Perhatian, chapter ini terkontaminasi bakteri yaoi.
Terdapat adegan sex antara dua husbando saya, Sasuke dan Naruto. Bagi yang tidak berkenan, silahkan di skip ke bagian selanjutnya.
Ini tidak bisa ditiadakan, karena tuntutan skenario. Tapi tenang saja, lantaran adegan itu cuma ada di chapter ini.
Sekian.
.
.
.
.
.
3 in 1 by Sheilla Sheel
Naruto @Masashi Kishimoto
Special fiction for NHL and SHL
No NTR
Don't like don't read
.
.
.
.
.
Sepasang manik amethis memicing tak terima.
Wajah ayu nya merona akibat marah.
Pose tubuh yang sedang duduk sembari bersedekap, nampak angkuh tapi juga anggun.
Ia, Hinata Hyuuga yang terkenal elok rupawan, sedang berada pada fase emosi tertinggi.
"Jadi," satu helaan napas panjang sengaja dia tarik untuk menenangkan diri. Sesaat, pupil unik Hinata bersembunyi di balik kelopak, namun kembali mengintimidasi saat menampakan pola nya.
"Kalian menyuruhku pulang, cuma untuk mengurus kejantanan dua pria yang salah masuk lubang?" Katanya, mendesis.
Seisi penghuni ruang tamu tersentak, kemudian saling pandang memberi kode. Mereka bungkam, dan Hinata semakin murka.
"Ya Tuhan, kepalaku~" keluhnya sembari memijat dahi yang terasa berkedut.
Hinata memejamkan mata, berusaha meredam emosi jiwa.
Tak baik rasanya membentak orang yang lebih tua dibanding kita, karena—
"Hi-Hina-Chan..."
"What?!" God, maafkan Hinata yang kembali membentak.
Sahutan bernada ketus yang di ucap Hinata, sukses menyusutkan nyali Namikaze Kushina. Sederet kata yang susah payah ia rangkai, mendadak buyar akibat kaget.
Kushina, mengerut takut di atas sofa, dan itu berhasil menyentuh sisi lembut si sulung Hyuuga.
"Ma-maafkan Aku, Tante!" Ucap Hinata, buru-buru meminta maaf. Gaya duduknya tak lagi menantang seperti tadi. Ia berdiri, dan melangkah menuju Kushina di kursi sana. Begitu tiba, dengan cepat ia merengkuh tubuh wanita itu.
"Aku tidak bermaksud kurang ajar pada Tante," katanya.
"Jujur, ini cukup rumit untuk bisa ku atasi." Hinata menghela napas lelah, tangan kanannya bergerak mengelus punggung Kushina.
"Naruto dan Sasuke tipikal yang sulit diatur. Butuh banyak waktu untuk bisa mengembalikan jati diri mereka. Jadi—"
Khusina menggeleng dan membalas pelukan Hinata. Terlalu lama tinggal di negri adidaya, agaknya merubah pola tingkah sang gadis. Pemikirannya pun semakin dewasa.
Tidak ada lagi si lugu berhati lembut, yang ada di sini hanya Hinata—si model perfeksionis, arogan, dan sulit didekati.
Sekilas, memang ia terlihat tak berubah. Bentuk tubuhnya masihlah slim, dengan lekuk yang sungguh menggoda iman.
Ketika diam, ia terlihat bagai malaikat tanpa sayap. Namun begitu ketenangannya terusik, Hinata akan menjelma menjadi Dewi Kaguya, yang mampu memusnahkan gunung dengan sekali kedipan mata.
Tentu saja semua yang hadir saat ini sadar, bahwa Hinata mereka yang sekarang, bukan lagi si kecil manja pencinta es krim.
"Be-begini Hina-chan..." Kali ini, Uchiha Mikoto mencoba peruntungan. Ia berbicara sedikit terbata, tanpa berani menatap lawannya.
Hinata menoleh cepat pada Mikoto, dan memasang kupingnya baik-baik.
"To-tolong bantulah Kami," mohon Mikoto sedikit bergetar. Ia terlanjur putus asa. "Sasu-pyon dan Naru-chan, su-sudah terlalu jauh melangkah."
Air muka Mikoto menyendu kala mengingat kelakuan Sasuke. Ia memandang sang suami, bermaksud meminta secuil sokongan. Gayung bersambut, ketika Fugaku menangkap kedua tangan Mikoto, dan membungkusnya dalam kehangatan telapak kokoh lelaki perkasa.
"Me-mereka berdua sudah—"
"Cukup!" Potong Hinata lembut, tak lupa sedikit menyunggingkan senyuman. Bukan bermaksud kurang ajar, tapi sesungguhnya ia tak ingin lagi melihat duka di permata dua wanita, yang sejak kecil dirinya anggap sebagai ibu.
"Aku mengerti perasaan Kalian."
Entah sudah keberapa kalinya Hinata menghembuskan napas lelah. Tubuhnya letih, dan ia butuh tidur setelah hampir seharian duduk di kursi pesawat.
"Be-benarkah?"
Kushina—yang masih dipeluk Hinata, bertanya ragu. Ia meminta keyakinan, yang dibalas senyum manis oleh Hinata. Lesung pipinya bahkan terlihat kala dua sudut bibir mungil itu mengurva, dan itu teramat sedap dipandang mata.
"Ya, Tante Kushi. Akupun tidak mau Naru dan Sasu menyimpang," ujar Hinata, kalem.
Atmosfer ruangan seketika meneduh. Semua yang hadir, saling melempar senyum kelegaan. Pun ketika Hinata kembali duduk berpangku kaki—hingga rok sifon motif bunga lavender nya tersingkap, menampakan paha mulus seputih porselen.
"Sebelum bertindak, biarkan Aku menemui mereka. Aku ingin melihat sendiri, sejauh mana mereka salah arah," putus Hinata, kembali bersikap arogan.
Pasutri Namikaze, Uchiha, dan Hyuuga yang menjadi lawan bicara Hinata, kompak mengangguk.
Andai cara ini gagal, tak ada jalan lagi selain memotong alat vital kedua putra mereka.
Tidak apa, selama itu bisa mengembalikan kesadaran dua lelaki yang sudah saling memakan diri.
Kushina dan Mikoto, menyerahkan masa depan putra-putranya pada Hinata.
.
.
.
.
.
Deru napas hangat, memburu bersahutan.
Aroma percintaan, berbaur bersama udara pula keringat.
Ranjang berderak, seirama gerak pinggul si pemuda yang menghentak kasar.
Tubuh telanjang mereka berkilau, penuh peluh di pendar bias lampu tidur.
"Ugh~ ugh~... Sa-Sasuke~"
Namikaze Naruto, tengkurap tak berdaya di bawah kuasa kejantanan Uchiha.
Pinggulnya menungging, memberi akses bagi Sasuke yang sedari tadi asyik mengobok-obok anusnya. Wajah Sasuke menengadah, merem melek keenakan.
"A-ahhh... damn~... Kau... uhh~ sempit.." desahnya sambil tersenyum menahan nikmat.
"Argh!!" Naruto menggeram, lalu mencengkeram erat kedua bokong Sasuke. Ia menggigit bibir bawahnya, sebagai ganti pelampiasan nafsu yang menggelora. Gerak pinggul Sasuke yang semakin menggila, berhasil mengoyak kewarasan Naruto.
"Le-argh-lebih.. ukh.. ce-cepat..." ucapnya, terbata.
Sasuke mengangguk. Ia tersenyum sombong dan mempercepat sodokannya.
"Be-hah-begini? Ukh~"
Tidak ada jawaban berarti dari Naruto selain memasang mimik keenakan. Dia hanya menggeram, dan mulai mengocok batang penis nya sendiri.
"Agh~ sebentar lagi. Ugh~"
Sasuke paham, bahwa Naruto sebentar lagi sampai. Ia pun tak ingin tertinggal, menuju lembah kenikmatan. Panggulnya melaju, maju-mundur tak terkendali.
"Hi-Hinata, argh~"
Naruto mendelik. Dirinya tak terima nama gadis itu disebut.
"Ugh... hah~ hah~ Kau brengsek! Uhh~" gerutunya, susah payah.
Di saat gelombang kenikmatan nyaris mengguyur, kocokan tangan Naruto kian melaju. Ia membenamkan wajah meronanya di atas bantal, dan mendesis menyebut satu nama.
"Hahahaha... ukh~... Munafik!" Ejek Sasuke, begitu mendengar desisan Naruto.
Naruto tentu tak perduli. Di pikirannya saat ini hanya ada kepuasan, dan Dia. Tangan kanannya sejak tadi sibuk memuaskan diri, sementara Sasuke aktif menyodok di belakang.
Dan, ketika daging panjang berurat mereka berkedut, Naruto dan Sasuke mendadak kehilangan akal.
Mereka melampiaskan hasrat masing-masing, tanpa pernah sekalipun berbagi saliva.
"Na-Naruto, uhh~ Aku... ini..." Sasuke mulai meracau tak jelas.
"Argh... Sasuke~" Naruto pun demikian.
Keduanya hilang kendali, hingga tak menyadari sosok jelita yang sedang bersandar di ambang pintu kamar. Raut wajahnya datar, tanpa terganggu pemandangan tak senonoh di atas ranjang.
"Wah, kegiatan yang sangat amat luar biasa." Ucapnya santai, seraya bertepuk tangan pelan.
"Hi-Hinata!?" Naruto dan Sasuke melotot. Mereka panik dan tidak bisa berpikir jernih.
Hinata mengangkat sebelah alisnya menatap Sasuke dan Naruto bergantian. Posisinya sedari tadi tidak juga berubah. "Bisa kalian jelaskan apa yang terjadi di sini? Ah~ sepertinya tidak perlu," katanya terkekeh.
"Rasanya aku tahu apa yang sedang kalian lakukan."
Naruto gelagapan. Dia mendorong Sasuke ke lantai, dan bergegas menuruni kasur tanpa perduli sesuatu yang menggantung keras diantara paha.
"A-aku tidak salah," dalihnya.
"Teme—maksudku Sasuke, Dia yang mengajakku melakukan sex. A-aku sudah menolak... Tapi Sasuke—"
"Sialan kau Namikaze," Sasuke menggeram tak terima. Ia berdiri, dan melangkah cepat menyusul Naruto yang sudah berlutut seraya memeluk kaki kanan Hinata.
"Ijinkan aku menjelaskan semuanya, Hinata." Sasuke ikut memeluk kaki kiri Hinata seperti Koala. Wajahnya yang luar biasa keras, sekarang pudar berganti memelas. Ia menengadah ke atas, namun tak sampai dua detik kepalanya kembali tertunduk dengan rona merah samar.
Pink. Batinnya berbicara.
Hinata melipat kedua tangan di depan dada. Kedua payudara montoknya membusung akibat tekanan. Hal itu tak luput dari tatapan dua lelaki, yang tadi gagal mengalami ejakulasi.
"Baiklah."
Ijin memang sudah diberikan oleh Hinata, tetapi senyum miring yang membentuk di bibir gadis itu, terlihat menyimpan maksud terselubung.
"Sebelum itu, bisakah kalian memakai sesuatu? Celana misalnya?"
"Eh?"
1 detik...
2 detik...
3 det-
"Shitttt!!"
Sasuke dan Naruto panik. Mereka kocar-kacir mencari pakaian.
"Ku beri kalian waktu tiga detik untuk berpakaian. Siap tidak siap, Kalian sudah harus ada di hadapanku sesuai batas waktu yang sudah kuberikan."
"Heh!?"
Bersambung...
