Aku hanya satu di antara seribu

Begitu katanya, aku unik

Tapi di antara semua, aku tetap satu

Yang mencari siapa diri ini


A KaiHun Fanfiction

.

Standart Disclaimer Applied

.

Lee TaeRin Presents

.

GRAFITI


Seoul, 19 Juli 2014

.

Kata Eomma, aku harus berpikir dua kali sebelum melakukan sesuatu. Itu cukup tidak adil. Aku selalu berpikir sebelum bertindak. Selalu lho. Tetapi, herannya selalu salah. Selalu saja salah. Ada saja yang membuat tindakanku itu salah dan tidak sempurna. Seperti saja tadi, aku memang berhak marah seharusnya. Adik perempuanku, LuHan, minta diajarkan tentang kerangka karanganuntuk tugas Sastra Korea. Sementara aku, yang adalah pemimpin redaksi majalah sekolah, mempunyai beberapa deadline yang harus kuselesaikan. Dan Eomma, alhasil marah. Katanya, aku lebh mementingkan kepentingan pribadi. Seharusnya aku bisa lebih kooperatif dengan adikku. Astaga… ini masalah deadline yang harus aku serahkan ke pencetak. Masih ada satu tenggat artikel yang belum aku selesaikan. Dan jujur saja, lebih baik bersikap koopertif dengan monyet di safari daripada dengan adikku yang satu ini.

Sekolahku dan adikku terpisah. Adikku sekarang ini kelas dua Junior High di sekolah swasta, Hanyang High School. Sementara aku bersekolah di seolah berbasis internasional, Seoul International School. Appa adalah seorang diplomat. Sepanjang tahun ia tidak pulang ke Seoul. Sementaa ibuku adalah seorang CEO sebuah perusahaan alat-alat kecantikan. Ibuku adalah seorang dewi yang super sibuk.

Aku bukannya pura-pura tidak tahu. Tetapi aku merasa lebih baik menutup mata saja. Aku kerap kali menyalahkan Appa akan apa yang menjadi kesibukan Eomma. Kalau dari kulit, kami benar-benar keluarga yang hebat. Pekerjaan Appa dan Eomma benar-benar membanggakan. Tetapi, aku tidak sebangga itu. Aku lebih memilih Eomma sebagai ibu rumah tangga biasa. Mekipun pasti lucu; Eomma dengan celemek. Tetapi Eomma seringkali benar-benar sibu. Pulang jam delapan malam, kalau pekerjaanna sedang sedikit. Seperti hari ini, kadang aku mencoba mengerti mengapa Eomma lebih memilih memarahiku daripada adikku yang manja itu. Mungkin karena aku anak sulung. Bebannya lebih berat. Tidak adil juga, Eomma 'kan anak bungsu, mana tahu beban sebagai anak sulung?

Sekali lagi, bukannya aku tidak tahu. Aku tahu pernikahan Eomma dan Appa tidak selancar yang mereka idamkan. Mungkin ini adalah sebuah akibat. Akibat pekerjaan. Aku tahu Appa tidur dengan perempuan lain. Tetapi, aku lebih baik menutup mata saja. Toh aku sibuk dengan sekolahku yang menyebalkan itu.

Sahabatku benar-benar orang paling asyik. Dia tahu cara untuk bersenang-senang. Namanya, Byun BaekHyun, panggilannya BaekHyun. Dia sangat hebat membuatku tersenyum. Ada beberapa saat dimana aku sadar bahwa aku dan dia berbeda. Dia lebih spontan, misalnya. Tetapi persahabatan bukan berarti semuanya hrus serba seragam, 'kan? Aku sudah menjadi sahabatnya semenjak kelas 4 elementary school. Ketika aku masih jadi murid baru di sekolah. Aku pindahan dari Vancouver, Kanada, dan hanya dia yang mau cukup baik untuk menyapaku pertama kali.

BaekHyun tidak sempurna. Seperti aku pun tidak. BaekHyun disukai banyak orang. Dari sepuluh orang, sembilan menyukainya. Satu yeoja, sisanya namja. BaekHyun luar biasa disukai namja. Entah apa yang disukai, aku tidak bisa melihat. Tetapi, aku tahu BaekHyun adalah tipe yang agak 'bitchy'. Aku tidak tahu bagaimana menempatkan ini, tetapi BaekHyun bangga. Entahlah. Aku tidak tahu. Lebih baik tidak tahu.

Aku tidak punya kekasih. Mungkin benar kata Yixing, kakak angkatku, bahwa aku ini terlalu 'mahal'. Dibandingkan dengan BaekHyun, aku ini bertolak belakang darinya. Awalnya, kata Yixing, dilihat dari baju. Semuanya bermerek. Yah… itu bukan salahku. Aku memang gila merek. Lalu dari bagaimana aku berbicara, menurut Yixing, aku ini agak sombong. Itu berusaha aku kurangi. Aku takkan berbicara lagi mengenai Shakespeare di depan hidung namja. Percuma, lagi pula. Tidak ada yang menanggapi atau peduli betapa A Midsummer Night's Dream itu hebat. Yang mereka tahu hanya Romeo dan Juliet. Payah. Ketiga, menurut Yixing, karena aktivitas yang kini aku jalani. Dalam beerapa kasus, aku diharuskan bermain tenis dan golf. Seperti itu mauku saja. Itu sebuah tuntutan bila Eomma-mu adalah seorang Oh JoonMyeon. Eomma banyak bergaul dengan ibu-ibu socialite. Lalu juga katanya sekolahku menakutkan. Rumahku juga. Jelas-jelas semuanya menunjukkan bahwa aku ini orang yang berada. Kalau ada namja yang mendekatiku, itu hanya bisa karena dua alasan. Satu, dia belum kenal siapa aku. Dua, dia ingin uangku.

Aku agak tidak setuju dengan omongan Yixing. Aku punya mantan kekasih yang benar-benar hebat. Dan mungkin karena alasan dialah, aku tidak mau mempunyai kekasih dulu. Dulunya, mantanku –namanya Huang ZiTao, warga negara China—adalah orang yang peling dicari oleh seluruh penegak keadilan. Dari semua orang di sekolahnya sampai polisi. Ancamannya adalah penjara anak-anak. Gara-garanya, mantanku itu terlibat dalam pencurian mobil dan pemakaian narkoba. Tao, begitu panggilannya, akhirnya kabur dari China ke Korea, tanah kelahran ibunya. Entah bagaimana, Tao mempunyai kekuatan –yang begitu aku mau—untuk bangkit. Ia menebus semua kesalahannya. Ia terbebas dari semua tuduhan, dan kini ia sedang belajar di Cambridge. Aku salut padanya. Aku selalu sayang padanya. Di, dulunya, adalah namjachinggu yang paling kusayang. Tetapi, dia menduakan aku. Ia melanjutkan studi senior high-nya di China, ketika namanya bersih. Tentu saja. Tetapi, itu berarti hubunganku dengannya harus ditempuh dengan cara Long Distance Relationship –hubungan jarak jauh—yang aku dan dia sama-sama bukan ahlinya. Dia mendua, kita putus.

Menurut BaekHyun, aku ini terlalu pemaaf. Terlalu baik, katanya. Ia tidak bisa memaafkan namjachinggu terakhir yang menduakannya. Mungkin tidak akan pernah. Kerena itu, dia begitu kecewa pada namja. Kuasumsikan itu adalah penyebab mengapa ia bisa mempermainkan namja begitu. Masuk akal. Tetapi bodoh. Aku tidak mau menilai apa yang ia perbuat. Itu haknya.

Tadinya aku dan Tao masih berhubungan, dengan e-mail . Tetapi, lama-lama ia mulai tidak membalas e-mail yang aku kirim. Balasannya bolong-bolong. Mungkin karena ia sibuk. Mungkin karena ia sudah melirik yang lain.

Seputus dari Tao, aku dua kali berpacaran. Dua-duanya sukses babak belur. Kerena, aku tidak benar-benar niat. Aku masih dibayangi Tao. Sampai datang dia.

Aku punya seorang yang kusebut panutan. Entah panutan apa. Tetapi, dia benar-benar mengajarkan hal yang masuk akal. Namanya Do KyungSoo. Dia yang mengajarkan padaku bahwa ada hal percuma yang jangan dilakukan karena gengsi. Aku ingat kalimatnya, "Percuma kalau pacaran sekarang, entah mau dibawa ke arah mana. Sekolah belum selesai, nanti saja kalau sudah bisa tanggung jawab sendiri." Kalimat itu tak pernah aku lupakan. Karena itu, setahun belakangan ini aku betah 'sendiri'. Kini KyungSoo berada di Boston. Menekuni bakat hebatnya di bidang tarik suara.

.

.

LuHan baru saja berkata, ia tak butuh aku. Ia masuk begitu saja ke dalam kamarku. Tanpa mengetuk. Dan, dengan wajah penuh kemenangan ia berkata, "Kalau kau tidak mau mengajariku, ya sudah. Aku sudah bisa!"

"Lain kali ketuk dulu," kataku jengkel. LuHan meleletkan lidahnya, membuatku geram.

"Keluar!" bentakku. LuHan langsung membanting pintu. Aku benci LuHan. Aku berusaha berdamai denga situasi bahwa aku ini anak sulung. Bahwa, dia memang seharusnya lebih dimanja. Tetapi, aku berkata pada diriku sendiri, cukup. Aku cukup kesal padanya, yang selalu dibanding-bandingkan denganku. Eomma sering memuji LuHan karena nilai Matematika-nya selalu bagus. Selalu sembilan atau sepuluh. Tetapi, aku? Kalau nilai Matematika-ku sampai menyentuh angka tujuh, aku akan mencium pipi LuHan denga sukarela. Aku benci Matematika. Benci Fisika. Tidak untuk yang lain.

Aku jauh lebih baik daripada LuHan dalam bermain piano. LuHan ahli dalam piano klasik. Tetapi, aku beda. Aku cukup mendengar sekali sebuah lagu, dan aku bisa memainkannya. Aku bisa bermain biola, dimana LuHan sering gelagapan. Aku ahli bahasa. Sampai saat ini aku bisa bicara empat bahasa. Lima, kalau ditambah dialek. Karena itu, aku adalah jurnalis dan pujangga hebat. Aku bisa menari, menyanyi, dan dimana LuHan payah. Aku –yang ini tidak mungkin disamai LuHan—adalah pelukis. Bila dibandingkan – kalau aku boleh sombong—gambar LuHan hanyalah gambar anak TK bila dibandingkan denga lukisanku. LuHan harus menelan bahwa dalam banyak hal aku lebih ahli.

.

.

Kamarku biru. Sebiru hatiku. Dengan malas, aku menyeret kaki dan duduk di depan monitor. Mengecek e-mail atau sekedar melihat-lihat forum. Tahu 'kan? Ada suatu komunitas di internet, di mana kita bisa menyuarakan pendapat kita. Beberapa kali kita bisa berkenalan denga orang lain. Tetapi, biasanya aku tidak berkenalan. Karena di forum itu, aku tidak butuh pura-pura. Mereka tidak tahu siapa aku. Mereka hanya tahu nickname-ku. Hanya tahu apa yang aku bicarakan. Mereka tidak tahu siapa aku.

From : Do KyungSoo ohmykungsoo

To : Bubble Oh bubblepainter

Sent : Thursday, July 17, 2014 9:17 PM

Subject : sparkly eyes

Mianhae, belakangan ini aku sedang tidak dalam mood bagus untuk balas email. Sekarang sudah jam 9:12, sebentar lagi berangkat kuliah.

Aku baik, kau bagaimana? Sudah ada namjachinggu kah? Haha

Cerita lah, kalau mau cerita. aku pasti siap jadi tempat sampahmu.

Umm, suatu saat nanti kau pasti akan menemukan yang seperti Tao, bahkan lebih baik. Tenang saja, kalau itu memang untukmu juga tak akan kemana kok. :)

.

.

Suatu saat nanti. Mungkin aku akan menemukan yang sepertinya. Tetapi, aku tidak ingin yang seperti Tao. Aku ingin dia. Dia, yang mantan yeojachinggunya adalah seorang model. Sekarang pun yeojachinggunya adalah tipe-tipe model. Dan, aku menyukainya hampir setahun. Melihatnya aku ingin menjerit. Aku begitu senang. Tetapi, aku tahu dia dan aku selamanya mustahil. Kami berbeda tujuh tahun. Tetapi, dia. Dia! Aku bisa gila memikirkannya. Aku begitu menyayanginya. Tetapi, dia adalah Hitam. Warna bayangan. Sesuatu yang mustahil. Lagi pula, mana mau dia denganku yang hanya murid kelas 1 senior high. Sementara dia? Hampir lulus kuliah. Aku sayang dia. Tetapi, cukup dalam hati saja. Aku sudah senang. Aku tidak mau mengganggu hubungan orang.

.

TBC


A/n: Annyeonghaseyo yeorobeun~~ #elapkeringetsehun. Akhirnya saya kembali lagi ke dunia per-fanfictionan dengan membawa cerita baru—bukannya ngelanjutin cerita lama (baca: A Little Wish).

Maafkan saya para readers-nim, gegara berbagai berita tentang EXO kemarin—mulai dari Kris sampai BaekHyun yang bikin saya jadi unmood ngelanjutin fiction kemarin. Tapi tenang, sudah saya lanjutin kok, tinggal tunggu tanggal publishnya aja. Hehe..

Kali ini saya membawa fiction baru yang alurnya agak rumit, konflik agak berat dan bahasa yang –ah entahlah. Semoga berkenan di hati para readers-nim. Dan saya sangat senang bila ada diantara para readers-nim yang tidak hanya mampir dan membaca, tetapi juga memberikan sedikit kritik serta saran di fiction-fiction saya. Review dari kalian bisa jadi penyemangat dan moodbooster buat saya untuk melanjutkan fiction-fiction abal saya ini.

So, mind to click the review button?