Suho tertawa sambil mengibaskan tangan, menyuruh Kris untuk tak ambil pusing dan jangan menganggap serius ucapannya. Kris kembali mendengus dan menyenderkan tubuhnya, tetapi pandangannya menerawang menatap langit-langit ruang santainya yang bak istana itu. Itu baru ruang santainya, bukan seisi rumah.

" Ada apa sih?" Suho bertanya sambil memiringkan kepala. " Kau tidak seperti biasanya semenjak—"

"—semenjak apa?" potong Kris, masih tetap memandang langit-langit.

Suho mengedik. " Entahlah. Tapi apapun itu, kau terlihat sangat terganggu. Kau bisa menceritakannya padaku. Dan mungkin aku bisa membantu."

Kris menghembuskan napas pelan. Tatapannya tak lagi menerawang, namun terlihat sedang mempertimbangkan perkataan Suho. Dan setelah lama diam, akhirnya dia mendesah kalah dan menegakkan duduknya. Ia berputar menghadap Suho, diam cukup lama dan Suho tetap sabar menanti.

" Ada sesuatu yang menggangguku sebulan terakhir," Kris memulai, " dan ini sangat aneh juga janggal. Kau boleh menganggapku gila, tapi inilah yang terjadi."

Kris menatap Suho, mencari-cari tatapan 'gila' yang dimaksudkannya. Tetapi Suho hanya memberikan tatapan yang menenangkan seolah mendorong Kris untuk melanjutkan kisahnya dan memercayai Suho untuk hal yang satu ini.

" Pertama-tama, aku ingin bertanya," Kris menatap tajam, "apakah hal-hal mistis itu—em—nyata?"

Suho mengerjap bingung. Otaknya mengulang-ulang perkataan Kris barusan. Apa dia tidak salah dengar? Sahabatnya yang satu ini, yang notaben orang jenius dan realistis itu bertanya tentang hal-hal mistis? Bukan berarti ia tidak boleh bertanya. Toh, itu adalah hak dan kehendak setiap orang. Hanya saja, pertanyaan semacam itu yang dikeluarkan dari mulut seseorang seperti Kris terdengar aneh dan yah, konyol.

" Jangan salah paham!" Kris merengut. " Aku kan hanya bertanya. Sama sekali tak berniat untuk menjelajahi dunia 'itu' tau!"

" Maaf Kris. Aku hanya—kaget saja. Maaf."

Kris memutar bola matanya. " Tapi jangan beranggapan seperti itu lagi! Dan jangan memberiku saran untuk datang ke Rumah Tuhan lalu meminta perlindungan. Kau tahu kan kalau aku seorang atheis."

" Yeah. Tentu saja."

Kris bernapas lega dan kembali diam.

" Jadi menurutmu? Apa kau percaya mistis?"

Suho mengedik. " Tergantung sih, mistis macam apa dulu. Memangnya apa sih yang tengah kita bicarakan disini? Kau mengacu pada hal apa?"

Kris kembali menimbang-nimbang. Suho mulai merasa bahwa hal ini bukan masalah sepele jika melihat dari tingkah laku Kris yang seperti ragu-ragu dan terus menimbang-nimbang. Suho menjadi cemas. Jangan-jangan Kris kena guna-guna?!

" Ya sudah," kata Kris akhirnya. " Ikutlah denganku."

Continue

Suho menatap Kris dan cermin bergantian. Keningnya berkerut bingung. Bola matanya bergerak naik turun meneliti setiap inci cermin, tak ingin melewatkan apapun. Sesekali dia menempelkan telinga ke cermin dan mengetuk-ngetuknya. Walau dia tahu bahwa cermin yang tertanam pada tembok itu hanyalah cermin, tapi kecemasannya pada Kris membuatnya bersikap sangat waspada dan hati-hati. Dan hal itu mulai membuat Kris yang sedari tadi duduk di tempat tidur mewah yang berhadapan dengan cermin mulai jenuh.

" Ya, Joonmyunnie, nggak usah berlebihan begitu," gerutu Kris, " itu kan cuma cermin!"

Suho berbalik dan berkacak pinggang. Wajahnya cemberut. " Tadi kau bilang ini bukan sekedar cermin sebab kau melihat bayangan orang asing yang menggantikan bayanganmu sendiri sebulan lalu. Dan sekarang kau bilang 'itu kan cuma cermin!' Cih, apa-apaan tuh?!"

Kris menahan tawanya melihat sahabatnya marah-marah. Dia bangkit dan berjalan menghampiri Suho. Setelah berdiri di sampingnya, tepat di hadapan cermin, Kris berkacak pinggang dan ikut mengamati cermin itu. Dan bayangan yang muncul di sana adalah bayangan dirinya dengan Suho, yang semestinya memang itulah kebenarannya. Tak ada bayangan orang asing itu lagi. Tak ada keanehan. Semuanya normal.

Tapi kenapa?

" Kau… tidak melihatnya?" tanya Kris seraya menyembunyikan kekecewaan sekaligus kebingungan dari suaranya.

Suho menggeleng. " Enggak. Aku cuma lihat kau, diriku, dan isi kamar mewahmu ini. Nggak ada apa-apa lagi. Mungkin kau hanya berhalusinasi."

" Seperti dugaanku," kata Kris ketus, " kau pasti bakal bilang kalau aku berhalusinasi."

Suho terperangah. " Hei, bukan begitu maksudku! Aku—"

" Ya,ya,ya. Percayalah, aku tahu apa yang akan kau ucapkan. Kau tak perlu mengumandangkannya lagi." Kris mengangguk meyakinkan. " Jika kau tidak melihat apa yang kulihat, memang sepertinya hanya aku yang bisa melihat."

Suho kembali mengernyit bingung. Sungguh, dia mulai tidak mengerti apa yang tengah dibicarakan Kris sekarang. " Kau ngoceh apa, sih?" tanya Suho, " serius Kris. Kau mabuk ya?"

" Tidak!" sahut Kris tapi terlalu cepat sehingga membuatnya sulit dipercaya. " Maksudku, ya, tapi itu kan tiga jam yang lalu. Sekarang aku sadar kok. Aku tahu persis apa yang kuucapkan."

" Lalu apa hubungannya denganku dan kau yang bisa melihat?" kejar Suho dengan nada bicara yang mulai seperti jaksa penuntut.

Kris menoleh dan tersenyum, sementara Suho masih menatap bingung. " Kurasa aku berbeda."

" Hah? Berbeda….bagaimana?"

" Yah, berbeda. Masa' kau nggak tahu apa yang kumaksud? Kau kan sastrawan dan penulis legendaris."

" Apa hubungannya coba sastrawan dengan kemampuan supernatural?" Suho merengut, tak terima jika penulis disama-samakan dengan paranormal. Enak saja! pikirnya kesal.

Kris terkekeh. " Tapi yah, walaupun kau nggak melihat apa yang kulihat, aku nggak menyalahkanmu kok. Orangkan berbeda-beda. Dan sekarang setidaknya, bebanku sudah lumayan berkurang setelah menceritakan semua ini padamu."

Suho pun akhirnya mengangguk dan tersenyum. Jika Kris mulai merasa ringan, itu bagus untuknya dan Suho tak perlu merasa cemas lagi. Tangannya terangkat dan menepuk-nepuk punggung Kris. " Itu bagus. Jika kau sudah mulai tenang, berarti keputusanmu sudah tepat untuk berbagi rahasia luar biasa ini padaku. Aku janji bakal merahasiakannya. Sumpah mati!"

Kris tertawa lalu beranjak pergi untuk mengambil soda dan menghangatkan pizza. Sepeninggal Kris, Suho kembali mengamati cermin itu sambil tersenyum dan menggeleng-geleng. Ada-ada saja, pikirnya.

Tapi begitu dia hendak berbalik, sudut matanya melihat sekelabat bayangan di cermin itu. Suho pun kembali melihat cermin itu, menatapnya lekat untuk memastikan bahwa dia salah lihat. Namun tidak ada keanehan apapun.

Suho pun menoleh ke belakang, pandangannya menyusuri seluruh kamar Kris.

" Kris?" panggilnya.

Hening.

" Kris..?!" panggilnya lagi, agak keras. Tapi tak ada yang menyahut.

" Aishh…Kemana anak itu, huh? Seenaknya saja pergi!" gerutunya sambil menggosok-gosok tengkuknya ketika ia merasa hawa di sekitarnya menjadi sangat dingin.

Suho menelan ludah takut. Dia merasa seperti ada yang memperhatikannya. Dan itu berasal dari cermin di belakangnya. Perlahan-lahan, dia berputar menghadap cermin sambil berdoa bahwa tak ada hal yang tidak-tidak disana.

Dan detik selanjutnya, Suho berteriak keras ketika melihat sosok asing di cermin yang menggantikan bayangannya.

Other Place

In the same time

Seorang namja tampan berkulit Tan, tinggi, dan berambut hitam kecoklatan tengah berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Sesekali dia melihat arloji, dan ia menjadi tambah gelisah dan mempercepat langkahnnya hingga menjadi setengah berlari. Saat dia hendak menuruni tangga, dia mendengar seseorang memanggilnya.

" Jonginnie!"

Namja bernama Kim Jongin/Jongin/Kai itu berhenti dan menoleh, lantas tersenyum ketika melihat siapa yang datang.

" Ah, Luhan hyung pulang malam juga?" tanyanya dengan nada kelewat senang. Entah kenapa. Mungkin karena dia ada teman sehingga ia tak perlu pulang sendirian.

Namja bernama Luhan—berambut pirang kecoklatan, kulit putih, lebih pendek darinya, serta berwajah tampan sekaligus cantik dalam waktu bersamaan—menunjukkan sederet giginya yang putih bersih. Luhan adalah senior Kai di sekolah yang sebentar lagi akan menghadapi sidang kelulusan. Seharusnya Luhan memang sudah ada di rumah sejak jam lima sore. Tetapi dia terlalu larut dalam latihan vokalnya yang dia ikuti sebagai ekstrakulikuler iseng-isengan. Dan masih ada satu alasan lagi, tapi dia enggan mengakuinya.

" Ne. Aku ada latihan," kata Luhan.

" Kok latihan? Sebentar lagi kan mau sidang. Kenapa masih latihan?"

Luhan nyengir lebar. Matanya berbinar-binar jenaka dan membuat wajahnya menjadi sangat manis.

Kai mendesah ketika menyadari alasan yang dimaksudkan hyungnya ini. " Dasar," kata Kai sambil geleng-geleng. " Kajja, kita pulang!"

Mereka pun berjalan beriringan ke luar sekolah sambil sibuk berbicara ngalor-ngidul. Tapi tiba-tiba hujan turun, dan mereka langsung berlari menuju halte terdekat.

" Yah, jasku basah," keluh Luhan sambil meremas ujung jas kuning cerahnya. Kai melirik hyungnya dan ikut meremas ujung jasnya. " Sama, aku juga. Ya sudahlah, sama-sama basah. Mau bagaimana lagi?"

" Aku lupa bawa payung," Luhan kembali mengeluh dan Kai kembali mendesah. " Ya ampun hyung, sudahlah. Besok kan pakai baju bebas karena toh besok hari Selasa. Jas ini juga akan kering nantinya."

" Iya-ya," kata Luhan yang menyadari kebodohannya. Dia jadi terkekeh sendiri.

" Dasar. Luhan hyung sangat jenius tapi kenapa—aduh! Apa sih?" Kai menoleh sebal sambil mengelus lengan atasnya yang baru saja dicubit oleh Luhan.

" Kau ini ceplas-ceplos banget! Aku kan lebih tua darimu!" seru Luhan sewot.

" Emang hyung lebih tua. Dari mukanya aja udah keliatan."

" Ya! Jonginnie! Sialan kau!" maki Luhan dan Kai langsung menjauh sambil tertawa. Tak lama kemudian, bis yang hendak mereka tumpangi datang.

" Loh, Luhan hyung naik bis yang sama?" tanya Kai kaget. Biasanya mereka memang naik bis yang berbeda.

" Aku mau ke rumah Kim ahjussi. Mau bermalam disana saja," jelas Luhan yang disahut 'oh' panjang Kai. Mereka pun segera mencari tempat duduk kosong, dan itu berada di belakang.

Perjalanan selama 30 menit itu membuat Luhan mengantuk. Dia pun tertidur di samping Kai yang sibuk melamun melihat keluar jendela. Hujan masih turun dengan derasnya dan membuat kaca berembun. Kai tersenyum kecil, lalu mulai menulis-nulis tidak jelas. Sesekali dia terkekeh.

Luhan jelek, tulisnya. Kemudian, Luhan suka si brondong Sehun, dilanjutkan, Luhan dan Sehun akan menikah, dan terakhir, mereka bakal punya anak. Tapi gimana caranya ya? Kan mereka sama-sama namja.Kai langsung terpingkal keras ketika menulis hal yang terakhir, membuat seisi bis menoleh dan memasang ekspresi marah. Kai pun buru-buru meminta maaf sambil berusaha menahan tawa. Perutnya jadi melilit gara-gara hal itu.

Lima menit kemudian bis berhenti dan Kai langsung membangunkan Luhan.

" Hyung, sudah sampai. Kajja, kita turun!" Tapi Luhan tidak bangun-bangun dan Kai mulai habis kesabarannya. Tiba-tiba dia mendapat ide jahil. Kai mendekatkan wajahnya pada leher putih mulus Luhan dan memejamkan mata. Perlahan-lahan, dia menghembuskan napas hangatnya disana. Membuat Luhan mendesah pelan dan menggelinjang geli. Kai senyam-senyum dan semakin jahil.

.

.

PLAK!

" Aduh!" Kai memekik.

" Dasar dongsaeng mesum! Mau apa hah?!" bentak Luhan tiba-tiba.

" Hyung nggak mau bangun sih!"

" Tapi jangan gitu juga kali!"

" Iya-iya. Mianhae hyung."

Luhan bangkit sambil bersungut-sungut. Sebelah tangannya menggosok-gosok lehernya yang baru saja ditiupi oleh Kai. Dia terus saja ngedumel tidak jelas sedangkan Kai terpingkal-pingkal di belakangnya. Sisa perjalanan mereka pun diisi oleh omelan Luhan dan tawa Kai.

.

.

.

Sementara itu, di dalam bis yang sudah meninggalkan halte tempat Kai dan Luhan turun…

.

.

Tempat yang diduduki Kai dan Luhan tampak kosong. Hujan kembali deras dan membuat kaca semakin berembun.

Namun ada sebuah keanehan di salah satu kaca. Tepatnya di kaca yang diisi oleh tulisan tangan Kai. Semua tulisan tangan Kai menghilang tiba-tiba. Kaca kembali berembun, kali ini lebih tebal.

.

.

Tiba-tiba, sebuah tulisan muncul.

.

Kai jelek

Tapi aku mencintainya

Saranghae.

.

.

Namun, tak ada satupun yang menulisnya disana.

To Be Continue

Gaje? Alur kecepatan? Jelek? Hahaha… Sori, ini FF pertama saya. Sebenarnya saya pernah bikin FF yang kocak (semacam parodi) dan tokoh-tokohnya sebagian besar dari artis SM. FF itu duet sama 3 temen baik saya. Tapi kagak (belum?) dipublikasikan karena yah, emang belom rampung.

So, sekali lagi, sori kalo ni FF aneh banget.

Untuk perbaikan, pliz komennya ya.

Gamshamnida… ^^

O ya, saya punya blog pribadi. FF saya ini juga dipublish disana. Jadi untuk menghindari kesalah pahaman, silahkan cek sendiri di .com. FF disana adalah ASLI buatan saya, begitupun dengan FF ini.