Naruto's belong to Masashi Kishimoto
MONSTER
AU, Lil bit Gore inside, Rated M just for the Theme
Dedicated for event ALM II
Idea by Mine, Story by Iris (taintedIris)
Theme: Quote
"The greatest pain to me, is the fact that you became the same as them and turn your backs against me." ―BigBang
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, hal yang tak lazim jika disaat seperti itu kau justru melihat seorang anak kecil, berusia sekitar 6 tahun, berjalan sendirian tanpa kehadiran seorang pendamping. Hal itu lah yang menyebabkan beberapa pasang mata melihat dengan heran saat seorang bocah berambut merah berjalan sendirian ditengah kota pada jam-jam seperti ini. Seorang wanita paruh baya memutuskan untuk membawa bocah laki-laki─ yang dirasanya tersesat itu ke kantor polisi, saat tiba-tiba ia sadar bahwa sosok anak laki-laki berambut merah itu sudah menghilang entah kemana.
Sasori, sang bocah berambut merah memutuskan untuk berjalan di lorong-lorong perkotaan, tempat yang menurutnya cocok bagi orang-orang sepertinya. Tubuh anak laki-laki itu terdiam saat tanpa sengaja indra penciumannya merasakan aroma seorang anak perempuan. Rasa penasaran membuatnya mendekati ke arah aroma itu berasal, kepala mungilnya itu tertekuk ke samping saat melihat sesosok gadis kecil sedang meringkuk ketakutan di sudut lorong, dekat tong-tong tempat sampah berada.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Sasori pada gadis kecil itu. Sasori bisa melihat jika tubuh gadis itu sedikit tersentak saat mendengarkan suaranya. Takut-takut sang gadis kecil mengangkat wajahnya, menunjukkan bola mata berwarna viridian miliknya yang memancarkan ketakutan yang teramat sangat. Nampak lelehan air mata mengalir di pipinya.
"Hiks… a… aku tersesat," jawabnya tergugu. Tubuh Sasori menegang saat ia merasakan kehadiran sosok sejenisnya, ia mengedarkan pandangan matanya dan menyadari bahwa sosok itu berada cukup jauh dari mereka, tapi tetap saja ia merasa khawatir. ia melirik ke arah sekitarnya dengan gelisah. Tatapan Sasori kembali ke gadis kecil berambut merah muda yang kini dilihatnya semakin meringkuk ketakutan, entah mengapa ia merasa peduli pada gadis kecil ini.
"Namaku Sasori, aku akan mengantarmu," putusnya mantap. Gadis kecil itu mengangkat wajahnya dengan perlahan.
"Be… benarkah? Arigatou!" ujar gadis kecil itu dengan penuh harap. Mungkin bocah kecil berambut merah yang ada dihadapannya benar-benar bisa mengantarnya. "Ah iya, namaku Sakura," ujar Sakura dengan riang, Sasori tersenyum saat mendengarnya. Bocah kecil itu melihat ke arah sekitarnya sebelum akhirnya kembali memandang gadis kecil yang tengah menatapnya dengan pandangan kagum. Saat ini Sasori bagaikan pangeran berkuda putih yang menolongnya─ yang ia ibaratkan sebagai seorang putri seperti di buku cerita yang sering ibunya bacakan sebelum ia tidur. "Apakah kau tahu rumahku dimana?"
"Hm! Aku bisa tahu dimana rumahmu dengan penciumanku. Nanti kau naik saja diatas punggungku," ujar Sasori dengan yakin. Sakura baru saja membuka mulutnya, ingin menanyakan maksud perkataan Sasori saat tiba-tiba dilihatnya tubuh Sasori mulai dipenuhi dengan tulisan-tulisan rune kuno.
Mata gadis kecil itu terbelalak saat sebuah sayap berwarna hitam pekat terbentang lebar di punggung Sasori. Mata Sasori yang Sakura yakini tadinya berwarna karamel pun telah berubah warna menjadi kuning yang menyala di kegelapan malam, seperti mata kucing. Sakura mundur ketakutan saat melihat tanduk muncul di kepala Sasori, tanduk yang berwarna merah sama seperti warna rambut sang bocah lelaki.
"Ayo naik!" ujar Sasori sambil membelakangi tubuh Sakura, ia memutuskan untuk segera mengantar Sakura dengan cepat, sebelum sosok yang dirasakan kehadirannya muncul dihadapan mereka. Sasori membalikkan badannya, heran akan Sakura yang tak kunjung naik ke atas punggungnya, saat itu lah ia melihat Sakura yang sudah mundur ketakutan karena melihat perubahan sosoknya. "Apakah kau takut padaku? Aku janji aku tidak akan memakanmu," ujar Sasori dengan suara yang serak. Sakura sedikit bergidik saat mendengar perubahan suara Sasori, akan tetapi saat melihat raut wajah Sasori ia berusaha memberanikan dirinya. Dengan perlahan ia mendekati sosok Sasori , ragu-ragu ia menyentuh tanduk yang ada di kepala Sasori, ia sedikit berjengit saat merasakan bahwa tanduk itu memiliki tekstur yang keras dan dingin─ hampir sama seperti tekstur batang besi.
"Apakah kau monster?" sebuah pertanyaan polos terlontar dari bibir gadis kecil itu. Sakura mengedipkan matanya saat melihat Sasori menganggukkan kepalanya, secara tidak langsung mengiyakan pertanyaannya. "Tandukmu hanya satu?" tanya Sakura sambil memiringkan kepalanya saat menyadari bahwa tanduk Sasori hanya berada di sisi kepala bagian kanannya.
Sasori segera mengacak-acak rambut berwarna merah miliknya agar menutupi tanduk yang ada di kepalanya "Ayo naik ke atas punggungku, kita akan terbang menuju rumahmu," ujar Sasori sambil menunjukkan senyumnya. Sakura menunjukkan wajah yang tertarik saat Sasori mengatakan mendengar perkataan Sasori.
Dengan semangat gadis kecil itu segera melompat ke punggung pemuda yang tubuhnya hanya lebih tinggi satu inci darinya. Ia sangat gembira membayangkan bahwa ia akan kembali ke rumahnya dengan segera, bahkan ia akan terbang! Sakura berjanji dalam hati bahwa ia akan menceritakan pengalamannya malam ini pada teman-temannya, ia yakin mereka semua akan merasa iri padanya. Saking gembiranya ia bahkan melupakan bahwa Sasori belum menjawab pertanyaannya mengenai tanduknya sama sekali.
Hanya membutuhkan waktu lima menit bagi Sasori untuk sampai ke rumah Sakura. Tak membutuhkan waktu lama baginya untuk melacak keberadaan rumah gadis itu, mengingat menurutnya Sakura memiliki aroma yang tajam. Rumah Sakura berada di pinggiran kota, sebuah rumah mungil bertipe western dengan halaman depan yang tidak terlalu besar. Dengan perlahan, ia menurunkan tubuh Sakura dari punggungnya. Sasori sedikit terentak saat menyadari bahwa dari rumah Sakura tak hannya tercium aroma tubuh gadis kecil itu, tapi juga aroma yang selalu ia hindari sejak ia memutuskan untuk pergi dari kaumnya, aroma para hunter. Dengan segera Sasori mengembalikan sosoknya ke bentuk manusia miliknya, ia bahkan tak memperhatikan Sakura yang memandang takjub pada sosok dirinya.
"Bagaimana caranya kau melakukan itu?" tanya Sakura tanpa mengedipkan matanya, gadis kecil itu nampaknya merasa kagum pada Sasori yang dengan mudahnya dapat menghilangkan sayapnya dan kembali ke sosok manusianya.
"Aku hanya perlu berkonsentrasi," ujar Sasori. Bocah kecil itu merasa lega saat ia tak mendapati hawa keberadaan kedua orang tua sang gadis kecil berambut merah muda itu.
"Apakah kau bisa mengajakku terbang lagi besok?" tanya Sakura dengan mata yang berbinar-binar.
"Aku tidak tahu…"
"Eh... kenapa? Apakah aku berat sekali?" Sakura menunjukkan raut wajah bersalah dan khawatir secara bersamaan. Teman di TK nya mengatakan bahwa ia gemuk, jadi gadis kecil itu berpikir mungkin itu alasan mengapa Sasori tak mau lagi mengajaknya terbang.
"Bukan begitu, hanya saja aku tidak tahu apakah kita bisa bertemu lagi besok. Aku harus pergi," ujar Sasori sambil menundukkan wajahnya.
"Apakah rumahmu jauh sekali?"tanya Sakura, ia beranggapan bahwa itu adalah alasan yang membuat Sasori harus pergi.
"Aku tidak tahu… aku tidak punya rumah..."
"Tapi kau bilang kau akan pergi?" tanya Sakura tidak mengerti.
"Aku selalu pergi dari satu tempat ke tempat lainnya," jelas Sasori. "Aku harus menghindari mereka," tambahnya pelan sehingga Sakura tak bisa mendengarkan ucapannya.
"Kalau begitu kau tinggal di besmen rumahku saja! Kaa-san dan tou-san sudah tidak menggunakannya lagi untuk menyimpan barang-barang. Kami sudah membangun sebuah gudang yang sangat besar di samping rumah," ujar gadis kecil itu dengan wajah yang berbinar-binar. Ia menawarkan basement tak terpakai di rumahnya untuk ditempati Sasori, teman barunya yang merangkap sebagai pangeran penolongnya.
"Aku tid─"
"Kumohon! Aku… aku tidak ingin kau pergi. Aku akan memberimu makan! Aku janji! Aku yakin kaa-san tidak akan tahu, aku pernah memelihara kuro di besmen, dan kaa-san tidak tahu, tapi… tapi kuro sudah mati hueeeeee," Sakura tiba-tiba menangis, ia teringat akan nasib kuro, kucing terlantar yang ia pelihara secara rahasia di basement rumahnya, mengingat orang tuanya tidak pernah mengijinkannya untuk memelihara hewan di rumah.
"Ah… uh… aku tahu, aku akan tinggal di basement rumahmu," ujar Sasori yang gelagapan karena Sakura tiba-tiba menangis dengan kencang.
"Benarkah?" tanya Sakura dengan mata yang berbinar, air mata bahkan telah menghilang dari pipi ranumnya.
"Uh… iya…"
"Aku sayang Sasori!" Sakura memeluk tubuh Sasori dengan gembira, ia tidak menyadari bahwa wajah Sasori kini tengah memerah karena perbuatannya. Sasori tahu bahwa keputuan yang ia ambil salah, hidup satu atap dengan hunter hanya akan membahayakannya dan hunter itu sendiri, tapi entah mengapa ia tidak bisa menolak permintaan Sakura, ia tak ingin membuat teman barunya itu menangis dan bersedih.
-MONSTER-
Sasori sebenarnya menyukai tempat barunya. Meskipun itu basement tapi cukup membuatnya nyaman. Tak seperti basement kebanyakan yang biasanya digunakan sebagai tempat penyimpanan barang, basement ini justru nampak seperti sebuah kamar yang diperuntukkan bagi para tamu, karena nyatanya pada basement itu terdapat sebuah ranjang tak terpakai dan sebuah toilet yang untungnya masih dialiri air. Sasori sudah tinggal ditempat ini selama tiga hari. Di siang hingga sore hari Sakura akan datang dan mengajaknya bermain, mengingat pada saat itu kedua orang tua Sakura pergi bekerja. Terkadang mereka bermain rumah-rumahan─
"Sasori-kun menjadi ayahnya, lalu aku menjadi ibunya. Usagi akan menjadi anak kita," ujar Sakura mengajak Sasori bermain rumah-rumahan. Sasori hanya mengernyitkan dahinya saat dilihatnya Sakura sedang berpura-pura menyuapi Usagi, boneka kelinci miliknya.
"Tou-san! Kau harusnya bekerja!" ujar Sakura saat ia mendapati Sasori hanya terdiam menatapnya.
─atau bermain sang putri dan pangeran.
"Sasori-kun, kau harus melawan mereka sebelum datang menyelamatkanku!"
"Kenapa aku harus menyelamatkanmu?" tanya Sasori tak mengerti, ia bingung apa yang haris diselamatkannya, toh Sakura hanya dikelilingi oleh boneka-boneka miliknya yang berwarna merah muda.
"Karena mereka jahat Sasori-kun! Sebagai pangeranku kau harus menyelamatkanku!" ujar gadis kecil itu sambil bersedekap dan menggembungkan pipinya. "Setelah itu kau baru menciumku, pangeran harus selalu mencium putrinya," pipi Sasori merona merah saat mendengar perkataan teman barunya itu. "Kau akan menyelamatkanku bukan?"
"Uh… tentu…"
"Bagus! Setelah itu kau harus menciumku!"
Wajah Sasori memerah saat mengingat bahwa siang tadi ia harus mati-matian meyakinkan gadis kecil itu bahwa ciuman sang pangeran pada putri hanya di pipinya, butuh waktu setengah jam baginya untuk melakukannya mengingat Sakura bersikeras bahwa sang pangeran selalu mencium sang putri di bibirnya. Sasori menggeleng-gelengkan kepalanya, ia harus bersikap biasa mengingat malam ini ia berjanji untuk mengajak Sakura terbang saat kedua orang tuanya telah tertidur.
Sasori sedang berpikir akan membawa Sakura kemana saat tiba-tiba tubuhnya menegang, ribuan huruf rune kuno mulai menyebar di seluruh tubuhnya tanpa bisa ia kendalikan. Ia pernah mengalami saat-saat seperti ini, saat-saat dimana ia mulai merasakan hawa pembunuh dari seorang hunter yang sengaja mengaktifkan auranya.
.
"Kau kenapa?" tanya Kizashi saat mendapati istrinya tengah menghela nafas didepan pintu kamar anaknya.
"Aku baru saja menidurkan Sakura, aku heran malam ini ia susah sekali untuk ditidurkan. Ia berkata bahwa ia memiliki janji untuk terbang bersama temannya saat ini," ujar Mebuki sambil menemani suaminya yang sedang menuju ke ruang keluarga.
"Terbang?"
"Tak usah kau pikirkan, mungkin ia hanya berkhayal sepeti biasanya," ujar Mebuki menenangkan suaminya.
"Ah, apakah kau sudah berhasil menanyai Sakura mengenai siapa yang membawanya kembali saat tersesat kemarin?"
"Seperti biasanya, dia hanya berkata bahwa seorang pangeran telah menolongnya," ujar Mebuki sambil tersenyum geli.
"Pangeran huh? Sebaiknya kau mulai berhenti menceritakan kisah-kisah dongeng padanya, itu hanya akan merusak otaknya" omel Kizashi pelan.
"Hahaha katakan aja jika kau takut bahwa putri tercintamu akan dibawa pergi oleh pangerannya," goda istrinya.
"Hah, kita lihat saja nanti jika ada pangeran yang berani menghadapi raja bengis ini!"
"Hahahahahahaha," tawa Mebuki menggema di rumah mereka. "Kau akan melakukannya lagi malam ini?" tawa Mebuki berhenti saat menyadari pakaian yang tengah digunakan suaminya.
"Hm, entah mengapa akhir-akhir ini banyak yang berkeliaran… aku khawatir," jawab Kizashi.
"Souka… kau sedang mencari apa?" tanya wanita paruh baya itu saat mendapati Kizashi yang sepertinya sedang mencari sesuatu.
"Kau tahu dimana pisau perakku?"
"Uhm, kalau tidak salah masih berada di basement, tunggu sebentar. Aku akan mengambilkannya untukmu," ujar Mebuki sambil beranjak menuju ke basement rumah mereka.
"Aku akan menemanimu."
-MONSTER-
Sepasang suami isteri Haruno itu sedikit berjengit heran mendapati pintu menuju basement tidak terkunci, padahal seingat mereka beberapa hari yang lalu mereka mengunci pintu itu, setelah mendapati Sakura diam-diam memelihara kucing di sana. Dan yang membuat mereka lebih terkejut lagi adalah karena lampu basement tersebut menyala.
"Seingatku aku sudah mengunci pintu basement dan mematikan lampu. Apa kau yang menyalakannya, Kizashi?" tanya Mebuki dengan kebingungan yang terdengar jelas dari suaranya. Suaminya menggeleng.
"Tentu saja tidak. Bukankah yang terakhir kali kemari itu kau?"
Sepasang suami istri itu bertukar pandang dengan raut wajah bingung yang nampak pada wajah keduanya. Pasti ini ulah Sakura lagi.
"Ya sudah. Ayo segera ambil perlengkapanmu. Aku yakin ini pasti ulah Sakura." ujar Mebuki sambil mendesah pelan. Ia tak habis pikir bagaimana bisa Sakura membuka pintu itu padahal sebelumnya ia yakin sekali ia sudah menguncinya dan menyembunyikan kuncinya di lemari pakaiannya. Kizashi yang nampaknya mengetahui pemikiran sang istri pun menyeringai kecil.
"Jangan salahkan dia. Mau bagaimana pun juga dia adalah Haruno."
Mebuki melirik suaminya dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.
"Justru itu yang kutakutkan."
Sang suami tertawa sejenak sebelum ia pun berjalan menuruni tangga, diikuti oleh sang istri yang berjalan di belakang. Langkah Kizashi terhenti ketika mendengar suara aneh dari dasar tangga.
"Kau dengar itu?"
Mebuki pun menganggukkan kepalanya. Ia nampaknya memang sedaritadi sudah waspada sejak ia menginjakkan kakinya pada tangga pertama. Firasatnya mengatakan saat ini mereka sedang berada dalam situasi yang kurang bagus.
Apa yang sebenarnya Sakura simpan di sini?
Kizashi melangkahkan kakinya dengan begitu pelan, hingga rasanya kakinya seperti tidak menapak di atas tangga berlapiskan marmer tersebut.
Kegelapanlah yang mereka lihat ketika mereka semakin mendekati dasar tangga, serta suara geraman rendah yang terdengar di sana. Kizashi pun menyalakan sakelar lampu untuk dapat melihat basement rumahnya dengan jelas.
Dan alangkah terkejutnya ia mendapati sesosok bocah dengan huruf-huruf rune disekujur tubuhnya yang tengah mengerang lemah. Sayap berbulu hitam pekat membentang begitu lebar. Kuku-kuku jari bocah berambut merah tersebut memanjang. Tanduk berwarna semerah darah nampak keluar dari sisi kepalanya.
Dan bocah itu berbalik, menampilkan kepada sepasang suami itu sepasang bola mata berwarna kuning cerah yang berkilat penuh nafsu akan darah. Nafas bocah lelaki itu tersengal-sengal. Mulutnya menggeram lemah.
Kizashi mendecih dan mengambil peralatan tajam apapun yang berada di sana dengan segera. Ia pun menahan pergerakan sang bocah iblis dengan besi yang berada di kedua tangannya sembari melirik ke arah sang istri yang berdiri ketakutan tak jauh dari sana.
"Mebuki, lari!"
Namun baru saja wanita itu akan berlari, bocah iblis itu dengan kecepatan kilat menggunakan tongkat besi yang menahan tubuhnya untuk melompat dan menangkap pergerakan wanita yang baru saja menginjak tangga pertama.
Manik mata viridian Kizashi terbelalak lebar mendengar suara jeritan Mebuki serta sang bocah iblis yang kini menancapkan giginya pada leher wanita itu.
"MEBUKIIIIIIIIIII!"
-TBC-
