Karakter di Naruto bukan milik saya, yang aku punyai hanya plot alias jalan cerita saja.
Warning: Yaoi, Sasunaru
Yang Homophobia diharap menyinggkir, aku gak mau kalian tiba-tiba terkena serangan jantung ketika baca ff ku ini..
Di sebuah taman di suatu kota, tepatnya di Tokyo, Jepang.
Angin berhembus, daun kering berhamburan, ini adalah hari dimana musim gugur akan berakhir dan musim dingin akan datang. Tampak daun-daun kering berserakan di taman. Tampak pula daun di pepohonan yang berwarna keorenan-orenan. Warna yang mana merupakan warna kesukaannya. Itulah mengapa ia menyukai musim gugur.
Itulah mengapa ia selalu datang ke taman setiap hari minggu untuk menikmati keindahannya. Tak dapat dipungkiri hari-harinya yang berlangsung sepi dan sendiri, selain para pengawal, bawahan, pegawai dan butlernya tentunya. Hari dimana ia dapat duduk tenang di kursi taman. Dipakainya jaket bertudung dan kacamata hitam. Di silentnya handphone miliknya dan tak dihiraukannya orang yang lewat didepannya lalu-lalang.
1 jam
2 jam
3 jam
4 jam
Yang tadinya ramai banyak orang lalu lalang, kini telah sepi. Entah berapa lama ia duduk di situ, menikmati sentuhan alam, menikmati kicauan burung liar yang kadang hinggap di kursi taman yang didudukinya untuk menemaninya. Di saat seperti inilah ia tak punya beban, disaat seperti ini lah ia mendapatkan kedamaian. Ingin rasanya menghentikan waktu agar ia bisa dengan terus dapat duduk di tempat ini.
Tapi takdir berkata lain, ia tahu itu merupakan hal yang mustahil. Waktu akan terus berjalan dan kehidupan akan terus berputar. Iya pun mendongakkan kepalanya sambil bersandar di sandaran kursi, kemudian menadahkan wajahnya ke atas, menikmati tiupan angin semilir.
Tak berapa lama, terdengar suara langkah kaki yang mendekat, ketika sampai di depan Naruto, suara itu berhenti. Naruto pun tak menghiraukannya dan masih tetap menutup kan matanya, dia hanya mengeluarkan aura yang mengatakan dirinya sedang tak mau diganggu.
Setelah terjadi keheningan sekitar 10 menit, tak lagi didengarnya sesosok itu, pasti ia merupakan pejalan kaki yang sedang menikmati pemandangan sama seperti dirinya.
Tapi dengan tiba-tiba terdengar suara yang sangat jelas dan tepat di depan Naruto.
"Kau adalah bagian dari hidupku, belahan dari jiwaku.. Kau adalah cahaya terangku, mentari yang selalu menerangi hatiku yang sebelumnya gelap dan hampa ini. Tanpa dirimu diriku tak ada apa-apanya. Tanpa adanya dirimu, diriku akan sirna.
Jadi maukah kau menjadi istriku??"
Mendengar itu Naruto yang tadi menutupkan matanya menjadi membukakan matanya, ia mencoba mencari tahu siapa yang dengan beraninya melamar seseorang tepat dimana ia tengah berada.
Tetapi apa yang dilihatnya membuat ia menjadi tambah tak percaya. Di depan mata Naruto dilihatnya sesosok yang sedang berlutut sambil membuka sebuah kotak kecil berwarna merah yang berisikan sepasang cincin. Ia memakai jas hitam yang dapat dilihatnya mencapai 3 lapis (three piece suit). Dan sesosok itu berlutut ke arahnya. Rambutnya melawan grafitasi. Wajahnya menatap ke depannya, dapat dilihatnya kedua buah bola mata hitamnya menatap tepat di matanya yang masih tertutup oleh kacamata hitam yang sedang dipakainya sekarang ini.
Ini pasti sebuah lelucon, tapi jika dilihat dari raut wajah dan gagat perilakunya, sesosok didepannya ini terlihat serius. Mungkin ia hanya salah orang. Dengan malas Naruto pun menjawab pertanyaan seseorang itu.
"Kau salah orang."
'Tidak, aku tidak salah orang.' kata sesosok makhluk itu.
Dia manusia kan?? Tak cari matikan??, pikir Naruto.
"Kau tahu siapa diriku??" tanya Naruto
'Tahu' jawabnya singkat.
"Siapa??"
'Menurutmu??'
"Aku tanya dirimu, b*stard!!"
'Dobe, bahkan nama sendiri pun kau tak tahu.'
Naruto yang tak ingin merusak hari damainya ini mencoba untuk menghelakan nafasnya panjang-panjang. Tarik nafas panjang.. Keluarkan.. Tarik nafas panjang.. Keluarkan.. Ia lakukan berkali-kali sampai ia merasa tenang.
'Tak usah merasa gugup, jawab saja pertanyaanku.'
Twitch urat kesabaran Naruto putus satu..
"Pertanyaan apa??"
'Tadi kau bodoh sekarang kau pelupa.'
Urat Naruto putus dua..
"Who are you??" Tanya Naruto dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.
'Tentu saja aku ini suamimu, jika kau menerima lamaranku.'
F*ck you batin Naruto dalam hati. Tapi Naruto masih mencoba untuk bersabar, ia masih tahu diri untuk tidak menghajar orang berambut pantat ayam ini di depan umum tepatnya di taman kota.
"Menurutmu, aku ini siapa??"
'Tentu saja kau adalah istriku.'
Mendengar itu Naruto yang tadinya duduk menjadi berdiri. Ia pun melepaskan tudungnya yang menutupi wajah dan rambutnya. Tapi ia masih belum mau melepas kacamatanya.
"Apa aku ini terlihat seperti perempuan?? Huh Teme!?"
'Tentu saja tidak Dobe. Orang lain pun tahu kalau kau itu laki-laki.'
"Terus??"
'Terus apa?? Apa kau menerima lamaranku?? Kau tahu aku capek berlutut di sini dan tak ada jawaban.'
"Fuck you, Bastard!!"
'No darling, you're the one who get fucked'
"Go to The Hell!!"
'But darling, why we are in the hell for?? We can just go to the heaven when I fuck you.'
Arrrgggg.. Naruto pun menggeram, ditariknya rambutnya dan dijingkat-jingkatkan kakinya.
'Aku tahu kau merasa senang Darling, tapi kau tahukan kita masih di tempat umum. Kalau kau mau aku melakukannya, kita sebaiknya segera bergegas ke kamar hotel. Mungkin honeymoon suit cocok untuk kita.'
"Aku sudah tidak taahaaann...!!!" Naruto pun berteriak lantang untuk melepas kemarahannya dan kemudian menatap langit yang kini sudah sore. Entah mimpi apa Naruto semalam sehingga hari-harinya yang penuh dengan kedamaian berubah menjadi neraka.
Naruto pun datang ke seseorang itu kemudian meninju mukanya dengan sangat keras sampai ia terjungkal.
"Rasakanlah dirimu, bastard!!"
Naruto pun dengan cepat berlari meninggalkan taman kota itu. Ia tak ingin kalau ia melambat sedikit saja sesosok itu akan kembali menghantuinya.
Hiiii.. Mengingat-ingat hal itu membuat Naruto bergidik ngeri.
