DISCLAIMER : MASASHI KISHIMOTO
RATE : T
WARNING : AU, MULTICHAPTER, A BIT OOC, DON'T LIKE DON'T READ
.
.
.
.
.
Pasangan suami-istri Uzumaki yang belum lama naik ke pelaminan memutuskan untuk hidup mandiri lepas dari orangtua. Naruto dan Hinata berniat untuk menempati sebuah rumah minimalis dua lantai yang berlokasi cukup strategis namun jauh dari pusat keramaian. Terlebih, harganya sangat miring.
Namun tentu saja dengan berbagai kelebihan yang dipunyai oleh calon tempat tinggal yang akan mereka tempati, tidaklah terlepas dari yang namanya kekurangan. Ada satu hal yang paling Hinata tekankan sekaligus garis bawahi.
Lantai dasar yang pintunya selalu terkunci rapat dan disegel erat menggunakan kertas mantra penangkal arwah.
.
.
.
.
.
~ The Basement Room ~
Seorang pria berdandanan rapi dan necis tengah berdiri di depan sebuah pintu rumah bergaya Amerika minimalis berlantai dua. Ia memakai kemeja abu-abu lengan panjang dengan dasi merah tergantung di lehernya. Tersenyum ramah saat sepasang pria dan wanita sedang berjalan pelan bergandengan tangan menuju ke arahnya.
"Selamat pagi dan selamat datang tuan dan nyonya Uzumaki." sapa pria berambut warna merah crimson tadi kepada kedua orang tamunya yang baru saja turun dari mobil.
"Selamat pagi Gaara-san." sang pria yang dipanggil tuan Uzumaki ini lekas mengulurkan tangan kanannya ke depan untuk berjabat tangan. Disusul oleh istrinya yang tak mau ketinggalan untuk bertatakrama.
Orang yang bernama Gaara itu tiba-tiba mengatupkan sepasang telapak tangannya cukup keras di depan dada, "Oke, kita sekarang bisa langsung masuk?"
Sepasang suami-istri itu saling bertatapan kemudian sama-sama tersenyum dan tak lupa sang suami menganggukkan kepala.
Pintu depan rumah dibuka perlahan dari luar oleh Gaara. Seorang agen properti yang dipercaya oleh suami-istri Uzumaki tersebut untuk mencarikan hunian yang pas.
"Ruang tamunya indah ya Naruto-kun." sang istri langsung mengeluarkan sebuah pujian spontan begitu kedua matanya mengamati seisi ruangan yang sebenarnya tidak terlalu luas itu.
"Tentu-tentu Hinata-chan. Kau langsung suka kan?" sang suami menimpali.
"Semua ruangan masih kosong karena properti yang saya rekomendasikan ini tidak dijual lengkap beserta perabotannya sekalian. Semua furniture yang ada sudah diboyong oleh pemilik sebelumnya." Gaara menjelaskan.
Hinata menyelinguk ke arah pria yang sedang berdiri di pojokan, "Jadi sudah ada penghuni sebelum kami?"
Orang yang ditanya menganggukkan kepala singkat, "Yap. Kalian adalah pemilik kedua."
"Ayo kita lihat ruang keluarganya, Hinata-chan." ajak Naruto antusias kepada pasangannya itu. Mereka beranjak dari ruang tamu menuju ruang keluarga diikuti sang agen jual-beli rumah di belakangnya.
Ketiga orang ini sudah sampai di sebuah ruangan yang berposisi tepat di tengah-tengah rumah. Ruangan paling lebar dari semua ruangan yang ada.
"Wah, ada tungku perapiannya juga Naruto-kun." dengan mata berbinar riang seperti anak gadis baru dibelikan boneka, wanita bersurai indigo ini langsung menghambur ke sebuah tempat yang khusus dibuat untuk menyalakan api di dalam rumah.
Sang suami terkekeh geli menyaksikan reaksi wanitanya, "Hehehe, kau sangat menyukainya kan? Bahkan di kediaman orangtuamu yang mewah pun tidak dapat kau temukan hal semacam ini."
"Anda bisa bersantai sembari menonton televisi dengan ditemani kehangatan dari perapian, Hinata-san. Saya jamin anda akan betah dengan suasana rumah ala Barat seperti ini." Gaara turut menambahkan.
Yang dituju kembali menengok dan tak lupa menampilkan senyuman manis penuh kepuasan.
"Oh, masih ada lagi kan ruangan yang harus kita sambangi?" Naruto berceletuk.
Gaara segera merespon pertanyaan dari kliennya, "Betul-betul. Setelah ini garasi."
Ruangan yang bisa dikata lumayan luas untuk ukuran kandang kendaraan bermotor itu pun menjadi destinasi ketiga setelah sebelumnya ruang tamu dan ruang keluarga.
"Disini kalian berdua bisa memarkirkan dua buah mobil sekaligus. Saling berdempetan tentu saja." komentar sang agen properti tak lama begitu kedua kakinya menapak di dalam area garasi.
"Wah, kau dengar Hinata-chan? Dua mobil bisa masuk. Kau bahkan bisa membawa mobil satu lagi dari tempat ayahmu kemari." perkataan penuh antusiasme Naruto ini tidak terlalu dipedulikan oleh Hinata. Raut muka wanita berambut lurus itu tidak terlalu menyiratkan rasa tertarik kali ini.
Ia menoleh ke arah wajah si pria berdasi, "Ano Gaara-san, bisa kita langsung ganti melihat calon kamar kami berdua?"
Senyuman formal merekah pada wajah Gaara, "Tentu. Jika dirasa cukup melongok garasi, kita langsung beranjak menuju ruang kamar pribadi."
Naruto, Hinata, dan Gaara berjalan berurutan menaiki anak tangga menuju ke lantai atas. Sesampainya di sana, nampak tiga buah pintu di pinggiran koridor.
"Ada tiga ruangan?" tanya wanita calon si empunya rumah dengan nada heran.
Jari telunjuk kanan Gaara mengacung ke arah pintu PVC biru yang berada paling ujung depan, "Yang itu adalah toilet. Toilet satunya ada di bawah samping dapur. Nanti akan saya tunjukkan."
Bibir wanita berbola mata abu-abu itu membentuk huruf O. Sedangkan prianya hanya menggaruk belakang kepala seperti merasa jenuh.
"Kamar tuan dan nyonya Uzumaki bisa memilih di antara kedua pintu yang saling berhadapan itu. Mau yang kanan atau yang kiri terserah." sambung Gaara. Kemudian dia sedikit melemparkan candaan, "Atau mau kedua-duanya sekalian?"
"Hahaha. Anda pikir pasangan baru seperti kami akan tidur sendiri-sendiri, begitu? Bahkan untuk mandi pun kami kadang sampai harus berdua." tanpa disangka Naruto memeluk tubuh ramping istrinya dari belakang dibarengi celotehan kurang sopan sehingga mengakibatkan sepasang pipi wanita berwajah ayu itu bersemu merah jambu. Tak lupa sebuah cubitan nakal dia hadiahkan kepada lengan suaminya.
"Aww!"
Gaara selaku pihak luar hanya bisa tersenyum geli menyaksikan adegan romansa ala sepasang pengantin baru. Ia berucap, "Biar saya tunggu di koridor saja. Silahkan anda berdua masuk ke masing-masing kamar untuk mengecek dengan pasti kondisinya."
Naruto lekas menggandeng jemari Hinata untuk mengajaknya berjalan masuk ke kamar sebelah kiri. Mereka di dalam tak lama dan langsung beralih ke kamar satunya lagi yang ada di kanan.
"Wah, yang ini ada balkoninya Naruto-kun." seperti saat tadi melihat tungku perapian, kali ini pun reaksi dari nyonya Uzumaki ini kurang lebih sama. Terkesima.
Dibukanya pintu kaca yang membatasi antara ruang kamar dengan balkoni berbentuk setengah lingkaran. Sesampainya di luar, Hinata tak sungkan untuk menghirup udara segar.
"Hey Hinata-chan, kulihat kau seperti sangat girang mengetahui ada balkoni di samping calon kamar kita?" Naruto mendekat sambil berbicara. "Bukannya di mansion Hyuuga ada banyak hal seperti ini bahkan di lantai ketiga?" lanjutnya penasaran.
Sosok yang ditanya berbalik arah sambil menggantungkan kedua pergelangan tangannya di belakang pinggang, "Aku tahu. Tapi yang ini rasanya sangat berbeda. Ini adalah rumah kita berdua, Naruto-kun. Lebih baik gubuk milik sendiri ketimbang istana milik orang lain kan?"
Sang suami tersenyum simpul seakan membenarkan pernyataan istrinya barusan. Lalu dia mengecup singkat dahi Hinata, "Benar sekali. Ayo kita lihat ruang yang terakhir."
Gaara yang masih setia mematung di koridor mendadak terhenyak dari lamunannya begitu melihat kedua orang kliennya datang menghampiri.
"Gaara-san, tinggal ruangan terakhir alias dapur. Ayo kita lihat." ajak Naruto dan langsung diiyakan oleh pria rambut merah itu.
Ruang dapur berada paling belakang sendiri di lantai bawah. Mereka harus menuruni tangga lagi dan begitu menjejakkan kaki di lantai satu, berbalik arah melewati semacam koridor ke arah belakang supaya bisa sampai di ruang dapur.
"Ini adalah dapurnya. Tidak terlalu mewah dan besar saya rasa. Namun cukup nyaman untuk dipakai memasak serta aman karena dilengkapi dengan detektor asap yang mampu langsung berbunyi keras jika tercium asap pekat dari dalam dapur." Gaara menerangkan seraya mengarahkan ujung tangan kirinya ke arah sebuah alat smoke detector berwarna putih susu yang tertempel di dinding bagian atas.
Hinata manggut-manggut tanpa komplain. Sedangkan Naruto sepertinya ingin bertanya sesuatu, "Anda bilang tadi ada toilet satu lagi selain yang di atas?"
"Benar. Itu, tepat di belakang anda." Gaara memberitahu dan langsung membuat si penanya malu menyadari keteledorannya.
"Toilet atas dan bawah memiliki desain interior dan furniture yang sama persis. Sebuah kloset duduk, shower, dan bath-up." ujar Gaara lagi.
Hinata terdiam. Ia hanya berjalan-jalan kecil mengitari seisi ruangan dapur. Bola matanya melirik kesana dan sini, mencoba mengamati area di sekitarnya. Sampai pada akhirnya indera visualnya itu menangkap sebuah pemandangan yang cukup ganjil. Di depan dapur sana. Tepat di bawah tangga menuju lantai dua. Sebuah pintu kayu bercat putih gading kusam yang dipalangi oleh shimenawa dan pada tali tersebut digantungi beberapa lembar kertas mantra. *shimenawa : tali ala ajaran Shinto yang dipasang melintang sebagai pembatas antara kawasan suci dengan kawasan duniawi*
Perasaan Hinata kurang enak atas pemandangan yang detik ini dia tangkap melalui netranya. Lekas dia bertanya, "Ano ... Gaara-san. I..Itu pintu apa?"
Orang yang bersangkutan mengangkat kedua alisnya disusul mendekat ke tempat dimana Hinata berdiri. Tatapannya ikut terarah ke objek yang sedang dituju oleh tatapan wanita di sampingnya.
Ekspresinya seketika berubah menjadi datar. Namun penuh keraguan. "Ooh, itu."
Naruto yang tidak tahu apa-apa pun tak mau ketinggalan. Pria ini ikut penasaran. "Apa? Ada apa?"
Pintu berpalang tali shimenawa itu terpantul jelas di bola mata masing-masing individu.
Gaara kembali bersuara, "Supaya lebih jelas, ayo kita sama-sama mendekat kesana. Nanti akan saya jelaskan."
Hinata ragu. Menelan ludah. Namun akhirnya menurut. Diikuti Naruto yang berjalan paling belakang.
Ketiganya telah sampai di depan pintu yang menjadi sumber rasa penasaran serta mengusik pikiran. Terkecuali kepada si pria yang berprofesi sebagai agen properti. Karena sepertinya dia sudah tahu lebih dulu.
"Pintu ini kan?" Gaara mencoba memastikan padahal sejatinya itu hanya basa-basi.
Wanita calon penghuni rumah hanya bisa mengangguk terpatah. Padahal tadi dia dan sang suami melewati pintu ini saat melaju ke arah dapur. Namun tidak langsung disadari olehnya karena posisinya yang agak menjorok masuk tepat di bawah anak tangga menuju lantai dua.
Gaara mulai menjelaskan informasi yang ingin didengar oleh sejoli ini, "Ini adalah pintu yang selalu tersegel rapat sejak lama. Bukan hanya dikunci rapat saja melainkan, ada segel kertas mantra juga disitu."
Hinata tidaklah bodoh. Bahkan orang setengah bodoh pun tahu kemana arah pembicaraan ini akan bermuara. "Kertas mantra digunakan untuk menangkal hal-hal berbau astral bukan? Semisal ... "
Naruto menyambung tanpa permisi, "Arwah."
Tak ada yang bersuara lagi setelahnya. Sampai semenit kemudian Gaara kembali berkisah, "Dulu, dulu saat pemilik sebelumnya masih tinggal disini, konon terjadi hal cukup menakutkan bagi kalangan awam di dalam sana. Di basement di balik pintu ini."
"A..Apa itu?" sedikit terbata namun terpaksa Hinata menyahut karena kepalang tanggung diliputi rasa penasaran.
Naruto memandangi wajah Gaara lekat-lekat.
Tatapan pria itu tetap lurus tak bergeming ke depan, "Ritual. Semacam upacara pemanggilan arwah menggunakan metode boneka kayu. Itu yang kudengar dari rekanku yang juga sesama agen penjualan properti. Yang bertugas menangani penjualan rumah ini kepada perusahaan kami."
"Ritual pemanggilan arwah?" Hinata bergeleng kecil pertanda kurang yakin dengan apa yang barusan didengarnya. Ia adalah orang skeptis plus rasional. Dan dia yakin di era modern ini hal-hal semacam itu tidaklah nyata. Terkesan nyata saat ditampilkan di televisi. Dan itu pun pasti menggunakan trik.
Naruto menyilangkan kedua lengannya di depan dada, "Aku kurang paham. Hanya karena ritual pemanggilan arwah saja sampai-sampai harus disegel separah ini?"
Gaara menaikkan bibir sebelah kanannya. Lalu dia berjalan menghampiri pintu misterius itu untuk sekedar menggoyang-goyangkan kenopnya yang terbukti terkunci. "Awalnya basement ini dibiarkan saja apa adanya oleh sang pemilik setelah anak sulung mereka kedapatan menjalankan prosesi ritual. Namun lambat laun keanehan demi keanehan mulai terjadi di seisi rumah."
Bulu roma Hinata mulai bergidik. Kepalanya menoleh cepat ke kanan, "Naruto-kun, kenapa kau tidak bilang kepadaku jika calon rumah kita memiliki kisah historis seperti ini?!"
Mengetahui wanita yang baru delapan bulan resmi menjadi pasangannya itu kesal, pria berkulit tan ini tak mampu berkelit apapun kecuali menuturkan kenyataan yang sebenarnya terjadi. "Maaf-maaf Hinata-chan. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu kecewa seperti ini. Memang benar Gaara-san memberitahukan kepadaku pada awalnya jika rumah ini memiliki sejarah yang cukup kelam. Tapi kukira tak akan lebih parah daripada yang kupikirkan."
Ekspresi wanita berumur seperempat abad ini sudah berubah menjadi masam sejak tadi. Segala rasa takjubnya ketika mendapati kehadiran tungku perapian ditambah balkoni seakan sirna sudah dalam sekejap. Berganti dengan rasa jengkel ditambah takut yang kini menggelayut manja. Bisa-bisanya sang suami mengambil keputusan seceroboh ini?
"Tapi tenang saja Hinata-chan." tiba-tiba pria bermata safir itu sudah berdiri persis di belakangnya dan langsung memijit-mijit bahunya tanpa disuruh. "Harga rumah ini setengah dari harga pasaran rumah dengan model sama persis seperti ini." mencoba untuk meluluhkan hatinya yang sedang mengeras.
"Itu benar, Hinata-san." Gaara mengamini perkataan Naruto. "Rumah ini bisa ditebus kontan dengan harga 3,978,000 Yen saja. Tanpa adanya kasus berbau klenik ini harganya bisa melejit duakalilipatnya."
"Maafkan aku ya Hinata-chan? Aku pikir kita akan untung membeli rumah bagus dan nyaman seperti impian kita dengan harga yang murah. Walaupun konsekuensinya adalah emm yah, kau tahu sendiri lah." kalimat persuasi ini cukup sukses untuk mengurangi tensi di antara mereka berdua. Terbukti dari raut wajah istrinya yang mulai melunak.
"Tapi kalian berdua tenang saja. Tidak perlu panik apalagi sampai paranoid. Dulu sang pemilik lama menghadirkan seorang bhikksu ke dalam basement dan bhikksu itu berdoa untuk menetralkan arwah yang gentayangan. Namun hasilnya kurang baik. Arwah itu tidak mau kembali ke asalnya." Gaara mengambil nafas sejenak sebelum melanjutkan, "Untuk mengantisipasinya, sang bhikksu terpaksa harus menyegel pintu ini dengan shimenawa bercampur kertas mantra agar arwah jahat di dalam tidak mampu keluar sama sekali. Alias, terperangkap sampai selamanya."
Hinata segera bertanya, "Dan setelah penyegelan usai, keluarga itu lalu segera angkat kaki dari tempat ini?"
Jawaban yang akan meluncur dari mulut Gaara setelah ini sangat berbeda dari bayangan Hinata, "Tidak. Mereka tetap disini hingga empat tahun kemudian. Sebelum akhirnya pindah karena kepala keluarganya dipindah tugas kerja ke Jerman. Mereka pindah tiga tahun lalu."
Naruto yang kali ini ingin bertanya sekaligus memastikan sesuatu, "Jadi selama rentang empat tahun itu, sama sekali tak terjadi hal-hal aneh disini?"
Pria bergaya rambut spike itu menggeleng pelan, "Dari yang kudengar tidak. Segel ini membuat kehidupan mereka aman dari gangguan makhluk halus yang sempat dipanggil tanpa bisa dipulangkan lagi itu."
"Apa ucapanmu bisa dipegang, Gaara-san?" Hinata menatap cukup tajam kepada pria yang barusan selesai berbicara. Ia hanya ingin kepastian dari segala informasi yang dibeberkan oleh pria itu.
Tak langsung menjawab seketika itu juga. Agen properti ini memilih untuk diam sejenak sembari menyusun kata-kata yang pas untuk disampaikan. "Saya hanya mengucapkan apa-apa saja yang saya tahu, Hinata-san. Tidak kurang dan tidak lebih. Pokoknya begini saja, jangan usik ruangan di balik pintu warna putih ini dan hidup anda berdua akan baik-baik saja. Kunci basement sudah dibuang sehingga pintu ini terkunci permanen."
Tidak mendapat jawaban memuaskan. Namun tak apa, Hinata mencoba memahami keadaan. Ia tidak dapat memaksa agar pria bernama Gaara itu menjamin keaslian dari kisah yang terjadi. Karena faktanya orang itu bukanlah seorang saksi mata dan hanya mendapat informasi dari orang lain saja.
Gaara melihat ke arah jam tangannya, "Maaf tuan dan nyonya Uzumaki, saya pamit undur diri dulu karena ada klien lain yang harus saya layani."
Naruto saling berjabat tangan dengan pria itu sembari berkata, "Senang bekerjasama dengan anda, Gaara-san."
Dibalasnya, "Saya juga Naruto-san. Dan mohon maaf atas ketidaknyamanannya."
Giliran Hinata. Wanita itu tak mau ketinggalan untuk menunjukkan kesopanannya.
"Anda juga Hinata-san. Maaf atas ketidaknyamanan sikap saya. Dan emm, jangan lupakan pesan dari saya."
Hinata membalasnya lewat senyuman. Senyuman yang cukup dipaksakan dan bukannya tulus seperti pada saat awal-awal memasuki rumah barunya.
"Mari-mari saya antar ke depan Gaara-san." sang suami berjalan di belakang pria berambut warna crimson itu untuk sekedar mengantarkan tamunya sampai ke teras. Dan kini hanya menyisakan seorang wanita anggun berpostur semampai yang masih berdiri tegak tak bergeming satu centipun. Sepasang bola mata lavender-nya tak berkedip untuk mengamati sebuah objek sederhana yang benar-benar merecoki alam pikirannya hari ini.
Pintu menuju ruang bawah tanah. Pintu basement.
Apa yang sebenarnya ada di dalam?
Apakah benar yang dikatakan oleh orang bernama Gaara tadi?
~ TSUZUKU ~
Halo readers. :D
Kali ini author lagi niat bikin sebuah fic horror-mystery bersambung di fandom Naruto. Idenya sudah ada sampai finish. Semoga saja bisa selesai dalam tiga atau empat chapter ke depan.
Saran, kritik, sekalian flame author persilahkan monggo. :)
Terimakasih sudah membaca! 8)
