Title: The First Time I Know that Love was Painful

.

.

Cast :

Cho Kyuhyun (namja)

Lee Sungmin (yeoja)

Others

.

.

Genre : Romance/Hurt/Comfort | GS

.

Rated: T

Warning : GS, Alur aneh, Diksi blur, Typo(s) bergentayangan, Cerita pasaran (mungkin), GaRing, Ejaan Tidak Baku, yang tidak suka dimohon jangan membaca. Jangan menghina karya saya. Tinggal Klik Icon "X" di laman masing-masing. Terima Kasih ^^

.

SUMMARY

Sungmin merasakan suatu perasaan yang menyenangkan terhadap tetangganya. Seiring berjalannya waktu, Sungmin sadar jika perasaan itu adalah cinta. Selayaknya manusia, Sungmin mulai menanam harapan-harapan terhadap sosok tetangganya itu, hingga akhirnya dia tahu pasti jika perasaannya tidak akan pernah berbalas.

.

.

DISCLAIMER

All Cast –terpaksa saya akui– bukan milik saya. Mereka milik Tuhan, orangtua, SMEnt, dan Fans. Walaupun demikian, ide cerita ini tetap sah milik saya, HyunChan2509.

.

NO COPAS

.

DON'T READ THIS FICTION IF U DON'T LIKE IT. I'VE TOLD U BEFORE !

.

.

.

^^ENJOY THE STORY^^

.

.

.


Cinta itu indah..

Cinta itu penuh warna...

Cinta itu juga menyenangkan...

Namun, tidak semua cinta berakhir dengan kata bahagia...

Ada suka duka dan kekhilafan di dalamnya...

Tapi, bukankah itu tantangannya?

Bila kita sanggup menghalaunya maka kita bisa memperoleh apa yang kita inginkan...

Jika tidak...maka kata "menyerah" akan menjadi pilihan terakhir...

"Aku akan melupakanmu..."

Itu adalah kalimat simple yang biasa diucapkan semua orang yang menyerah...

Tapi lucunya, kebanyakan menambahkan kata "tidak" setelah "aku" dalam kalimat itu...

Mengapa?

Karena itulah yang sebenarnya terjadi...

Itulah isi hati yang sebenarnya...

Sungguh penuh dusta bagi yang mengingkari...

Mengelak?

Yah...silakan..

It's your choice, but i won't do that...

Because of "Him"...

And...

THIS IS MY STORY...

About my first love...

My First Hurt Love...


.

.

Aku adalah seorang yeoja yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan yang penuh kebahagiaan. Orang tuaku sangat menyayangiku dan aku juga mempunyai banyak teman. Aku sangat bahagia. Aku tidak pernah kekurangan apapun sejak aku dilahirkan. Menjadi anak tunggal dalam keluarga berkecukupan itu membuatku menjadi anak yang sangat beruntung, namun aku dididik untuk tidak menjadi sombong oleh Appa dan Eomma ku.

Ah, iya. Aku lupa mengenalkan diri. Namaku Lee Sungmin. Usiaku sebentar lagi menginjak 20 tahun namun ketahuilah, banyak orang yang tidak mempercayainya. Kenapa? Karena aku terlalu "baby face". Itulah yang selalu dikatakan orang-orang. Tidak masalah, karena aku suka.

Aku adalah mahasiswi Seoul Art University jurusan Traditional Culture tahun kedua, dan mungkin kurang dari dua tahun lagi aku bisa menyandang gelar alumni dari kampus ini. Amiinn. Semoga harapanku terkabul. Fighting!

.

.

.

.

"Hei, Minniemi...sudah pulang? Aku baru saja ingin menjemputmu." Ujar seorang namja saat aku baru saja membuka pagar rumahku.

"Eh..Oppa. Ne, tadi kuliahku hanya jam pertama karena dosen mendadak ada rapat penting di jurusan. Oppa ingin menjemputku? Waeyo?" tanyaku sok polos. Sebisa mungkin aku menahan luapan bahagia yang membuncah di dada.

Hei, bagaimana mungkin tidak bahagia jika orang yang telah lama kau cintai berkata ingin menjemputmu? Rasanya aku ingin berteriak dan melompat-lompat kalau bisa. Untungnya aku sadar jika itu tindakan abnormal yang mungkin akan membuat orang yang kucintai ilfeel padaku. Haha.

"Wae? Apa aku tidak boleh menjemput dongsaengku?" tanyanya dengan nada -sedikit- kesal. Sebelah tangannya bertengger di pinggang dan sebelahnya lagi bertumpu di kap mobil Audi A5 nya.

Gestur yang sangat keren –menurutku.

"Aniyo, Oppa. Bukan begitu. Hanya saja aku...aku..." mendadak lidahku kelu. Foxy kembarku membulat manakala melihat tubuh tinggi itu berjalan mendekat kearahku. Tanganku yang sedari tadi memegangi pagar perlahan turun dengan lemas.

"Karena aku terlanjur menghidupkan mobilku..." dia semakin mendekat.

"..."

"Kajja! Kita kencan.!"

"?"

Tanpa ba-bi-bu, mengabaikan raut shock diwajahku, dia menarik tanganku yang lemas dan menuntunku menyebrang ke arah rumahnya.

Kencan.

Eh? Apa tadi katanya? Kencan?

Mataku membulat sempurna. "Ke-kencan? Oppa...ma-maksudmu?" tanyaku tergagap. Memandangi lekat punggung kokohnya yang berjalan di depanku. Namja itu menghentikan langkahnya saat sampai di depan pintu mobil kemudian berbalik dan tersenyum hangat padaku. Jemari tanganku yang masih digenggamnya terangkat dan diusapkannya di pipinya yang tirus. Aku membeku.

"Hari ini aku ingin menikmati indahnya Seoul bersamamu." Ujarnya memandangku dengan lembut. Sungguh manik bening yang sangat memukau, dan aku terjerat dalam keindahannya.

"Ta-tapi...aku..." aku masih mencoba mencari kejelasan dari kejadian mengejutkan ini.

"Tenang saja. Aku sudah minta izin pada Eomma tadi dan beliau mengizinkanku membawamu."

"..."

"Bahkan katanya..." jeda sejenak. Wajahnya beralih ke telinga kiriku. "Kau boleh menginap diluar malam ini bersamaku..." lanjutnya berbisik dengan suara beratnya yang manly. Dapat kurasakan aliran darah yang berkumpul tiba-tiba di pipiku. Panas.

Astaga !

"Ahahaha...pipimu memerah, jagi. Hahahaha " Dia tertawa terbahak-bahak.

Menyebalkan! Dia mempermainkanku!

Aku merutuk heboh dalam hati dan memegangi kedua pipiku yang terasa semakin panas. 'Ahh. Ini memalukan!' batinku frustasi.

"Aigoo, manisnya..."

Chu~

"Kajja. Kita mulai kencan kita...Let's go !" Dia menarik tanganku –lagi dan mendorongku masuk kedalam mobil miliknya, memakaikan seatbelt padaku dan mengecup kembali puncak hidungku. Setelah itu dia menuju kursi di belakang kemudi dan mulai menjalankan mobilnya –entah kemana. Aku terdiam membatu. Ukiran tanda tanya makin beranak-pinak dalam kepalaku namun tak ada satupun yang bisa kusuarakan. Aku mendadak seperti orang linglung.

Ya Tuhan. Tak kusangka dampaknya sehebat ini. Dia...benar-benar membuatku gila.

Demi apapun di dunia ini. Aku mencintainya sepenuh hatiku.

.

Apa kalian pikir dia kekasihku?

Bukan

Jelas bukan

Kami hanya tetangga.

Ne, hanya tetangga.

.

Kami sudah bersama sejak kecil, bahkan sejak aku bayi. Dia telah berada di dekatku. Menjagaku dan menyayangiku. Kami sangat dekat. Rumahnya terletak persis di depan rumahku dan hanya di batasi oleh jalanan kecil khas kompleks perumahan. Sejak dulu, rumahnya adalah rumah keduaku, begitu juga rumahku adalah rumah kedua baginya. Usia kami terpaut 4 tahun dan jelas dia lebih tua dariku makanya aku memanggilnya Oppa. Tapi sebenarnya dia tidak suka kupanggil dengan panggilan itu. Sejak dulu dia selalu menyuruhku memanggil namanya saja. Tanpa embel-embel apapun.

Memusingkan.

Bagaimana mungkin memanggil namanya saja? Jelas-jelas aku lebih muda darinya. Tidak sopan. Dan aku tidak ingin di cap seperti itu walaupun sebenarnya tidak masalah memanggil namanya saja andaikan status diantara kami adalah sepasang KEKASIH.

Ne, kekasih. Dan aku bukanlah orang yang menjabat status itu.

Ah iya, nama namja itu Cho Kyuhyun. Dia lulusan Universitas Seoul Fakultas Kedokteran. Dia pintar kan? Bagiku dia sangat jenius. Dia mengambil bagian Dokter anak.

Sebenarnya aku merasa agak aneh, karena dari yang aku lihat, dia kurang mampu mengakrabkan diri pada anak kecil, terkesan menjaga jarak malah. Karena penasaran, suatu hari aku bertanya padanya mengapa dia mengambil bagian itu, dan yang kudapat malah jawaban yang membuat jantungku lari marathon.

"Karena Minnie menyukai anak kecil dan aku ingin belajar merawat anak-anak kita nanti."

Saat itu aku terpana mendengarnya dan aku hanya bisa melongo bahagia. Dia berlalu dengan santainya sesaat setelah mengatakan itu padaku.

Apa maksudnya berkata seperti itu padaku? Ingin membuatku mendadak mati kah?

Aku benar-benar berharap apa yang kupikirkan adalah nyata. Namun nyatanya sampai detik inipun dia tidak pernah mengatakan bahwa dia mencintaiku. Kenapa? Apa ada yang salah?

Aku ingin mengatakan padanya jika aku mencintainya, namun aku terlalu malu memulai. Tapi, dari semua sikapnya padaku selama ini, bolehkah aku beranggapan bahwa dia menyukaiku bahkan mencintaiku? Bolehkah?

.

.


"Mmm..Oppa..." panggilku mencoba memecah kesunyian sejak 15 menit lalu mobil ini berjalan. Kyuhyun tampak serius menyetir tanpa memedulikan panggilanku. 'Apa dia tidak mendengarnya?' ucapku membatin.

"Oppa...kita mau kemana?" tanyaku lagi. Kali ini dengan suara yang sedikit dikeraskan. Rambu lalu-lintas sedang berada di warna merah. Bunyi kendaraanpun terdengar tak terlalu berisik. Seharusnya dia mendengar, namun Kyuhyun tetap diam dengan arah mata fokus kejalanan. Sesekali menengok ke arah lampu merah itu.

Hei! Dia mengacuhkanku!

"Oppa!" kali ini aku berteriak. Aku tidak suka diacuhkan. Mengapa tiba-tiba dia mengacuhkanku seperti ini?

Kupukul kuat lengannya yang masih bertengger di atas kemudi.

"Oppa..." suaraku melemah. Tanpa bisa kukendalikan, airmata telah berkumpul menggenangi mataku. Siap tumpah kapan saja.

Aku tidak suka diabaikan. Apalagi itu oleh'nya'. Aku tidak suka! Aku yakin dia mendengar panggilanku. Tapi mengapa dia mengabaikannya?

Tanganku dengan ragu terulur lagi, kali ini mencoba meraih jemarinya namun belum sempat menyentuh jemari itu, jemari panjangnya lebih dulu menangkap tanganku dan menggenggamnya erat di atas pahanya.

"Oppa~" lirihku tercekat.

"Harus berapa kali kukatakan padamu, hmm? Jangan memanggilku dengan panggilan mengerikan itu. Aku tidak suka kau panggil seperti itu Minniemi." Suara lembutnya dan sorot mata teduh itu sukses membuat airmataku turun. Aku mulai terisak pelan.

Lampu sudah berganti warna hijau. Dengan santai Kyuhyun menjalankan mobilnya kemudian tak lama setelah itu kulihat dia menepikan mobilnya di depan salah satu cafe ice cream.

.

"O-Oppa...hiks..." aku masih terisak dengan tangan kiriku yang masih digenggamnya erat.

"Aku tidak suka mendengar panggilanmu itu, Ming. Kau menyamakanku dengan namja-namja lain di luaran sana" Ujarnya pelan dan menatapku hangat. Jemarinya ia selipkan di sela-sela jemariku menautkannya satu sama lain.

"Wae? B-Bukankah aku memang seharusnya memanggilmu seperti itu? A-aku...hiks... B-bagaimana jika nanti yeojachingu-mu mendengarnya...aku tidak ingin dianggap tidak sopan."

Oh Tuhan. Apa yang kukatakan? Mengapa aku mengatakan hal yang jelas-jelas tidak kuinginkan?

"Hhhh... itu lagi.." kudengar ia bergumam dan menghela nafasnya berat.

"Jangan memikirkan hal-hal aneh, Minniemi. Yeojachingu siapa maksudmu? Jelas-jelas kau tahu aku masih sendiri. Ikuti apa yang kukatakan dan jangan membantah. Arra? Jika kau tidak mau maka sore ini juga aku akan pulang ke London!" titahnya dengan sedikit ancaman yang telak membuatku terkejut dan takut secara bersamaan.

Tidak!

Aku tidak ingin dia pulang!

Aku masih ingin dia disini menemaniku!

"Andwae! Jangan pergi~ Hiks...Kyunnie...hiks..." tanpa sadar aku kembali terisak. Aku sungguh tidak ingin dia pulang kembali ke London. Aku belum ingin berpisah darinya.

"Nah. Seperti itu 'kan lebih baik. Terus panggil aku seperti itu. Arraseo? Aku menyukainya, Ming." Kyuhyun melepas seatbelt-nya kemudian mencodongkan tubuhnya ke arahku. Aku merasakan telapak tangannya yang hangat menangkup pipiku dan mengusap airmataku yang terus turun dengan deras.

Aku selalu seperti ini. Menjadi cengeng dan lemah jika di depannya. Dari dulu selalu seperti ini. Jika tidak sedang bersamanya, termasuk saat bersama orang tuaku, aku akan menjadi sosok Lee Sungmin yang tegar, kuat, tegas, dan tidak mudah mengeluarkan airmata, yang tentu saja sikapku itu semuanya hanya kamuflase. Aku yang sebenarnya adalah yang sekarang. Di saat seperti ini. Saat bersama Cho Kyuhyun. Kyunnie Oppa yang aku cintai.

.

.

Cukup lama aku terisak. Kyuhyun terus mengelus pipi dan tanganku dengan lembut. Sesekali dia mengusap kepalaku penuh kasih sayang. Setelah tangisku mereda, Kyuhyun membersihkan wajahku dengan saputangan miliknya kemudian merapikan helai hitamku dan tersenyum hangat.

Chup

"Kajja, Ming. Kita makan eskrim dulu, ne. Ada banyak tempat yang ingin kukunjungi setelah ini." Ujar Kyuhyun sambil membantuku melepas seatbealt-ku. Mataku masih bengkak dan memerah. Aku malu jika harus keluar. Eodokkhae?

"Mingie~ waeyo, jagiya?"

"..."

"..."

"Kyu~" aku memandangnya sendu.

"Eum?"

"Jangan pergi~"

"Ming..."

"..."

"Arraseo, aku saja yang beli eskrimnya dan kita makan di dalam mobil. Eottae?" Kyuhyun berbalik hendak membuka pintu mobil namun refleks aku menarik tubuhnya ke arahku. Kucengkeram erat bagian belakang kaos baby blue yang ia kenakan.

"Andwae. Jangan pergi. Jangan tinggalkan Minnie...hiks...Kyuuu..." tampaknya aku memang benar-benar sudah gila. Kurasakan isi kepalaku hanya kalimat "itu" saat ini. Terlihat berlebihan memang, namun aku benar-benar ketakutan. Aku takut dia pergi lagi meninggalkanku.

Kyuhyun membalikkan tubuhnya, irisnya menatapku dalam. Dia mengenggam kedua tanganku erat lalu menaruhnya di dadanya. "Siapa yang akan meninggalkanmu, Minnie? Aku hanya keluar sebentar membeli eskrim." Ujar Kyuhyun lembut, mencoba menenangkanku. Di usapnya pucuk kepalaku sayang. Jemarinya terangkat kemudian menghapus lelehan airmataku.

"Kyunnie...Satu bulan ini...hiks...satu bulan ini berjanjilah untuk selalu bersamaku. Kumohon, Kyunnie...hiks..." aku terus terisak. Tanganku terkepal erat, kurasa Kyuhyun melihatnya karena sekarang kesepuluh jemariku terangkat dan mulai mendapat kecupan-kecupan kecil dari bibirnya yang lembut.

"Aku berjanji, Ming. Aku akan terus bersamamu. Jangan menangis, ne. Jika perlu, 24 jam setiap harinya aku akan terus menemanimu. Bagaimana?"

"Hiks..hiks..."

Kyuhyun merengkuhku erat dan membenamkan wajahku di dadanya. Aku merasa nyaman. Untuk beberapa saat kami terus berpelukan di dalam mobil hingga akhirnya aku tenang dalam pelukannya.

.

.

Apa aku berlebihan lagi? Mungkin. Tapi percayalah, aku benar-benar merasakan ketakutan itu. Pernahkah kalian merasakannya juga?

Tiga tahun yang lalu, Kyuhyun meninggalkanku dan juga keluarganya untuk melanjutkan studi ke London. Dengan otaknya yang jenius dia berhasil mendapatkan beasiswa S2 dan S3 nya di negeri yang fantastis itu. Baru dua hari yang lalu dia pulang ke Seoul menikmati masa libur 1 bulannya sebelum melanjutkan pendidikannya ke S3. Tentu aku sangat senang saat tahu dia pulang, bahkan aku langsung memeluknya erat saat dia baru saja tiba di depan rumahku.

Kemarin, saat keluarga kami makan malam bersama, Kyuhyun bercerita banyak tentang kehidupannya di London. Aku dibuat makin terpesona olehnya. Bukan karena ceritanya, jujur aku kurang mendengar apa yang ia ceritakan. Mataku hanya terpaku pada dirinya, wajahnya dan tubuhnya. Benar-benar bertambah tampan dari 3 tahun yang lalu. Kyuhyun berubah. Tapi sikapnya padaku sedikitpun tidak berubah. Dalam ceritanya, Kyuhyun juga berkata jika saat menempuh S3 nanti dia akan sering bolak-balik Seoul-London-Seoul, mungkin satu kali dalam sebulan karena dia memutuskan untuk menjadi Dokter Anak di sini jadi dia harus mulai mengurus semua keperluannya. Aku sangat senang.

.

.

"Jangan menangis lagi, jagiya. Nanti eomma marah padaku jika melihat matamu seperti ini." Ujar Kyuhyun melepas pelukannya dan menangkupkan tangannya di pipiku. Namja itu tersenyum lembut.

"Kita punya banyak agenda hari ini, Ming. Makan eskrim bersama, ke Lotte World, Myeongdong, Namsan Tower, dan juga membeli kado natal. Jadi, berhentilah menangis, ne..." ujar Kyuhyun dengan senyumnya. Aku mengangguk lemah. Berusaha tersenyum manis membalas semua perlakuannya padaku.

"Minnie-ku yang manis, tidak boleh menangis." Ucapnya seraya menyisir rapi rambutku yang sedikit kusut dengan sebelah tangannya. Aku tersenyum kembali.

Chup

"Kajja! Pertama-tama kita beli eskrim kesukaanmu..." lanjutnya setelah mengecup hidung bangirku. Kurasakan pipiku kembali memanas.

'Cho Kyuhyun, kumohon dengarlah.'

'Aku mencintaimu..'

.

.

.

.

.


TBC


(Based On The True Story)

I Need your review, now...my dearest reader *v*

Annyeong...

"KYUMIN IS REAL ! JJANG!"