A Star
Chapter one: You're My Friend
Disclaimer : Bleach © Tite Kubo
A/N : semuanya sudut pandang Rukia
April, Karakura Hospital…
"Hai, aku Rukia Kuchiki,13 tahun, kelas satu SMP. Sekitar dua tahun yang lalu, diagnosa dokter mengatakan aku terkena penyakit yang aku tak mengerti apa namanya. Memang tak mematikan, tapi sangat merepotkan, karena penyakit ini membuatku lemah, sehingga aku bolak-balik masuk Rumah Sakit. Bahkan ujian akhir sekolahku, kulaksanakan di Rumah Sakit. Dan lagi, aku belum pernah tahu dimana SMP-ku."
"Nona Kuchiki, saatnya anda minum obat…" kata seorang perawat yang baru saja masuk ke ruanganku itu, namanya Isane.
"Oh, ya…" kataku.
------
"Yap selesai…" kata Isane.
"Suster, aku mau main di ruangan bebas boleh, kan?" tanyaku.
"Oh, tentu saja… mari saya antar…" kata Isane.
"Ya…" kataku.
------
"Hai Rukia-nee!" kata Seorang anak umur 8 tahun.
"Hai Yumi!" kataku, menyapa anak berkepang dua itu. Lalu aku, seperti biasanya, duduk dekat pintu kaca yang bisa melihat pemandangan luar. "Hhhh…" gumamku melihat beberapa siswa SMP yang baru saja pulang sekolah.
"Rukia-nee mau bisa temani Yumi? Ke Taman?" tanya Yumi.
"Hmm, bisa, tapi aku tanya dulu…" kataku.
------
"Isane, aku Mau ke Taman, taka pa, kan?" tanyaku.
"Iya, silahkan…" kata Isane, lembut.
------
"Rukia-nee, Yumi mau naik ayunan, Rukia-nee duduk dekat ayunan,ya?" kata Yumi.
"Ya, ayo…" ajakku. "Yumi, Yumi, kenapa anak semanis kamu harus kena Kelainan Jantung,ya…" batinku miris.
"Hey, hey, kita ngobrol disana saja!" kata seseorang anak berambut Orange jeruk.
"Oke, teman-teman, ayo, cepat…" kata Renji kepada teman-temannya. "Hai Rukia!" katanya lagi, menyapaku.
"Hai juga…" kataku seraya melambaikan tangan, "Anak itu seperti tidak sakit saja, mungkin ia sudah sembuh, besok mungkin akan pulang, dia kan Cuma keracunan makanan basi, toh dia sudah tiga hari disini…" pikirku.
"Hey Renji, siapa, tuh? Pacarmu, ya?" goda anak Jeruk itu.
"Hey Ichigo! Apaan sih maksudmu? Dia temanku…" kata Renji, ia mendatangiku. "Sini aja, yuk?!" kata Renji, setelah duduk nyaman di sebelahku.
"Renji, kamu ini sebenarnya sakit atau tidak, sih? Kok kamu yang paling semangat dari tadi." Omel seseorang anak yang menggunakan baju bertulis angka 69.
"Kan dia udah lama di rumah sakit, mungkin sudah mulai sembuh…" kata seorang anak, dia berambut jabrik putih.
"Iya…" kata Seorang anak lagi, ia menggunakan kacamata.
"Oi! Kalian ini, kok jadi duduk di sini?!" omel si anak jeruk tadi.
"Hmph…" Aku mendengus tertawa, melihat tingkah mereka.
"Oh ya, Rukia, ku kenalkan, ya, yang pakai baju '69' ini Hisagi, yang rambut putih itu Toushiro, yang berkacamata itu Uryuu, dan yang seperti Jeruk itu Ichigo, teman-teman, ini Rukia, dia sebaya dengan kita, lho!" kata Renji, penuh semangat.
"Dozo yoroshiku…" ujarku.
"Dozo Yoroshiku!" ujar ke empat anak itu.
"Rukia-nee, mereka siapa?" tanya Yumi yang baru turun dari ayunan itu.
"Eh, Yumi, mereka teman-teman Renji…" kataku, lupa kalau anak itu tadi bersamaku.
"Oh, Rukia-nee, Yumi mau masuk ke dalam duluan taka pa, ya?" kata Yumi.
"Eh, sini ku antar…" tawarku.
"Tidak usah, kan Rukia-nee ada tamu, jaa!" kata Yumi, lalu pergi ke Isane yang sedari tadi menunggui kami.
"Eh, jaa…" kataku, entah kenapa aku jadi terpaku di sini.
"Renji, kau bilang anak ini sebaya dengan kita? Kok dia pendek sekali, ya?" kata anak yang bernama Ichigo.
"Hey, apa maksudmu?" kataku kesal.
"Kau sakit apa sih? Kanker ya? Kok enggak sembuh-sembuh…" kata Ichigo.
"ICHIGO!" kata ke empat anak laki-laki yang lainnya. Aku tak tahan lagi, anak itu kurang ajar sekali, aku langsung pergi, dan yang terakhir yang kudengar, "Jika memang kanker, lebih baik cepat mati saja!" diikuti sebuah pukulan.
------
"Duk,duk,duk." Seseorang mengetuk pintu ruanganku.
"Siapa?" tanya ku, seraya membuka pintu.
"Ini aku, Renji," kata Renji. "Aku boleh masuk, kan ya?" tanyanya takut-takut.
"Iya, boleh…" kataku, duduk di sofa.
"Umm, anu…" katanya seraya duduk di sebelahku. "Maafkan Ichigo tadi sore, ya, dia memang kurang ajar, jadi tolong maafkan dia, ya?" tanyanya.
"Umm, ya…" kataku, setengah hati.
"A-ano, ini permintaan maaf dari teman-temanku…" kata Renji, memberikan sebuah gelang dengan huruf kanji 6. "Gelang ini adalah gelang persahabatan kami berlima, aku dulu beli enam, namun karena kami hanya berlima, jadi masih ada satu, kau mau, kan?" kata Renji panjang-lebar.
"EH? Tapi kan ini untuk kalian berlima, bukan aku?" kataku ragu-ragu.
"Karena itu, kau berarti masuk di antara kami!" kata Renji.
"Eh? Bagaimana kalau aku berbeda sekolah dengan kalian?" tanyaku lagi.
"Hey, Tunggu dulu! Kau sekolah dimana?" tanya Renji, sepertinya menyadari sesuatu.
"Umm, sebentar," kataku seraya mencari secarik kertas yang di berikan Momo, dia sahabat karibku dari SD, sekarang aku pun satu SMP dengannya. "SMP Swasta Seireitei? Kalau kau?" tanyaku.
"SERIUS?!" tanyanya tak percaya, aku mengangguk. "Kau masuk kelas 2-2?" tanya Renji. Aku mengangguk lagi. "Astaga! Berarti benar kau! Aku juga sekolah di sana, lho! Juga teman-temanku! Tapi aku kelas 2-3!" kata Renji, senang sekali.
"Tunggu dulu, kau, bagaiman kau tahu tentang aku?" kataku bingung, aku senang sekali, sampai rasanya aku mau menangis.
"Karena anak-anak di kelasmu penasaran olah anak yang izin dalam waktu yang panjang, dan lagi, kenapa kau tak sekolah saja?" kata Renji, sangat senang.
"Eh? Aku tak tahu…" kataku, kembali murung.
"Lho? Aku memang tak tahu apa penyakitmu, tapi yang jelas bukan kanker, kan?" tanyanya. Aku menggeleng kuat-kuat. "Lagi pula, aku pernah dengar dokter bilang kau sudah sehat, yang penting kau tidak boleh melakukan aktifitas yang berlebihan!" katanya, meyakinkanku.
"Baiklah, akan kucoba untuk bicara besok…" kataku.
"Kau sungguh-sungguh kan ya? Karena besok aku juga akan pulang kerumah, aku akan akan membantumu bicara…" katanya.
"Sungguh?" tanyaku. Ia mengangguk.
"Tuan Abarai, waktu anda sudah habis untuk bicara dengan nona Kuchiki." kata Isane, masuk ke ruanganku.
"Baik!" katanya seraya berdiri. "Rukia, terima ini, ya? Dan cobalah!" katanya memberikan gelang itu, seraya keluar dari ruanganku.
"Yaa…" tanpa terasa aku meneteskan airmata, sampai Isane kebingungan.
-TBC-
