Waktu selalu punya caranya sendiri
•
•
•
•
•
•
Ada orang bilang, 'waktu adalah uang' tapi bagi Chanyeol waktu itu adalah Baekhyun.
Setiap detik untuk mengagumi paras jelitanya.
Setiap menit pengingat senyum menawannya.
Setiap jam tak lewat dari rasa syukur atas kebaikan Tuhan menciptakan sosok serupa bidadari yang begitu indah.
Dan hari memegang bagian untuk terus menerapkan seberkas rindu yang tersambat hingga ke minggu lalu bulan kemudian tahun.
"Baekhyun itu definisi sempurna." kata Chanyeol setiap kali sosok Baekhyun menyapa netra.
Anggap Chanyeol pecundang, nyatanya tahun sudah berganti tiga kali ia sama sekali tidak berani secuil pun mendekat kurang dari radius lima ratus meter dari eksistensi Baekhyun.
"Grogi!" kilahnya tiap kali sebuah cemooh memenuhi rungu.
"Ya, grogi aja terus sampe mampus," sahut Sehun –sahabat seperpopokannya seringkali menanggapi dengan sinis. "Ntar disabet orang, kapok!"
Chanyeol bukan tidak berpikir tentang peluang yang mungkin seperti kata Sehun, ia hanya tidak tahu bagaimana pantasnya memperkenalkan diri didepan pencuri hatinya sejak beberapa tahun kebelakang.
Ia ingin, agar Baekhyun mengakui kehadirannya.
Ia ingin, bertukar kata dengan Baekhyun meski hanya tiga rangkai huruf menggemakan kata 'hai'.
Ia ingin, menjadi alasan Baekhyun tersenyum meski sekedar dari lelucon noraknya.
Ia ingin, dan sangat ingin berada dipikiran Baekhyun sebagaimana porsi otaknya yang tidak lelah untuk terus berkutat merangkai imaji indah tentang si gadis.
Ia ingin, ya.. Chanyeol sangat ingin bahkan sampai mendamba. Namun seberapa inginnya pun ia hanya akan tetap berdiri ditempatnya. Menatap penuh kagum dengan harapan Tuhan menjabah segala do'a-do'anya.
Cukup berdo'a.
Tanpa usaha?
Dan mari lihatlah apa yang ia akan dapatkan!
Ia masih tetap dititik awal, sama sekali tanpa kemajuan apapun.
Harusnya Chanyeol ingat; orang yang sebatas merangkai asa, meski sangat menakjubkan tidak akan ada artinya dibanding seorang yang mau berusaha untuk buah dari kerja keras. Nyata meski fana. Terkadang melenceng dari ekspetasi, tapi terasa amat menyenangkan.
"Yeol, kayaknya waktu pecundang lo udah lebih dari cukup." Chanyeol melirik jengah, meski tidak suka, ia tetap mendengakan petuah Sehun. "Udah waktunya lo gerak, usaha, Yeol!"
"Tuhan belum kasih gue ilham," jawab Chanyeol, tak acuh.
Astaga! Bolehkan Sehun melempar sendok stainles ditangannya? Haissh, otak Chanyeol benar-benar butuh renovasi, umpat lelaki berkulit pucat itu dalam hati.
"ck, apa bedanya sih lo sama pengemis? Eh, tapi masih mending ngemis sih, masih ada usahanya dikit. Lah, lo?"
Rasanya ada petir baru saja menyambar.
Chanyeol itu paling benci jika sudah membawa kata peminta-minta. Oke, ia bukannya ingin mengkastakan manusia seperti kebanyakan orang, hanya saja Chanyeol berpikir dimana letak harga diri seorang manusia kalau yang menyepelekannya adalah manusia itu sendiri? Toh, masih banyak cara ngehasilkan uang dengan kondisi fisik tak kurang apapun kalau mau sedikit menekan rasa malas, memalukan. Oke, bukan itu poinnya. Ini soal caranya mendekati Baekhyun.
"Gue gak tahu gimana mulainya," cicit Chanyeol.
Apa Chanyeol pikir mereka masih hidup di zaman batu? Sehun dibuat berdecak kesal menerka isi kepala Chanyeol. "Ya Tuhan! jalan ke Roma makin banyak, Yeol. Gak usah kampungan deh! Lo tahu fungsi hape? Sms, Wa, line, ig, fb, twitter?" chanyeol mengangguk, sehun mendengus. "Terus?! Apa gak lo mau coba cara klasik paling ampuh?!"
"Apaan?"
"Pura-pura tabrakan, nolongin, minta maaf terus kenalan." alis Sehun naik turun plus bibir tersenyum mengejek.
"Basi!" Chanyeol menyenderkan punggungnya, Tidak berminat.
"Angetin."
"Udah gak layak makan."
"Tapi masih banyak yang doyan."
"Bo~~"
"Yaakk!!!"
"~~Eh…," Chanyeol reflek berdiri "... Sorry, sorry, gak sengaja gue. Emm, lo gak apa-apa kan?" Chanyeol bertanya lengkap dengan gestur serba salah, bingung harus bagaimana.
"Ngga, cuma baju gue aja agak basah." si gadis mendengus. Kesal tapi hanya bisa mengais beberapa sisa kesabaran yang masih tersisa.
Chanyeol membeku, seisi kafetaria mendadak terasa hening. Suara yang terdengar amat familiar mengundang rasa bersalah semakin menyeruak karenanya. Tangan tidak tahu aturannya malah menampar gelas jus si gadis yang kebetulan lewat didekatnya. Alih-alih membuat sehun mengaduh. Benar-benar becana, aish!
Alam sadar menariknya kembali ke bumi, Chanyeol menggeleng dua kali lantas melepas kemeja planel dan menyisakan sehelai kaus putih di badannya, ia sodorkan pada si korban yang masih menunduk melap bagian depan kausnya yang basah. "Ini. Lumayan bisa buat nutupi, atau perlu gue beliin yang baru?"
Namun, ketika kakinya hendak melangkah satu gerak kelewat biasa berhasil mencuri seluruh kepekaan urat syaraf Chanyeol. Seperti mati rasa. Saat gadis itu mengangkat kepala, fokus pada netranya terenggut untuk memberi perhatian lebih. Baekhyun dengan wajah lesu berkata, "Gak usah, gue pinjam." mengacungkan kemeja setara bahu. "Makasih, gue duluan." Dan kemudian beranjak selepas melempar senyum tipis.
Tidak lagi ada kata, hanya seulas senyum dan semuanya bersambung di situ.
Tunggu, bersambung?
Yaps, tersirat dari kata Baekhyun yang meminjam kemejanya. Dengan kata lain akan ada acara pengembalian dimana itu berarti mereka kembali bertemu.
Ah… membayangkannya saja mampu membuat sudut bibir Chanyeol melengkung ke atas, ia jadi tidak sabar. Dan saking senangnya Chanyeol mengayunkan kepalan tangan ke udara sambil menyerukan kata 'yes' berulang kali. Selebrasi pertama untuk selangkah lebih dekat dengan Baekhyun.
Oke… untuk kali ini saja biarlah Chanyeol berharap lebih jauh lagi.
ooOoo
Senin. Entah kenapa tiap kali hari ini datang Baekhyun selalu jadi orang pertama yang melengkungkan garis bibirnya kebawah.
Bukan, itu tidak seperti mitos betapa menyebalkan hari permulaan diawal minggu yang selalu membuat kurang bersemangat. Tapi ini lebih pada sugesti –yang entah dapat dan bagaimana ia yakini bahwa senin adalah hari kesialannya.
Di mulai dari matanya pagi tadi langsung melotot disuguhi pemandangan angka tujuh diselingi titik dengan angka empat puluh yang mengartikan dirinya terlambat bangun, padahal ia harusnya sudah memulai kegiatannya sejak satu jam lalu.
Belum lagi air kerannya yang tidak mau keluar, ban motor kempis, omelan atas keterlambatan dan terakhir –semoga saja, ia harus merelakan pakaiannya basah tersiram minuman yang dibawanya sendiri.
Tidak adakah hal yang lebih buruk dari ini untuk memancing sebuah amarah?
"Ehh… Sorry, sorry, gak sengaja gue. Emm, lo gak apa-apa kan?"
Baekhyun memejamkan mata sejenak, menghirup napas dan menghembuskannya sekaligus. "Ngga, cuma baju gue aja agak basah."
"Ini. Lumayan bisa buat nutupi, atau perlu gue beliin yang baru?"
Satu lembar kemeja planel tersodor di depan wajahnya yang tertunduk. Baekhyun belum bergerak, otaknya masih mencerna apa yang tengah terjadi. Dan kesadarannya kembali tertarik ketika ketukan langkah terdengar hendak menjauh.
Baekhyun lantas mendongak, "Gak usah, gue pinjam." ia menyaut kemeja itu. "Makasih. Gue duluan."
Dan senyum tipis menutup perjumpaan sebelum langkahnya membawa badannya ke tempat seharusnya ia berada.
"Lho, Baek? Kemeja lo?"
"Jangan tanya Soo." Baekhyun mengambil duduk di satu-satunya kursi yang tersisa. "Arghhh, gue benci mampus sama hari senin," keluhnya setengah berteriak menenggelamkan kepala di kedua lekuk tanganya diatas meja.
Kyungsoo paham apa yang sedang terjadi, gadis pemilik bibir berbentuk hati itu mengusap lembut punggung sang sahabat. "Slow Bee, kali ini parah banget ya?"
Baekhyun mengangguk. Masih betah menyembunyikan wajahnya ia bergumam, "rasanya gue pengin pindah ke pluto."
"Hahaaa," Kyungsoo terbahak. "Yakin? Pluto gak ada cogan lho…" ledek gadis itu.
"Tahu ah, lo mah rese."
Sekali lagi tawa Kyungsoo meledak. "Iya deh… iya. Berarti Mas calon bisa ya buat gue."
"Soo, iihhh." Baekhyun merengut lucu. "Nasi masih banyak ah, ngapain sih nyoba makan temen. Mau jadi kanibal?"
Kyungsoo makin terkikik, tapi kali ini berhasil ditahan agar tidak kelepasan. "Eh, ngomong-ngomong gimana? Udah ada perkembangan? Atau itu kemeja dari si mas calon? Wahh, kok lo gak cerita sih, Bee? Ah, gak asik lo mah."
Bola mata Baekhyun berputar ke atas, Kyungsoo itu mentang-mentang wartawan bertanya juga tanpa jeda. inikan mereka lagi ngobrol, bukannya wawancara.
"Untung teman."
"Satu-satu kalo tanya, lo kira gue tersangka korupsi yang harus dicecar berjuta pertanyaan biar mau ngaku?"
Kyungsoo meringis. "Ya maaf, gue cuma –lo tahu lah gue selalu antusias kalau udah nyangkut si mas calon itu." gadis itu lantas tersenyum. "Kalau gak mau jawab, cerita aja deh, gue dengerin." memasang wajah polos tanpa sadar dosa.
Baekhyun mendengus. "Yeuh, dasar emaknya plankton, bilang aja kepo!"
Akhirnya Baekhyun mulai menceritakan segala kronologi kesialannya hari ini. Kyungsoo mendengarkan dengan seksama, kadang ia mengejek dan tak jarang pula merasa prihatin atas sahabat baiknya itu.
"Jadi itu kemeja punya orang yang nyenggol jus lo?" tanya Kyungsoo setelah Baekhyun selesai bercerita.
"Bukan, punya Adam Lavine." sewot Baekhyun. "Ya, iyalah punya dia!"
Kyungsoo menompang tangan dibawah dagu, memasang ekspresi berpikir. "Terus lo tahu itu orang siapa?"
"Enggak." Alis Baekhyun naik sebelah. "Kenapa?"
"Gak apa-apa sih, cuma gue gak ngebayangin aja tuh cowo half naked di tempat umum kayak gini. Kasian takut masuk angin."
Adakah orang yang lebih menyebalkan dari orang lemot?
Ada.
Dan jawaban Baekhyun, orang itu Kyungsoo. Sahabat sekaligus musuh bebubuyutan yang pengin dia unyeng-unyeng supaya otaknya kembali ke tempatnya semula. Hah!
Satu jam yang lalu Baekhyun baru saja tiba di tempat kostnya. Ia lantas melemparkan segala barang bawaannya dan merebah pada karpet bulu lembut tepat dibawah sisi ranjang. Ia memejamkan mata, tangannya terlipat diatas kening. Nyaman, begitu perasaannya.
Namun itu tidak bertahan lama sebab saat sebuah aroma yang begitu asing menyergap indera pembaunya, Baekhyun tersentak, badanya langsung terduduk dan menatap horor pada lengannya –kain yang membalut kedua lengan dan bagian atas badannya kalau boleh jujur.
"Astaga, gue lupa ngurus ini benda." lantas membuka kemeja kebesaran itu. "Duh, gimana balikinnya? Aishh, bego sih gue kenapa gak tanya nama tuh orang? Ya, harus gimana dong?!"
Lama Baekhyun berpikir akhirnya ia kalah dengan rasa kantuk akibat badannya teramat lelah. Kemeja yang entah siapa pemiliknya itu ia lempar ke keranjang bersama beberapa potong pakaian kotor miliknya.
"Gue cuci aja dulu. Gimana balikinnya urusan nanti." kata Baekhyun sebelum matanya bener-benar terpejam.
Paginya Baekhyun tidak lagi bangun terlambat, jam enam ini ia sudah selesai dengan program 'mari mencuci baju' dan tengah menjemurnya di teras depan rumah kostnya. Seperti biasa, beberapa tetangga menyapa dan ia membalas ramah.
"Mbak, tahu gak kost no 6 sekarang udah kosong," ucap tetangga sampingnya yang juga sedang menjemur.
"Lho, bukannya itu yang ngisi mbak yang kerja di bank kan? Perasaan kemarin masih ada."
"Owalah, emang mbak Baekhyun ndak denger, semalam?"
"Denger apa? Semalam saya tidur cepat sih," Baekhyun menumpahkan sisa air cucian diembernya, memasang air muka penasaran. "emang kenapa Mbak?"
Si tetangga sedikit mendekat pada Baekhyun dan bicara dengan suara setengah berbisik. "Itu, semalam ada ibu-ibu datang dan ngamuk. Katanya si mbaknya ngerebut suami dia, itu lho bahasa sekarangnya pelakor."
"Oh," ia cukup tahu, tidak perlu berkomentar yang bukan urusannya. "berarti saya bisa dong pindah ke sana? Keran disini sering ngadat sih." mengubah topik obrolan kemudian semuanya selesai.
"Lah?! ya coba aja ngomong sama pak haji."
"Iya deh." embernya Baekhyun taruh dipinggang. "Saya masuk dulu Mbak."
ooOoo
